4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Diagram TS

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI DI PERMUKAAN PERAIRAN UTARA JAWA, SELATAN LOMBOK HINGGA SORONG, PAPUA BARAT PADA MUSIM TIMUR 2010

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

ANALISIS CURAH HUJAN DASARIAN III MEI 2017 DI PROVINSI NTB

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Januari 2016 s/d 04 Februari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 September 2016 s/d 29 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

BAB III BAHAN DAN METODE

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra )

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar

BAB III BAHAN DAN METODE

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 06 Januari 2017 s/d 10 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juli 2016 s/d 13 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 09 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 16 Desember 2016 s/d 20 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

BAB III METODE PENELITIAN

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Keyboard: upwelling, overfishing, front, arus Eddies I. PENDAHULUAN

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 20 Agustus 2016 s/d 24 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 April 2016 s/d 25 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 21 April 2016

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Desember 2015 s/d 26 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 17 Desember 2016 s/d 21 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Oktober 2016 s/d 28 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

Studi Analisa Pergerakan Arus Laut Permukaan Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-2 Periode (Studi Kasus : Perairan Indonesia)

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A 1A 6A 5A 4A 2A 3A 1A 6A 5A 4A Gambar 6. Peta sebaran SPL (atas) dan salinitas (bawah) pada Indomix Cruise (8 19 Juli 2010). Biru (SPL=24,4 26,4 o C; S=32,4 32,8); hijau (SPL=26,4 28,4 o C; S=32,8 33,2); dan merah (SPL=28,4 30,4 o C; S=33,2 33,6) Gambar 6 menunjukkan lintasan pengambilan data in situ SPL dan salinitas Indomix Cruise, dimulai dari Pelabuhan Sorong, Papua Barat, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Banda, Laut Sawu, dan perairan selatan Lombok. Pola sebaran SPL dan salinitas terlihat mengalami fluktuasi dari Pelabuhan Sorong, Papua Barat hingga perairan selatan Lombok. Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada Musim Timur 2010, perairan Pelabuhan Sorong yang dipengaruhi oleh massa air dari Samudra Pasifik yang memiliki nilai SPL dan salinitas yang 23

24 lebih tinggi dibandingkan dengan perairan selatan Lombok yang dipengaruhi oleh massa air Samudra Hindia. Grafik pola sebaran SPL dan salinitas rata-rata harian pada Indomix Cruise ditunjukkan pada Gambar 7. 3A 4A 6A 1A 2A 5A Gambar 7. Grafik pola sebaran SPL dan salinitas pada Indomix Cruise (8 19 Juli 2010). Tanda lingkaran menunjukkan daerah dugaan fenomena upwelling Gambar 7 menunjukkan pola sebaran SPL dari perairan Pelabuhan Sorong, Papua Barat ke arah perairan selatan Lombok pada Musim Timur 2010 cenderung menurun kemudian setelah itu kembali meningkat. Pola sebaran salinitas menunjukkan pola yang sama dengan pola SPL. Kisaran nilai SPL pada Musim Timur 2010 dari perairan Pelabuhan Sorong hingga selatan Pulau Lombok yang didapat dari Indomix Cruise adalah sekitar 24,4 30,3 o C, sedangkan kisaran nilai salinitasnya sekitar 32,4 33,6. Nilai SPL tertinggi (30,3 o C) terdapat di Laut Halmahera, sedangkan nilai terendah (24,4 o C) terdapat di Laut Sawu. Nilai salinitas tertinggi (33,6) terdapat di perairan utara Papua Barat, sedangkan nilai salinitas terendah (32,4) terdapat di Laut Banda.

