BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Di dalam kehidupan seharihari

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah Penduduk Miskin (Dalam Juta) Percentace (%)

DEMOGRAFI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

LAMPIRAN : SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KOTA BANDUNG

Penanggulangan Gangguan Penglihatan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Bangsa yang terdidik dan sehat akan menjadi pekerja yang lebih produktif

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2001 TENTANG

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Bandung Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah UMKM dan Usaha Besar Tahun Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 20 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 332 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 218 TAHUN

Oleh : Dr. Hj.AHYANI RAKSANAGARA, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung) 29 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 938 TAHUN 2009 TENTANG

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung 2016 FLOWCHART SOP LAPOR! LAPOR! Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat 1

BAB I PENDAHULUAN. Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. dari terwujudnya prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good Governance

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDEKATAN MODEL MARKOWITZ DALAM MENENTUKAN BESARNYA ALOKASI DANA UNTUK MENGURANGI JUMLAH KASUS DENGUE DI KOTA BANDUNG

DATA STRATEGIS KOTA BANDUNG 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu timbul di Negara

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROGRAM BANDUNG GREEN & CLEAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

DATA KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG

TAHUN : 2006 NOMOR : 06

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Potensi Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Berbagai Negara (Sumber: Dr. Halim Alamsyah, 2011:3)

KERJASAMA : BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BANDUNG DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar

KAJIAN INTEGRASI RUTE ANGKUTAN UMUM DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BAB 1 PENDAHULUAN LKIP SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sektor industri tetapi banyak berkembangnya sektor industri kecil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BANDUNG 2016

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

Kecamatan Arcamanik. LAKIP Kecamatan Arcamanik Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

Tabel 4.1 Wilayah Perencanaan RTRW Kota Bandung

1.1 Gambaran Umum Kecamatan Cibeunying Kidul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

KECAMATAN BANDUNG WETAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah klasik yang belum tuntas terselesaikan

Desa Tertinggal dan Subsidi BBM. Oleh Ivanovich Agusta. PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB II SEJARAH DAN KONDISI UMUM DESA PAMIRITAN

Kecamatan Cinambo Kota Bandung

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

KECAMATAN BUAH BATU DALAM ANGKA TAHUN

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDRAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI / BADAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA. menjawab dari perorangan, badan hukum atau pimpinan kolektif

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang berdayaguna, berhasil guna, bersih dan. bertanggungjawab, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 29

Arcamanik Tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Persoalan permukiman merupakan masalah yang serius karena

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dapat mempercepat pertumbuhan kesempatan kerja, untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara didunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan itu sangatlah luas. Kemiskinan bisa saja terjadi dikalangan masyarakat manapun, bisa terjadi diberbagai tingkat usia manapun maupun diberbagai tingkat pendapatan masyarakat. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrument tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka. Menurut Mudrajat Kuncoro kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian : kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang 1

2 tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran. Kemiskinan menurut Kantor MenteriNegara Kependudukan/ BKKBN (1996: 10) adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimilki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Miskin atau kurang sejahtera diidentikkan sebagai keluarga sebagai berikut: a. Pra Keluarga Sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keluarga berencana. Secara operasional mereka tampak dalam ketidakmampuan untuk memenuhi salah satu indicator sebagai berikut: Menjalankan ibadah sesuai agamanya

3 Makan minimal 2 kali per hari Pakaian lebih dari satu pasang Sebagian besar lantai rumahnya bukan dari tanah Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan b. Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis, seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. Secara optimal mereka tidak mampu memenuhi salah satu indicator sebagai berikut: Menjalankan ibadah secara teratur Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan Minimal memilki baju baru sekali dalam setahun Luas lantai rumah rata-rata 8 m 2 per anggota keluarganya Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10 60 tahun yang buta huruf latin Semua anak berusia 7 15 tahun bersekolah Salah satu anggota keluarga berpenghasilan tetap Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit dan masing dapat melaksanakan fungsinya dengan baik Berdasarkan data yang diterbitkan lembaga terkait, baik data yang berasal dari Susenas dan BPS maupun lembaga-lembaga terkait lainnya menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia khususnya perkotaan mengalami

4 penurunan, namun sebaliknya.. Ini dapat kita lihat juga bahwa semakin banyak industri besar yang gulung tikar sehingga melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya secara besar-besaran. Padahal industi-industri besar ini merupakan sektor industri yang mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang sangat banyak. Selain itu, beban masyarakat miskin makin berat akibat besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data BPS, rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumah tangga tidak miskin. Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumah tangga miskin di pedesaan adalah 4,8 orang. (Strategi Penanggulangan Kemiskinan : 27) Masyarakat miskin di pedesaan sering kali terpaksa pindah ke kota dengan harapan akan mendapatkan kesempatan kerja untuk memperoleh pendapatan. Akibat langsung dari urbanisasi adalah meningkatnya beban kota dalam menyediakan fasilitas layanan publik dan lapangan kerja, dan meningkatnya pemukiman di bantaran sungai, pinggiran rel, kolong jembatan, dan lahan kosong lainnya. Kondisi kehidupan yang kurang layak di perkotaan di perparah dengan besarnya beban tanggungan keluarga. Inilah mengapa dalam kenyataannya jumlah penduduk miskin di perkotaan tidak mengalami penurunan bahkan dapat dikatakan tetap dan cenderung naik. Begitu pula yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Hal ini dibuktikan pula dengan melihat hasil susenas (survey sosial dan ekonomi nasional) tahun 2009

