BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MATERI KULIAH ORTODONSIA I. Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama, ST,MT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 BEDAH ORTOGNATI PADA MAKSILA. akan terlihat jelas ketika masa tumbuh kembang ataupun juga akibat trauma. 7

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

Volume 46, Number 4, December 2013

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

PENGENALAN SEFALOMETRI RADIOGRAFIK

ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA TAHUN (TAHUN )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BPSL BLOK ORTODONTI 1 NAMA : NIM : KLP BUKU PANDUAN SKILL LAB SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK

III. RENCANA PERAWATAN

GAMBARAN ESTETIS WAJAH MENURUT MERRIFIELD PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

Transkripsi:

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua macam oklusi, yaitu oklusi ideal dan oklusi normal. Oklusi ideal adalah keadaan beroklusinya semua gigi dengan dua gigi di lengkung antagonisnya dan didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami keausan. Oklusi normal adalah suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang sama dan rahang yang berlawanan dan apabila gigi dikontakkan kondilus berada dalam fosa glenoidea. Perubahan terhadap oklusi normal seperti yang terjadi pada kondisi kehilangan gigi, destruksi substansi gigi, migrasi gigi akan menyebabkan maloklusi. Istilah maloklusi, yaitu yang menyangkut hal-hal diluar oklusi normal. Pada oklusi normal masih memungkinkan adanya beberapa variasi dari oklusi ideal yang secara fungsi maupun estetik masih dapat diterima. 1-3,15 Pengelompokan oklusi menurut Angle ditinjau dari hubungan molar pertama permanen dan susunan gigi terhadap garis oklusi, Angle mengklasifikasikan empat kelompok sebagai berikut (Gambar 1): 5,16-19 Oklusi normal yaitu hubungan gigi-geligi dimana tonjol mesiobukal molar pertama permanen maksila berada pada groove bukal molar pertama permanen mandibula dan gigi tersusun dalam garis oklusi. Maloklusi Klas I yaitu relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada pada bukal groove molar pertama permanen mandibula. Terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen

6 (netrooklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi. Maloklusi Klas II yaitu relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada lebih mesial dari bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula. Maloklusi Klas III yaitu relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada lebih distal dari bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang anterior). Gambar 1. Klasifikasi oklusi menurut Angle 5 2.2 Sefalometri Radiografi sefalometri diperkenalkan oleh Hofrath dan Broadbent serta telah digunakan dalam bidang ortodonti sejak tahun 1934. Radiografi sefalometri berperan penting sebagai sarana penunjang dalam bidang ortodonti digunakan dalam: 14,17,20-22 1. Diagnosis awal yaitu untuk mengkonfirmasi kelainan skeletal dan/atau jaringan lunak. 2. Penyusunan rencana perawatan. 3. Penilaian hasil perawatan. 4. Mempelajari pertumbuhan maxillo-facial dan deformitas wajah.

7 Alat radiografi sefalometri terdiri dari sebuah mesin yang memproduksi sinar-x yang ditempatkan pada jarak tertentu dari sebuah alat yang memegang film sinar-x dan tempat untuk memposisikan kepala pasien (Gambar 2). Radiografi sefalometri dibagi menjadi dua berdasarkan penentuan skeletal wajah, yaitu sefalometri frontal dan lateral. 14,22,23 Gambar 2. Alat radiografi sefalometri 22,23 2.2.1 Sefalometri Frontal Sefalometri frontal disebut juga gambaran posteroanterior (PA). Gambaran sefalometri frontal memungkinkan untuk menganalisis asimetri wajah dan untuk perbandingan sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pada kasus bedah orthognatik yang melibatkan mandibula (Gambar 3). 22,23 \ Gambar 3. Sefalogram frontal 21

8 2.2.2 Sefalometri Lateral Sefalometri lateral merupakan analisis yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi. Melalui sefalometri lateral, titik-titik anatomis skeletal, jaringan lunak dan dental dapat menggambarkan garis, dataran dan sudut yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran dan mengklasifikasikan ciri morfologi kraniofasial pasien (Gambar 4). 14,23,24 Gambar 4. Sefalogram lateral 8 2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak Wajah dengan Sefalogram Lateral Analisis jaringan keras dan jaringan lunak wajah dapat dilakukan pada sefalogram lateral. Titik-titik anatomis yang digunakan dalam analisis jaringan keras (Gambar 5): 17,20,22 a. Sella (S) : titik di tengah-tengah fossa pituitary (sella turcica). b. Nasion (N) : titik perpotongan sutura frontonasalis. c. Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita. d. Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion. e. Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion. f. Pogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu. g. Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton.

