BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu diantaranya adalah buah salak pondoh dengan nama latin Salacca

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

NURUL FATIMAH A

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. panjang cm dan garis tengah cm. Buah nangka terdiri atas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima,pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. Beras adalah salah satu bagian paling penting di dunia untuk konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Ketela pohon banyak dikenal masyarakat sebagai bahan pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung. Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan di timbang sebanyak 50 kg.

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan (BBM) Bahan Bakar Minyak untuk keperluan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengadaan Alat dan Bahan a. Pengadaan alat b. Pengadaan tetes tebu

GAPLEK KETELA POHON (Manihot utillisima pohl) DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. karena potensi produksinya yang cukup besar. Pisang sejak lama telah dikenal

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI GAPLEK GANYONG (Canna edulis Kerr.) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siti Nur Lathifah, 2013

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

I. PENDAHULUAN. menjadi produk yaitu pabrik perakitan dan pabrik kimia. Perubahan bahan baku menjadi produk pada pabrik perakitan bukan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri. adalah spesies Sorghum bicoler (japonicum). Tanaman yang lazim

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. fosil (Meivina et al., 2004). Ditinjau secara global, total kebutuhan energi dunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian, antara lain

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

PENGARUH PEMBERIAN PEKTIN DARI KULIT JERUK MANIS

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

RUMAH BIRU (BIOETANOL URIN MANUSIA) Dari Masyarakat Untuk Masyarakat Oleh : Benny Chandra Monacho

PEMANFATAAN AMPAS TAHU MENJADI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI DAN HIDROLISA H 2 SO 4

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR ETANOL DAN KADAR GLUKOSA HASIL FERMENTASI KULIT BUAH NANAS (Ananas comosus)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan komoditi yang sangat penting bagi ternak. Zat- zat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ternyata memiliki sebuah potensi besar yang luput terlihat. Salah satu limbah yang

... TAPE. Yuniar Lidyawati ( ) Anita Novalia ( ) Dyan Fitrisari ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya tanaman holtikultura yang cukup besar. Salah satu tanaman holtikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah pepaya. Pepaya merupakan buah asal luar negeri (introduksi) dari Meksiko dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar pepaya biasanya dimakan langsung atau diolah dalam berbagai produk seperti manisan, saus, dan jus pepaya. Selain citarasa buah pepaya yang segar dan manis, buah pepaya juga memiliki kandungan gizi yang lengkap (Rukmana, 1995). Sebagai salah satu jenis buah yang digemari, produksi pepaya di Indonesia cukup tinggi. Produksi buah pepaya di Indonesia dalam kurun waktu 2011-2014 mencapai 800-950 ribu ton. Luas panen pepaya sekitar 10,217 ha dan menghasilkan 82,23 ton/ha. Indonesia juga dikenal sebagai negara pengekspor pepaya. Negara yang menjadi tujuan ekspor pepaya Indonesia antara lain negara-negara di Asia Barat, seperti Arab Saudi, Kuwait, Oman, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab serta negara Eropa seperti Austria. (Badan Pusat Statistik, 2014). Ketersediaan pepaya di Indonesia cukup berlimpah, mengingat buah pepaya dapat ditanam sepanjang tahun. Akibat keberlimpahan tersebut, di kebun budidaya pepaya sering ditemukan buah yang tidak memenuhi syarat standar pasar lokal maupun ekspor dan dianggap sebagai limbah. Buah pepaya yang demikian itu 1

seringkali dibiarkan tanpa ditangani lebih lanjut. Jumlah buah pepaya yang dianggap sebagai limbah umumnya tersedia 5-10 % dari jumlah panen. Keberlimpahan limbah pepaya di kebun kemudian memunculkan cara untuk mengolah limbah pepaya untuk menambah nilai jual. Beberapa mengolah limbah buah pepaya sebagai pakan ternak dan bahan baku pupuk organik. Sebagian lainnya mulai mengembangkan pepaya sebagai biomassa bahan baku pembuatan sumber energi terbarukan. Salah satu sumber energi terbarukan yang dapat dikembangkan dari biomassa adalah bioetanol. Kandungan karbohidrat pepaya yang cukup tinggi menjadikan pepaya cukup berpotensi untuk dijadikan bahan baku bioetanol. Bioetanol di Indonesia memiliki prospek yang sangat baik. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak tanaman berpati dan bergula yang banyak tersebar di berbagai wilayah. Pemerintah juga mulai merancang rencana jangka panjang penggunaan bioetanol sebagai sumber bahan bakar nabati pengganti bensin. Selain itu harga jual bioetanol di pasaran cukup menjanjikan. Harga bioetanol absolut per liter dapat mencapai Rp300.000,00. Selain untuk pengganti bahan bakar bensin, bioetanol juga dapat diperuntukkan sebagai larutan alkohol untuk sterilisasi. Bioetanol yang banyak diteliti dan dikembangkan di Indonesia adalah bioetanol generasi pertama (bahan baku berbasis glukosa). Namun penggunaan bahan baku berbasis glukosa memiliki kelemahan. Hal ini karena biomassa berbasis glukosa umumnya merupakan tanaman sumber pangan, misalnya tebu, singkong, jagung, dan sorgum. Sedangkan untuk bioetanol generasi kedua dengan bahan baku berbasis selulosa, teknologi pembuatannya membutuhkan formula yang lebih 2

