PERILAKU SERBUK UO 2 HASIL PROSES ADU, AUC, IDR DAN MODIFIED ADU SELAMA PROSES PENYINTERAN MENGGUNAKAN DILATOMETER

dokumen-dokumen yang mirip
PENETAPAN PARAMETER PROSES PEMBUATAN BAHAN BAKAR UO 2 SERBUK HALUS YANG MEMENUHI SPESIFIKASI BAHAN BAKAR TIPE PHWR

PENGARUH WAKTU SINTER TERHADAP DENSITAS PELET UO 2 DARI BERBAGAI UKURAN SERBUK

KARAKTERISASI PELET UO 2 MELALUI AUC DAN PELET UO 2 MELALUI ADU SELAMA SINTERING

PENGARUH TEKANAN PENGOMPAKAN, KOMPOSISI Er 2 O 3 DAN PENYINTERAN PADA TEMPERATUR RENDAH TERHADAP KUALITAS PELET UO 2 + Er 2 O 3

EFEK PENAMBAHAN Nb20S TERHADAP PELET SINTER U02 DARI PROSES ADU

SINTERING SUHU RENDAH ATAS KOMPAKAN SERBUK HALUS U02 DENGAN V ARIASI KANDUNGAN PELUMAS Zn-STEARAT

PENGARUH PERUBAHAN TEKANAN PENGOMPAKAN DAN SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK PELET SINTER UO 2 SERBUK HALUS 1-75μm

PENGARUH PENAMBAHAN Cr2O3 TERHADAP DENSITAS PELET SINTER UO2

PROSES PENGOMPAKAN DAN PENYINTERAN PELET CERMET UO2-Zr

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR DAYA

ANALISIS KERUSAKAN TABUNG ALUMINA TUNGKU SINTER MINI PADA PROSES PEMANASAN SUHU 1600 O C

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

OPTIMASI PROSES REDUKSI HASIL OKSIDASI GAGALAN PELET SINTER UOz

PENGARUH WAKTU PENAHANAN PROSES SINTERING TERHADAP NILAI KEKERASAN PRODUK EKSTRUSI PANAS DARI BAHAN BAKU GERAM ALUMINIUM HASIL PROSES PERMESINAN

PENGARUH TEMPERATUR, WAKTU OKSIDASI DAN KONSENTRASI ZrO 2 TERHADAP DENSITAS, LUAS PERMUKAAN DAN RASIO O/U HASIL REDUKSI (U 3 O 8 +ZrO 2 )

TEKNOLOGI PEMBUATAN BAHAN BAKAR PELET REAKTOR DAYA BERBASIS THORIUM OKSIDA PURWADI KASINO PUTRO

PERBANDINGAN DENSITAS PELET UO2 HASIL PELETISASI MENGGUNAKAN SERBUK DAN MIKROSPIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

KARAKTERISASI PELET CAMPURAN URANIUM OKSIDA DAN ZIRKONIUM OKSIDA HASIL PROSES SINTER

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY

DAN KOMPARASI SERBUK UO2 DARI PROSES ADU DAN AUC SELAMA PROSES PENGOMPAKAN.

KARAKTERISASI HASIL PROSES OKSIDASI-REDUKSI SIKLUS I URANIUM OKSIDA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

Penyusutan Dan Densifikasi Keramik Alumina: Perbandingan Antara Hasil Proses Slip Casting Dengan Reaction Bonding

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PENGUJIAN KADAR AIR, RASIO DIU, KANDUNGAN F DAN CL, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PELET UOz SINTER

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI FASA PELET BAHAN BAKAR U-ZrH x HASIL PROSES SINTER DENGAN ATMOSFER NITROGEN

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP REGANGAN MIKRO PADA HASIL OKSIDASI GAGALAN PELET SINTER UO 2

: PEMBUATAN KERAMlK BERPORI CORDIERITE (2MgO. 2Ah03' 5SiOz) SEBAGAI BAHAN FILTER GAS. Menyetujui Komisi Pembimbing :

PENGARUH PROSES SINTERING TERHADAP PERUBAHAN DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR PELET U-ZrHx

PENGUKURAN KEKASARAN PERMUKAAN PELET UO 2 MENGGUNAKAN ALAT ROUGHNESS TESTER SURTRONIC 25

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

3. Uraikan & jelaskan perbedaan yang mendasar antara teknik pressing & sintering konvensional dengan teknik pressing & sintering modern.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

