BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Preeklampsia di dalam kehidupan awam sehari-hari dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Sehingga AKI mencerminkan resiko

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan komplikasi dari 2-8% dari kehamilan di seluruh dunia, dan

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini preeklamsia masih menjadi masalah utama dalam kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI), selama periode tahun angka kematian ibu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia dan dapat mengancam keselamatan ibu dan janin. Kondisi. tersebut jelas berperan dalam tingginya AKI dan AKB di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al.,

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. mmhg dan Tekanan darah diastolik mmhg), sedang (Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hamil, bersalin, dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuria,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN RERATA KADAR AKTIVIN A SERUM MATERNAL ANTARA PREEKLAMSIA BERAT DENGAN BUKAN PREEKLAMSIA BERAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau keduanya. Sedangkan seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi kriteria

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO USIA IBU, GRAVIDA, DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang

Dr. Indra G. Munthe, SpOG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Preeklampsia masih merupakan penyebab kematian maternal dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masa kehamilan, bersalin dan nifas, yaitu berkisar 5-10%. 1. sebagian kasus hipertensi gestasional diikuti oleh tanda dan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB I PENDAHULUAN. perdarahan, pereklamsi/eklamsi, dan infeksi ( Saifuddin, 2001 ).

BAB II TINJAUAN TEORI. normal yaitu tekanan darah 140/90 mmhg (Prawirohardjo, 2008). 12 minggu pasca persalinan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu adalah satu dari delapan program Millenium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan preeklampsia memperlihatkan edema 9. Jika gejala yang muncul adalah

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB V PEMBAHASAN. dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar

Vitamin C dan E untuk Mencegah Komplikasi Kehamilan-Terkait Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

Transkripsi:

8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PREEKLAMPSIA-EKLAMPSIA 2.1.1 Definisi Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working Group on Blood Pressure in Pregnancy 13,24-26 preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini oedema pada wanita hamil dianggap dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg. Tekanan darah diastolik ditetapkan pada saat hilangnya bunyi korotkoff ( korotkoff 5 ). Proteinuria didefinisikan sebagai adanya protein dalam urin dalam jumlah 300 mg/ml dalam urin tampung 24 jam atau 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing 25,26. Preeklampsia sendiri dibagi menjadi 2, yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah preeklampsia, dengan tekanan darah sistolik 140 - <160 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 - <110 mmhg. Disebut dengan preeklampsia berat bila pada penderita preeklampsia didapatkan salah satu gejala berikut : Tekanan darah sistolik 160 mmhg dan tekanan darah diastolik 110 mmhg ; Proteinuria 5 gr / jumlah urin selama 24 jam atau dipstick 4 + ; Oliguria ; Peningkatan kadar kreatinin serum (> 1,2 mg/dl) ; Edema paru dan sianosis ; Gangguan visus dan serebral disertai sakit kepala yang

9 menetap ; nyeri epigastrium yang menetap ; Trombositopenia < 100.000 sel/mm 3 ; Peningkatan enzim hepar (alanin aminotransferase [ALT] atau aspartate aminotransferase [AST] ; Hemolisis ; Trombositopenia (< 100.000/mm 3 ), sindroma HELLP 13,25. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang tonik klonik disusul dengan koma 26. Superimposed preeklampsia/eklampsia adalah timbulnya proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya telah mengalami hipertensi. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu 26. Penyakit hipertensi kronis adalah ditemukannya desakan darah 140/90 mmhg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan 26. 2.1.2 Epidemiologi Dari data berbagai kepustakaan didapat angka kejadian preeklampsia di berbagai negara antara 7 10 % 27. Di Indonesia sendiri angka kejadian preeklampsia berkisar antara 3,4 8,5 % 26. Pada penelitian di RS. Dr. Kariadi Semarang tahun 1997 didapatkan angka kejadian preeklampsia 3,7 % dan eklampsia 0,9 % dengan angka kematian perinatal sebesar 3,1 % 28. Sedang pada periode tahun 1997 1999 didapatkan angka kejadian preeklampsia 7,6 % dan eklampsia 0,15 % 29. Penelitian pada bulan Juni 2002 Februari 2004 di RS. Dr. Kariadi Semarang didapatkan 28,1 % kasus persalinan dengan preeklampsia berat 30. Dari data ini terlihat

