Peluang dan Kendala Pengembangan Pola Tanam Jagung Tiga Kali Setelah Padi (IP 400) Margaretha SL, dan A.F. Fadhly Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan Abstrak Penelitian peluang dan kendala pengembangan pola tanam jagung tiga kali, setelah padi, dilaksanakan di Desa Sengka, Kecamatan Bontonompo Selatan, Kabupaten Gowa pada bulan April 2010 dengan tujuan untuk mengetahui penggunaan lahan setelah panen padi dan untuk mendapatkan cara dan takaran pupuk yang dominan dilakukan petani jagung. Metode yang digunakaan adalah survei berstruktur dengan pengambilan secara acak (Simple Random Sampling) berdasarkan kelompok tani yang ada di daerah penelitian, dan terpilih kelompok tani Bulo Gading, Julu Bori, dan Minasa Daeng yang masing-masing beranggotakan 25 orang. Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan (questionaire) pada beberapa pengurus masing-masing kelompok tani, sedang data sekunder, diperoleh dari instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sawah beririgasi teknis tidak dapat ditanami padi karena airnya tidak mencukupi untuk mendukung pertanaman padi. Pola tanam secara umum (80%) di Kecamatan Bontonompo Selatan menerapkan pola padi-jagung-jagung. Pupuk yang digunakan petani hanya urea dan ZA. Dalam berusahatani padi digunakan 150 kg/ha Urea+ 50 kg/ha ZA/ha dan jagung 350 kg/ha Urea+150 kg/ha ZA/ha. Pupuk SP36, KCl atau pupuk Phonska jarang digunakan karena harganya kurang terjangkau. Dengan pola tanam padi-jagung-jagung, petani memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.070.000/ha untuk usahatani padi, sedang untuk usahatani jagung I Rp 2.782.300/ha dan jagung II Rp 977.300/ha. Kata Kunci: Bagan warna daun (BWD), indeks pertanaman (IP), pola tanam Pendahuluan Pengembangan usahatani padi-jagung di lahan sawah irigasi merupakan langkah strategi karena: (a) memanfaatkan lahan dan air secara optimal dan menyerap tenaga kerja dan modal lebih banyak, (b) biji jagung yang dihasilkan dari pertanaman jagung musim kemarau memiliki mutu yang lebih tinggi, serta brangkasan jagung dan jerami padi sangat dibutuhkan untuk pakan serta memiliki nilai ekonomi, dan (c) padi-jagung musim kemarau memperoleh pendapatan yang lebih baik karena harga biji jagung yang tinggi dan brangkasan jagung dan jerami padi dapat mendatangkan penghasilan. Masalah yang dihadapi dalam usahatani padi-jagung antara lain: tanah yang terlalu basah saat menanam jagung setelah panen padi, pertanaman jagung dapat mengalami kekeringan jika selang waktu pertanaman padi-jagung cukup lama dan pertanaman jagung tergenang air jika hujan turun diluar perkiraan. Untuk itu perlu diketahui waktu tanam yang tepat, varietas yang sesuai dengan pola tanam padi-jagung, penyiapan olah tanah yang efesien dan efektif untuk mengejar waktu tanam, sistem drainase dan irigasi untuk mengantipasi turunnya hujan dan kekeringan, penggunaan pupuk yang efisien untuk mencapai hasil dan keuntungan yang tinggi. Beberapa varietas padi dan jagung telah dilepas sebagai hasil penelitian dari lembaga penelitian pemerintah maupun swasta. Varietas unggul baik hibrida maupun bersari bebas/komposit tersebut memiliki beragam 567
