BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

QUA VADIS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PPU-X/2013 TERTANGGAL 28 MEI 2013

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Anna Sari Dewi (Mahasiswa S2 Program MKN FH UNS)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN). Lembaga notaris masuk ke Indonesia pada abad ke17 seiring dengan kehadiran VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dalam lintas perdagangan yang dilakukan dengan akta Notariil yang di perkenalkan oleh para penjajah Belanda. Akta yang dibuat oleh notaris adalah berupa akta otentik yang pada hakikatnya memuat kebenaran formil sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Oleh sebab itu notaris memerlukan perlindungan hukum dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum. Notaris sebagai pejabat umum mempunyai kewajiban menerapkan apa yang termuat dalam akta Notaris bahwa akta yang dibuat dari padanya sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak. Notaris harus membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta berikut menjelaskan isi akta dan perundang-undangan yang termuat pada akta tersebut agar dapat dipahami oleh para pihak secara seksama.

2 Notaris sebagai pejabat negara yang berwenang membuat akta sedikit banyak berpengaruh pada hak dan kewajiban para pihak yang menghadap kepadanya, legalisasi dari notaris diperlukan untuk membuktikan akan adanya suatu perbuatan serta hak dan kewajiban tertentu. Disamping itu UUJN menegaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Kewenangan notaris menurut Pasal 15 UUJN adalah membuat akta otentik mengenai perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Selain itu notaris dipandang sebagai wakil Negara dalam ranah hukum keperdataan untuk membuat alat bukti otentik yang sempurna bagi masyarakat. Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perlunya suatu alat bukti tertulis atas setiap perikatan yang mereka lakukan sehari-hari, agar tercipta kepastian hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dalam hal notaris sebagai pejabat publik yang memberikan pelayanan hukum bagi masyarakat, pemerintah mengeluarkan aturan yang disebut undang-undang Nomor 2 Tahun 2014

3 sebagai perubahan dari undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, Negara ketetapan yang diharuskan oleh perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan kepada pejabat lain atau orang yang ditetapkan oleh Undang-undang. Jabatan Notaris sesungguhnya menjadi bagian penting dari Negara Indonesia yang menganut prinsip sebagai Negara hukum, artinya Negara menjamin kepastian adanya hukum, ketertiban dan perlindungan hukum, melalui alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiil (judicial review) terhadap Pasal 66 ayat (1) UUJN yang diajukan Sdr. Kant Kamal. Amar Keputusan Mahkamah Konstitusi pada intinya membatalkan frasa Dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam pasal yang diuji. Dengan demikian pemeriksaan proses hukum yang melibatkan Notaris tidak memerlukan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) lagi, dan frasa tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 1 Keputusan tersebut tentu saja membuat notaris pada umumnya merasa tidak nyaman karena biasanya para notaris apabila menghadapi suatu 1 Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X 2013.

4 permasalahan yang berkaitan dengan proses peradilan pidana polisi tidak bisa serta merta mengambil dokumen dalam penyimpanan notaris dan atau memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang bersentuhan dengan dokumen-dokumen atau protokol notaris yang dibuatnya tanpa persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Aturan tersebut dianggap melanggar prinsip Equality Before The Law atau persamaan di depan hukum (Pasal 28 UUD 1945) 2. Pada intinya pasal tersebut menekankan adanya persamaan kedudukan semua orang di depan hukum dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Keberadaan MPD dengan kewenangannya terhadap perlindungan Notaris dianggap dapat menimbulkan penundaan proses peradilan dan keadilan. Notaris selama ini berada dalam paradigma yang agung, dianggap sebagai golongan mulia yang harus menjunjung tinggi kehormatan dan kepercayaan, sehingga ada pandangan bahwa Notaris adalah sebagai kelompok elit yang merupakan komunitas ilmiah yang berada pada standar yang lebih tinggi diantara masyarakat pada umumnya. Notaris dalam melakukan tugas jabatannya mendapat pengawasan, Ketentuan pengawasan notaris mengacu kepada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Serta Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 Tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

5 Pembelaan Diri Notaris. Sejak berlakunya undang-undang jabatan notaris pengawasan notaris yang sebelumnya berada pada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri setempat, dialihkan pada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Majelis Pengawas Daerah. Majelis Pengawas Daerah dibentuk sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, tunduk kepada peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004, sebagai badan pengawas yang bertugas memberikan pembinaan dan pengawasan dalam bentuk pengawasan preventif dan pengawasan refresif, hal yang demikian ini adalah dipandang sebagai suatu bentuk perlindungan hukum bagi seorang Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya. Kemudian dengan dihapuskannya frasa Dengan Persetujuan Majelis Pengawas Daerah pada pasal 66 Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004, maka otomatis peraturan menteri tersebut ( Pasal 14 ) ikut batal demi hukum. Saat ini notaris tidak lagi mendapat filter apabila ada panggilan dari penyidik, jaksa, maupu hakim terkait dengan akta yang dibuatnya, artinya Majelis Pengawas Daerah tidak lagi dapat memberikan pembinaan dalam bentuk refresif atau sesudah adanya kejadian. Dalam kaitannya dengan tugas Kepolisian Republik Indonesia sebagai penyidik, maka pada tahun 2006 telah di bentuk Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama Ikatan Notaris Indonesia

6 (INI) 3 No.Pol : B/1056/V/2006 dan Nomor 01/MOU/PP-INI-/V/2006 tentang pembinaan peningkatan profesionalisme dibidang penegakan hukum, tanggal 9 mei 2006 dalam kesepakatan tersebut menyebutkan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan penyelidik sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 berupa pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan dan tindakan lain menurut hukum yang sesuai Pasal 7 ayat 1 huruf j KUHAP, 4 dapat juga dilakukan kepada Notaris-PPAT baik sebagai saksi maupun tersangka, terutama dalam kaitan suatu tindakan pidana dalam pembuatan akta Notaris-PPAT sesuai dengan ketentuan Pasal 66 undang-undang jabatan notaris, kemudian pada Pasal 2 ayat (2) menyebutkan juga Pemanggilan Notaris-PPAT dilakukan setelah penyidik memperoleh persetujuan dari Majelis Pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan kewenangan. Namun perlu kita cermati sebelum adanya undang-undang jabatan notaris Nomor 30 Tahun 2004, yaitu ketentuan Pasal 54 undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 perubahan atas undang-undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum. Kemudian dicabut oleh Pasal 91 undang-undang jabatan notaris juga tidak ada memuat mengenai ketentuan yang mengatur segala pemeriksaan terkait notaris sebagai pembuat akta harus melalui Majelis Pengawas Daerah, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan 3 Lihat Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama Ikatan Notaris Indonesia (INI) No.Pol : B/1056/V/2006 dan Nomor 01/MOU/PP-INI-/V/2006 tentang pembinaan peningkatan profesionalisme dibidang penegakan hukum, 4 Lihat Pasal 7 angka 1 huruf j, Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

7 ketentuan tersebut pada tanggal 28 Mei 2013 maka ia mengembalikan kepada keadaan semula yaitu tidak adanya ijin memeriksa notaris untuk menjadi saksi melalui Majelis Pengawas Daerah. Sebelum berlakunya undang-undang jabatan notaris Nomor 30 Tahun 2004, Notaris di awasi oleh Pengadilan Negeri dibawah naungan Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman, pengawasan tersebut meliputi tempat dan kedudukan, sarana kantor, protokol, penyimpanan minuta akta, jumlah akta, pengiriman dubbel repertorium dan menindak lanjuti kebenaran laporan masyarakat. Dengan mekanisme pengawasan yang bersifat preventif dan represif, artinya pengawasan secara preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, yaitu pengawasan terhadap segala sesuatu yang masih bersifat rencana, pengawasan yang dilakukan secara represif adalah pengawasan yang dilakukan sesudah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan. Sejak undang-undang jabatan notaris Nomor 30 Tahun 2004 di undangkan pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia menunjuk Majelis Pengawas Daerah sebagai pembina dan pengawas terhadap notaris, sehubungan dengan munculnya Keputusan Mahkamah Konstitusi yang pada intinya membatalkan frasa Dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam pasal yang diuji, dengan demikian pemeriksaan proses hukum yang melibatkan notaris tidak memerlukan persetujuan Majelis Pengawas Daerah lagi, dan frasa tersebut dianggap bertentangan dengan undang-

8 undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, maka dengan aturan tersebut maka seluruh notaris di Indonesia selaku warga negara yang baik harus tunduk dan patuh kepada peraturan tersebut, dan sejak itu pula notaris dapat dipanggil oleh penyidik untuk diperiksa dan diminta keterangan tanpa harus meminta persetujuan Majelis Pengawas Daerah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS PASCA BERLAKUNYA PASAL 66 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS. B. Rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap profesi jabatan Notaris sebelum dan sesudah berlaku Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X2013? 2. Bagaimana seharusnya Notaris dalam menjalankan profesi jabatannya dapat melindungi dirinya sendiri setelah berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X2013? C. Tujuan penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

9 1. Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum terhadap profesi jabatan Notaris sebelum dan sesudah berlaku Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X2013. 2. Untuk mengetahui bagaimana seharusnya Notaris dalam menjalankan profesi jabatannya dapat melindungi dirinya sendiri setelah berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X2013. D. Manfaat penelitian. 1. Secara Teoritis Sebagai bahan masukan atau kontribusi pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum khususnya bidang kenotariatan yakni tentang perlindungan hukum terhadap Notaris terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi kepada Penulis, para notaris, calon notaris, Organisasi Ikatan Notaris Indonesia, dan pihak-pihak yang berkaitan dengan ilmu kenotariatan. E. Keaslian penelitian. Sejauh yang peneliti telusuri, penelitian mengenai pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini belum ada yang meneliti, sebagai pendukungnya ada beberapa penelitian terdahulu yaitu :

10 I. Fransisca Prameisyati NIM : 13875/PS/MK/04, pada Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan judul : Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Melaksanakan Kewajiban Rahasia jabatan di Daerah Hukumnya. - Rumusan Masalah : 1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam melaksanakan kewajiban rahasia jabatannya. 2. Bagaimana tolak ukur dan tata cara dari Majelis Pengawas Daerah kota Yogyakarta dalam memberikan persetujuan kepada penyidik berkaitan dengan pemanggilan Notaris sebagai saksi. II. Mutia Maihani NIM : 07/26178/PHK/04425 pada Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan judul : Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Saksi Dalam Proses Peradilan Pidana. - Rumusan Masalah : 1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Notaris sebagai saksi dalam proses peradilan pidana 2. Apa sajakah hambatan yang dihadapi dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris sebagai saksi dalam proses peradilan pidana. Pada prinsipnya walaupun penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian tersebut di atas, yakni Perlindungan Hukum

11 Terhadap Notaris yang dijadikan objek penelitian, tetapi yang membedakan dengan penelitian tersebut di atas adalah bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara akurat bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris dari Majelis Pengawas Daerah terkait dengan dicabutnya Pasal 66 yang mengatur tentang hak istimewa Notaris apabila Notaris menghadapi permasalahn hukum dalam menjalankan tugas jabatannya. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini belum pernah dilakukan, oleh karenanya penulis menyatakan penulisan ini adalah asli. Jika terdapat kesaman dalam penelitian ini diharapkan dapat saling melengkapi, sehingga menambah pengetahuan, khususnya di bidang hukum kenotariatan.