9 h. Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu. i. Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan permukaan posterior kondilus mandibula. j. Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh dataran mandibula dan ramus mandibula. k. Porion (Po) : titik paling superior dari porus akusticus eksterna. l. Pterygomaxillary Fissure (PTM) : bayangan radiolusen yang menyerupai tetes air mata, bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari tuber maksilaris. m. Spina Nasalis Posterior (PNS) : titik paling posterior dari palatum durum. Gambar 5. Titik-titik anatomis jaringan keras 14 Titik-titik anatomis yang digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 6): 14,20 a. Glabella (G ) : titik paling anterior dari dahi pada daratan midsagital. b. Nasion kulit (N ) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung. c. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung. d. Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas.

10 e. Labrale superius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. f. Superior labial sulcus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls. g. Stomion superius (Stm s ) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas. h. Stomion inferius (Stm i ) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah. i. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah. j. Inferior labial sulcus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog. k. Pogonion kulit (Pog ) : titik paling anterior jaringan lunak dagu. l. Menton kulit (Me ) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu. Gambar 6. Titik-titik anatomis jaringan lunak 8 Dataran dalam analisis sefalometri terdiri dari tiga titik anatomis, tetapi beberapa di antaranya terdiri dari dua titik. Dataran sefalometri yang sering digunakan antara lain (Gambar 7): 20,22 a. Dataran horizontal Frankfurt (Po-Or) : dibentuk dari garis yang menghubungkan porion dan orbitale.

11 b. Dataran sella-nasion (S-N) : dibentuk dari garis yang melewati sella dan nasion. c. Dataran fasial (N-Pog) : dibentuk dari garis yang melewati nasion dan pogonion. d. Dataran mandibular (Go-Me) : dibentuk dari titik menton dan sebuah titik yang tegak lurus dengan bagian posterior bawah mandibula. e. Dataran ramus : tegak lurus dengan permukaan inferior, posterior ramus dan melewati articulare. Gambar 7. Dataran dalam analisis sefalometri 20 2.3.1 Analisis Jaringan Keras Analisis jaringan keras yang ideal telah ditetapkan oleh ahli-ahli ortodonti, beberapa diantaranya yaitu analisis yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts, dan Holdaway. 5,16 Melalui analisis jaringan keras, dapat diketahui tipe muka / fasial jaringan keras, hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium. 25 2.3.1.1 Analisis Downs Downs menyatakan bahwa bentuk wajah yang ideal tercipta dari oklusi yang baik. 11 Konveksias skeletal menurut Downs diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh

12 garis nasion-a ke garis A-pogonion. Jika garis A-pogonion berada di anterior garis nasion-a, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu bila mandibula berada di anterior maksila. Nilai interval dari sudut N-A-Pog ini adalah -8,5 sampai +10, dengan nilai ideal 0 jika kedua garis berimpit (Gambar 8). 8,16 Gambar 8. Analisis jaringan keras menurut Downs 8 2.3.1.2 Analisis Ricketts Analisis Ricketts mempergunakan garis estetis (garis E) yang dibentuk dari jarak titik A terhadap dataran fasial (N-Pog) dalam milimeter. Nilai interval jarak titk A terhadap dataran fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm. Jika nilainya positif dan lebih besar dari 2 mm, maka diperoleh profil cembung dan jika bernilai negatif, maka diperoleh profil cekung. Nilai ideal yang dinyatakan Ricketts adalah 2 mm (Gambar 9). 8,12

13 Gambar 9. Analisis jaringan keras menurut Ricketts 8 2.3.1.3 Analisis Holdaway Konveksitas skeletal menurut Holdaway diperoleh dari titik A ke garis nasionpogonion skeletal (N-Pog). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan konveksitas wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas jaringan lunak (sudut H). Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara titik A ke garis N-Pog -2 mm sampai +2 mm. 8,10 2.3.2 Analisis Jaringan Lunak Analisis jaringan lunak yang ideal telah ditetapkan oleh ahli-ahli ortodonti, meliputi Steiner, Ricketts, Holdaway, Merrifield, dan lain-lain yang memberikan norma untuk nilai ideal yang sangat bermanfaat dalam perawatan ortodonsia. Untuk analisis profil jaringan lunak Steiner mempergunakan garis S, Ricketts garis estetis (garis E), Holdaway garis harmoni (garis H), dan Merrifield (sudut Z). 8,12,26

14 2.3.2.1 Analisis Steiner Garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog ke pertengahan kurva S (Pronasale (Pr) ke titik subnasale (Sn)). Menurut Steiner, idealnya titik Ls dan Li menyinggung garis S. Jika bibir berada di belakang garis S, maka dinyatakan profil wajah datar. Sedangkan jika berada di anterior garis S, profil wajahnya cembung (Gambar 10). 10,13,14,27 Gambar 10. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (garis S) 27 2.3.2.2 Analisis Ricketts Garis estetis (garis E) diperoleh dari garis yang ditarik dari titik dagu kulit (Pog ) ke puncak hidung (Pr). Pada keadaan normal, titik Ls terletak 2-4 mm di belakang garis E dan titik Li 1-2 mm di belakang garis E. Apabila letak titik Ls lebih dari 4 mm di belakang garis E, maka profil wajah tampak cekung sebaliknya jika titik Ls terletak di depan garis E maka profil wajah tampak cembung. Namun demikian, menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis kelamin (Gambar 11). 4,10,13,14,26

15 Gambar 11. Analisis jaringan lunak wajah menurut Ricketts (garis E) 27 2.3.2.3 Analisis Holdaway Untuk analisis profil jaringan lunak, Holdaway mempergunakan garis H (garis harmoni). Garis H ini diperoleh dari menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog ) ke Labrale superior (Ls). Analisis profil jaringan lunak yang dilakukan Holdaway berbeda dengan Ricketts yang mana Holdaway tidak menggunakan puncak hidung sebagai titik penentuan analisisnya. Holdaway melakukan 11 analisis pengukuran untuk memperoleh profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari jarak puncak hidung (Pr), kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, jarak bibir bawah ke garis H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu, strain bibir atas, besar sudut H dan kecembungan skeletal. 4,10,12 Sudut H dibentuk dari perpotongan garis H dengan garis N -Pog. Besar sudut H yang ideal berkisar 7-15. Apabila sudut H lebih besar dari 15 maka konveksitas bentuk profil cembung sedangkan lebih kecil dari 7 menunjukkan konveksitas bentuk profil cekung karena letak Pog lebih ke posterior atau titik Ls lebih ke anterior. Menurut analisis Holdaway, 10 merupakan sudut H yang ideal dengan nilai konveksitas wajah 0 mm (Gambar 12). 4,8,10,13,14

16 Gambar 12. Analisis jaringan lunak menurut Holdaway 10 2.3.2.3 Analisis Merrifield Analisis estetis wajah menurut Merrifield menggunakan sudut Z yang dibentuk oleh perpotongan antara dataran horizontal Frankfurt dan garis profil wajah. Garis profil wajah dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial jaringan lunak dagu (Pog ) dan titik paling depan dari bibir atas atau bibir bawah. Umumnya, bibir atas akan bersinggungan dengan garis profil ini, dimana posisi bibir atas dan bibir bawah seharusnya sejajar atau bibir bawah berada di belakang garis profil ini (Gambar 13). Nilai ideal sudut ini berkisar 80 ± 9. 9,10,14

17 Gambar 13. Analisis jaringan lunak wajah menurut Merrifield 10 2.4 Ras Deutro Melayu Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid atau ras Melayu. Pada tahun 2000 s.m., ras Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang ke Indonesia kemudian pada tahun 1500 s.m. ras Deutro Melayu atau Melayu muda datang ke Indonesia. Kedatangan ras Deutro Melayu yang telah mempunyai peralatan lebih maju menyebabkan ras Proto Melayu terdesak ke pedalaman. Kelompok Deutro Melayu terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Melayu, Minang Kabau, Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan Manado. Kelompok Proto Melayu yaitu suku Batak di Sumatra Utara, Dayak di Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada awalnya yang menempati pesisir pantai. 12,28 Berdasarkan data demografi di kota Medan, ras Deutro Melayu terdiri dari 51% dan ras Proto Melayu 34,39%. 29

18 2.5 Kerangka Teori

19 2.6 Kerangka Konsep