RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
|
|
- Harjanti Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 sungai besar dan sungai kecil, yaitu kurang lebih 3.830,18 ha. Nama sungai di Kabupaten Ngawi yang mempunyai sempadan sungai dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini. 11 Kali Kuluhan JUMLAH Sumber : Hasil Rencana Tabel 5.1. Sungai di Kabupaten Ngawi No Nama Sungai Panjang (m) Lebar (m) A DPS BENGAWAN SOLO 1 Bengawan Solo Kali Sidodadi Kali Parang Kali Palem Wulung Kali Tambaklulang Kali Sawahan Kali Ladolo Kali Selang Kali Crawuk Kali Ngiyong Kali Soko Kali Ngale Kali Andong Kali Sadang Kali Sawur Kali Ngencong B DPS KALI MADIUN 1 Kali Madiun Kali Manggong Kali Ketonggo Kali Pang Kali Gurdo Kali Padas Kali Dero Kali Purwodadi Kali Jungke Kali Tune Gambar 5.2. Kawasan Sempadan Sungai Pengelolaan kawasan sempadan sungai antara lain dilakukan dengan : 1. Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai; 2. Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan; 3. Sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dan perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan; 4. Sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata alam-petualangan seperti arung jeram, out bond, dan kepramukaan; 5. Sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan timbulnya banjir dapat digunakan untuk pariwisata; serta 6. Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata melalui penataan kawasan tepian sungai. Laporan Akhir V - 11
2 Gambar 5.3 Konservasi Sungai Di Kawasan Terbangun Dan Diluar Terbangun C. Kawasan Sekitar Danau Atau Waduk Kawasan sekitar waduk atau bendungan adalah kawasan tertentu di sekeliling waduk atau bendungan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk atau bendungan. Adapun kriteria penetapan sempadan bendungan/waduk adalah daratan sepanjang tepian waduk/bendungan yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik bendungan/waduk antara meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat menganggu kelestarian fungsi danau/waduk. Di Kabupaten Ngawi terdapat 3 (tiga) waduk/bendungan yaitu Waduk Pondok, Waduk Sangiran dan Waduk Kedung Bendo. Luas sempadan waduk di Kabupaten Ngawi kurang lebih 368,53 Ha. Guna meminimasi adanya erosi dan sedimentasi pada waduk, maka perlu upaya perlindungan sepanjang sungai dari kerusakan lingkungan terutama mulai dari hulu sungai dan kawasan lindung bawahannya. Pengamanan terhadap sepanjang DAS Bengawan Solo juga perlu dilakukan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan sempadan sungai yang dilakukan secara lintas wilayah. Pengelolaan kawasan sempadan danau/waduk dilakukan dengan : 1. Perlindungan sekitar waduk/danau untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air; 2. Waduk selain untuk irigasi, pengendali air, perikanan, sumber energi listrik juga untuk pariwisata. Untuk itu diperlukan pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di atasnya; 3. Waduk yang digunakan untuk pariwisata seperti di Waduk Pondok - Kecamatan Bringin, untuk kepentingan pariwisata diijinkan membangun selama tidak mengurangi kualitas tata air yang ada; 4. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air; serta Laporan Akhir V - 12
3 5. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi waduk. 1. Perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air; 2. Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum atau irigasi; 3. Sumber air yang digunakan untuk pariwisata seperti di Kecamatan Bringin, Kecamatan Ngrambe, Kecamatan Jogorogo dan sumber air lainnya. Selain sebagai sumber air minum dan irigasi, sumber air juga digunakan untuk pariwisata peruntukkannya diijinkan selama tidak mengurangi kualitas tata air yang ada. Penggunaan sumber air untuk rekreasi dan renang, perlu Gambar 5.4 Kawasan Sempadan Waduk Pondok dibuat kolam tersendiri; 4. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap D. Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Kriteria penetapan kawasan sekitar mata air adalah perlindungan sekurangkurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Keberadaan sumber mata air di wilayah Kabupaten Ngawi lokasinya cukup banyak dan tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Sine ada 61 mata air, Kecamatan Ngrambe ada 44 mata air, Kecamatan Jogorogo ada 3 mata air, Kecamatan Kendal ada 12 mata air, Kecamatan Bringin 1 mata air, Kecamatan Padas ada 8 mata air, Kecamatan Paron ada 2 mata air, Kecamatan Kedunggalar ada 22 mata air, Kecamatan Widodaren ada 27 mata air. Luas kawasan sempadan mata air secara keseluruhan di Kabupaten Ngawi kurang lebih ha. Perlindungan terhadap sumber mata air dilakukan dengan pembatasan kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Pengelolaan kawasan sekitar mata air antara lain dilakukan dengan : air; serta 5. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi mata air. E. Kawasan Sempadan Irigasi Kawasan sempadan irigasi adalah kawasan sepanjang kanan-kiri saluran irigasi primer dan sekunder, baik irigasi bertangggul maupun tidak. Kawasan ini bermanfaat untuk pelestarian saliran irigasi, baik dari sisi kualitas air maupun manfaat bagi area yang diairi. Adapun kawasan sempadan irigasi di Kabupaten Ngawi adalah meliputi : 1. Garis sempadan pada jaringan irigasi diukur dari batas luar tepi atas atau kaki tanggul sebelah luar atau bangunan pengairan yang ada dengan jarak: a. 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan 4 m 3 /det (empat meter kubik per detik) atau lebih ; b. 4 (empat) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan 1 (satu) sampai 4 m 3 /det (empat meter kubik per detik) ; atau c. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan kurang dari 1 m 3 /det (satu meter kubik per detik). Laporan Akhir V - 13
4 2. Garis sempadan jaringan irigasi untuk pagar diukur dari batas luar tepi atas saluran atau bangunannya dengan jarak: a. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan 4 m 3 /det (empat meter kubik per detik) atau lebih ; b. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan 1 (satu) sampai 4 m 3 /det (empat meter kubik per detik) ; atau 5. Perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air; serta 6. Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum atau irigasi. Gambar 5.6 Garis Sempadan Saluran Irigasi Kabupaten Ngawi c. 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan kurang dari 1 m 3 /det (satu meter kubik per detik). Gambar 5.5 Kawasan Sempadan Irigasi Pengelolaan kawasan lindung setempat sempadan irigasi dilakukan dengan : 1. Perlindungan sekitar saluran irigasi atau sebagai sempadan saluran irigasi dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air irigasi; 2. Bangunan sepanjang sempadan irigasi yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan irigasi dilarang untuk didirikan; 3. Saluran irigasi yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dan perkotaan yang tidak langsung mengairi sawah maka keberadaannya dilestarikan dan dilarang untuk digunakan sebagai fungsi drainase; 4. Melestarikan kawasan sumber air untuk melestarikan debit irigasi; Laporan Akhir V - 14
5 RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN Laporan Akhir V - 15
6 Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya meliputi : kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional dan taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman wisata alam laut, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Di Kabupaten Ngawi untuk kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, meliputi cagar budaya. Pada prinsipnya kawasan cagar alam ini merupakan kawasan lindung yang ditetapkan fungsinya untuk menjaga kelestarian alam terutama satwa langka dan dilindungi. Di Kabupaten Ngawi kawasan cagar alam terdapat di Desa Ngrayudan Kecamatan Jogorogo, Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo, Desa Dero Kecamatan Bringin. Kawasan cagar alam yaitu kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan tipe ekosistem, mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusun, mempunyai kondisi alam baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum terganggu manusia, mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas, mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh disuatu daerah; serta keberadaanya memerlukan upaya konservasi. Rencana pengelolaan kawasan cagar alam antara lain dilakukan dengan : 1. Perlindungan dan pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; 2. Mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami baik biota maupun fisiknya melalui upaya pencegahan pemanfaatan kawasan pada kawasan suaka alam dan upaya konservasi; 3. Peningkatan kegiatan konservasi dan rehabilitasi yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia; Pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam yang mengalami perubahah fungsi, maka dilakukan pembatasan pengembangan, pengembalian rona awal, disertai pengawasan yang ketat terhadap penetapan fungsi kawasan. Kawasan pelestarian alam merupakan kawasan lindung yang pemanfaatannya untuk menjaga kelestarian dan atau menyempurnakan unsurunsur yang menunjang kemantapan fungsi lindungnya yang di landaskan pada mekanisme