Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN WANA WISATA MONUMEN SOERDJO NGAWI

BAB II KAJIAN LITERATUR

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN Laporan Akhir V - 40

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding.

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

Kriteria PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PENELEH KOTA SURABAYA

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

Pelestarian Cagar Budaya

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN, PENGELOLAAN DAN PELAYANAN PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER

LILIK KRISNAWATI DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

KONSEP REVITALISASI PERMUKIMAN DI KAWASAN TUA KASTEEL NIEUW VICTORIA KOTA AMBON. oleh

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

Arahan Pengembangan Kota Palembang Sebagai Kota Pusaka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENATAAN PASAR NGASEM PADA OBYEK WISATA TAMAN SARI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Kabupaten Sumenep

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km 2, di mana sekitar 39

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PENERUSAN KEBUDAYAAN GENERASI LAMA MEWARISKAN KEBUD KPD GENERASI BARU MELALUI PENDIDIKAN FORMAL/INFORMAL KEBUDAYAAN: JAWABAN ATAS PERTANYAAN DAN

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

Batu menuju KOTA IDEAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Herbal Plant /Tanaman : Reserch /Penelitian:

Transkripsi:

Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Krismadhita C. Rohananda 3610100048 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Rimadewi Supriharjo, MIP.

Latar Belakang Sebagian besar benda / bangunan cagar budaya tidak diperhatikan sehingga mengalami kerusakan Kabupaten Ngawi memiliki jumlah benda / bangunan cagar budaya yang cukup berpotensi untuk dilakukan pengembangan Belum terdapat peraturan terkait penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kab. Ngawi Kriteria apa saja yang dapat digunakan dalam menentukan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kab. Ngawi? Penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya diperlukan guna mengkonservasi benda cagar budaya agar tetap terjaga dan terlindungi

Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian adalah untuk menentukan deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi guna menjaga nilai dan fungsi bangunan cagar budaya yang ada. Sasaran : Mengidentifikasi objek/situs cagar budaya di Kabupaten Ngawi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan cagar budaya Menentukan tipologi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Menentukan kriteria deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Menetapkan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi

Ruang Lingkup Wilayah

a. Pengertian Cagar Budaya Tinjauan Pustaka Cagar budaya merupakan kawasan atau wilayah yang pernah menjadi pusat kegiatan dari masa lalu. Dimana terdapat nilai-nilai kesejarahan di dalamnya, sehingga keberadaannya dianggap penting sebagai identitas kawasan dan dijadikan sebagai warisan budaya kepada generasi mendatang agar dapat dikonversikan sebagai ilmu pengetahuan.

b. Karakteristik Kawasan Cagar Budaya Goodchild Kawasan yg menarik Terkait dgn tata guna lahan/lingkungan Terkait dgn peristiwa sejarah Memiliki nilai sejarah Snyder & Catanese dlm Budiharjo Kelangkaan Kesejarahan Estetika Superlativitas Kejamakan Kualitas pengaruh Kerr Nilai sosial Nilai komersial Nilai ilmiah Eugene Ruskin Pernah menjadi pusat kegiatan kesejarahan Estetika Kejamakan Kelangkaan Pengaruh terhadap lingkungan Keistimewaan Kesejarahan / Nilai historis kawasan Estetika Bangunan Kelangkaan Bangunan Kejamakan Bangunan Memberikan pengaruh bagi masyarakat Guidelines to the Burra Charter Nilai estetika Nilai historis Nilai ilmiah Nilai sosial

c. Tipologi Kawasan Cagar Budaya 1. Kawasan Tradisional Suatu kawasan locus solus yang mengakumulasikan makna kultural kawasan dengan karakter tradisional 2. Kawasan Kolonial Suatu kawasan locus solus yang mengakumulasikan makna kultural kawasan dengan karakter tradisional 3. Tapak Historis Kawasan yang memiliki nilai historis sangat tinggi, misalnya berupa istana maupun monumen-monumen religius.

d. Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Satrio (2009) Budaya sebaran & kepadatan tinggalan purbakala Alam Buatan Administrasi Pemilikan lahan Seminar Internasional Kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat (2013) Alam Budaya Administrasi Kepemilikan lahan Pemanfaatan lokasi Kebutuhan sesuai dengan regulasi Batas budaya Batas fisik Batas administrasi Pemanfaatan lokasi Regulasi

Variabel Penelitian Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional Mengidentifikasi objek/situs cagar budaya di Kab. Ngawi yg memiliki potensi untuk dikembangkan sbg kws, cagar budaya Kesejarahan kawasan objek/situs cagar budaya Estetika bangunan cagar budaya Lokasi peristiwa sejarah yg penting utk dilestarikan Makna bagi masyarakat Bentuk bangunan Tekstur bangunan Lokasi suatu objek / situs cagar budaya yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa sejarah, baik dari jenis kegiatan maupun aktivitas kelompok atau seseorang Lokasi suatu objek / situs cagar budaya yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal (dalam hal ini masyarakat Kabupaten Ngawi) Jenis tipologi bentuk bangunan cagar budaya Jenis ornamen atau material penyusun yang terdapat dalam bangunan cagar budaya Warna bangunan Jenis atau macam warna bangunan yg mampu mencerminkan suatu bangunan cagar budaya Kelangkaaan bangunan Bangunan tidak ditemui di kawasan lain Jumlah dan jenis tipologi bangunan cagar budaya sangat sedikit sehingga sangat jarang atau tidak bisa ditemui di kawasan lainnya Kejamakan bangunan Mewakili suatu ragam bangunan Jenis bangunan yang mampu mewakili ragam suatu bangunan guna meningkatkan citra atau ke-khas-an kawasan Kesamaan desain bangunan Jumlah bangunan cagar budaya yang memiliki kesamaan jenis, bentuk, dan desain bangunan yang terdapat dalam jarak yang cukup berdekatan Pengaruh bagi mayarakat Nilai ekonomi / nilai komersil Mampu meningkatkan nilai perekonomian, khususnya bagi lingkungan di sekitar objek / situs cagar budaya Nilai ilmu pengetahuan Mampu memberikan atau menambahkan wawasan ilmu pengetahuan mengenai cagar budaya. Hal tersebut dapat dilihat melalui aktivitas yang dilakukan dalam lingkungan objek / situs cagar budaya

Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional Menentukan kriteria deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Batas budaya kawasan cagar budaya Batas fisik kawasan cagar budaya Persebaran bangunan yang bersejarah Kepadatan bangunan yang bersejarah Batas alam Batas buatan Terkait dengan titik lokasi keberadaan bangunan / kawasan cagar budaya Terkait dengan jarak antar bangunan / kawasan cagar budaya satu dengan lainnya Terkait dengan batas alam seperti sungai, hutan, lembah, dll Terkait dengan batas buatan seperti jalan raya, bendungan, dll Batas adminitrasi kawasan cagar budaya Batas pemerintahan Batas yg terdapat di dalam pera Terkait dengan batas negara, batas provinsi, batas kecamatan, batas desa, batas kelurahan, dll Terkait dengan batas yang terdapat di dalam peta Pemanfaatan lokasi kawasan cagar budaya Luas lahan Jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan Terkait dengan luas lahan yang dimanfaatkan sebagai kawasan cagar budaya Terkait dengan bentuk penggunaan lahan yang memberikan dukungan atau pengaruh terhadap kawasan cagar budaya, misalnya sebagai permukiman, perdagangan, dsb Jenis dan intensitas kegiatan di sekitar kawasan Terkait dengan kegiatan masyarakat yang memberikan dukungan atau pengaruh terhadap kawasan cagar budaya Regulasi mengenai kawasan cagar budaya Regulasi pendukung Adanya regulasi atau kebijakan yang mendukung pengembangan kawasan menjadi kawasan cagar budaya