karakter yang dapat dipilih sesuai dengan daerah pengembangannya (Balitbangtan 2007; Balitsereal 2007). Secara umum, diketahui bahwa varietas hibrida memerlukan pupuk lebih banyak dari pada komposit. Pemberian Nitrogen yang tidak seimbang dengan kebutuhan tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal dan hasil rendah. Tanaman jagung menyerap 129 kg N untuk menghasilkan 9,5 t/ ha (Olson dan Sander, 1988). Penggunaan bagan warna daun (BWD) untuk menentukan hara N yang diperlukan tanaman. Titik kritis kecukupan hara N pada fase V12-VT adalah 4,6 untuk jagung varietas hibrida dan 4,5 untuk jagung varietas bersari bebas. Penurunan nilai BWD sebesar satu skala di bawah titik kritis, akan menurunkan produksi jagung sebesar 30% jika tidak dilakukan pemupukan (Syafruddin et al., 2008). Menurut Fadhly et al., 2008, pemberian N berdasarkan BWD dengan pemberian pupuk tiga kali lebih efisien dibanding cara petani yang hanya memberikan N satu kali saja, namun secara ekonomis, tidak menguntungkan karena memerlukan biaya tenaga kerja yang tinggi. Untuk mengurangi biaya pemupukan, pemberian N dikurangi menjadi dua kali saja dengan menyesuaikan cara dan takaran pemberian N. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara dan takaran nitrogen berdasarkan BWD dalam IP 400 dengan pola tanam jagung tiga kali setelah padi. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sengka, Kecamatan Bontonompo Selatan, Kabupaten Gowa. Desa ini dipilih karena sekitar 80% pola pertanaman pada lahan sawah irigasi adalah padi-jagung-jagung (IP-300) dan akan ditingkatkan intensitas pertanamannya menjadi 4 kali (IP-400) menjadi padi-jagungjagung-jagung. Metode yang digunakaan adalah survei berstruktur dengan pengambilan secara acak (Simple Random Sampling) berdasarkan kelompok tani yang ada di daerah penelitian sehingga terpilih kelompok tani Bulo Gading, Julu Bori, dan Minasa Daeng yang masing-masing beranggotakan 25 orang. Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan (questionaire) pada beberapa pengurus masing-masing kelompok tani, sedang data sekunder, diperoleh dari instansi terkait. Data yang dikumpulkan adalah: pola tanam, penggunaan input (benih, pupuk, dan pestisida) penggunaan tenaga kerja (dalam keluarga, luar keluarga, upah dan waktu yang digunakan/hok), tingkat hasil, proses pasca panen, harga jual, pekerjaan di luar usahatani biaya transportasi, pemasaran, tingkat harga, lembaga sosial dan ekonomi. Data yang terkumpul, kemudian ditabulasi dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan analisis input-output. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian Desa Sengka, merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Bontonompo Selatan, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Luas lahan sawah 32.136 ha yang terdiri dari lahan sawah irigasi 21.875 ha dan lahan sawah tadah hujan 10.261 ha. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1, terlihat bahwa luas lahan sawah beririgasi teknis paling luas yakni 11.577 ha disusul dengan lahan sawah tadah hujan 10.261 ha, Sebagian dari sawah beriri 568
Tabel 1. Luas lahan sawah di setiap kecamatan dalam Kabupaten Gowa. 2008 Kecamatan Sawah irigasi Luas Lahan (ha) Teknis Semi teknis Sederhana Desa Jumlah Sawah tadah hujan Bontonompo 1.656 109 - - 1.765 517 Bontonompo Selatan 232 330-8 570 1.550 Bajeng 2.223-121 281 2.625 - Bajeng Barat 1.270 - - - 1.270 30 Palangga 1.906 - - - 1.906 953 Barombong 1.253 - - - 1.253 397 Sumba Opu 970 - - - 970 210 Bontomarannu - 646 - - 646 308 Pattallassang - 1.405 - - 1.405 590 ParangloE - 30 275 141 446 583 Manuju - 30 118 100 248 1.204 Tinggimoncong - - - 1.022 1.022 290 Tombolo Pao - 250 325 381 956 1.429 Parigi - - - 860 860 396 Bungaya 942 394-110 1.446 492 Botolempangan 1.094 461 - - 1.555 400 Tompobulu - - 220 2.261 2.481 92 Biringbulu 31 420 - - 451 820 Kabupaten 11.577 4.075 1.059 5.164 21.875 10.261 Sumber: BPS Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, 2008 569