saling menguntungkan antara lingkungan eksternal dengan mahkluk hidup didalamnya. Kawasan pelestarian alam memberikan kesempatan untuk digunakan sejauh tetap menjaga dan melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata dan ilmu pengetahuan. Jenis dan kriteria kawasan pelestarian alam yang ada di wilayah Kabupaten Ngawi meliputi obyek wisata alam dan cagar budaya. Perlindungan Obyek Wisata Alam dilakukan untuk kebutuhan berwisata yang didukung oleh arsitektur bentang alam yang baik. Keberadaan Obyek Wisata Alam di wilayah Kabupaten Ngawi terdapat di Waduk Pondok (Desa Dero Kecamatan Bringin), Taman Rekreasi dan Pemandian Tawun (Desa Tawun Kecamatan Kasreman), Bumi Perkemahan Selondo, Air Terjun Srambang (Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo) dan Perkebunan Teh Jamus (Desa Girikerto Kecamatan Sine). Kondisi Obyek wisata alam yang ada di Kabupaten Ngawi masih baik dan tetap terawat. Mengingat fungsinya sebagai kawasan hutan lindung, maka keberadaannya dilindungi. Luas keseluruhan untuk obyek wisata alam adalah kurang lebih 936,84 Ha. Kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi sekaligus merupakan kawasan dengan fungsi pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kawasan pelestarian alam jenis cagar budaya terdapat di Museum Trinil (Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar), Benteng Van Den Bosch (Kelurahan Pelem Kecamatan Ngawi), Laporan Akhir V - 16
7 Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat (Desa Kauman Kecamatan Widodaren), Makam Patih Pringgokusumo (Dusun Banjar Desa Ngawi Kecamatan Ngawi), Makam PH. Kertonegoro (Desa Sine Kecamatan Sine), Makam Patih Ronggolono (Desa Hargomulyo Kecamatan Ngrambe), Arca banteng (Dusun Reco Banteng Desa Wonorejo Kecamatan Kedunggalar), Candi Pandem (Dusun Pandem Desa Krandegan Kecamatan Ngrambe), petilasan Kraton Wirotho (Desa Tanjungsari 3. Penerapan sistem insentif bagi bangunan yang dilestarikan dan pemberlakuan sistem disinsentif bagi bangunan yang mengalami perubahan fungsi. Penetapan kawasan yang dilestarikan baik di perkotaan maupun perdesaan disekitar benda cagar budaya. Juga menjadikan benda cagar budaya sebagai orientasi bagi pedoman pembangunan pada kawasan sekitarnya. Kecamatan Jogorogo). Luas kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi adalah kurang lebih 1.715,85 Ha Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan bencana alam meliputi kawasan rawan longsor, kawasan rawan banjir, kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, daerah rawan tsunami, dan kawasan rawan bencana alam lainnya A. Kawasan Rawan Longsor Kawasan rawan longsor lebih disebabkan oleh adanya kegiatan eksploitasi berlebih pada kawasan perbukitan atau pegunungan yang sebagian besar disebabkan adanya aktivitas penebangan/penggundulan hutan (alih fungsi lahan) akibat kegiatan pembangunan. Daerah rawan longsor di Gambar 5.7. Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi yaitu wilayah perbukitan dan daerah aliran sungai yang masuk dalam tipologi A. Rencana pengelolaan kawasan konservasi budaya dan sejarah meliputi : 1. Museum Trinil, Benteng Van Den Bosch dan Arca Banteng juga memiliki nilai wisata dan penelitian/pendidikan, sehingga diperlukan pengembangan jalur wisata yang menjadikan candi sebagai salah satu obyek wisata yang menarik dan menjadi salah satu tujuan atau obyek penelitian benda purbakala dan tujuan pendidikan dasar-menengah; 2. Benda cagar budaya berupa bangunan yang fungsional, sepertimuseum Trinil dan Benteng Van Den Bosch, perumahan dan berbagai bangunan peninggalan Belanda harus dikonservasi dan direhabilitasi bagi bangunan yang sudah mulai rusak; serta Laporan Akhir V - 17
8 1. PENCEGAHAN TERJADINYA BENCANA TANAH LONGSOR Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman(gb. Kiri) Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila Tipologi zona berpotensi longsor berdasarkan membangun permukiman (gb.kanan) hasil kajian hidrogeomorfologi Kecamatan di Kabupaten Ngawi yang rawan longsor diantaranya adalah Kecamatan Sine (Desa Gendol), Kecamatan Jogorogo (Desa Girimulyo), Kecamatan Ngrambe, Kendal, Karangjati, Padas, Pitu dan Karanganyar. Dari kecamatan tersebut, Kecamatan Sine, Jogorogo, Ngrambe dan Kendal merupakan wilayah paling rawan bencana tanah longsor karena wilayah ini berdekatan dengan hutan gundul dan kritis disamping lokasinya berada di lereng Gunung Lawu dengan luas total kurang lebih sebesar 2.022,71 Ha. Guna mengantisipasi adanya bahaya-bahaya tanah longsor dan tanah Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan.(gb.kiri) Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.(gb.kanan) bergerak, maka perlu adanya penghijauan dengan melakukan pengembangan jenis tanaman tahunan dan didukung dengan adanya upaya-upaya perlindungan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat di sekitarnya. Bentuk penanggulangan terhadap terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada gambar 5.8 berikut : Jangan menebang pohon di lereng (gb. kiri) Jangan membangun rumah di bawah tebing. (gb. kanan) Laporan Akhir V - 18