25 Pada saat musim kemarau (Musim Timur) dimana laju evaporasi tinggi salinitas akan meningkat serta karena penutupan awan menjadi lebih berkurang dibandingkan pada musim hujan maka tingkat radiasi akan menjadi semakin tinggi sehingga nilai SPL akan meningkat pula. Pada Gambar 7 terlihat adanya beberapa anomali yang terjadi dimana nilai SPL menunjukkan pola yang relatif menurun, tetapi salinitasnya justru sebaliknya. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya fenomena upwelling yang biasanya terjadi pada saat Musim Timur di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Fenomena upwelling akan mengangkat massa air laut yang bersuhu dingin dan bersalinitas tinggi dari lapisan perairan dalam ke lapisan permukaan sehingga pada daerah upwelling kisaran SPL akan lebih rendah dari pada daerah sekitarnya, sedangkan kisaran salinitasnya adalah sebaliknya. Pada Gambar 7 daerah upwelling diduga terjadi pada grafik yang diberi keterangan tanda lingkaran tepat pada tanggal 8, 14, 15, 16, 18, dan 19 Juli 2010 dimana terlihat terjadinya anomali tersebut. Daerah dugaan upwelling tersebut masing-masing tepat berada di koordinat titik 1A 131 o 14 54,6 BT dan 0 o 53 21,8 LS (perairan Pelabuhan Sorong ); titik 2A 128 o 45 47,2 BT dan 1 o 8 8,2 LS (Laut Halmahera); titik 3A 127 o 20 57,1 BT dan 3 o 42 20,9 LS (Laut Banda); titik 4A 126 o 59 52,8 BT dan 6 o 17 7,8 LS (Laut Banda); titik 5A 119 o 2 31,6 BT dan 9 o 3 42,5 LS (Laut Sawu); serta titik 6A 116 o 24 22,0 BT dan 9 o 1 49,1 LS (perairan selatan Lombok). Nilai SPL dan salinitas pada lokasi tersebut masing-masing bernilai 29,8 o C dan 33,5; 29,5 o C dan 33,4; 28,9 o C dan 33,3; 28,0 o C dan 33,1; 24,4 o C dan 32,9; serta 25,8 o C dan 33,2. Koordinat daerah dugaan upwelling yang sudah di-overlay dengan citra satelit Aqua-MODIS

26 pada periode yang sama ditunjukkan pada Gambar 8. 2A 1A 2A 3A 3A 4A 6A 5A 1A 4A 6A 5A Gambar 8. Sebaran SPL (kiri) dan sebaran klorofil-a (kanan) dari citra AquaMODIS periode 4 11 Juli 2010. Tanda silang menunjukkan daerah dugaan upwelling Citra satelit Aqua-MODIS yang diambil tepat pada periode Indomix Cruise menunjukkan nilai SPL pada koordinat yang diberi tanda silang masingmasing bernilai 29,9 oc; 29,8 oc; 29,0 oc; 28,0 oc; 28,6 oc; dan 28,1 oc, dengan kisaran SPL sekitar 25,3 32,0 oc dan rata-rata 30,3 oc sehingga nilai SPL pada keenam titik tersebut dapat dikatakan bernilai relatif sedang dan relatif lebih rendah dari pada daerah sekitarnya. Data citra satelit sebaran klorofil-a pada periode dan lokasi yang sama perlu digunakan sebagai pendukung untuk membuktikan dugaan terjadinya upwelling pada lokasi-lokasi tersebut. Konsentrasi kandungan klorofil-a pada keenam titik tersebut masing-masing bernilai 0,23 mg/m3; 0,16 mg/m3; 0,22 mg/m3; 0,25 mg/m3; 0,30 mg/m3; dan 0,19 mg/m3. Nilai ini terbilang relatif tinggi dikarenakan kisaran nilai kandungan klorofil-a pada periode tersebut adalah sekitar 0,04 9,76 mg/m3 dengan rata-rata sebesar 0,22 mg/m3. Nilai kandungan