10 kecenderungan peningkatan angka kejadian preeklampsia di RS. Dr. Kariadi dari tahun ke tahun. 2.1.3 Faktor risiko Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia diantaranya adalah sebagai berikut 26 : 1. Risiko yang berhubungan dengan partner laki-laki berupa primigravida ; umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan ; partner laki-laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklampsia ; inseminasi donor dan donor oocyte. 2. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga berupa riwayat pernah preeklampsia ; hipertensi kronis ; penyakit ginjal ; obesitas ; diabetes gestational. 3. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan berupa Mola hidatidosa ; kehamilan multipel ; hydrops fetalis. 2.1.4 Etiologi dan Patogenesis Hingga saat ini Etiologi dan patogenesis dari preeklampsia masih belum diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari etiologi dan patogenesis dari preeklampsia namun hingga kini belum memuaskan sehingga Zweifel menyebut preeklampsia sebagai the diseases of theories 24. Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah :

11 2.1.4.1 Genetik Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berperanan dalam patogenesis preeklampsia 31,32. Telah dilaporkan adanya peningkatan angka kejadian preeklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang menderita preeklampsia 31,32. Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigene (HLA) pada penderita preeklampsia. Beberapa peneliti melaporkan hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA-DR4 dan proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan preeklamsi dan IUGR daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain menyatakan kemungkinan preeklampsia berhubungan dengan gen resesif tunggal 32. Meningkatnya prevalensi preeklampsia pada anak perempuan yang lahir dari ibu yang menderita preeklampsia mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus terhadap kejadian preeklampsia. Walaupun faktor genetik nampaknya berperan pada preeklampsia tetapi manifestasinya pada penyakit ini secara jelas belum dapat diterangkan. 2.1.4.2 Iskemik Plasenta Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri dengan

12 material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction 12. Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel trofoblas dimana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga kedalam miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta perubahan material fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan 12. (gambar 1) Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu : 1. Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas. 2. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark pada plasenta 12.

13 Gambar 1. Plasenta pada kehamilan normotensi dan preeklampsia 10 Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang memiliki resistensi vaskular disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke arteri spiralis pada tahap ke dua. Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di daerah intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta 7,12,32. Hal ini dapat menimbulkan iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi. 2.1.4.3 Disfungsi endotel Saat ini salah satu teori tentang preeklampsia yang sedang berkembang adalah teori disfungsi endotel. Endotel menghasilkan zat-zat penting yang bersifat relaksasi pembuluh darah, seperti nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGE 2 ). Disfungsi endotel adalah suatu keadaan dimana didapatkan adanya ketidakseimbangan antara faktor vasodilatasi dan vasokonstriksi. Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel endotel

14 yang berasal dari asam arakidonat dimana dalam pembuatannya dikatalisir oleh enzim siklooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan camp intraselular pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan anti agregasi trombosit 31,32,34. Tromboksan A 2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam arakidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki efek vasikonstriktor dan agregasi trombosit. Prostasiklin dan tromboksan A 2 mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah 31,32,34. Pada kehamilan normal terjadi kenaikkan prostasiklin oleh jaringan ibu, plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan produksi prostasiklin dan kenaikkan tromboksan A 2 sehingga terjadi peningkatan rasio tromboksan A 2 : prostasiklin 10,32,34. Pada preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat pembentukan prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis. Perubahan aktifitas tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini dimana hal ini sangat berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin 12,32. Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregasi trombosit dan fibrinolisis yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan

15 pelepasan tromboksan A 2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. 2.1.4.4 Imunologis Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita preeklampsia terjadi penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan penderita yang normotensi yang dimulai sejak awal trimester dua. Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada 50 % wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kontrol hanya terdapat 15 % 12. Maladaptasi sistim imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblast endovaskuler dan disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF- dan IL-1), enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua 12. Sitokin TNF- dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang berhubungan dengan preeklampsia 32. Didalam mitokondria,tnf- akan merubah sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas-oksigen yang selanjutnya akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh antioksidan 32. Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan pembentukan lipid perioksida yang akan membuat radikal bebas lebih toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan mempengaruhi keseimbangan prostasikin dan tromboksan

