1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Menyusui bayi di Indonesia sudah menjadi budaya namun praktik pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 hanya 10% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, yang diberikan ASI kurang dari 2 bulan sebanyak 73%, yang diberikan ASI 2 sampai 3 bulan sebanyak 53% yang diberikan ASI 4 sampai 5 bulan sebanyak 20% dan menyusui eksklusif sampai usia 6 bulan sebanyak 49% (WHO,2007). Suatu hasil penelitian di Ghana yang dipimpin Dr. Karen Edmond hampir 11.000 bayi dipublikasikan di Pediatrics menunjukkan bahwa 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian air susu ibu (ASI) pada bayi sejak hari pertama kelahirannya. Angka ini naik menjadi 22%, jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama setelah kelahirannya (Roesli, 2008, p.7). ASI adalah asupan gizi yang terbaik untuk melindungi dari infeksi pernafasan, diare, alergi, sakit kulit, asma, obesitas juga membentuk perkembangan intelegensia, rohani, perkembangan emosional. Hasil telaah dari 42 negara menunjukkan bahwa ASI eksklusif memiliki dampak terbesar terhadap penurunan angka kematian Balita yaitu 13%, dibanding intervensi kesehatan masyarakat lainnya (Roesli, 2008, p.50-55). 1
2 Di Indonesia diperkirakan bahwa 20 bayi meninggal setiap jam sebelum mencapai usia 1 tahun. Hampir setengah dari kematian bayi ini terjadi pada masa neonatal yaitu pada bulan pertama kelahiran, dimana bayi sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian. Hanya 3,7% bayi di indonesia disusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran, dan angka kematian bayi masih relatif tinggi yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup (Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2002-3). Angka ASI Eksklusif masih rendah yaitu hanya 7,8% di antara bayi-bayi yang diberi ASI sampai 6 bulan. Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu yang memberikan pengaruh yang paling kuat terhadap kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan. Inisiasi menyusu dini dalam 1 jam pertama dapat mencegah 22% kematian bayi di bawah umur 1 bulan di negara-negara berkembang. Lebih jauh lagi, pencapaian 6 bulan ASI Eksklusif bergantung pada keberhasilan inisiasi dalam 1 jam pertama. Keterlibatan tenaga kesehatan dalam pertolongan persalinan adalah kunci tercapainya inisiasi menyusu dini (JNPK-KR, 2008, p.1). Sedangkan untuk Jawa Tengah ASI Eksklusif mencapai 40,21% pada tahun 2009 dari target 60% dan jumlah tenaga bidan sebagai salah satu tenaga pelayan kesehatan adalah 11.971 orang (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,2009). Angka kematian bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-12 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1 tahun. AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 9,17/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tertinggi adalah di Kota Semarang sebesar 18,59/1000 kelahiran
3 hidup, sedangkan terendah adalah di Kabupaten Demak sebesar 4,42/1000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dalam Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 40/1000 kelahiran hidup, maka AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sudah melampaui target, demikian juga bila dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam MDGs (Millenium Development Goals) ke-4 tahun 2015 yaitu 15/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara. Setidaknya dalam waktu 1 jam bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit (Saleha, 2009, p.28). Peran Millenium Developmen Goals (MDGs) dalam pencapaian Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu Inisiasi menyusu dini dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif dan lama menyusui maka akan membantu mengurangi kemiskinan, membantu mengurangi kelaparan karena ASI dapat memenuhi kebutuhan makan bayi sampai usia 2 tahun, membantu mengurangi angka kematian anak dan balit (Roesli, 2008, p.32). Protokol evidence based menurut WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan bahwa: bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, Bayi harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta
4 memberikan bantuan jika diperlukan, Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan pada bayi baru lahir sampai dengan inisiasi menyusu selesai dilakukan (Ambarwati dan Wulandari, 2009, p.36). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku inisiasi menyusu dini adalah faktor predisposisi yaitu sikap, kepercayaan, tadisi, nilai-nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Faktor pendukung yaitu sarana dan prasarana, keterjangkauan fasilitas, ketersediaan pelayanan kesehatan dan faktor penguat adalah sikap dan perilaku tokoh masyarakat, sikap dan perilaku tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003, p.13-14). Keuntungan inisiasi menyusu dini ada 2 yaitu untuk bayi diantaranya adalah makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi, memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi, meningkatkan kecerdasan, membantu bayi mengkoordinasi hisap, telan dan nafas, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi,mencegah kehilangan panas, merangsang kolostrum segera keluar, sedangkan untuk ibu adalah merangsang produksi oksitosin dan prolaktin, meningkatkan keberhasilan produksi ASI, dan meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi (ambarwati dan wulandari, 2009, p.39). Dampak dari IMD adalah bayi bisa terjatuh. Tindakan inisiasi menyusu dini yang dilakukan ibu baru melahirkan membantu bayi memperoleh air susu ibu (ASI) pertamanya dan dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun ikatan kasih antara ibu dan