27 klorofil-a yang lebih besar dari 2 mg/m 3 harus dilakukan cek lapang karena kemungkinan nilai tersebut bukanlah kandungan klorofil-a, tetapi merupakan pengaruh sedimentasi yang cukup tinggi (Arsjad et al., 2004). Data citra sebaran SPL dan konsentrasi klorofil-a citra Aqua-MODIS memberikan koreksi terhadap kemungkinan adanya fenomena upwelling dari hasil pengamatan SPL dan salinitas secara in situ pada saat berlangsungnya Indomix Cruise. Lokasi-lokasi yang diduga kuat terjadi upwelling berdasarkan data in situ dan data citra satelit hanya pada koordinat titik 4A 126 o 59 52,8 BT dan 6 o 17 7,8 LS (Laut Banda); titik 5A 119 o 2 31,6 BT dan 9 o 3 42,5 LS (Laut Sawu); serta titik 6A 116 o 24 22,0 BT dan 9 o 1 49,1 LS (perairan selatan Lombok), sedangkan untuk lokasi yang lain diduga tidak terjadi upwelling dengan mengacu kepada nilai SPL-nya yang bernilai relatif sedang. 4.2 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Sail Banda Cruise. Pengambilan data in situ SPL dan salinitas dari Sail Banda Cruise dibagi ke dalam dua tahap, yakni tahap I dimulai dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Banda dan tahap II dimulai dari Laut Seram hingga perairan utara Jawa Tengah. Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Sail Banda ditampilkan pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan lintasan pengambilan data in situ SPL dan salinitas Sail Banda Cruise, dimulai dari Laut Jawa di bagian utara Jawa Tengah, Laut Flores, Laut Banda, dan Laut Seram. Pada Gambar 9 terlihat bahwa pada Musim Timur 2010 perairan barat Indonesia memiliki kisaran nilai SPL yang relatif lebih tinggi dari pada perairan timur Indonesia, sedangkan kisaran salinitas

28 menunjukkan hal yang sebaliknya. 2B 1B 2B 1B Gambar 9. Peta sebaran SPL (atas) dan salinitas (bawah) pada Sail Banda Cruise (25Juli 10 Agustus 2010). Biru (SPL=25,0 26,3 o C; S=25,3 27,3); hijau (SPL=26,3 27,6 o C; S=27,3 29,3); dan merah (27,6 29,0 o C; S=29,3 31,3) Pada Musim Timur 2010 terlihat jelas bahwa massa air yang bersalinitas relatif tinggi menyusup masuk sampai ke pertengahan laut Jawa sehingga pada saat ini bisa dikatakan seluruh perairan Indonesia di sebelah timur, mulai dari sebelah utara Jawa Timur hingga Laut Seram didominasi oleh air yang bersalintas relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya musim kemarau menyebabkan pengenceran di Paparan Sunda terjadi lebih sedikit sehingga air bersalinitas tinggi dari perairan timur Indonesia dapat menyusup masuk hingga Laut Jawa (Nontji, 2005). Grafik pola sebaran SPL dan salinitas rata-rata harian pada Sail Banda Cruise ditunjukkan pada Gambar 10.

29 Laut Jawa Laut Banda 1B Laut Seram Laut Jawa 2B 1B Gambar 10. Grafik pola sebaran SPL dan salinitas pada Sail Banda Cruise tahap I 25 30 Juli 2010 (atas) dan tahap II 5 10 Agustus 2010 (bawah). Tanda lingkaran menunjukkan daerah dugaan fenomena upwelling Gambar 10 menunjukkan pola sebaran SPL dari perairan utara Jawa Tengah (Laut Jawa) ke arah Laut Banda pada Musim Timur 2010 cenderung menurun (Sail Banda Cruise Tahap I), sedangkan pada Sail Banda Cruise Tahap II menunjukkan pola sebaran SPL dari Laut Seram ke arah perairan utara Jawa Tengah cenderung kembali meningkat. Pola sebaran salinitas menunjukkan pola yang berlawanan dengan pola SPL pada kedua tahap Sail Banda Cruise. Kisaran nilai SPL pada Musim Timur 2010 dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram yang didapat dari Sail Banda Cruise adalah sekitar 25,0 29,0 o C dengan rata-rata sebesar 27,0 o C, sedangkan kisaran nilai salinitasnya sekitar 29,0 30,8 dengan rata-rata sebesar 29,8. Nilai SPL tertinggi (29,0 o C) terdapat di perairan utara Jawa Tengah, sedangkan nilai terendah (25,0 o C) terdapat di Laut Banda.