16 dimana terjadi peningkatan produksi tromboksan A 2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari endotel vaskuler 32. Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag lipid laden, aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler (trombositopenia) serta peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem dan proteinuria) 32. Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang ditujukan untuk mencegah terjadinya over produksi dan kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang poten terhadap efek buruk dari radikal bebas diantaranya vitamin E( -tocopherol), vitamin C dan -caroten 30. Zat antioksidan ini dapat digunakan untuk melawan kerusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada preeklampsia. 2.2 AKTIVIN Aktivin adalah suatu glikoprotein yang termasuk dalam keluarga Transforming Growth Factor- superfamily, sebuah group protein yang mengontrol proliferasi dan diferensiasi sel dari banyak sistem tubuh 1-3,14,15,19,35-38. Aktivin tersusun dari subunit, baik yang homodimer maupun yang heterodimer dan terdiri dari aktivin A ( A - A ), aktivin B ( B - B ) atau aktivin AB ( A - B ) 1,12,35,36. (Gambar 2)

17 Gambar 2. Aktivin 40 2.2.1 Aktivin pada wanita Aktivin merupakan suatu agen pelepas FSH yang spesifik. Aksi utama dari aktivin pada wanita dalam suatu siklus menstruasi adalah merangsang produksi FSH dari hipofise anterior. Dalam proses regulasi produksi FSH aktivin akan bekerja sama dengan inhibin dan follistatin, yang mana hal tersebut berlangsung dengan suatu harmoni dalan suatu siklus menstruasi. Diduga dalam memacu sintesis dari mrna FSH dan pelepasan FSH dari hipofise anterior, pengaruh aktivin tidak jauh berbeda dengan GnRH. Penelitian di massachusetts memperlihatkan peningkatan pembentukan mrna FSH hingga 55 kali lipat pada pemberian aktivin secara kontinus dibandingkan dengan 3 kali lipat pada pemberian GnRH secara pulsatif 14. Penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa baik aktivin dan GnRH merupakan suatu regulator yang potensial dalam sintesis dan pelepasan FSH. Kadar aktivin dalam suatu siklus menstruasi akan berfluktuasi sesuai dengan tahapan dari menstruasi. Pada fase luteal, kadar aktivin akan menurun,

18 sedangkan kadar inhibin dan follistatin akan meningkat. Ini akan menyebabkan kadar FSH akan menurun. Sebaliknya, pada akhir fase luteal kadar aktivin akan meningkat disertai dengan penurunan kadar inhibin dan follistatin. Ini semua diperlukan untuk pengaturan siklus menstruasi 14. Tidak semua jenis aktivin berperanan dalam maturitas folikel. Diduga aktivin A memegang peranan penting dalam perkembangan maturitas dari folikel dibandingkan dengan aktivin B maupun AB. Penelitian di Boston memperlihatkan terjadinya penghentian pertumbuhan dan maturasi dari folikel serta kematian perinatal pada sampel yang mendapat aktivin B maupun AB tanpa aktivin A. Sedangkan pada sampel yang mendapat aktivin A terjadi maturasi folikel yang normal serta perkembangan perinatal yang baik 14. Hal ini memperkuat dugaan bahwa aktivin A memegang peranan penting dalam maturasi folikel serta perkembangan perinatal. 2.2.2 Aktivin dalam kehamilan Pada kehamilan, pertumbuhan plasenta secara normal bergantung pada keseimbangan dari proliferasi dan diferensiasi sel sitotrofoblas villus menjadi sitotrofoblas invasif. Penyimpangan dari proses ini akan dapat menimbulkan kelainan pada perjalanan kehamilan berupa abortus, intra uterine growth restriction (IUGR) maupun preeklampsia. Pada wanita hamil hanya aktivin A yang dapat ditemukan dalan sirkulasi darah maternal dimana secara dominan dihasilkan di plasenta dan sebagian lainnya dihasilkan oleh sel endotel vaskuler serta sel monosit dan makrofag