9 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. (gb.kiri) Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi. (gb.kanan) 2. TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR Pemetaan Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal (gb.kiri) Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit. (gb.kanan) di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana. Penyelidikan Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah. Pemeriksaan Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. (gb.kiri) Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. (gb.kanan) sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya. Pemantauan Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Sosialisasi Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Kabupaten atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah Pemeriksaan bencana longsor Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana Laporan Akhir V - 19
10 dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor. diperlukan pengelolaan bersama antara pemerintah atau PTP dengan masyarakat baik dalam mengelola hutan maupun perkebunan. Selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari sisi hasil 3. SELAMA DAN SESUDAH TERJADI BENCANA a. Tanggap Darurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: buah seperti durian, kopi, bunga seperti cengkeh, dan getahnya seperti karet.. Selanjutnya pada daearah aliran sungai yang umumnya memiliki kontur tajam atau terjal juga merupakan kawasan yang mudah terkena longsor. Untuk ini diperlukan pengelolaan DAS dengan membuat terasering dan penanaman tanaman keras produktif bersama masyarakat. Mengingat kawasan sepanjang DAS ini sekaligus merupakan kawasan penyangga untuk mencegah Kondisi medan Kondisi bencana Peralatan Informasi bencana pendangkalan waduk yang disebabkan oleh longsor dan erosi, maka upaya penamanam vegetasi yang berkayu dengan tegakan tinggi juga harus diikuti oleh pengembangan tutupan tanah atau ground cover yang juga memiliki fungsi ekonomi seperti rumput gajah yang dapat digunakan untuk pakan ternak. b. Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, Untuk pencegahan terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada gambar 5.9 di bawah ini. ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan. c. Rekonstruksi Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunanbangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%. Pengelolaan lahan pada kawasan rawan longsor ini diarahkan pada pengembalian fungsi lindung khususnya hutan atau kawasan yang mendukung perlindungan seperti perkebunan tanaman keras dan memiliki kerapatan tanaman yang tinggi. Mengingat di Kabupaten Ngawi banyak alih fungsi lahan lindung yang memiliki kemampuan mendukung perlindungan kawasan maka Laporan Akhir V - 20
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN
PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN Laporan Akhir V - 40
RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2010-2030 Laporan Akhir V - 40 5.2.2.7. Kawasan Peruntukan Pariwisata Kawasan peruntukan di Kabupaten Ngawi terdiri atas: kawasan pariwisata budaya, kawasan pariwisata
Lebih terperinciGEOGRAFIS GEOGRAPHICAL
1 GEOGRAFIS GEOGRAPHICAL Gambar/Figure 1.1 Peta Kabupaten Ngawi Menurut Kepadatan Penduduk Map of Ngawi Regency by Population Density Keterangan Kepadatan Penduduk: < 600 Jiwa/Km 2 600 900 Jiwa/Km 2 >
Lebih terperinciTANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa
AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir; 3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air; serta 4. Melakukan koordinasi
Lebih terperinciLongsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPENATAGUNAAN LAHAN SEBAGAI UPAYA MITIGASI BANJIR DI KABUPATEN NGAWI
PENATAGUNAAN LAHAN SEBAGAI UPAYA MITIGASI BANJIR DI KABUPATEN NGAWI Arina Miardini dan Pranatasari Dyah Susanti Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS Surakarta E-mail: arinamiardini@gmail.com
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)
Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.
PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
Bagian ini pada dasarnya menggambarkan potensi, masalah dan prospek pengembangan sesuai dengan kondisi eksisting serta kebijakan terkait yang akan digunakan untuk menyusun kebijakan, strategi pengembangan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI
-157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya laporan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
3.1. TUJUAN PENATAAN RUANG Luas wilayah kabupaten yang merupakan kawasan pertanian seluas 44.361,6 ha ( 34,23 % dari luas Kabupaten Ngawi), dan 47,15% penduduk merupakan petani, maka potensi terbesar Kabupaten
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciBAB 5 RTRW KABUPATEN
BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa ruang selain
Lebih terperinciNOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran
K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciSERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciDATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciNOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinci6.1. PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
6.1. PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten perlu diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/lingkungan
Lebih terperinciPP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)
PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciPENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
7.1. PERUMUSAN KEBIJAKAN STRATEGIS OPERASIONALISASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS Tata ruang yang telah disusun harus dijadikan pedoman pelaksanaan pembangunan. Beberapa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperinciLAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1
LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L
Lebih terperinciBUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN, PENGELOLAAN DAN PELAYANAN PARIWISATA
1 BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN, PENGELOLAAN DAN PELAYANAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa pariwisata
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciKAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA
KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D
Lebih terperinciPANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH
FORM B PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH Petunjuk Pengisian: 1. Tentukan lokasi/kawasan wisata yang akan diamati sesuai dengan tema/topik yang akan diangkat. Kemudian kaitkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR
Lebih terperinciINDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN
LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak
Lebih terperinciBAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara
BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian
Lebih terperinciEkologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?
Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1991 (PERHUBUNGAN. PERTANIAN. Perikanan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciPeta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera
Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan
Lebih terperinciSURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG
SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mantap dan tertibnya tata cara penetapan
Lebih terperinciPENYEBAB BANJIR : 1. CURAH HUJAN TINGGI : 2. BUANG SAMH SEMBARANGAN 3. SELOKAN,SUNGAI ALIRAN AIR TERBENDUNG SAMPAH 4. RESAPAN AIR KE TANAH BERKURANG
PENYEBAB BANJIR : 1. CURAH HUJAN TINGGI : 2. BUANG SAMH SEMBARANGAN 3. SELOKAN,SUNGAI ALIRAN AIR TERBENDUNG SAMPAH 4. RESAPAN AIR KE TANAH BERKURANG 3 4 5 Rumah kebanjiran di secang Agusts 2016 PENCEGAHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2014 Nomor : 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penentuan karakteristik
Lebih terperinciWarta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang
No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan
Lebih terperinciDisajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)
Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU
1 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai merupakan suatu kawasan yang
Lebih terperinciPENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Oke, kali ini aku akan nge-jelasin tentang pengendalian daya rusak air, yang sumber asli dari UU No.7 th. 2004 tentang SUmber Daya Air. Semoga bermanfaat! tinggalkan komentar
Lebih terperinciBAB II KONDISI UMUM LOKASI
6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran
K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG
-1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DALAM WILAYAH KABUPATEN ACEH TAMIANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH
Lebih terperinciKETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah diatur dalam undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 dan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI
Lebih terperinciADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR
Menimbang : a. PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI DI PROPINSI JAWA TIMUR ADENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3 1. Untuk menambah air tanah, usaha yang perlu dilakukan adalah... membuat sumur resapan penggalian sungai-sungai purba tidak
Lebih terperinciMATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT
BAB VII ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Dalam rangka mewujudkan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, diperlukan keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang dalam berbagai konteks keruangan,
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinciPengenalan Gerakan Tanah
Pengenalan Gerakan Tanah PENDAHULUAN Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN
BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciAMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) Pengertian AMDAL Kriteria wajib AMDAL Proses AMDAL Jenis AMDAL Contoh kasus AMDAL AMDAL Lahan Basah Fungsi AMDAL Pengertiang AMDAL Adalah kajian mengenai dampak
Lebih terperinciPenyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera
Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan
Lebih terperinci5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan
Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,
Lebih terperinciAMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.
AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu
Lebih terperinciKonservasi Lingkungan. Lely Riawati
1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinci