Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis

dokumen-dokumen yang mirip
PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

MODUL 1 SISTEM DAN TEKNIK SILVIKULTUR PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI INDONESIA PADA DIKLAT WAS-GANIS PEMANENAN HUTAN PRODUKSI

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan working plan perhitungan dan pengaturan hasil Manajemen Hutan

SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SILVIKULTUR DI INDONESIA 1. Oleh: Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan 2

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

Latar Belakang Tujuan Penelitian Bahan dan metode Hasil & Pembahasan Kesimpulan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

Ekologi Padang Alang-alang

III. METODOLOGI PENELITIAN

Baharinawati W.Hastanti 2

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Multisistem.

Herman Alfius Manusawai G

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

B. BIDANG PEMANFAATAN

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. Vlll No. 2 : (2002) Arti kel (Article) Trop. For. Manage. J. V111 (2) : (2002)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Aek Nauli

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh

Sejarah Pengelolaan Tanaman IUPHHK PT. Sukajaya Makmur merupakan salah satu dari enam perusahaan yang pertama kali menjadi tempat percontoha

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

RESTORASI EKOSISTEM AREAL HUTAN DAN LAHAN BEKAS KEBAKARAN DI INDONESIA 1) Oleh : Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS 2)

Judul Buku: Sistem Silvikultur di Indonesia Teori dan Implementasi. Dr. Wahyudi SISTEM SILVIKULTUR DI INDONESIA TEORI DAN IMPLEMENTASI

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 625/KPTS-II/1998 TENTANG

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERTUMBUHAN TINGGI AWAL TIGA JENIS POHON MERANTI MERAH DI AREAL PT SARPATIM KALIMANTAN TENGAH

KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK

MONITORING LINGKUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

Demplot sumber benih unggulan lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

Transkripsi:

SISTEM SILVIKULTUR Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM

Tebang Parsial (Seed tree dan Shelterwood method) Seedtree Shelterwood membiarkan sejumlah pohon untuk tidak ditebang Mengarah ke Tegakan seumur Pohon yang berfungsi sebagai pelindung yang akan menjamin keberhasilan dari proses permudaan Pohon yang berfungsi sebagai pohon biji

Apa yang membedakan metoda Tebang Partial dan Tebang habis? 1. Keduanya merupakan alternatif untuk membentuk hutan seumur, seperti halnya metoda tebang habis. 2. Pada tebang habis, pembentukan hutan seumur bisa melalui permudaan buatan maupun permudaan alam, sedangkan pada Seed tree dan Shelterwood method pembentukan hutan hanya terjadi dengan permudaan alam (Natural regeneration). 3. Pada tebang habis, hutan yang dibentuk berasal dari satu cohort, sedang pada Seed tree dan Shelterwood terdiri dari double cohort.

Shelterwood dan Seed tree dibedakan dengan tebang habis? 1. Pada regime shelterwood dan Seed tree method pada blok tebangan masih ditinggalkan beberapa pohon yang tidak ditebang. Pohon sebagai pohon biji, sekaligus sebagai pohon pelindung 2. Tegakan tinggal dengan tajuk untuk melindungi lingkungan sekitar, khususnya bagi anakan yang baru terbentuk 3. Tanah hutan masih terlindung 4. Pada seed tree maupun shelterwood relatif kurang terbuka untuk gulma (masih terlindung) 5. Tegakan tinggal akan dipanen bila ukuran, jumlah dan tebaran anakan mencukupi persyaratan.

Pelaksanaan Seed tree dan Shelterwood di Indonesia Pohon-pohon yang dibiarkan tidak ditebang dan dipelihara adalah pohon yang berfungsi sebagai pohon pelindung dan pohon biji yang akan menghasilkan biji bagi terjadinya permudaan. Seed-tree dan shelterwood Permudaan alam atau permudaan buatan Sistem tebang atau tebas jalur Tegakan seumur

Untuk apa dibentuk double cohort? Tujuan membentuk double cohort adalah : 1. Menjamin kontinuitas sumber benih 2. Perlindungan bagi anakan yang dibentuk

Tebangan Seed tree dan Shelterwood 1. Tebangan persiapan, 2. Seeding cutting, 3. Tebangan pemungutan (Final cutting)

1. Tebang persiapan (Smith et al, 1997) menyatakan mirip dengan tebangan penjarangan dalam praktek seperti pada Malayan Uniform System 2. Establishment atau Seeding Cutting tujuan untuk memacu kondisi lingkungan yang kondusif bagi permudaan alamnya, pada Shelterwood cutting, terhadap pembukaan tajuk lebih hati-hati, sebab tingkat semainya memerlukan cahaya yang sangat moderat, sedangkan pada Seed tree method semainya lebih memerlukan cahaya yang lebih banyak. 3. Tebang pemungutan dilakukan setelah permudaan di bawah pohon-pohon pelindung/pohon sumber biji terpenuhi syaratnya. Baik jumlah maupun ukurannya. Contoh di Amerika serikat pada daerah pantai barat ukuran semai antara 0.5 0.6 m sedang di bagian selatan ukuran tinggi semai antara 0.9 1,1 m dengan jumlah minimal 2470 semai per hektar.

Seed Trees Method Pohon-pohon terpilih : 1. Mempunyai kemampuan untuk memproduksi biji 2. Tahan terhadap angin 3. Sehat serta mempunyai penampilan bentuk yang baik Jumlah pohon per satuan luas akan bergantung pada beberapa faktor seperti jumlah produksi biji per pohon dan jumlah biji yang diperlukan sampai dengan tegakan muda terbentuk.

Treatment dalam Seed Trees 1.Perlakuan seperti perampingan tajuk dan pemupukan dapat dilakukan untuk merangsang dan meningkatkan produksi biji 2.Perlindungan dari hama pemakan dan perusak biji juga perlu dilakukan

Seed Trees Pemilihan bentuk-bentuk sebaran pohon biji tentunya didasarkan pada pertimbangan terhadap sifat-sifat dari jenis tegakan bersangkutan. Pohon tersebar merata Tersebar secara acak Jaminan persebaran biji secara alami akan dapat dicapai sendiri-sendiri dalam bentuk baris Jalur kelompok.

Seed Trees Pohon Induk Pohon Induk Teknik Pengambilan buah

Shelter-Wood Method Tujuan 1. Mendapatkan tegakan baru seumur sebelum seluruh tegakan tua ditebang habis 2. Kegiatan penggantian tegakan dilakukan secara bertahap dalam suatu rangkaian kegiatan penebangan selama daur 3. Permudaan alam diharapkan terjadi di bawah naungan tegakan tua yang nantinya akan ditebang setelah tegakan muda terbentuk

Prasyarat Shelter-Wood Method 1. Tinggi rendahnya tingkat penaungan dari pohon pelindung diatur menurut ruang dan waktu sehingga terbentuk lingkungan mikro yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan semai dari jenisjenis terpilih 2. Pohon-pohon yang ditebang adalah pohon-pohon yang tua atau pohon yang tingkat kemampuan tumbuhnya rendah 3. Pohon pelindung adalah pohon-pohon yang tidak hanya mampu memproduksi biji dan melindungi tegakan muda yang terbentuk, tapi juga merupakan pohon-pohon yang masih mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi.

Hambatan pada Shelter-Wood Kendala 1. Pemanfaatan ruang tumbuh yang kurang efisien Mungkin sangat rapat sehingga terjadi persaingan yang ketat antar individu tanaman muda tersebut atau dengan permudaan yang sangat jarang 2. Anakan muda yang tumbuh juga mungkin terdiri dari banyak jenis dengan berbagai kualitas produknya sehingga tidak semua jenis merupakan jenis yang laku dijual Solusi Perlakuan-perlakuan silvikultur (penananam pada arealaeal yang kosong, pembebasan gulma dan penjarangan menjadi penting untuk dilakukan)

Pola Pelaksanaan Metode Shelterwood (Smith, 1986) Uniform method metode ini diaplikasikan secara seragam (uniform) terhadap seluruh tegakan yang ada Strip shelterwood method Aplikasi dari metode ini adalah dalam betukbentuk jalur Group shelterwood method Aplikasi dari metode ini adalah dalam betukbentuk rumpang/mozaik Irregular shelterwood method Aplikasi dari metode ini adalah dalam betukbentuk yang tidak teratur, pola penebangan dilakukan dengan atau tanpa variasi spasial

Diatur menurut ruang dan waktu sehingga terbentuk lingkungan mikro yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan semai dari jenis-jenis terpilih Pohon-pohon yang ditebang adalah pohon-pohon yang tua atau pohon yang tingkat kemampuan tumbuhnya rendah Penaungan Shelter- Wood Method Pohon yang ditebang Pohon Pelindung 1. Pohon-pohon mampu memproduksi biji 2. Melindungi tegakan muda yang terbentuk, tapi juga merupakan pohon-pohon yang masih mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi

METODE SHELTERWOOD

Contoh dari Shelter-Wood Method

TEBANG JALUR TANAM INDONESIA (TJTI) Keputusan Dirjen PH No. 40/KPTS/IV- BPHH/93 (Pedoman Pelaksanaan) Disebut juga : Tebang Rumpang dan Tanam dalam Jalur Latar Belakang * Sistim silvikultur TPTI murni belum dapat diterapkan pada beberapa kondisi dan tipe hutan * Pengawasan TPTI dirasa sulit * Keberhasilan pelaksanaan TPTI belum dapat dibuktikan

Contoh TJTI

HTI DENGAN SISTIM TEBANG DAN TANAM JALUR Pedoman Pelaksanaan : Keputusan Dirjen PH No. 220/KPTS/IV-BPH/1997 Latar Belakang - TPTI belum menunjukkan adanya kegiatan pembinaan hutan yang intensif terhadap areal bekas tebangan. - TPTI secara teknis menemui kesulitan dalam melakukan pemeriksaan, pembinaan dan pengawasan. Akibatnya timbul pengrusakan hutan (pencurian dan perambahan hutan). Kelestarian hutan dan produksi tidak terjamin. Antisipasi : Penyempurnaan pengelolaan hutan alam produksi Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/KPTS-II/1997 ~ Sistim tebang dan tanam jalur. Jenis komersial setempat yang berumur sedang dan panjang, terutama jenis-jenis Dipterocarpa ceae.

2.5 m Shorea Plantation Management Model TPTI Intensif 1.5 m 17 m Line distance 3 m 3 years old S. johorensis Cutting direction Cutting direction 20 m Plantation layout 3 years old S. leprosula

TEBANG PILIH TANAM INDONESIA INTENSIF (TPTII): PELAKSANAAN DI BEBERAPA IUPHHK MODEL

Regime silvikultur SK Dirjen No. 35/72 SK Menhut 485/89 SK Menhutbun 625/98 TPI TPTI TPTJ organisasi personnel keuangan + + ketertiban dan kontrol

TPTJ TPTJ TPTII + Jenis terpilih + Jenis dimuliakan Manipulasi lingkungan Pengendalian hama terpadu

Shorea johorensis umur 4 tahun diameter 10 cm di PT. SBK Shorea leprosula umur 3 tahun diameter 10 cm di G. Kencana, Banten Shorea selanica umur 17 tahun diameter 45 cm di Kampus UGM

Uji Keturunan S. leprosula di PT. SBK Uji Keturunan S. leprosula umur 2,5 th diameter 9 cm di PT. SBK

Uji Keturunan S. leprosula di PT. SBK 3 years old of S leprosula progeny test, 10-16 cm diameter, 6-10 meter height

Kegiatan pengusahaan hutan alam yang dapat menyebabkan timbulnya dampak negatip Kegiatan pembukaan wilayah hutan (pembangunan sarana jalan sarad dan angkutan, jembatan, kamp kerja dan sarana lainnya serta kegiatan pemanenan hasil hutan kayu) Kegiatan tersebut akan dapat menimbulkan peluang bagi terjadinya dampak secara phisik- kimia, biologi dan sosial-ekonomi

Pembukaan wilayah & Pemanenan hasil hutan Aliran permukaan (run off) Erosi tanah 1. Hilangnya tanah yang subur lebih jauh akan menimbulkan menurunnya produkttivitas lahan. 2. Kawasan yang telah mengalami proses erosi akan berkurang kemampuannya untuk menyerap dan menyimpan air pada saat hujan turun sehingga akan dapat memperbesar peluang untuk terjadinya bahaya banjir

Populasi dan keanekaragaman jenis menurun Struktur vegetasi berubah Kerusakan unsur Biologi (dari kegiatan pembukaan wilayah dan pemanenan hasil kayu) Genetik tanaman menurun Potensi tegakan menurun

TEBANG HABIS (CLEAR CUTTING)

Tebang Habis (Clear Cutting) Tebang Habis Permudaan Alam (THPA) Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) Tegakan baru dibangun secara alamiah atau buatan. Permudaan dalam sistem tebang habis mempunyai rentang pelaksanaan yang sangat luas; mulai dari yang paling sederhana, murah dan ekstensif sampai dengan sistem yang sangat kompleks, mahal dan intensif Tegakan Seumur

Perlakuan Silvikultur Secara teknis, tebang habis dikaitkan dengan perlakuan silvikultur dimana semua vegetasi dipungut Tersedianya Ruang untuk Pertumbuhan Tanaman Baru Tebang Habis 1. Diterapkan pada lahan-lahan yang tidak produktif dan potensi kayunya rendah 2. Diarahkan pada terbentuknya suatu tegakan seumur baik secara alamiah maupun buatan

Tujuan Tebang Habis 1.Pemanenan Kayu 2.Mengubah tegakan dari potensi rendah menjadi tinggi 3.Tujuan lain : a. Sumber biji meningkat b.habitat Kehidupan binatang liar c. Tujuan-tujuan lain yang berguna

Tebang Habis pada Gmelina arborea Tebang Habis pada Eucalyptus sp. Tebang Habis pada Acacia mangium

Perkiraan, Evaluasi dan Penanganan Dampak Tebang Habis Kegiatan PWH dan pemanenan hasil kayu Merubah struktur dan komposisi tegakan Menurunnya daya dukung habitat satwa Menurunnya potensi tegakan hutan

Perkiraan, Evaluasi dan Penanganan Dampak Tebang Habis (lanjutan) Pemanfatan pemanenan hutan Penanaman perlindungan hutan Komponen Fisik-Kimia 1. Tanah 2. Iklim 3. Air (Hidrologi) Komponen Sosial Ekonomi Komponen Biologi

Pendekatan teknologi Penanganan Dampak Pendekatan institusional Pendekatan sosial-ekonomi

Konsep 1. Alternative Silviculture regime 2. Biodiversity-oriented silviculture 3. Biologically sustainable silviculture 4. Close-to-nature silviculture 5. Close-to-natural silviculture 6. Continuous cover forestry 7. Diversity-oriented silviculture 8. Ecological silviculture 9. Ecologically oriented silviculture 10. Ecologically sustainable silviculture 11. Innovative Silvicultural systems 12. Natural forestry 13. Natural silvicuture 14. Natural-oriented silviculture 15. Nature-based silviculture 16. Nature-oriented silviculture 17. Near-natural silviculture 18. Silvicuture based on natural dynamics 19. Systemic silviculture 20. Unevenaged silviculture