30 Nilai salinitas tertinggi (30,8) terdapat di Laut Banda, sedangkan nilai salinitas terendah (29,0) terdapat di perairan utara Jawa Tengah. Pada Gambar 10 terlihat adanya anomali yang terjadi dimana nilai SPL relatif rendah, tetapi salinitasnya justru bernilai relatif tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya fenomena upwelling yang biasanya terjadi pada saat Musim Timur di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Pada Gambar 7 daerah upwelling diduga terjadi pada garis yang diberi keterangan tanda lingkaran tepat pada tanggal 31 Juli 2010 dan 6 Agustus 2010 dimana terlihat terjadinya anomali. Daerah dugaan upwelling tersebut masing-masing tepat berada di koordinat titik 1B 124 o 15 7,0 BT dan 5 o 57 47,4 LS serta titik 2B 123 o 13 19,5 BT dan 4 o 4 32,4 LS dimana keduanya tepat berada di Laut Banda. Nilai SPL dan salinitas pada lokasi tersebut masing-masing bernilai 25,0 o C dan 30,0; serta 25,3 o C dan 30,8. Citra satelit Aqua-MODIS yang diambil tepat pada periode Sail Banda Cruise menunjukkan nilai SPL pada kedua titik tersebut masing-masing bernilai 27,7 o C dan 27,8 o C dengan kisaran sekitar 25,2 31,8 o C dengan rata-rata sebesar 29,0 o C sehingga nilai SPL pada kedua titik tersebut dapat dikatakan bernilai relatif lebih rendah dari pada daerah sekitarnya. Data citra satelit sebaran klorofil-a pada periode dan lokasi yang sama perlu digunakan sebagai pendukung untuk membuktikan dugaan terjadinya upwelling pada lokasi-lokasi tersebut. Konsentrasi kandungan klorofil-a pada kedua titik tersebut masing-masing bernilai 0,17 dan 0,13 mg/m 3. Nilai ini terbilang relatif tinggi dikarenakan kisaran nilai kandungan klorofil-a pada periode tersebut adalah sebesar 0,05 9,62 mg/m 3

31 dengan rata-rata sebesar 0,35 mg/m 3. Koordinat daerah dugaan upwelling yang sudah di-overlay dengan citra satelit Aqua-MODIS pada periode yang sama ditunjukkan pada Gambar 11. 2B 1B 2B 1B Gambar 11. Sebaran SPL (atas) dan klorofil-a (bawah) dari citra Aqua- MODIS periode 28 Juli 4 Agustus 2010. Tanda silang menunjukkan daerah dugaan upwelling Hasil yang didapatkan dari kedua data citra satelit ini sesuai dengan hasil pengamatan SPL dan salinitas secara in situ pada Sail Banda Cruise sehingga pada kedua lokasi tersebut diduga kuat terjadi upwelling. 4.3 Pola Sebaran Klorofil-a pada Sail Banda Cruise Peta sebaran klorofil-a berdasarkan cruise track Indomix ditampilkan pada Gambar 12.

32 Gambar 12. Peta sebaran klorofil-a periode 25 Juli 10 Agustus 2010. Biru (0,8 1,6 mg/m 3 ); hijau (1,6 2,4 mg/m 3 ); dan merah (2,4 3,2 mg/m 3 ) Pada Gambar 12 terlihat bahwa pada Musim Timur 2010 pola sebaran klorofil-a mengalami fluktuasi dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram. Secara umum perairan barat Indonesia terlihat memiliki kandungan klorofil-a yang relatif lebih tinggi dari pada perairan timur Indonesia. Gambar 13 menunjukkan pola sebaran kandungan konsentrasi klorofil-a dari perairan utara Jawa Tengah (Laut Jawa) ke arah Laut Banda pada Musim Timur 2010 cenderung menurun (Sail Banda Cruise Tahap I), sedangkan pada Sail Banda Cruise Tahap II menunjukkan pola sebaran konsentrasi klorofil-a dari Laut Seram ke arah perairan utara Jawa Tengah juga sama cenderung menurun sehingga dapat dikatakan pola sebaran konsentrasi klorofil-a tidak konsisten. Kisaran kandungan konsentrasi klorofil-a harian pada Musim Timur 2010 (Gambar 13) dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram yang didapat dari Sail Banda Cruise adalah sekitar 1,95 2,69 mg/m 3, kisaran nilai ini tergolong relatif tinggi berdasarkan teori yang ada. Nilai kandungan konsentrasi klorofil-a tertinggi (2,69 mg/m 3 ) terdapat di perairan utara Jawa Tengah, sedangkan konsentrai klorofil-a terendah (1,95 mg/m 3 ) juga terdapat di perairan utara Jawa