PENGARUH ADITIF Bi 2 O 3 TERHADAP SIFAT FISIS DARI KERAMIK VARISTOR ZnO. Drs. M. Gade, M.Si. ABSTRAK

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN UZrNb PASCA PERLAKUAN PANAS

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

Gambar 10. Skema peralatan pada SEM III. METODE PENELITIAN. Untuk melaksanakan penelitian digunakan 2 jenis bahan yaitu

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

PENGARUH SUHU, WAKTU DAN PROSES RE-OKSIDASI PELET BAHAN BAHAN BAKAR BEKAS PWR SIMULASI

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 )

BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN. 17 Ibnu Maulana Yusuf

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

Bab III Metodologi Penelitian

PENENTUAN DENSITAS KETUK SERBUK URANIUM OKSIDA HASIL PROSES OKSIDASI REDUKSI PELET U02 SINTER

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY

B64 Pembuatan Green Pellet U-ZrHx Untuk Bahan Bakar Reaktor Riset. Peneliti Utama : Ir.Masrukan, M.T

KOMPARASI SIFAT KIMIA DAN FISIK SERBUK UO 2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE LIMBAH PUPUK FOSFAT DAN YELLOW CAKE KOMERSIAL MELALUI JALUR ADU

KEKUATAN BENDING KOMPOSIT CLAY DIPERKUAT DENGAN ALUMINA UNTUK APLIKASI FIRE BRICK

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MORFOLOGI SERBUK AMONIUM DIURANAT (ADU) DAN AMONIUM URANIL KARBONAT (AUK) HASIL PEMURNIAN YELLOW CAKE COGEMA

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2

KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN STRUKTUR KRISTAL SERBUK UO 2 DARI YELLOW CAKE DENGAN VARIASI TEMPERATUR PENGENDAPAN ADU

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PENYIAPAN UMPAN GRAFITISASI DENGAN METODA GRANULASI BERTAHAP

REFURBISHING SISTEM KENDALI SUHU TUNGKU SINTER PELET UO 2

PENGARUH PENAMBAHAN BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZED ZIRCONIA (CSZ)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe 12 O 19 DENGAN ADITIF Al 2 O 3 SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI MEDIA NH 4 OH TERHADAP BENTUK FASE GEL DAN KARAKTERISASI SETELAH PEMANASAN

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

SISTEM AKUSISI DATA UNTUK PENGUKURAN VARIABEL PROSES SINTERING

ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG

PENGARUH SIKLUS PROSES OKSIDASI-REDUKSI URANIUM OKSIDA TERHADAP DENSITAS DAN BUTIRAN SERBUK U 3 O 8 DAN UO 2

PENGARUH ADITIF SiO2 TERHADAP SIFAT FISIS DAN SIFAT MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET BaO.6Fe2O3

PENYELIDIKAN KEKUATAN TEKAN DAN LAJU KEAUSAN KOMPOSIT DENGAN FILLER PALM SLAG SEBAGAI BAHAN PENYUSUN KANVAS REM SEPEDA MOTOR

PROSES MANUFACTURING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING

REGANGAN MIKRO DAN PENGARUHNYA TERHADAP MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR HASIL OKSIDASI GAGALAN PELET SINTER UO 2

DISTRIBUSI PERTUMBUHAN PRESIPITAT ZIRCALOY-4 PADA TEMPERATUR C

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintering High - Density, High - Purity Alumina Keramik. AR Olszyna, P. Marchlewski & KJ Kurzydlowski

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering...

PENGARUH PENAMBAHAN FRIT GELAS TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KAPASITOR KERAMIK FILM TEBAL BATIO 3

Transkripsi:

PERILAKU SERBUK UO 2 HASIL PROSES ADU, AUC, IDR DAN MODIFIED ADU SELAMA PROSES PENYINTERAN MENGGUNAKAN DILATOMETER Tri Yulianto (1) dan Etty Mutiara (1) 1. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir- BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong Tangerang ABSTRAK PERILAKU SERBUK UO 2 HASIL PROSES ADU, AUC, IDR DAN MODIFIED ADU SELAMA PROSES PENYINTERAN MENGGUNAKAN DILATOMETER. Telah dilakukan penelitian perilaku serbuk UO 2 selama penyinteran. Pengamatan perilaku serbuk tersebut dilakukan terhadap empat macam serbuk UO 2 yang diperoleh dari jalur proses yang berbeda yaitu rute ADU, AUC, IDR dan Modified ADU. Hal ini bertujuan untuk menentukan serbuk UO 2 yang mempunyai mampu sinter yang baik tanpa perlakuan pengkondisian awal terhadap serbuk tersebut. Dengan demikian proses penyinteran dapat dilakukan pada temperatur yang lebih rendah dan waktu lebih singkat sehingga biaya proses peletisasi dapat ditekan. Untuk pengamatan perilaku serbuk selama penyinteran tersebut disiapkan pelet dari masing-masing serbuk yang dikompakkan pada tekanan 3ton/cm 2 untuk cetakan berdiameter 10,34 mm. Sebelum dilakukan pengompakan, keempat macam serbuk UO 2 tersebut dikarakterisasi untuk mendapatkan data ukuran serbuk rata-rata dan luas muka serbuk. Penelitian ini dilakukan menggunakan tungku sinter yang dilengkapi dilatometer dengan memvariasikan temperatur sinter dengan tiga variasi (1450 o C, 1600 o C dan 1750 o C) untuk penyinteran dengan waktu sinter 4 jam. Hasil pengamatan berupa kurva dilatometer, densitas geometri dan mikrograf SEM pelet sinter yang selanjutnya diolah untuk menentukan mampu sinter masing-masing serbuk. Berdasarkan olahan data hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa serbuk modified ADU mempunyai mampu sinter yang paling baik yang ditandai dengan laju penyusutan pelet yang tinggi selama penyinteran sehingga mampu mencapai densitas akhir dan ukuran butir sesuai persyaratan pada temperatur sinter lebih rendah dan waktu sinter yang lebih singkat. Kata kunci: serbuk UO 2, mampu sinter, ukuran serbuk, luas muka,densitas, dilatometer. ABSTRACT THE BEHAVIOR OF UO2 POWDER FROM ADU, AUC, IDR AND MODIFIED ADU PROCESSES DURING SINTERING USING DILATOMETER. Research on the behavior of UO2 powder during sintering has been performed. Observation of the powder behavior is conducted on four types of UO 2 powder prepared from ADU, AUC, IDR and Modified ADU routes. The purpose is to determine UO 2 powder that has good sinterability without pre-conditioning treatment on the powder. Thus the sintering process can be carried out at lower temperature and shorter time that will minimize the cost of pelletization process. To observe powder behavior during sintering, pellets from each type of powder are prepared by means of compacting at a pressure of 3 ton/cm 2 for die of 10.34 mm in diameter.the investigation is performed using sintering furnace that is equipped with a dilatometer 161

Urania Vol. 14 No. 4, Oktober 2008 : 161-233 ISSN 0852-4777 and varying sintering temperature with three variation (1450 o C, 1600 o C and 1750 o C) for hold time of 4 hours. Before compaction, the UO 2 powders are characterized to obtain the average powder size and surface area. Result of the observation are dilatometer curves, pellet density and SEM micrographs of the sintered pellets which are further processed to determine the sinterability of powder. It is concluded that Modified ADU powder has the best sinterability indicated by the activeness and high shrinkage rate during sintering that allow the powder to achieve high final density and grain size as specified at lower sintering temperature and shorter sintering time. Keyword : UO 2 powder, sinterability, powder size, surface area, density, dilatometer. PENDAHULUAN Dalam fabrikasi elemen bakar khususnya pada proses peletisasi dapat digunakan berbagai kualitas serbuk UO 2 yang diperoleh dari jalur fabrikasi tertentu. Serbuk ini memiliki karakteristik tertentu tergantung jalur proses fabrikasinya seperti serbuk UO 2 dari rute ADU, AUC dan IDR [1, 2, 3]. Ada dua tahapan utama yang harus dilalui oleh serbuk UO 2 pada proses peletisasi tersebut yaitu proses pengompakan serbuk dan penyinteran pelet mentah. Walaupun digunakan berbagai serbuk dengan karakteristik yang berbeda, pelet sinter yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan antara lain mempunyai densitas yang tinggi ( 95% TD), ukuran butir berkisar antara 5 25 µm dan ratio O/U yang mendekati 2,0 [4]. Agar persyaratan itu dapat dipenuhi oleh setiap jenis serbuk maka perlu dipahami faktorfaktor yang berpengaruh pada tiap tahapan proses tersebut. Proses penyinteran adalah proses pemanasan pelet mentah agar terjadi densifikasi yang dikendalikan oleh proses difusi dan umumnya dilaksanakan pada temperatur sekitar 0,55 0,6 titik leleh serbuk. Pada proses penyinteran pelet UO 2 densifikasi terjadi dengan cara mereduksi pori dan penyusutan (shrinkage) sehingga dapat meningkatkan densitas pelet mentah hingga mencapai 95% densitas teoritisnya. Proses penyinteran diawali dengan pembentukan necking pada titik kontak antar partikel, dilanjutkan dengan pembentukan batas butir dan pengecilan pori yang sudah saling menyambung. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap tahapan proses, faktor utama yang berpengaruh terhadap kualitas hasil adalah parameter proses itu sendiri. Parameter proses tersebut akan berpengaruh pada kemudahan pencapaian kualitas pelet yang dipersyaratkan. Parameter yang berpengaruh pada proses penyinteran antara lain temperatur, waktu, laju pemanasan dan pendinginan serta media penyinteran. Pelet UO 2 umumnya disinter pada temperatur 1600 1800 o C dengan waktu penyinteran sekitar 4 jam menggunakan media penyinteran H 2. Penggunaan temperatur sinter yang tinggi dengan media penyinteran reduktif merupakan upaya untuk mempermudah pencapaian persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelet UO 2 [4]. Waktu sinter (hold time) dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada butir yang sudah saling menyatu untuk tumbuh hingga diperoleh ukuran butir berkisar antara 5 25 µm [4]. Laju pemanasan dan pendinginan berpengaruh pada integritas pelet. Apabila laju terlalu tinggi dapat menyebabkan pelet menjadi retak terutama pada tahap pendinginan karena konduktifitas keramik yang rendah. Selain parameter proses, hal lain yang berpengaruh pada kualitas pelet hasil penyinteran adalah karakteristik serbuk yang digunakan, salah satunya adalah sifat mampu sinter serbuk UO 2. Menurut Dorr & Assmann, sifat mampu sinter serbuk merupakan driving force dari sistem yang akan menentukan laju 162

penyinteran dan densitas akhir pellet Driving force tersebut berupa perubahan energi permukaan dan energi batas butir selama sintering [4]. Mampu sinter dapat direfleksikan dengan kecepatan terjadinya penyusutan (shrinkage) pada saat penyinteran. Serbuk UO 2 dengan mampu sinter yang baik akan memberikan laju penyusutan yang tinggi pada temperatur lebih rendah dari 1750 o C atau pencapaian densitas akhir yang lebih cepat pada temperatur sinter lebih rendah. Hasil penelitian menyebutkan bahwa serbuk dengan mampu sinter yang baik adalah serbuk yang tersusun dari partikel dengan ukuran sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan partikel yang besar [5,6]. Serbuk halus adalah serbuk yang berukuran < 150 µm. Ukuran serbuk yang halus akan memperbesar luas permukaan spesifik serbuk [7] dan meningkatkan luas kontak antar butir [8-10]. Hal ini dapat meningkatkan laju penyinteran karena meningkatnya energi aktivasi permukaan dengan semakin besarnya luas permukaan spesifik serbuk [4]. Agar diperoleh dasar untuk penentuan serbuk UO 2 dengan mampu sinter yang baik dan parameter proses penyinteran yang sesuai maka perlu dilakukan penelitian perilaku serbuk tersebut selama penyinteran. Pada penelitian ini diamati perilaku empat jenis serbuk UO 2 yang berasal dari rute ADU, AUC, IDR (Integrated Dry Process) dan Modified ADU. Proses perolehan serbuk rute Modified ADU merupakan kombinasi dari rute ADU (proses basah) dan IDR (proses kering) yang dimaksudkan untuk perbaikan kualitas serbuk rute ADU. Proses penyinteran yang dipilih pada penelitian ini adalah proses penyinteran standard untuk pelet UO 2 dengan temperatur antara 1600 1800 o C selama 4 jam menggunakan media penyinteran gas hydrogen [4]. Perilaku serbuk selama penyinteran akan ditampilkan dalam bentuk [4]. kurva dilatometer yang memberikan gambaran sifat mampu sinter serbuk. Sifat mampu sinter digambarkan dengan laju dan temperatur penyusutan pelet UO 2 yang merupakan tahap awal penyinteran dan pertumbuhan butir sebagai tahap akhir proses penyinteran. Pengamatan proses penyusutan dilakukan dengan menggunakan tungku sinter yang dilengkapi dengan dilatometer yang akan memberikan informasi tentang temperatur, besar dan laju penyusutan pelet. Pengamatan pengaruh temperatur dan waktu sinter terhadap densitas pelet dilakukan dengan menggunakan tungku sinter tanpa dilatometer. Kemudian pengamatan ukuran butir pada pelet sinter berupa mikrograf struktur mikro menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope). TATA KERJA Pada penelitian ini digunakan empat macam serbuk UO 2 berasal dari proses rute ADU, AUC, IDR (Integrated Dry Process) dan Modified ADU. Terhadap masing-masing serbuk dilakukan analisis sifat fisis berupa penentuan ukuran serbuk rata-rata dan luas muka spesifik serbuk. Keempat kelompok serbuk ini selanjutnya dikenai proses pengompakan dengan tekanan pengompakan yang sama yaitu sebesar 3 ton/cm 2 (untuk diameter cetakan 10,34 mm) menggunakan mesin press hidrolik. Pelet mentah yang dihasilkan selanjutnya diamati keutuhannya dan diukur densitasnya dengan cara mengukur tinggi dan diameter pelet serta menimbang beratnya. Densitas pelet dinyatakan dalam bentuk prosentase densitas teoritis UO 2 (%TD). Untuk mengevaluasi perilaku masingmasing serbuk selama proses penyinteran dibutuhkan kurva dilatometer yang memberikan informasi tentang temperatur mulai terjadi, besar dan laju penyusutan pelet. Kurva dilatometer ini diperoleh dari penyinteran pelet yang dilakukan pada 163

Urania Vol. 14 No. 4, Oktober 2008 : 161-233 ISSN 0852-4777 temperatur 1750 o C, waktu sinter 4 jam dan laju pemanasan 600 o C/jam menggunakan tungku sinter yang dilengkapi dilatometer. Dilatometer ini dilengkapi dengan sensor posisi pelet yang diamati berdasarkan pemanfaatan sinyal dari linear variable differential transformer (LVTD) yang menjadi masukan pada meter pembaca langsung dan pada recorder. Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik serbuk dan pengaruh parameter proses pada kualitas pelet sinter maka pelet mentah tiap jenis serbuk disinter menggunakan tungku sinter tanpa dilatometer pada temperatur 1450 o C, 1600 o C dan 1750 o C dengan waktu sinter 4 jam dan penyinteran tanpa waktu sinter (hold time) dengan cara mematikan tungku setelah temperatur sinter tercapai. Adapun kualitas pelet hasil penyinteran yang diamati berupa kenaikan densitas pelet mentah-sinter dan ukuran butir pelet sinter dari keempat macam serbuk UO 2 tersebut. Untuk mengamati proses pertumbuhan butir berupa struktur mikro pelet hasil sinter digunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Selanjutnya data hasil pengamatan yang diperoleh diolah untuk mengetahui pengaruh parameter proses penyinteran dan menentukan mampu sinter serbuk. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi awal serbuk dan densitas pelet Mentah Hasil analisis sifat fisis yang dilakukan terhadap empat macam serbuk awal yang digunakan berupa data ukuran partikel serbuk rata-rata dan luas muka spesifik masing-masing serbuk UO 2 sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1. Ukuran partikel serbuk ADU dan Modified ADU hampir sama yaitu 1,08 dan 1,29 μm, sedangkan serbuk AUC mempunyai ukuran partikel yang lebih besar yaitu 2,58 μm. Luas muka spesifik serbuk Modified ADU lebih besar dari serbuk AUC, hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan semakin kecil ukuran serbuk maka luas muka spesifik serbuk makin tinggi. Namun teori tersebut tidak mendukung data hasil pengukuran luas muka spesifik serbuk ADU dan IDR sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk perolehan data yang lebih akurat. Tabel 1. Ukuran partikel serbuk rata-rata, luas muka spesifik (m 2 /g) dan Densitas pelet mentah (%TD) masing-masing serbuk. Serbuk Ukuran partikel serbuk rata-rata (µm) Luas muka spesifik (m 2 /g) Densitas pelet mentah (%TD) ADU 1,08 2,12 53,70 AUC 2,58 5,50 50,54 IDR 0,60 2,10 51,10 Modified ADU 1,29 9,20 49,40 Sifat mampu tekan (compressibility) masing-masing serbuk dapat diketahui melalui densitas pelet mentah hasil proses pengompakan pada tekanan 3 ton/cm 2 sebagaimana diperlihatkan oleh Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pembuatan pelet mentah menggunakan serbuk ADU dengan ukuran partikel rata-rata 164

yang lebih kecil dari serbuk AUC memberikan densitas pelet mentah serbuk ADU yang lebih tinggi. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang menyatakan bahwa serbuk halus akan menurunkan sifat mampu tekan dan mampu kompak dari serbuk karena adanya friksi antar partikel yang cukup besar [1]. Demikian pula yang terjadi dengan serbuk ADU dan modified ADU. Namun ada teori dan hasil penelitian yang menyatakan bahwa densitas pelet mentah tergantung pada distribusi ukuran serbuk bukan pada ukuran serbuk rata-rata [6, 8, 10]. Densitas pelet mentah yang tinggi dapat dicapai oleh serbuk dengan distribusi ukuran partikel tertentu yang mampu meminimalkan prosentase rongga antar serbuk yang lebih besar melalui pengisian rongga tersebut oleh partikel dengan ukuran yang lebih kecil. Salah satu hasil penelitian pengaruh distribusi ukuran partikel pada densitas pelet mentah menyatakan bahwa serbuk yang tersusun dari 60% serbuk berukuran <150 μm dan 40%serbuk berukuran 150 μm < x < 800 μm memberikan densitas pelet mentah paling tinggi diantara beberapa variasi yang dilakukan yaitu sebesar 5,8479 g/cm 3 [6]. Bila dikaitkan dengan teori dan hasil penelitian ini, ada dugaan bahwa serbuk ADU mempunyai mampu tekan yang lebih baik dibandingkan tiga serbuk lainnya karena mempunyai komposisi dan distribusi ukuran partikel yang lebih mendekati kondisi sesuai hasil penelitian di atas. Tetapi hal ini memerlukan pembuktian lebih lanjut berupa data dukung distribusi ukuran keempat serbuk tersebut dengan sifat mampu tekannya. Mampu sinter serbuk Sifat mampu sinter masing-masing serbuk dapat diketahui melalui perubahan dimensi pelet selama penyinteran yang ditampilkan dalam bentuk kurva dilatometer yang ditunjukkan pada Gambar 1a, b, c dan d. Berdasarkan kurva ini diperoleh informasi tentang penyusutan (shrinkage) pelet selama proses penyinteran. Informasi tersebut berupa tingkat keaktifan serbuk yang ditandai dengan temperatur dimulainya proses penyusutan dan laju penyusutan yang dapat diukur melalui kemiringan (slope) masing-masing kurva. Semakin curam kurva tersebut mengindikasikan bahwa laju penyusutan semakin besar. (a) 165

Urania Vol. 14 No. 4, Oktober 2008 : 161-233 ISSN 0852-4777 (b) (c) (d) Gambar 1. Kurva Dilatometer masing-masing pelet berbahan baku serbuk UO 2 : (a) ADU, (b) AUC, (c) IDR, (d) Modified ADU 166