19 perifer dengan pengaruh dari sitokin TNF- dan IL-1 1,2,15,25,28,38-46. Aktivin A memegang peranan penting dalam pengaturan dari invasi sel sitotrofoblas ke dalam arteri spiralis. Hal ini untuk menjamin kecukupan aliran darah uteroplasenta selama kehamilan. Aktivin A memacu migrasi dan invasi sel trofoblas melalui reseptor aktivin A yang berada dalam sel sitotrofoblas 31,39. Pada percobaan invitro, penelitian di Toronto memperlihatkan pertumbuhan trofoblas yang progesif 12 jam setelah pemberian aktivin A pada sel trofoblas trimester I, dimana pertumbuhan ini terus berlangsung hingga beberapa hari 15. (gambar 3) Gambar 3. Aktivin memacu migrasi dan invasi sitotrofoblas 39 Langkah langkah progresifitas dari sel trofoblas dimulai dari sel sitotrofoblas villus yang lepas dari membran dasar villus dan akan bermigrasi menjadi sel sitotrofoblas transisional ekstravillus pada collum, yang pada akhirnya akan menjadi sel sitotrofoblas invasif yang akan menembus desidua. Pada tiap langkah dari progresifitas sel trofoblas ini akan dilepaskan mediatormediator yang diperlukan untuk mengatur langkah selanjutnya dari proses ini 15.

20 Aktivin A menginduksi sel sitotrofoblas meninggalkan dasar membran villus dan menuju ke collum dan menjadi sitotrofoblas ekstravillus transisional. Dalam proses ini akan dilepaskan molekul adhesi seperti Integrin 6 4 dan E- cadherin serta matriks metallo proteinase 2 (MMP-2), dimana molekul adhesi dan matriks metallo proteinase ini berfungsi sebagai jangkar dan traksi dalam proses migrasi dari sitotrofoblas 40,41. Aktivin A secara bermakna menginduksi MMP-2 (60 dan 68 kda) untuk proses migrasi sel sitotrofoblas villus menuju sitotrofoblas ekstravillus. Telah dapat dibuktikan bahwa efek dini dari aktivin A pada migrasi sel sitotrofoblas adalah dengan menginduksi ekspresi dari MMP-2, dimana proses ini akan berakhir dengan berhasilnya sel sitotrofoblas villus bermigrasi menjadi sitotrofoblas ekstravillus 15. Pada tahap selanjutnya akan terjadi proses invasi dari sel sitotrofoblas pada desidua. Pada proses ini akan diekspresikan enzim penghancur matriks extraselular seperti plasminogen aktivator dan matriks metallo proteinase 9 (MMP 9) serta sel molekul adhesi (Integrin 5 1), dimana sekresi dari MMP 9 juga dirangsang oleh Interleukin-1 melalui aktivasi reseptor IL-1 tipe 1 pada sel sitotrofoblas 39,40,42. Hal ini akan menyebabkan sel sitotrofoblas menjadi lebih invasif. Semua ini diperlukan untuk keberhasilan proses invasi sel sitotrofoblas kedalam endotel vaskuler sehingga memungkinkan terjadinya konversi pada arteri spiralis menjadi suatu lumen yang elastis dan memiliki resistensi yang rendah yang sangat diperlukan untuk memelihara kelangsungan kehamilan yang normal. Untuk melindungi sel trofoblas terhadap imunitas seluler maternal maka pada permukaan sel sitotrofoblas ekstravillus pada bagian distal dari collum dan