33 Tengah. Data in situ kandungan konsentrasi klorofil-a pada daerah dugaan upwelling yang telah ditemukan sebelumnya masing-masing adalah sebesar 2,06 mg/m 3 dan 2,14 mg/m 3. Laut Jawa Laut Banda Laut Seram Laut Jawa Gambar 13. Grafik pola sebaran konsentrasi klorofil-a periode 25 Juli 10 Agustus 2010. Sail Banda Cruise tahap I (atas) dan tahap II (bawah) Kandungan konsentrasi klorofil-a di perairan bersifat temporal dan sangat dipengaruhi oleh keberadaan dari fitoplankton, sedangkan fitoplankton sangat mudah terbawa oleh arus karena sifatnya yang melayang di permukaan perairan. Fitoplankton sendiri merupakan produser dalam rantai makanan di laut sehingga apabila banyak ikan herbivor maka biomassa fitoplanktonnya pun akan berkurang. Hasil pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a ini menunjukkan bahwa pada Musim Timur 2010 kandungan konsentrasi klorofil-a tidak terkonsentrasi pada

34 daerah-daerah upwelling saja, tetapi menyebar ke perairan lainnya karena sangat dipengaruhi oleh adanya transpor Ekman yang membawa massa air bergerak menuju arah barat daya. 4.4 Pola Sebaran Total Suspended Solid pada Sail Banda Cruise Peta sebaran konsentrasi TSS berdasarkan cruise track Indomix ditampilkan pada Gambar 14. Gambar 14. Peta sebaran TSS periode 25 Juli 10 Agustus 2010. Biru (6,9 10,3 mg/l); hijau (10,3 13,7 mg/l); dan merah (13,7 17,1 mg/l) Pada Gambar 14 terlihat bahwa pada Musim Timur 2010 pola sebaran TSS mengalami fluktuasi dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram. Secara umum perairan barat Indonesia terlihat memiliki kandungan konsentrasi TSS yang relatif lebih rendah dari pada perairan timur Indonesia. Gambar 15 menunjukkan pola sebaran konsentrasi TSS dari perairan utara Jawa Tengah (Laut Jawa) ke arah Laut Banda pada Musim Timur 2010 cenderung meningkat (Sail Banda Cruise tahap I), sedangkan pada Sail Banda Cruise tahap II menunjukkan pola sebaran konsentrasi TSS dari Laut Seram ke arah perairan utara Jawa Tengah cenderung kembali menurun. Kisaran konsentrasi TSS harian

35 pada Musim Timur 2010 dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram yang didapat dari Sail Banda Cruise adalah berkisar 9,5 14,6 mg/l dengan ratarata sebesar 2,3 mg/l. Nilai konsentrasi TSS tertinggi (14,6 mg/l) terdapat di Laut Banda dekat pesisir, sedangkan konsentrai TSS terendah (9,5 mg/l) terdapat di perairan utara Jawa Tengah. Data in situ kandungan konsentrasi TSS pada daerah dugaan upwelling yang telah ditemukan sebelumnya masing-masing adalah sebesar 14,6 mg/l dan 12,53 mg/l, nilai ini tergolong relatif tinggi jika mengacu dari kisaran nilai konsentrasi yang didapat. Laut Jawa Laut Banda Laut Seram Laut Jawa Gambar 15. Grafik pola sebaran konsentrasi TSS periode 25 Juli 10 Agustus 2010. Sail Banda Cruise tahap I (kiri) dan tahap II (kanan) Konsentrasi TSS di perairan sangat dipengaruhi oleh limpasan sungai sehingga kandungan konsentrasi TSS di perairan pesisir pantai akan lebih tinggi