Berdasarkan kurva pada Gambar 1 dan data rekaman dilatometer dapat diketahui temperatur saat terjadi penyusutan pada pelet mentah masing-masing serbuk selama penyinteran sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 2. Dari kurva dilatometer, Tabel 2 dan 3 terlihat tingkat keaktifan masing-masing serbuk ditandai dengan temperatur dimulainya terjadi penyusutan dan laju penyusutan. Laju penyusutan diukur dari slope masing-masing kurva seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 2. Temperatur penyusutan pelet selama penyinteran Serbuk Temperatur mulai terjadi penyusutan ( o C) Temperatur laju penyusutan maksimum ( o C) Temperatur saat tidak terjadi lagi penyusutan ( o C) ADU 890 1400 1750 AUC 730 1190 1700 IDR 790 1350 1750 Modified ADU 740 1160 1450 Tabel 3. Slope kurva Dilatometer serbuk Serbuk Luas muka spesifik serbuk (m 2 /g) Slope kurva Dilatometer ADU 2,12-1,8 AUC 5,50-3,2 IDR 2,10-2,0 Modified ADU 9,20-4,6 Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa proses penyinteran terdiri dari dua tahap yaitu tahap penyusutan (densifikasi) pelet dan tahap pertumbuhan butir pada pelet. Pada saat penyusutan pelet sudah tidak terjadi lagi menandakan tahap pertumbuhan butir dimulai. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan butir serbuk Modified ADU dimulai pada temperatur 1450 o C. Berdasarkan Gambar 1a, b, c dan d serta data pada Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa serbuk yang mempunyai mampu sinter baik atau yang paling aktif adalah serbuk Modified ADU. Hal ini didukung oleh beberapa fakta yaitu temperatur saat mulai terjadi penyusutan lebih rendah, laju penyusutan terbesar dan saat tahap pertum-buhan butir dimulai paling rendah jika dibandingkan dengan ketiga serbuk lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa luas muka serbuk yang tinggi dapat meningkatkan laju penyinteran melalui peningkatan energi aktivasi permukaan [4]. Dengan demikian energi yang diperlukan untuk proses itu dapat diturunkan sehingga proses penyusutan dapat terjadi lebih awal dan temperatur sintering pun dapat diturunkan dari temperatur penyinteran yang umum dilakukan yaitu pada temperatur 1600-1800 o C [11]. Selain keaktifan serbuk, sifat mampu sinter ini juga dapat diindikasi dari densitas yang mampu dicapai oleh pelet sinter pada 167

Urania Vol. 14 No. 4, Oktober 2008 : 161-233 ISSN 0852-4777 temperatur penyinteran tertentu. Serbuk dengan mampu sinter yang baik akan memberikan densitas tinggi pada temperatur penyinteran yang lebih rendah. Untuk itu dapat digunakan data densitas pelet dari tungku sinter tanpa dilatometer saat dicapai temperatur 1450 o C, 1600 o C dan 1750 o C dengan waktu sinter 4 jam seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Densitas pelet sinter dengan waktu sinter 4 jam Serbuk Densitas pelet sinter pada temperatur sinter 1450 o C (%TD) Densitas pelet sinter pada temperatur sinter 1600 o C (%TD) Densitas pelet sinter pada temperatur sinter 1750 o C (%TD) ADU 89,27 93,69 95,51 AUC 96,24 96,64 96,88 IDR 95,91 97,75 98,22 Modified ADU 98,45 98,91 99,03 Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa serbuk modified ADU dengan luas muka spesifik yang besar mempunyai mampu sinter yang baik ditunjukkan dengan densitas pelet sinter paling tinggi dicapai pada temperatur sinter paling rendah dibanding serbuk lainnya. Struktur mikro pelet yang berkaitan dengan sifat mampu sinter dapat dilihat dari mikrograf SEM pada Gambar 2a untuk pelet sinter dari serbuk ADU dan Gambar 2b untuk pelet dari serbuk Modified ADU. Gambar tersebut memperlihatkan proses pertumbuhan butir sebagai tahap akhir proses penyinteran. Pada Gambar 2a 1 dan a 2 terlihat bahwa pada pelet sinter dari serbuk ADU untuk temperatur sinter 1450 o C dan 1750 o C masih berlangsung proses penyatuan butir dan belum terbentuk batas butir. Pembentukan batas butir dan pertumbuhan butir berlangsung selama 4jam setelah dicapai temperatur sinter 1750 o C sebagaimana diperlihatkan oleh mikrograf pada Gambar 2a 3. Ukuran butir pelet sinter pada kondisi tersebut sudah memenuhi persyaratan yaitu berkisar antara 5 25 µm. Pembentukan batas butir pada pelet sinter dari serbuk Modified ADU sudah terjadi pada temperatur 1450 o C seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 2b 1. Dengan naiknya temperatur dan berjalannya waktu, pertumbuhan butir terus berlangsung dan ukuran butir makin besar. Hal ini diperlihatkan oleh Gambar 2b 2 untuk pelet sinter dari serbuk Modified ADU. Pada temperatur sinter 1750 o C, ukuran butir pada pelet sinter tersebut sudah memenuhi persyaratan. Apabila waktu penyinteran diperpanjang, butir akan terus tumbuh dan melebihi batas maksimal seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2b 3. Hal ini memberikan alternatif bahwa untuk mendapatkan ukuran butir sesuai persyaratan, pelet dari serbuk Modified ADU dapat disinter pada temperature 1450 o C sedangkan waktu sinter (hold time) yang diperlukan untuk itu belum diperoleh. 168