gasi teknis tidak dapat ditanami padi karena airnya tidak mencukupi untuk mendukung pertanaman padi. Hal ini sangat mendukung perkembangan jagung sebagai komoditi utama, terutama pertanaman jagung setelah panen padi dapat menggeser pertanaman semangka dan kacang-kacangan (kacang kedele, kacang hijau atau wijen) karena menanam jagung selain menguntungkan, juga mudah dipasarkan. Pola Tanam Pada lahan sawah irigasi, pola tanam yang digunakan umumnya padi-padi-jagung sedang pada lahan sawah tadah hujan padijagung-jagung. Pertanaman umumnya dilakukan pada bulan Desember, karena pada bulan Desember Juni merupakan bulan basah, namun pada daerah tertentu, hujan tersebut tidak mencukupi untuk menunjang dua pertanaman jagung sehingga harus ditunjang dengan air pengairan, bahkan pada sawah berpengairanpun, tidak mencukupi untuk pertanaman padi, sehingga petani mengusahakan jagung. Diperkirakan 80% petani di Bontonompo Selatan menerapkan pola tanam padi-jagung-jagung. Pola tanam ini secara umum dilakuakan di Kecamatan Bontonompo Selatan. Analisis Usahatani Dalam usaha tani padi, petani menggunakan varietas IR 64, Cisantana, Ciliwung, Impari, Cigelis dan Ciherang, sedang dalam usaha tani jagung, digunakan adalah varietas jagung pulut, Pioneer 21, BISI dan yang terbanyak varietas NK22. Pendapatan usahatani yang diperoleh petani selama setahun dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2, terlihat bahwa petani menggunakan pupuk N tidak sesuai dengan rekomendasi baik untuk padi (150 kg Urea+ 50 kg ZA)/ha dan jagung (350 kg Urea+150 kg ZA/ha). Pupuk SP36, KCL atau pupuk ponska tidak digunakan karena mahal harganya. Menurut Syafruddin et al, 2008, penggunaan alat bagan warna daun (BWD) dapat digunakan untuk menentukan hara N yang diperlukan tanaman. Titik kritis kecukupan hara N pada fase V12-VT adalah 4,6 untuk jagung varietas hibrida dan 4,5 untuk jagung varietas bersari bebas. Penurunan nilai BWD sebesar satu skala di bawah titik kritis, akan menurunkan hasil jagung sebesar 30% jika tidak dilakukan pemupukan (Syafruddin et al, 2008). Dari segi ekonomi, terlihat bahwa dengan pola tanam padi-jagung-jagung, menguntungkan. Untuk usahatani padi, memperoleh keuntungan Rp 10.070.000/ha sedang keuntungan jagung I Rp 2.782.300/ha dan jagung II Rp 977.300/ha, keuntungan ini dapat lebih ditingkatkan dengan memanfaatkan lahan secara efisien melalui perubahan indeks pertanaman (IP) dari IP 300 menjadi IP 400 dengan memanfaatkan air tanah, mengatur waktu tanam, penggunaan varietas yang berumur genjah dan penggunaan pupuk yang efisiensi melalui penggunaan bagan warna daun (BWD). 570
Tabel 2. Analisis usahatani selama setahun di Desa Sengka, Kecamatan Bontonompo Selatan. Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan No. Kegiatan Usahatani Sumber : data primer, 2010 Keterangan : Harga benih padi : Rp 42.000/5 kg atau Rp 8.400/kg Harga benih jagung : Rp 62.000/5kg atau Rp 12.400/kg Harga pupuk Urea : Rp 80.000 (Yarmen) Harga pupuk ZA : Rp 75.000 (Yarmen) Harga Gramoxone : Rp 55.000/lt Harga DMA : Rp 15.000/100cc Harga gabah : Rp 2.500/kg Harga jagung : pipilan Rp 1.200-Rp 1.700 Padi Jagung I Jagung II Fisik Nilai Fisik Nilai Fisik Nilai I Luas lahan 1 1 1 II Sarana Produksi A Pengolahan Tanah Sewa 500,000 Sewa 500,000 Sewa 500,000 B Benih 25 kg 210,000 23 kg 285,200 23 kg 285,200 C III Pupuk Ciliwung P21 P21 a. Pupuk Urea 150 kg 240,000 350 560,000 350 560,000 b. Pupuk ZA 50 kg 75,000 150 187,500 150 187,500 c. Gramaxone+Z. Tmbh Ali 5 ltr 150,000 0.5 55,000 0.5 55,000 d. DMA 100 ml 30,000 0 0 0 0 Jumlah 1,205,000 1,587,700 1,587,700 Penggunaan TK (HOK) a. Pengolahan Tanah 0 0 0 0 0 0 b. Penanaman C Dalam Keluarga 60 HOK 0 12 HOK 0 12 