21 pada bagian yang menembus desidua akan dilepaskan Human Leukocyte Antigen (HLA)-G. HLA-G ini hanya diekspresikan oleh sel trofoblas ekstravillus dan diduga hal ini akan melindungi sel trofoblas pada permukaan maternal terhadap aktivitas sel NK (Natural Killer Cell) melalui pengenalan imunologi maternal 15,33. Pada kehamilan normal akan didapatkan peningkatan kadar aktivin A yang diproduksi oleh sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas mulai trimester I dan peningkatan maksimal didapatkan pada trimester III 15,39. Penelitian di Inggris memperlihatkan peningkatan kadar aktivin A pada wanita hamil normal 43.(gambar 3) Sedangkan penelitian di Boston memperlihatkan peningkatan kadar aktivin A hingga 2 ng/ml hingga usia kehamilan 26-28 minggu, dimana setelah usia kehamilan 28 minggu kadar aktivin A akan meningkat dengan pesat mencapai 25 ng/ml pada saat atem 2. Selain di plasenta, aktivin A juga dihasilkan oleh sel mononuklear perifer (monosit dan makrofag) serta sel endotel teraktivasi yang dipengaruhi oleh sitokin proinflamasi (TNF- dan IL-1 ). Penelitian secara invitro juga memperlihatkan peningkatan sekresi aktivin A oleh monosit dan makrofag oleh pengaruh TNFdan IL-1 2. Kadar aktivin A yang disekresi oleh monosit dan makrofag ternyata akan meningkat sesuai dengan peningkatan kadar TNF- dan IL-1. Pada penelitian di Boston dengan mengunakan Human Umbilical Vein Endotelial Cell (HUVEC) berhasil memperlihatkan peningkatan sekresi aktivin A pada endotel yang diaktivasi oleh TNF-, IL-1 dan IL-6. Peningkatan kadar aktivin A pada endotel yang telah teraktivasi oleh sitokin pro inflamasi didapatkan sesuai dengan peningkatan kadar TNF- 2. Hal ini memperlihatkan pengaruh

22 sitokin yang signifikan terhadap produksi aktivin A melalui aktivasi endotel serta pengaruh pada monosit dan makrofag. Pada kehamilan normal, kadar aktivin A pada kehamilan normal didapatkan tertinggi pada trimester III sesuai dengan peningkatan kadar TNF- dan IL-1 dimana kadar tertinggi didapatkan pada kehamilan trimester III 2. Gambar 3. Peningkatan kadar aktivin A pada kehamilan normal 45 Pada kehamilan aktivin A secara dominan akan diproduksi oleh plasenta, memiliki fungsi autokrin dan parakrin dalam pengaturan proliferasi dan diferensiasi dari sitotrofoblas dalam villi chorialis. Aktivin A secara lokal akan merangsang pembentukan hcg, progesteron, matriks metallo proteinase, sekresi

23 oksitosin dan sintesis fibronektin, dimana hal ini secara fungsional akan dihambat oleh inhibin A 15. 2.2.3 Aktivin pada preeklampsia Pada kehamilan normal sel sitotrofoblas yang diinduksi oleh aktivin A berhasil menginvasi endotel vaskuler arteri spiralis hingga ke tunika media dan mengubahnya menjadi suatu saluran yang elastis yang memungkinkan suplai darah yang cukup untuk janin yang sedang berkembang. Ini akan menjamin oksigenisasi uteroplasenter yang adekuat untuk perkembangan janin selama kehamilan. Preeklampsia diawali dengan kegagalan invasi sel sitotrofoblas pada arteri spiralis dimana hal ini akan menghalangi konversi arteri spiralis menjadi suatu saluran yang memiliki resistensi rendah. Akibatnya terjadi penurunan perfusi uteroplasenter dan diikuti kegagalan dari unit fetoplasenter untuk mendapatkan oksigen yang cukup dari ruang intervillus yang pada akhirnya menimbulkan suatu keadaan hipoksia pada plasenta. Hal ini akan menyebabkan pengeluaran TNF- dan IL-1 dari plasenta serta suatu faktor yang disebut hypoxia-inducible transcription factors yang akan memacu trofoblas untuk menghasilkan aktivin A lebih banyak. Hal ini diperlukan untuk memacu lebih banyak sel sitotrofoblas villus untuk bermigrasi menjadi sitotrofoblas ekstravillus dan pada akhirnya akan menjadi sitotrofoblas invasif yang akan menginvasi endotel vaskuler lebih dalam pada arteri spiralis 9,10. Hal ini merupakan suatu proses dari plasenta untuk menjamin suplai oksigen yang adekuat untuk perkembangan janin selama