5 jumlah penduduk miskin propinsi Jawa Barat yakni 11,96% dari jumlah penduduk. Menurut BPS, tahun 2009 jumlah penduduk di propinsi Jawa Barat sebesar 41.483.729 jiwa. Ini berarti jumlah penduduk miskin di propinsi Jawa Barat sebesar 4.961.454 jiwa. Terkadang yang kita ketahui, kemiskinan banyak terjadi di daerah-daerah terpencil saja. Namun tentu saja, kemiskinan bisa terjadi di mana saja. Begitupun dengan ibukota propinsi Jawa Barat yaitu Kota Bandung. Berikut adalah angka kemiskinan dibeberapa kecamatan di Kota Bandung: Tabel 1.1 Angka kemiskinan di beberapa Kecamatan di Kota Bandung tahun 2009 No. Kecamatan Jumlah KK Pra Keluarga Sejahtera 1. Antapani 2.231 2. Mandalajati 1.624 3. Cibeunying Kaler 1.158 4. Kiaracondong 2.031 5. Sukajadi 108 6. Bandung Wetan 75 7. Batununggal 204 9. Coblong 408 10. Lengkong 189 11. Cibeunying Kidul 40 12. Buah Batu 25 13. Bandung Kidul 1.708 14. Bojongloa Kidul 181 15. Arcamanik 110 16. Cinambo 312 17. Gedebage 167 18. Cibiru 110 Sumber: BPS,Bandung Dalam Angka 2010 Dari data diatas, membuktikan bahwa beberapa kecamatan di Kota Bandung memiliki jumlah penduduk dengan kategori Pra KS yang cukup tinggi.

6 Selain itu, terlihat juga bahwa kecamatan Antapani yang memilki jumlah jiwa dengan kategori Pra KS yang paling tinggi. Kecamatan Antapani merupakan pemekaran dar Kecamatan Cicadas yang diresmikan pada bulan april 2007. Pemekaran tersebut dilakukan untuk mengurangi kepadatan penduduk. Dan saat ini dari pemekaran tersebut menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Mandalajati dan Kecamatan Antapani. Kecamatan Antapani berlokasi di tengah kota Bandung yang selayaknya memilki jumlah jiwa kategori Pra KS yang lebih sedikit. Selain karena lokasinya dipusat kota, akses transportasi darat di kecamatan Antapani cukup baik, dan ditunjang dengan sarana dan prasarana pendukung lain yang cukup baik. Inilah mengapa Kecamatan Antapani menjadi tujuan urbanisasi. Selain ditunjang dengan sarana dan prasarana pendukung lain yang cukup baik, di Kecamatan Antapani pun berdiri beberapa komplek pemukiman yang cukup padat. Itulah yang menjadi alasan banyak warga pendatang ke Kecamatan Antapani dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik. Namun sebagian besar warga pendatang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal yang tinggi. Alhasil sebagian besar pendatang hanya menjadi pedagang kecil saja. Migrasi warga pendatang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal yang tinggi ke Kecamatan Antapani inilah salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan di Kecamatan Antapani. Adapun di bawah ini data angka kemiskinan di kecamatan Antapani berdasarkan Pra KS:

7 Tabel 1.2 Angka Kemiskinan di Kecamatan Antapani 2009 No. Nama Kelurahan Jumlah KK Pra Keluarga Sejahtera 1. Antapani Kidul 480 2. Antapani Tengah 171 3. Antapani Wetan 972 4. Antapani Kulon 608 Jumlah 2.231 Sumber: BPS, Kecamatan Antapani Dalam Angka 2010 Berdasarkan latar belakang diatas, penulis berusaha untuk menggambarkan bagaimana analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan perkotaan dengan mengambil judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN PERKOTAAN (Suatu Kasus di Kecamatan Antapani Kota Bandung). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji adalah: a. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap kemiskinan? b. Bagaimana pengaruh beban tanggungan terhadap kemiskinan? c. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan, dan beban tanggungan terhadap kemiskinan? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

8 a. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap kemiskinan. b. Untuk mengetahui pengaruh beban tanggungan terhadap kemiskinan. c. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, dan beban tanggungan terhadap kemiskinan 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak yang terkait diantaranya adalah: a. Bagi pembuat kebijakan dapat berguna sebagai bahan informasi dalam melakukan langkah-langkah yang perlu ditempuh guna mengurangi kemiskinan di Indonesia b. Bagi kalangan akademis dapat berguna sebagai bahan kajian dalam mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan tentang betapa pentingnya adanya pemerataan kesejahteraan rakyat c. Bagi masyarakat luas dapat berguna sebagai bahan informasi yang benar tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan perkotaan khususnya di kecamatan antapani kota Bandung, dan umumnya di Indonesia.