5 bayi. Inisiasi menyusu dini (IMD) juga terbukti dapat mencegah 22 % risiko kematian pada bayi baru lahir. Di seluruh dunia, setiap tahunnya sekitar empat juta bayi berusia 28 hari meninggal. Tindakan IMD dalam satu jam pertama diperkirakan akan menyelamatkan tidak kurang dari satu juta bayi. Hal ini akan berdampak besar pada penurunan tingkat kematian bayi dan ibu (Roesli, 2008, p.7-8). Proses IMD menyebabkan bayi tidak mengalami hipotermi atau kedinginan karena dekapan ibu terhadap bayi dan suhu didada ibu akan naik 2 C (Roesli, 2008, p.29). Berdasarkan studi pendahuluan dan pengamatan di RB CI Semarang pada bulan Juni 2011, dari 10 ibu nifas yang diwawancarai, 4 orang (40%) mengetahui tentang inisiasi menyusu dini dan 6 orang (60%) tidak mengetahui tentang inisiasi menyusu dini. Dengan rendahnya pengetahuan ibu nifas tentang inisiasi menyusu dini, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Nifas Dengan Pelaksanaan inisiasi menyusu dini di RB CI Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu Apakah ada Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Nifas Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di RB CI Semarang Tahun 2011?
6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Nifas Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di RB CI Semarang 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan ibu nifas tentang inisiasi menyusu dini di RB CI Semarang b. Mendeskripsikan pendidikan ibu nifas di RB CI Semarang c. Mendeskripsikan pelaksanaan inisiasi menyusu dini di RB CI Semarang d. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini. e. Menganalisis hubungan pendidikan ibu nifas dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Tempat Penelitian Sebagai masukan guna meningkatkan dan memaksimumkan pelayanan kepada ibu nifas dan neonatus. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
7 3. Bagi Tenaga Kesehatan (Bidan) Sebagai masukan untuk tetap meningkatkan pelayanan kebidanan pada ibu nifas khususnya dalam hal palaksanaan inisiasi menyusu dini. 4. Bagi Ibu Nifas Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman terutama pada ibu nifas untuk lebih memperhatikan kebutuhan bayinya terutama dalam hal inisiasi menyusu dini. 5. Bagi masyarakat Sebagai tambahan pengetahuan untuk masyarakat tentang pentingnya inisiasi menyusu dini. E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 keaslian penelitian No Judul, Nama Populasi Variabel Metode Hasil Tahun 1 Tingkat Pengetahuan Ibu Populasi dalam penelitian ini Variabel tunggal Metode penelitia 1.Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang pengertian Hamil Tentang Inisiasi Menyusu adalah ibu hamil di wilayah kerja yaitu tingkat n ini pengetahuan adalah IMD & pentingnya IMD, dikategorikan Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Bawang Kabupaten Semarang Diyah Widyastuti, 2010 puskesmas bawang kabupaten batang yang berjumlah 176 ibu hamil ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini deskriptif dengan pendekat an cross sectional baik(34,3%), cukup(14,3%) kurang (51,4%). 2.Pengetahuan ibu hamil tentang manfaat IMD, dikategorikan baik(5,7%), cukup(22,9%), 2 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Bidan Praktik Swasta Kota Salatiga Sri Sukartini, 2010 Populasi dalam penelitian ini adalah BPS di kota salatiga sebanyak 45 responden Variabel bebas tingkat pengetahuan Variabel terikat praktik IMD pada BPS Metode penelitia n ini adalah Analitik menggun akan pendekat an cross sectional kurang(71,4%) Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan bidan tentang IMD dengan praktik IMD di Kota Salatiga dengan nilai x 2 hitung 16,669 x 2 tabel sebesar 9,488 dengan signifikansi sebesar 0,002 0,05
8 Perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian Diyah Widyastuti dilakukan pada tahun 2010, tempat penelitian di wilayah kerja Puskesmas Bawang Kabupaten Batang, dan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional, pada penelitian Sri Sukartini dilakukan pada tahun 2010, tempat penelitian di BPS Kota Salatiga, dan metode penelitian yang digunakan adalah analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Pada penelitian ini dilakukan pada tahun 2011, tempat penelitian di RB CI, dan metode penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.