36 dari pada laut lepas. Di laut lepas salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi TSS di antaranya adalah jasad fitoplankton yang mati sehingga pada daerah upwelling kandungan konsentrasi TSS-nya akan relatif lebih tinggi dari pada daerah sekitarnya. 4.8 Profil Tinggi Paras Laut dari Citra Jason-2 Profil TPL di perairan bersifat dinamis selalu berubah-ubah tergantung dari kekuatan angin yang bertiup diatasnya serta sangat dipengaruhi oleh mencairnya es di kutub. Adanya fenomena upwelling dan downwelling pun sangat mempengaruhi profil TPL di laut. Pada daerah upwelling dimana terjadi divergensi arus yang kuat menyebabkan daerah tersebut mengalami kekosongan massa air sehingga menyebabkan nilai TPL-nya menjadi bernilai rendah bahkan mencapai minus, sedangkan pada daerah downwelling menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada Gambar 16 terlihat daerah dugaan upwelling tersebar di perairan Indonesia dan posisinya berubah dari periode 4 19 Juli 2010 ke 25 Juli 10 Agustus 2010 sehingga dapat dikatakan posisi daerah dugaan upwelling relatif bersifat dinamis. Perairan-perairan yang dilewati oleh cruise track Indomix yang diduga mengalami upwelling berdasarkan citra Jason-2 periode 4 19 Juli 2010 adalah Laut Halmahera, Laut Banda, Laut Sawu, dan perairan selatan Lombok. Hal ini menguatkan hasil dugaan daerah upwelling berdasarkan pembahasan sebelumnya yang menyatakan upwelling diduga terjadi di koordinat 126 o 59 52,8 BT dan 6 o 17 7,8 LS (Laut Banda); 119 o 2 31,6 BT dan 9 o 3 42,5 LS (Laut Sawu); serta 116 o 24 22,0 BT dan 9 o 1 49,1 LS (perairan selatan Lombok). Pada perairan-perairan yang dilewati cruise track Sail Banda periode 25 Juli 10

37 Agustus 2010 berdasarkan citra Jason-2 diduga upwelling terjadi di selatan Selat Makasar dan Laut Banda, namun berdasarkan pembahasan sebelumnya berdasarkan data in situ dan data citra Aqua-MODIS daerah dugaan upwelling hanya terjadi di Laut Banda pada koordinat 124 o 15 7,0 BT dan 5 o 57 47,4 LS serta 123 o 13 19,5 BT dan 4 o 4 32,4 LS. Gambar 16. Profil 2 dimensi TPL pada Musim Timur 2010 periode 4 19 Juli 2010 (atas) dan 25 Juli 10 Agustus 2010 (bawah) 4.6 Pola Pergerakan Angin Pada Gambar 17 terlihat bahwa pada dua periode Musim Timur tahun 2010 pola pergerakan angin dominan berasal dari arah tenggara (Benua Australia) menuju Benua Asia. Namun, di perairan Laut Seram, Laut Halmahera, Laut Maluku, dan Selat Makasar angin berbelok arah menuju utara (Samudra Pasifik). Angin Musim Timur ini tidak banyak menurunkan hujan, karena hanya melewati

38 laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor, Laut Arafura, dan bagian selatan Papua, serta Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh karena itu, di Indonesia sering menyebutnya sebagai musim kemarau (Wyrtki, 1961). Gambar 17. Pola pergerakan angin pada Musim Timur 2010 periode 4 19 Juli 2010 (atas) dan 25 Juli 10 Agustus 2010 (bawah) Sebaran asal arah angin bertiup pada dua periode Musim Timur 2010 ditunjukan oleh wind rose pada Gambar 18. Gambar 18. Windrose sebaran asal angin bertiup pada Musim Timur 2010 periode 4 19 Juli 2010 (kiri) dan 25 Juli 10 Agustus 2010 (kanan)

