I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk dikembangkan, karena merupakan ternak prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah populasi domba terbesar di Indonesia. Data menunjukkan populasi domba di Jawa Barat semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya populasi penduduk Jawa Barat, pada Tahun 2004 populasi domba adalah 3.438.352 ekor, bertambah di Tahun 2010 menjadi 5.817.834, dan pada Tahun 2011 meningkat menjadi 7.041.437 ekor (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2011). Hampir di setiap negara terdapat berbagai rumpun domba, dan di Indonesia khususnya Jawa Barat terdapat Domba Garut yang merupakan Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) asli Jawa Barat. Keberadaan domba ini tersebar luas di seluruh Jawa Barat terutama di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. Domba Garut merupakan aset SDGT Jawa Barat yang sangat penting untuk dilestarikan dan dikembangkan, karena dapat meningkatkan taraf hidup peternak melalui nilai ekonomi dan sosial. Domba Garut selain sebagai penghasil daging juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak hobi (fancy), apalagi Seni Ketangkasan Domba Garut rutin dilaksanakan oleh Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) sehingga manfaat Domba Garut sebagai ternak hobi semakin tinggi.
2 Upaya memaksimumkan potensi Domba Garut, telah diawali dengan menginventarisasi berbagai sifat kualitatif dan kuantitatif yang dimiliki, dilanjutkan dengan pembuatan standar Domba Garut, karena domba yang akan dijadikan komoditas ekspor dalam era global tidak mungkin dapat terwujud tanpa memiliki standar mutu baku yang telah disertifikasi (Heriyadi, dkk., 2008). Beberapa sifat kuantitatif seperti panjang badan, lingkar dada, dan beberapa ukuran tubuh ternak merupakan sifat-sifat yang dapat menunjukkan kualitas Domba Garut yang dijadikan dasar dalam seleksi dan sertifikasi Domba Garut, karena panjang badan dan lingkar dada dapat menunjukan korelasi positif terhadap bobot badan dan bobot karkas bagi Domba Garut jantan. Sertifikasi Bibit Domba Garut sampai tahun 2014 sudah dilaksanakan delapan tahap, tetapi dalam penelitian ini hanya diambil dua tahap sertifikasi saja, yaitu Sertifikasi tahap I dan II karena dari syarat Kualitatif dan kuantitatif kedua sertifikasi ini sama. Sertifikasi I dan II merupakan kerjasama penelitian antara Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran pada tahun 2003 dan 2004, ada beberapa daerah yang disertifikasi tetapi hanya tiga daerah yang diambil data sertifikasinya dalam penelitian ini, yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. Sertifikasi dapat. memberikan manfaat terhadap keberlangsungan penyediaan bibit Domba Garut di masa yang akan datang. Domba Garut yang lolos sertifikasi, akan mendapatkan sertifikat sebagai bentuk penghargaan terhadap peternak Domba Garut yang memiliki domba dengan tingkat produktivitas yang tinggi, sehingga dapat menambah motivasi peternak dalam memelihara Domba Garut untuk meningkatkan produktivitasnya.
3 Hasil penelitian mengenai standardisasi mutu bibit Domba Garut mengungkapkan, bahwa di antara tujuh kabupaten yang menjadi sumber bibit di wilayah Jawa Barat. Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung merupakan tiga daerah yang paling potensial sebagai daerah sumber bibit Domba Garut unggul dibandingkan daerah-daerah lainnya, seperti Cirebon, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, Bogor, dan Sukabumi (Heriyadi, dkk., 2002). Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung merupakan daerah yang selalu diikutsertakan dalam setiap sertifikasi, serta daerah yang paling banyak mengikuti Kontes Ternak Domba Garut dan Seni Ketangkasan Domba Garut (Data Kontes Ternak Disnak Jabar, 2012 dan KSKDG Paguyuban 30, 2013). Atas dasar tersebut, dari ketiga daerah ini belum diketahui mana yang memiliki Domba Garut paling unggul dilihat dari ukuran panjang badan dan lingkar dada, maka perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan ukuran panjang badan dan lingkar dada Domba Garut jantan pada Sertifikasi I dan II di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian tersebut, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perbandingan panjang badan dan lingkar dada Domba Garut jantan pada Sertifikasi I dan II di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan, Kota Bandung. 2. Daerah manakah yang memiliki kualitas Domba Garut paling unggul berdasarkan hasil dari Sertifikasi I dan II dilihat dari ukuran panjang badan dan lingkar dada. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui perbandingan panjang badan dan lingkar dada Domba