(a 1 ) (b 1 ) (a 2 ) (b 2 ) 169

Urania Vol. 14 No. 4, Oktober 2008 : 161-233 ISSN 0852-4777 (a 3 ) (b 3 ) Gambar 2. Mikrograf SEM pelet sinter yang menggunakan : a. Serbuk ADU (a 1. T=1450 o C, a 2. T= 1750 o C, a 3. T= 1750 o C dan waktu sinter 4 jam), b. Serbuk modified ADU (b 1. T=1450 o C, b 2. T= 1750 o C, b 3. T= 1750 o C dan waktu sinter 4 jam) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa serbuk modified ADU dengan luas muka spesifik 9,20 m 2 /g mempunyai mampu sinter yang paling baik diantara keempat serbuk UO 2 tersebut. Hal ini ditandai dengan tingkat keaktifan dan laju penyusutan pelet yang tinggi selama penyinteran. Serbuk tersebut mampu mencapai densitas pelet akhir 98,45 %TD pada temperatur sinter 1450 o C selama 4 jam dan densitas 98,45 %TD pada temperatur sinter 1750 o C tanpa hold time (tungku langsung dimatikan saat temperatur penyinteran tercapai). Saran yang tepat untuk penyinteran pelet dari serbuk modified ADU pada temperatur sinter 1450 o C. Disarankan pula untuk melakukan analisis distribusi ukuran partikel masingmasing serbuk UO 2 agar dapat membuktikan bahwa distribusi ukuran tersebut berpengaruh pada fenomena penyinteran yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA 1. YANAI, K., ISHIMOTO, S., KUBO,T., ITA, K., ISHIKAWA, T., HAYASHI, H., Characterization of Ceramic Powder Compacts, Journal of Nuclear Material, Vol.224 (1), (1995), p. 79-84. 2. HECKEL, R. W., An Analysis of Powder Compaction Phenomena, Transaction of the Metallographical Society of AIME, Vol. 221, (1961). Disarankan agar melakukan penelitian lanjutan untuk menentukan waktu sinter 170

3. RANDHAL et. al., Powder Metallurgy Science, Princetown, New Jersey, 1989, 9 114. 4. DORR W. & ASSMANN H., 1980, Sintering of UO 2 at Low Temperatures, Proc. 4 th Intern. Meeting on Modern Ceramics Technologies, Saint Vincent, Italy, 28-31 May 1979. 5. TAYLOR, A.J., Characterization of Uranium Dioxide Powder for Sintering, Meeting on Characterization of Uraniuk Dioxide, US Atomic Energy Commision of Technical Information, 1961. 6. RAHMAWATI M., Karakterisasi Serbuk UO 2 (Cameco) Untuk Fabrikasi Pelet UO 2 Tipe CANDU, Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir III, PEBN- BATAN Jakarta, 4-5 Nopember 1997, hal. 175-184. 7. GOETZEL C. G., Treatise on Powder Metallurgy, ed 1, Interscience Publisher Ltd., 1949. 8. JONES, W. D., Fundamental Principles of Powder Metallurgy, Ed. I, Edward Arnold (Publisher) L TD, London, 1960. 9. REED, JANS S., Introduction to the Principles of Ceramic Processing, Powder Metallurgy, p. 188. 10. WIDJAKSANA, ETTY MUTIARA, Pengaruh Komposisi Serbuk Halus UO 2 Terhadap Kerapatan Kompakan Pelet UO 2, Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir III, PEBN-BATAN Jakarta, 4-5 Nopember 1997, hal. 269 279. 11. ASSMANN H, DOERR W, PEEHS M., Control of UO 2 Microstructure by Oxidative Sintering, Journal of Nuclear Material, North Holland, Amsterdam, (1986). 171