b. Teknik Analisa Data No Sasaran Tujuan Teknik Analisa Data Output 1 Mengidentifikasi objek/situs Mendeskripsikan secara lengkap Objek atau situs cagar cagar budaya di Kabupaten dan jelas mengenai objek atau budaya di Kabupaten Ngawi yang memiliki potensi situs cagar budaya apa saja yang Teoritical Descriptive Ngawi yang dapat untuk dikembangkan sebagai terdapat di Kabupaten Ngawi dikembangkan sebagai kawasan cagar budaya kawasan cagar budaya 2 Menentukan tipologi Mengetahui macam dan jenis Terbentuknya tipologi kawasan cagar budaya diikabupaten Ngawi tipologi kawasan cagar budaya yang berada di Kabupaten Ngawi Analisis Deskriptif kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi

No Sasaran Tujuan Teknik Analisa Data Output 3 Menentukan kriteria Membandingkan antara variabel yang telah Kriteria deliniasi kawasan deliniasi kawasan cagar budaya di didapatkan dengan teori atau kondisi eksisting sehingga akan didapatkan kriteria yg paling tepat dlm Analisis Deskriptif cagar budaya di Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi penentuan deliniasi kawasan cagar budaya Melakukan fiksasi untuk memperkuat hasil kriteria deliniasi kawasan cagar budaya dari analisa dekriptif Analisis berdasarkan responden dari stakeholder terkait Delphi 4 Merumuskan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Merumuskan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Analisis Deskriptif Kualitatif Peta batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi Mengetahui batas deliniasi kawasan cagar budaya dalam bentuk visualisasi spasial berupa peta Analisis GIS (Pemetaan)

Gambaran Umum Wilayah Studi Kondisi Eksisting Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km 2 yang secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 19 kecamatan serta 217 desa dan 4 kelurahan. Kondisi Eksiting Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi No Nama Bangunan Kecamatan No Nama Bangunan Kecamatan 1 Benteng Van Den Bosch 2 Makam Patih Pringgo Kusumo 3 Makam Patih Ronggolono 4 Masjid Jami Baiturrahman Kec. Ngawi Kec. Ngawi Kec. Ngawi Kec. Ngawi 7 Arca Banteng Kec. Kedunggalar 8 Museum Trinil Kec. Kedunggalar 9 Pabrik Teh Jamus Kec. Sine 10 Rumah Dr. Radjiman Kec. Widodaren 11 Pesanggrahan Srigati Kec. Paron 5 Ngawi Purba Kec. Ngawi 12 Pabrik Gula Soedhono Kec. Geneng 6 Monumen Soerjo Kec. Kedunggalar

Analisa Identifikasi Objek/Situs Cagar Budaya yang Memiliki Potensi Untuk Dikembangkan Sebagai Kws. Cagar Budaya Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat Ngawi Purba Pusat pemerintahan lama Kab. Ngawi Sejarah leluhur masyarakat Didominasi permukiman, sebagian peninggalan kolonial Material permukiman pd umumnya Warna cenderung putih Terdapat kompleks pemakaman Patih Ngawi Mewakili bentuk permukiman zaman kolonial Kesamaan desain hanya terdapat pada kawasan Tidak memberikan pengaruh ekonomis Pengetahuan ttg sejarah leluhur masyarakat Kab. Ngawi Benteng Van Den Bosch Pusat pemerintahan Belanda & sbg pertahanan setelah perang Diponegoro Bukti perlawanan pd Bangsa Belanda Mencerminkan benteng khas buatan Belanda Pilar-pilar penyangga yg berbentuk kolom2 shg bangunan tetap kokoh hingga saat ini Warna cenderung putih Satu-satunya bangunan benteng Belanda yg terdapat di Kab. Ngawi Dapat dijadikan sbg landmark bangunan peninggalan Belanda Tidak memiliki kesamaan desain bangunan Berpotensi sbg destinasi wisata sejarah Latar belakang pembuatan benteng & akitivitas Belanda selama menduduk Kab. Ngawi saat itu Masjid Jami Baiturrahman Tidak terdapat peristiwa sejarah yg terjadi Tempat melaksanakan ibadah bagi umat muslim Bentuk bangunan spt masjid di era modern dikarenakan tlh terjadi pemugaran Warna bangunan cenderung putih Prasasati peninnggalan Kanjeng Brotodiningrat, sbg tokoh yg membangun masjid Sbg masjid tertua & terbesar di Kab. Ngawi Terdapat kesamaan desain bangunan dgn masjid lain Tidak memiliki nilai ekonomis & edukatif,, melainkan nilai religiius Monumen Soerjo Peristiwa pembantian Gub. Soerjo oleh G 30 S PKI Mengenang & menghormati jasa Gub. Soerjo Dibuat mirip dgn perawakan Gub. Soerjo Warna monumen cenderung berwarna hitam Tidak terdapat kelangkaan Mewakili sbg monumen ketokohan Tidak memiliki kesamaan desain bangunan Berpotensi sbg destinasi wisata krn tlh terjadi pengembangan Kisah pemberontakan G 30 S PKI kpd Gub. Soerjo

Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat Arca Banteng Tidak terdapat peristiwa sejarah Sbg bukti bahwa Kab. Ngawi jg terkenda dampak dr pemerintahan Majapahit Bentuk arca menyerupai banteng, shg dinamakan arca banteng Berasal dr batuan granit Warna arca adalah abu-abu granit Satu-satunya acra peninggalan dr zaman Kerajaan Majapahit Mewakili sbg situs peninggalan Kerajaan Majapahit Tidak memiliki kesamaan desain bangunan Tidak memiliki nilai ekonomis Terdapat nilai edukatif, namun tdk banyak yg bs digali Museum Trinil Tidak terdapat peristiwa sejarah Buktii lokasi penemuan manusia purba pertama di Jawa Wajah bangunan spt bangunan modern pada umumnya Warna bangunan cenderung putih Kelangkaan tidak pd bangunan, melainkan pd fosil2 yg terdapat di dlm museum Tidak mewakili suatu ragam bangunan Desain bangunan tdk terlalu berbeda dgn bangunan lain pada umumnya Berpotensi dikembangkan sbg wisata edukatif Pengetahuan mengenai fosil2 purba yg telah ditemukan Pabrik Teh Jamus Tidak terdapat peristiwa sejarah Memberikan manfaat bg masyarakat Mencerminkan bangunan peninggalan zaman kolonial Warna bangunan cenderung abu2 logam Kelangkaan tdk pada bangunan, tetapi pada tumbuhan teh langka yg terdapat di kws. Perkebunan Mewakili sbg industri peninggalan kolonial Kesamaan desain dgn pabrik peninggalan kolonial lainnya Memberikan kontribusi dlm peningkatan pendapatan daerah & dikembangkan sbg lokasi agrowisata Nilai edukatif tdk terkait dgn kesejarahan, melainkan proses pembuatan teh Rumah Dr. Radjiman Tidak terdapat peristiwa sejarah Srg digunakan sbg lokasi upacara pd harri2 tertentu Mencerminkan bangunan permukiman kuno Warna bangunan cenderung putih Terdapat perabot rumah tangga milik Dr. Radjiman hingga saat ini Tidak mewakili ragam suatu bangunan Desain bangunan tdk terlalu berbeda dgn rumah disekitarnya Tidak memiliki nilai ekonomis Kisah hidup Dr. Radjiman selama tinggal di Kab. Ngawi

Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat Pabrik Gula Soedhono Tidak terdapat peristiwa kesejarahan Memberikan manfaat bagi masyarakat Mencerminkan bangunan peninggalan zaman kolonial Warna bangunan cenderung abu2 logam Tidak ada unsur kelangkaan pada bangunan Mewakili sbg bangunan industri tertua peninggalan kolonial di Kab. Ngawi Memiliki kesamaan dgn pabrik peninggalan zaman kolonial laiannya Memberikan kontribusi dlm peningkatan pendapatan daerah & memberikan lahan pekerjaan bg penduduk sekitar Nilai edukatif tdk terkait dgn kesejarahan, melainkan proses pembuatan gula Pesanggrahan Srigati Tidak terdapat peristiwa kesejarahan Lebih dikenal oleh masyarakat mengenai kesakralan pada kawasan Wajah bangunan sgt sederhana berbentuk bilik terbuka Warna bangunan cenderung putih Tidak ada kelangkaan pd bangunan, melainkan terdapat peninggalan dr Raja Brawijaya V Tidak mewakili suatu ragam bangunan Memiliki kesamaan dgn bangunan lain yg terdapat dlm satu kawasan Tidak memiliki nilai ekonomi & nilai edukatif, namun nilai kesakralan yh telah lama dipercaya oleh masyarakat