4 Garut jantan pada Sertifikasi I dan II di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui daerah yang memiliki Domba Garut jantan paling unggul dari hasil Sertifikasi I dan II dilihat dari ukuran panjang badan dan lingkar dada. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi dasar bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi, mengenai perbandingan panjang badan dan lingkar dada Domba Garut jantan pada Sertifikasi I dan II di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. Informasi tambahan mengenai daerah mana yang mempunyai sertifikasi Domba Garut Jantan yang paling unggul, dilihat dari panjang badan dan lingkar dada untuk dijadikan masukan dalam penentuan wilayah sumber bibit penghasil daging. 1.5 Kerangka Pemikiran Domba Garut merupakan sumber daya genetik ternak (SDGT) yang berasal dari Kabupaten Garut, (Desa Cibuluh, Cikandang, dan Cikeris) di Kecamatan Cikajang, serta Kecamatan Wanaraja. Keyakinan tersebut dilandasi oleh fakta sejarah, teori genetik, dan perkembangan Domba Garut di Jawa Barat. Domba yang berasal dari Kecamatan Wanaraja dikenal dengan nama Domba Garut galur Wanaraja dan biasa dijadikan sebagai sumber daging. Domba ini memiliki tinggi pundak yang lebih pendek dibandingkan Domba Garut galur Cibuluh, postur tubuh bulat memanjang dengan perdagingan yang besar pada bagian paha belakang, dan secara fungsional lebih berkembang ke arah domba tipe pedaging, sedangkan Domba Garut galur Cibuluh lebih diarahkan kepada tipe
5 tangkas, karena memiliki postur tubuh besar ke arah depan (ngabaji) (Heriyadi, 2012). Pembibitan domba adalah salah satu usaha untuk memperbanyak produksi domba yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan sehingga jumlah ternaknya bertambah banyak serta mutunya pun meningkat (Sudarmono dan Sugeng, 2007). Usaha pembibitan domba ini dilakukan untuk dapat terus menyediakan ternak domba yang berkualitas, namun masih sedikit peternak yang mau mencoba dan memulai untuk pembibitan domba karena dinilai rumit dan sulit untuk dilakukan. Keberhasilan usaha pembibitan domba tidak bisa dipisahkan dengan pemilihan induk atau pejantan yang memiliki sifat-sifat kuantitatif yang baik. Sifat-sifat kuantitatif pada ternak dapat diketahui dengan melakukan pengukuran linier langsung pada ternaknya. Pengukuran ukuran linier langsung pada permukaan tubuh ternak sebagai sifat kuantitatif dapat digunakan dalam seleksi, dijelaskan pula bahwa ukuran-ukuran tubuh dapat pula digunakan untuk mengetahui ciri-ciri utama dari jenis ternak tertentu dalam populasi yang tersebar luas antar wilayah atau negara, sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran hubungan morfogenetik, atau sebarannya dalam satu wilayah (Mulliadi, 1996). Penggunaan ukuran tubuh juga dapat menyeleksi Domba Garut yang mempunyai kualitas baik karena dapat menentukan bobot badan dan bobot karkas. Penyelenggaraan sertifikasi dapat merangsang motivasi peternak untuk bersaing menghasilkan Domba Garut yang baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga meningkatkan daya saing produksi. Pemilihan Domba Garut yang disertifikasi didasarkan pada (1) Tempat tempat yang potensial sebagai daerah sumber bibit Domba Garut, di antaranya (Kabupaten Garut Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung), (2) Peternak Domba Garut yang memiliki domba dengan kualitas di atas rata-rata atau memenuhi standar kualitas, (3) Domba yang
6 dipelihara oleh peternak anggota Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) Jawa Barat, karena peternak HPDKI pada umumnya memiliki pengalaman beternak yang lebih maju dan inovatif dengan pemeliharaan domba yang lebih terawat, (4) Domba Garut dipilih secara sample, berdasarkan domba dari anggota HPDKI dengan pemilihan daerah potensial sebagai sumber bibit (Heriyadi, dkk., 2009). Perkembangan hingga saat ini ada tiga daerah di Jawa Barat yang memiliki keunggulan dalam menyediakan bibit Domba Garut unggul, yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. Berdasarkan sejarah dari Domba Garut, diduga rumpun ini merupakan ternak asli dari Kabupaten Garut yang perkembangannya dimulai pada pertengahan abad VII atau VIII Domba Garut dibawa ke daerah Jawa Tengah dari Kabupaten Garut, artinya domba ini sudah ada di Kabupaten Garut sebelum abad VII atau VIII dan berkembang hingga saat ini. Domba Garut menyebar luas ke daerah-daerah Jawa Barat, khususnya Kabupaten Garut dan Bandung. Kabupaten Bandung yang merupakan daerah peserta sertifikasi terbanyak dengan 49 ekor, diikuti dengan Kabupaten Garut dengan 28 ekor dan Kota Bandung dengan 12 ekor memegang peranan penting dalam menjaga kualitas Domba Garut di Jawa Barat. Banyaknya domba yang tersertifikasi di daerah Kabupaten Bandung mengindikasikan bahwa kualitas bibit baik di Kabupaten Bandung tidak sulit ditemukan, terutama di wilayah Majalaya, Ciparay, sampai Kecamatan Ciwidey yang pemeliharaan Domba Garut jantannya lebih difokuskan untuk tangkas yang secara genetik dan manajemen pemeliharaan lebih baik dibandingkan Domba Garut jantan tipe pedaging.
7 Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa Domba Garut dari Kabupaten Bandung memiliki ukuran panjang badan dan lingkar dada yang paling tinggi. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada Tanggal, 21 s.d. 22 April 2014, di Laboratorium Produksi Ternak Potong, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.