kompleks serta relatif lebih sulit dan mahal dibanding pembuatan bioetanol dengan bahan baku berbasis glukosa. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah buah berkabohidrat tinggi sebagai bahan baku bioetanol diharapkan dapat menjadi alternatif agar pemenuhan bahan baku pembuatan bioetanol tidak tumpang tindih dengan kebutuhan pangan masyarakat serta mudah dalam teknologi pembuatannya. Penelitian pembuatan bioetanol menggunakan bahan baku pepaya telah banyak dilakukan sebelumnya. Bioetanol berbahan baku pepaya, seperti kebanyakan bioetanol berbahan dasar lain, dibuat melalui proses fermentasi dan destilasi. Kedua proses tersebut sangat mempengaruhi kualitas bioetanol yang dihasilkan. Enjelita Pasaribu (2015) menyatakan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar alkohol dan kandungan energi bioetanol yang dihasilkan. Selain itu variasi varietas buah pepaya sebagai substrat fermentasi juga turut berpengaruh. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipilih faktor lama fermentasi untuk mengetahui pengaruh terhadap hasil serta waktu optimal fermentasi untuk pembuatan bioetanol dari buah pepaya. Disamping faktor lama waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan bioetanol, suhu juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas fermentasi. Jefri Sagala mengungkapkan bahwa pada saat preparasi bahan, buah pepaya tidak dipanaskan terlebih dahulu, melainkan langsung dicampur dengan ragi serta nutrisi nitrogen NPK dan urea. Disisi lain, penelitian menggunakan metode preparasi bahan dengan pemanasan juga banyak dilakukan. Sebelum difermentasi, buah pepaya dimasak dengan cara dikukus atau direbus. 3

Seperti yang dilakukan oleh Azmi (2015) yang menggunakan metode perebusan untuk memanaskan bubur dari tepung singkong, bioetanol yang diperoleh menghasilkan kadar yang relatif tinggi yaitu 50-70 %. Tujuan pemasakan sebelum difermentasi adalah untuk melunakkan tekstur daging buah agar ragi lebih mudah memfermentasi substrat. Pengaruh pemanasan pada bahan antara lain untuk mereduksi jumlah bakteri non spesifik yang ada pada bahan sehingga pada proses hanya melibatkan beberapa bakteri spesifik untuk fermentasi (monobacterial). Pada penelitian ini digunakan pula beda perlakuan preparasi bahan dengan pemasakan dan tanpa pemasakan untuk mengetahui pengaruh keduanya terhadap bioetanol yang dihasilkan. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mengetahui potensi limbah pepaya sebagai bahan baku bioetanol. 1.2.2 Tujuan Khusus a) Mengetahui kondisi operasi terbaik dari perlakuan lama fermentasi dan perlakuan panas agar diperoleh hasil bioetanol dari pepaya yang paling optimal. b) Mengetahui pengaruh antara lama fermentasi dan perlakuan panas terhadap parameter-parameter berupa: kadar dan volume hasil bioetanol, waktu optimum destilasi, kadar dan volume sisa pipa fraksinasi, kapasitas bietanol yang dapat dihasilkan per kilogram bahan, serta nilai kalor bahan. 4

1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain menambah nilai guna limbah pepaya sekaligus menjadikan salah satu alternatif solusi untuk pendayagunaan energi terbarukan pengganti bahan bakar bensin. Selain itu, sebagai sarana acuan bagi masyarakat dan penelitian lain untuk mengembangkan kondisi proses yang optimal dalam pembuatan bioetanol dari limbah buah dengan menggunakan metode fermentasi dan destilasi bertingkat untuk pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi alternatif dan terbarukan. 1.4 Batasan Masalah Batasan batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Pepaya yang digunakan merupakan jenis pepaya California yang diperoleh dari Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. 2. Ragi yang digunakan untuk fermentasi dalam penelitian ini adalah ragi tape merek dagang NKL dengan komposisi pemberian ragi 2% per kilogram bahan. 3. Urea dan NPK yang digunakan sebagai penyuplai nutrisi nitrogen bagi ragi adalah Urea Kujang dan NPK komposisi 25-7-7 dengan komposisi pemberian urea dan NPK 0,67% per kilogram bahan. 4. Toples yang digunakan sebagai wadah fermentasi adalah toples plastik dengan ukuran volume 8 L. 5. Destilator yang digunakan untuk proses destilasi merupakan destilator bertingkat dengan dua pipa fraksinasi yang berisikan kelereng dan ring alumunium. 5

6. Pengaturan suhu destilasi sebesar 83 o C dan debit air kondensor sebesar 0,5 L/detik. 7. Destilasi hanya dilakukan satu kali siklus dalam waktu dua jam terhitung sejak destilator dihidupkan. 8. Pengukuran kadar alkohol dilakukan dengan alat alkoholmeter hidrometri. 6