Analisa Penentuan Tipologi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi No Jenis Tipologi 1 Tipologi Kawasan Kolonial Ngawi Purba Benteng Van Den Bosch Situs/Objek Cagar Budaya Makam Patih Pringgokusumo Makam Patih Ronggolono Alasan Terdapat keterkaitan peristiwa kesejarahan Kesamaan asal-usul bangunan yang dibangun saat zaman kolonial Kesamaan bentuk arsitektur bangunan yang mencerminkan kekhasan suatu masa/waktu tertentu, yakni zaman kolonial Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu Memiliki usia bangunan lebih dari 50 tahun Memiliki jarak yang berdekatan Memiliki lebih dari 2 situs Memenuhi suatu luasan kawasan Digolongkan dalam tipologi kolonial dikarenakan terletak di dalam kawasan Ngawi Purba yang didominasi oleh bangunan berciri khas zaman kolonial

No Jenis Tipologi 2 Tipologi Kawasan Purbakala 3 Tipologi Kawasan Tokoh Nasional Museum Trinil Arca Banteng Situs/Objek Cg. Budaya Monumen Soerjo Rumah Peninggalan Dr. Radjiman Widyodiningrat Alasan Memiliki kesamaan pada aspek kelangkaan pada fosil dan arca Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu (menunjukkan suatu peradaban) Memiliki usia lebih dari 50 tahun Memiliki jarak yang berdekatan Terdapat minimal 2 situs Memenuhi suatu luasan kawasan Memiliki kesamaan karakteristik, yakni terkait kisah tokoh nasional RI Memiliki kesamaan makna bagi masyarakat Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu Memiliki usia lebih dari 50 tahun Memiliki jarak yang berdekatan Terdapat minimal 2 situs Memenuhi suatu luasan kawasan

No Jenis Tipologi 4 Non-Tipologi (Tidak termasuk dalam suatu tipologi kawasan) Pabrik Teh Jamus Pabrik Gula Soedhono Situs/Objek Cg. Budaya Alasan Meskipun merupakan bangunan peninggalan Belanda, kedua situs tidak digolongkan ke dalam tipologi kolonial karena aspek lokasi yang terlalu jauh. Sedangkan untuk membentuk suatu kawasan maksimal memiliki luasan 60 Ha Masjid Jami Baiturrahman Tidak terdapat situs lain disekitarnya. Sedangkan untuk membentuk suatu kawasan minimal terdapat 2 situs Pesanggrahan Srigati Tidak menunjukkan adanya peristiwa sejarah maupun memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lampau. Selain itu, tidak terlihat pola fungsi ruang yang terjadi minimal 50 tahun yang lalu.

Analisa Kriteria Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Analisa Faktor Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Hasil Sintesa Variabel 1. Persebaran bangunan yang bersejarah 2. Batas alam 3. Batas buatan 4. Batas pemerintahan 5. Batas yang terdapat dalam peta 6. Luas lahan 7. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya 8. Jenis & kegiatan di sekitar objek/situs cagar budaya 9. Regulasi Pendukung

Faktor Deliniasi Kawasan 1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan 2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 4. Batas administratif pemerintahan 5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya 6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya 7. Jenis & kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yang dapat mendukung keberadaan situs 8. Regulasi Pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya

Analisa Kriteria Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi HASIL EKSPLORASI DELPHI TAHAP I Faktor S TS Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik Batas alam yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya Batas buatan yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya Batas administratif pemerintahan 6 Luas lahan dari objek/situs cagar budaya Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya 6 6 3 3 6 4 2 Faktor S TS Jenis kegiatan yg dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yg dpt mendukung keberadaan situs Regulasi pendukung yg terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya FAKTOR BARU 4 2 1. Kultur masyarakat 2. Peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya 6

HASIL ITERASI I HASIL ITERASI II Faktor S TS Batas buatan yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya Jenis kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yg dapat mendukung keberadaan situs Kultur masyarakat 6 6 6 2 4 Faktor S TS Jenis kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yg dapat mendukung keberadaan situs 6 Peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya 6

Faktor yang Berpengaruh dalam Menentukan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi 1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan 2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 4. Batas administratif pemerintahan 5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya 6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya 7. Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya 8. Kultur masyarakat lokal yang menjadikan suatu ciri khas dari kawasan

Analisa Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Secara Makro Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan Menyesuaikan dengan lokasi persebaran dari objek atau situs cagar budaya yang disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya yang telah ditentukan. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 1. Bentang alam yang berbatasan langsung dengan kawasan atau benda cagar budaya dan diperkirakan terkena dampak pengaruh dari peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau 2. Bentang alam yang termasuk dalam kawasan adalah bentang alam berupa lapisan tanah yang diperkirakan sebagai bukti kegiatan atau aktivitas manusia di masa lampau dan lokasi terbenamnya fosil

Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya Sesuatu yang dengan sengaja dibuat oleh manusia yang berfungsi sebagai penanda atau pengenal suatu kawasan cagar budaya yang kemudian disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya terkait. Batas administratif pemerintahan 1. Batas administratif dari suatu situs atau objek cagar budaya dapat disesuaikan berdasarkan pada lokasi dari situs atau objek cagar budaya yang terkait. 2. Dalam suatu kawasan cagar budaya, batas administratif yang digunakan merupakan batas administratif yang paling dekat atau bersebelahan dengan kawasan dan dibuat berdasarkan pada kenampakan pada peta wilayah Kabupaten Ngawi. 3. Batas administratif yang digunakan dapat berupa batas tingkatan dalam hirarki suatu wilayah, yakni batas desa atau batas kelurahan, batas kecamatan, dst.

Luas lahan dari objek/situs cagar budaya Luas lahan dari suatu tipologi kawasan cagar budaya disesuaikan dengan ketetapan yang berlaku, yaitu memiliki luas ± 30 60 Ha bagi desa atau kota kecil. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya Bentuk penggunaan lahan yang dapat mendukung kawasan dan digolongkan dalam suatu tipologi kawasan antara lain adalah: - Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik, - Blok perdagangan dan jasa, - Permukiman, - Fasilitas umum, dan - Kantor pemerintahan yang kemudian disesuikan dengan jenis penggunaan lahan pada eksisting kawasan Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya 1. Peraturan yang mengatur mengenai penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya beserta pemanfaatannya yang kemudian disesuikan dengan suatu jenis tipologi kawasan cagar budaya

2. Perumusan kebijakan yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan cagar budaya yang di dalamnya terdapat berbagai benda cagar budaya yang wajib untuk dilestarikan 3. Perumusan peraturan daerah yang mengatur tentang zonasi atau tata guna lahan yang diperbolehkan di kawasan, yaitu permukiman, fasilitas umum, dan sarana pengembangan Kultur masyarakat lokal yang menjadikan suatu ciri khas dari kawasan 1. Bentuk kultur atau kebiasaan masyarakat yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan dilakukan secara rutin, minimal satu tahun sekali 2. Kultur masyarakat dapat berupa kegiatan yang bersifat spiritual, nasionalisme, dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya

Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Secara Mikro Pada Masing-Masing Jenis Tipologi Kawasan TIPOLOGI KAWASAN KOLONIAL Menyesuaikan dengan lokasi persebaran situs Bentuk aliran Sungai Bengawan Solo yang memisahkan kedua situs termasuk sempadan sungai yang kemudian disesuaikan dengan kondisi geografis kawasan Gerbang yang dibuat guna memperkuat citra kawasan kolonial pada Benteng Van Den Bosch sebagai focal point (sesuatu yang dapat menarik perhatian) Batas administratif kawasan sebagai berikut: Utara : Desa Ngawi Purba dan Desa Selopuro Timur : Desa Ngawi Purba Selatan : Kota Ngawi Barat : Desa Selopuro Luas kawasan ± 60 Ha Bentuk penggunaan lahan yang mendukung dalam kawasan berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik serta fungsi komersial yang diperuntukkan sebagai blok perdagangan dan jasa Permukiman yang termasuk dalam kawasan adalah permukiman yang berfungsi sebagai hunian, penginapan, dan usaha kecil seperti cinderamata Perumusan peraturan terkait dengan penetapan kawasan atau bangunan cagar budaya yang berarsitektural kolonial Kebiasaan masyarakat pada Desa Ngawi Purba yang dapat menjadi sebagai ciri khas adalah Upacara Jamasan Pusaka Ngawi serta melakukan ziarah pada makam leluhur yang dilakukan secara rutin setiap tahun ketika Hari Jadi Kota Ngawi

Kesimpulan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada di Kabupaten Ngawi masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan dapat dijadikan sebagai potensi tersendiri bagi Kabupaten Ngawi terkait dengan rencana pengembangan kawasan budaya baik pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, pariwisata, dan dari segi ekonomis. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, terdapat 4 macam tipologi kawasan cagar budaya yang terdapat di Kabupaten Ngawi, yaitu: 1. Tipologi kolonial, yang terdiri dari Desa Ngawi Purba serta Benteng Van Den Bosch dan termasuk di dalamnya Makam Patih Ronggolono dan Makam Patih Pringgokusumo 2. Tipologi purbakala, yang terdiri dari situs Arca Banteng & Museum Trinil 3. Tipologi tokoh nasionalgokusumo, yang terdiri dari Monumen Soerjo dan situs rumah peninggalan Dr. Radjiman Widyodiningrat 4. Non-tipologi, yang terdiri dari Pabrik Gula Soedhono,Pabrik Teh Jamus, Masjid Jami Baiturrahman, dan Pesanggrahan Srigati Batas deliniasi pada kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi terbagi menjadi 2 macam, yakni penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya secara makro dan mikro. Penetapan batas deliniasi kawasan secara makro dapat digunakan secara umum bagi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi. Sedangkan penetapan batas deliniasi secara mikro disesuaikan dengan tipologi kawasan cagar budaya yang telah ditentukan.

Adapun penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya tersebut, baik secara makro dan secara mikro, terdapat 2 jenis penetapan batas deliniasi yakni secara spasial dan non-spasial. Penetapan batas deliniasi kawasan secara spasial dibuat dengan berdasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut : 1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan 2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 4. Batas administratif pemerintahan 5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya 6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya Sedangkan, penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya secara non-spasial dibuat dengan berdasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya 2. Kultur masyarakat lokal yang menjadikan suatu ciri khas dari kawasan

Saran Potensi kebudayaan yang berada di Kabupaten Ngawi, baik berupa benda cagar budaya maupun kebudayaan masyarakat (kultur),perlu dioptimalkan fungsinya dan dibuat arahan pengembangan agar memiliki nilai manfaat lebih baik bagi masyarakat maupun bagi Kabupaten Ngawi. Dapat dikembangkan sebagai bentuk arahan revitalisasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi. Sehingga nantinya akan tetap terlindungi dan terpelihara dengan baik serta keberadaannya selalu terjaga. Tipologi kawasan cagar budaya yang telah dihasilkan dari penelitian ini, dapat dikembangkan atau diarahkan sebagai suatu kawasan sesuai dengan potensi dan kekhasannya. Dalam melakukan pengembangan kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi akan dapat berjalan dengan baik apabila melibatkan seluruh pihak, mulai dari pemerintahan, swasta, dan masyarakat. Sehingga nantinya pengembangan kawasan dapat dilakukan secara maksimal.