24 kehamilan. Ini semua akan menyebabkan peningkatan kadar aktivin A pada sirkulasi darah maternal. Selain meningkatkan produksi aktivin A pada plasenta dengan menginduksi sel trofoblas, ternyata TNF dan IL-1 juga akan memacu sel monosit dan makrofag pada sirkulasi darah perifer untuk menghasilkan aktivin A dimana kadar aktivin A yang dihasilkan oleh sel monosit dan makrofag ini akan meningkat sesuai dengan peningkatan kadar sitokin TNF dan IL-1 2. TNF dan IL-1 juga mengaktivasi sel endotel vaskuler untuk menghasilkan aktivin A. Hal ini semua akan menyebabkan kadar aktivin A akan meningkat secara dini sebelum manifestasi klinis dari preeklampsia muncul 2. Gambar 5.Mekanisme peningkatan kadar hormon plasenta pada preeklampsia 8 Lipid peroksida yang juga dihasilkan oleh plasenta sebagai akibat dari hipoksia plasenta akan menghambat sintesa prostasiklin dan meningkatkan produksi tromboksan, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya vasospasme sistemik 33. Lipid peroksidase juga akan menyebabkan perubahan

25 permeabilitas kapiler pembuluh darah terhadap protein yang bermanifestasi sebagai proteinuria 33. Gambar 6. Mekanisme terjadinya hipertensi pada iskemik plasenta 43 Disfungsi endotel vaskuler akibat iskemik plasenta akan menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari prostasiklin dan tromboksan dimana kadar prostasiklin yang dihasilkan pada endotel vaskuler akan menurun dan diikuti dengan peningkatan kadar tromboksan sebagai kompensasi tubuh. Selain itu juga terjadi peningkatan sintesis endothelin sebagai vasokonstriktor dan penurunan kadar nitrit oksid (NO) yang bersifat vasodilator dan memegang peranan penting dalam regulasi fungsi ginjal dan tekanan arterial pembuluh darah. Ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan tahan perifer yang pada akhirnya akan memicu terjadinya preeklampsia 33,34. Pada penderita preeklampsia akan mulai didapatkan peningkatan kadar aktivin A pada usia kehamilan 15 19 minggu dimana peningkatan kadar tersebut

26 secara signifikan ditemukan pada usia kehamilan 21 25 minggu dibandingkan dengan kehamilan normal. Kadar aktivin A serum maternal ini akan terus meningkat hingga kehamilan aterm 8. 2.2.4 Keadaan lain yang meningkatkan kadar aktivin A Beberapa penyakit atau keadaan tertentu dapat menyebabkan peningkatan kadar serum aktivin A dalam sirkulasi darah maternal. 2.2.4.1 Inflamasi Kadar aktivin A akan meningkat pada keadaan inflamasi sistemik seperti pada septikemia. Pada inflamasi didapatkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi TNF dan IL-1 dimana sitokin proinflamasi tersebut akan menyebabkan peningkatan kadar aktivin A melalui aktivasi sel monosit, makrofag dan sel endotel vaskuler. Beberapa percobaan mendapati kadar aktivin A mulai meningkat 30 menit setelah mendapat paparan IL-1 dan lipopolysaccharide. Hal ini disebabkan peningkatan produksi aktivin A dari sel-sel imunitas seluler yang diaktivasi oleh mediator inflamasi TNF dan IL-1. Peningkatan kadar aktivin A serum akan sebanding dengan peningkatan kadar TNF 1,11,14. 2.2.4.2 Partus prematurus Pada partus prematurus terjadi peningkatan sitokin pro inflamasi seperti TNF, IL-1 dan IFN- yang dihasilkan dari berbagai sumber seperti serviks,

27 miometrium dan kulit ketuban 16. IL-1 akan menyebabkan peningkatan kadar cyclooxygenase-2 dan Prostaglandin E 2, suatu agen kimia yang sangat efektif untuk proses dilatasi dari serviks dan kontraksi dari miometrium. Ternyata 30 % dari kejadian partus prematurus disebabkan oleh infeksi dimana infeksi mikroorganisme tersebut akan menyebabkan aktivasi yang prematur dari sitokin pro inflamasi. Didapatkan kadar sitokin proinflamasi yang tinggi pada liquor amnii penderita partus prematurus dibandingkan dengan kontrol pada umur kehamilan yang sama 16. 2.2.4.3 Diabetes melitus Pada diabetes melitus, keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dapat menyebabkan disfungsi endotel sebagai efek langsung angiopati pada diabetes melitus maupun secara tidak langsung dengan pembentukan sitokin dan radikal bebas yang bertanggung jawab terhadap kejadian disfungsi endotel. Akibatnya akan dilepaskan aktivin A dalam jumlah yang besar 17,18. Penelitian di Roma mendapati kadar aktivin A yang tinggi pada penderita diabetes gestational (34,8 8,20 ng/ml) dibandingkan kontrol (11,1 3,7 ng/ml) pada umur kehamilan yang sama 13. Aktivin A diduga berperanan dalam pengaturan metabolisme glukosa dengan cara merangsang glikogenesis pada hepatosit. Pasca pemberian insulin pada penderita gestational diabetes tersebut didapatkan penurunan kadar aktivin A secara signifikan (12,5 4,1 ng/ml) 15.