HOK 0 Luar Keluarga 15 HOK 375,000 0 0 0 0 Pemupukan d. Penyiangan Dalam Keluarga 16 HOK 0 16 HOK 0 16 HOK 0 Luar Keluarga 0 0 0 0 0 Dalam Keluarga 16 HOK 0 16 HOK 0 16 HOK 0 Luar Keluarga 0 0 0 0 0 0 e. Pengairan 0 0 50 ltr 500,000 60 ltr 600,000 f. Panen+Perontokan Dalam Keluarga 8 HOK 0 12 HOK 0 12 HOK 0 Luar Keluarga 24 HOK 600,000 15 HOK 375,000 15 HOK 375,00 G Pemipilan jagung 0 0 180,000 180,000 Jumlah 0 975000 1055000 1155000 Total 2,180,000 2,642,700 2,742,700 IV Produksi 4,900 12,250,000 3,100 5,425,000 3,100 3,720,000 V Keuntungan 10,070,000 2,782,300 977,300 VI R/C 5.6192661 2.0528248 1.356328 VII Biaya/Hasil biji 444.89796 852.48387 884.7419 571
Peluang dan Kendala Penerapan IP 400 No. Peluang Kendala Pemecahannya 1 Sumberdaya lahan tersedia 2. Sumber daya air tersedia Air hujan Air tanah 3 T e k n o l o g i tersedia 4 Kebijakan Pemerintah Belum dimanfaatkan secara maksimal Masih banyak lahan bero setelah panen padi IP 300 Belum dimanfaatkan secara maksimal Pertanaman ke dua (palawija) dilaksanakan sesudah panen padi sehingga air tanah berkurang Faktor kebiasaan Teknologi baru belum tersebar luaskan Harga pupuk mahal Pupuk sulit di dapat Harga jagung berfluktuasi Pemanfaatan sumberdaya lahan dengan meningkatkan IP menjadi IP 400 Penanaman padi dilakukan lebih awal tanpa menunggu hujan turun, tapi memanfaatkan air tanah Menggunakan varietas berumur genjah Meningkatkan motivasi petani Perlu demplot penerapan teknologi baru dilahan petani Varietas unggul Badan Warna Daun Waktu tanam yang tepat Mengefisienkan penggunaan pupuk Mengaktifkan dana bergulir di kelompok tani Penentuan harga dasar/floor price Sumber: Data primer, 2010 Kesimpulan 1. Luas lahan sawah beririgasi teknis paling luas yakni 11.577 ha disusul dengan lahan sawah tadah hujan 10.261 ha. 2. Pertanaman jagung setelah panen padi dapat menggeser pertanaman semangka dan kacang-kacangan (kacang kedele, kacang hijau atau wijen) karena menanam jagung selain menguntungkan, juga mudah dipasarkan. 3. Diperkirakan 80% petani di Bontonompo Selatan menerapkan pola tanam Padi- Jagung-Jagung. 4. Dalam usaha tani padi, petani menggunakan varietas IR 64, Cisantana, Ciliwung, Impari, Cigelis dan Ciherang, sedang dalam usaha tani jagung, digunakan adalah varietas jagung pulut, Pioneer 21, BISI dan yang terbanyak varietas NK22 5. Penggunaan pupuk N tidak sesuai dengan rekomendasi pada untuk padi hanya (150 kg Urea+ 50 kg ZA/ha) dan jagung (350 kg Urea+150 kg ZA/ha). 6. Pemanfaatkan lahan secara efisien melalui perubahan indeks pertanaman dari IP 300 menjadi IP 400 dapat dilakukan dengan memanfaatkan air tanah, mengatur waktu tanam, penggunaan varietas yang berumur genjah dan penggunaan pupuk yang efisiensi melalui penggunaan bagan warna daun (BWD). 572
Daftar Pustaka Balitbangtan 2007. Deskripsi varietas padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Jakarta. Balitsereal 2007. Deskripsi varietas unggul jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. BPS Kabupaten Gowa. 2008. Gowa dalam angka 2007. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Gowa dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa. Fadhly A. F, Bahtiar, Syafruddin, Aqil, Sumarni P, Fahdiana T, Zubachtiroddin dan Anischan Gani. 2008. Laporan Akhir Konsorsium Penelitian Padi-Jagung (Sistem Usahatani Padi-Jagung pada Sawah Irigasi) Syafruddin, S. saenong dan Subandi. 2008. Penggunaan bagan warna daun untuk efisiensi pemupukan N pada tanaman jagung. Penelitian Pertanian 27 (1) Trip dan Woolly, 1989.The Planning Stage Of On-farm Research: Identifying Factors for Experimentation. CIMMYT dan CIAT. 573