39 Pada Gambar 18 terlihat bahwa windrose pada periode Indomix Cruise menunjukkan angin bertiup dominan berasal dari arah tenggara kemudian disusul dari arah timur, dan sebagian kecil dari arah selatan. Pada windrose periode Sail Banda Cruise menunjukkan bahwa arah asal angin bertiup sudah mengalami perubahan yaitu mulai terlihat beberapa angin yang bertiup dari arah barat daya walaupun masih sangat kecil serta terlihat angin yang bertiup dari arah selatan mulai bertambah banyak. Sebaran frekuensi kecepatan angin pada dua periode Musim Timur 2010 ditunjukan oleh histogram pada Gambar 19. Gambar 19. Histogram sebaran kecepatan angin pada Musim Timur 2010. Periode 4 19 Juli 2010 (kiri) dan 25 Juli 10 Agustus 2010 (kanan) Pada Gambar 19 terlihat bahwa histogram pada periode Indomix Cruise menunjukkan kecepatan angin dominan berada pada kelas dengan selang kelas 3,6 5,7 m/det sebesar 27,7% kemudian disusul oleh kecepatan angin pada kelas dengan selang kelas 0,5 2,1 m/det sebesar 26,9%. Kecepatan angin yang paling rendah berada pada selang kelas 8,8 11,1 m/det sebesar 5,9%. Pada periode Sail Banda Cruise menunjukkan kecepatan angin dominan masih berada pada selang

40 kelas 3,6 5,7 m/det namun frekuensinya meningkat menjadi 31,1% disusul kecepatan angin pada kelas dengan selang kelas 0,5 2,1 m/det sebesar 25,2%. Kecepatan angin yang paling rendah masih berada pada selang kelas 8,8 11,1 m/det namun frekuensinya menurun menjadi 0,8%. 4.7 Pola Pergerakan Transpor Ekman Pola pergerakan transpor Ekman pada dua periode Musim Timur 2010 (cruise Indomix dan Sail banda) ditampilkan pada Gambar 20. Gambar 20. Pola pergerakan transpor Ekman pada Musim Timur 2010 periode 4 19 Juli 2010 (atas) dan 25 Juli 10 Agustus 2010 (bawah) Pada Gambar 20 transpor Ekman pada periode 4 19 Juli 2010 bergerak dengan kecepatan berkisar dari 8,8x10-4 6,8x10-2 m/det, sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 2,8x10-2 m/det. Pada periode 25 Juli 10 Agustus 2010 kecepatannya berubah dengan kisaran 3,9x10-4 6,2x10-2 m/det dan rata-ratanya

41 sebesar 2,7x10-2 m/det. Dengan demikian dapat dikatakan kecepatan transpor Ekman mengalami penurunan dari bulan Juli memasuki bulan Agustus 2010. Pada perairan Indonesia di bagian selatan garis khatulistiwa arah transpor Ekman akan dibelokkan 90 ke arah kiri dari arah wind stress sehingga dalam pola transpor Ekman pada Gambar 20 terlihat bahwa arah transpor Ekman dominan menuju barat daya karena pada periode tersebut arah angin dominan berasal dari tenggara. Pola transpor Ekman pada kedua periode Musim Timur 2010 mengindikasikan adanya pergerakan massa air laut dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia melewati perairan Indonesia. Transpor Ekman akan membawa sejumlah massa air tidak terkecuali fitoplankton yang melayang di permukaan perairan tersebut sehingga sebaran konsentrasi klorofil-a akan sangat ditentukan oleh arah dari transpor Ekman. Pada daerah dugaan upwelling kandungan konsentrasi klorofil-a seharusnya menunjukkan nilai yang paling tinggi dibandingkan perairan lainnya. Namun, dikarenakan adanya transpor Ekman ini maka konsentrasi klorofil-a akan disebarkan ke perairan lainnya sehingga perairan yang lain akan ikut subur pula. Dengan demikian, adanya fenomena coastal upwelling yang umumnya terjadi di pantai-pantai benua, turut berperan penting dalam menjaga ketersediaan fitoplankton di laut lepas karena adanya pengaruh dari transpor Ekman ini.