28 2.2.4.5 Hipertensi kronis Pada hipertensi kronis terjadi jejas pada endotel vaskuler yang dapat menyebabkan hipertrofi dan proliferasi sel endotel vaskuler hingga kerusakan sel endotel 17,18. Akibatnya, sel endotel vaskuler akan melepaskan aktivin A pada sirkulasi darah maternal. 2.2.4.6 Kehamilan ganda dan mola hidatidosa Peningkatan kadar aktivin A juga dijumpai akan meningkat pada kehamilan ganda dan pada kehamilan dengan mola hidatidosa. Ini menggambarkan kelainan plasentosis dan fungsi dari trofoblas 1,8-11. Pada kehamilan ganda terjadi hiperplasia dari plasenta yang diikuti dengan peningkatan jumlah produk yang dihasilkan plasenta termasuk aktivin A. Pada molla hidatidosa diduga terdapat gangguan fungsi dari trofoblas yang diikuti dengan peningkan kadar aktivin A sebagai mekanisme kompensasi. 2.2.5 Penghambat aktivin Aktivitas biologis dari aktivin A di jaringan akan dihambat oleh follistatin, keluarga dari 4-glikoprotein yang merupakan glycoprotein binding dengan aktivitas tinggi terhadap aktivin 1,9. Hingga saat ini diketahui ada tiga bentuk dari follistatin, yaitu 288 kda, 303 kda dan 315 kda dimana semua jenis follistatin dapat berikatan dan menetralisir dua molekul aktivin secara irreversible 38,44. Mekanisme pengikatan

29 aktivin A oleh folistatin melalui blok secara lengkap pada resepor aktivin-ri dan RII/RIIB mrna oleh folistatin dimana ikatan ini bersifat irreversibel 14,39. Selain itu, Inhibin A sebagai antagonis aktivin A juga akan menghambat fungsi dari aktivin A melalui kompetisi pada ikatan reseptor yang sama dengan reseptor dari aktivin A 5.

30 Bagan Patofisiologi Aktivin A dan Kejadian Preeklampsia Kompartemen plasenta Kompartemen ibu Gemeli Mola hidatidosa Aktivin A Sel endotel vaskuler teraktivasi MMP 2 Plasenta Monosit & makrofag Inflamasi sistemik Partus prematurus Sitotrofoblas villus E-cadherin Lipid peroksidase Obesitas Diabetes melitus Hipertensi kronis Sitotrofoblas ekstravillus MMP 9 Hipoksia plasenta Disfungsi endotel vaskuler HLA-G Sitotrofoblas invasif NO Prostasiklin Tromboksan Arteri Spiralis ( - ) ( + ) Vasospasme Berhasil Gagal Remodeling arteri Spiralis Tahanan perifer total Preeklampsia Paritas Umur Riwayat keluarga Obesitas

31 2.3 Kerangka teori Kompartemen plasenta Kompartemen ibu Aktivin A Gemeli Mola hidatidosa Diabetes melitus Hipertensi kronis Lipid peroksidase Plasenta Arteri Spiralis Disfungsi endotel vaskuler = NO ; Prostasiklin, Tromboksan Obesitas Inflamasi sistemik Partus prematurus Tahanan perifer total Monosit & makrofag Preeklampsia

32 2.4 Kerangka Konsep Aktivin A Inflamasi sistemik Diabetes melitus Hipertensi kronis Gemeli Mola hidatidosa Obesitas Preeklampsia