BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

HUBUNGAN METODE PERSALINAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. Padang Sari, Puskesmas Pudak Payung, dan RSUP Dr Kariadi Semarang.

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Prevalensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada anak, karena alergi membebani pertumbuhan dan perkembangan anak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

HUBUNGAN ASUPAN NUTRISI PADA USIA 0-3 BULAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK IBU PADA TRIMESTER II DAN III KEHAMILAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI 0-3 BULAN

HUBUNGAN METODE PERSALINAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar. diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah di kota Yogyakarta usia 6-15 atau lahir kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan yang tidak hanya bebas. dari penyakit dan kecacatan tetapi juga meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu dan janin sehingga menimbulkan kecemasan semua orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. jumlah serta tingkat kompleksitasnya. 2. penyakit jantung semakin meningkat. 3 Di Washington, Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan pelayanan keperawatan (Ballard, 2003). Kesalahan dalam proses

Faktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB 1 PENDAHULUAN. ke dunia luar. Beberapa kasus seperti plasenta previa, preeklamsia, gawat janin,

BAB V PEMBAHASAN. besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan data nasional. tidak hanya puhak medis tetapi juga struktural.

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan adalah suatu. kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Kelamin Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya Periode 16 Juni. 2. Pada 6 orang pasien yang memiliki riwayat Rinitis Alergi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB I PENDAHULUAN. memperlihatkan bahwa kelahiran caesar darurat menyebabkan risiko kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

caesar (seksio sesarea) dengan segala pertimbangan dan risikonya (Manuaba, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK IBU PADA TRIMESTER II DAN III KEHAMILAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI 0-3 BULAN

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA ATOPI DENGAN RIWAYAT PENYAKIT ALERGI DALAM KELUARGA DAN MANIFESTASI PENYAKIT ALERGI PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar bealakang. Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit alergi merupakan masalah kesehatan serius pada anak. 1 Alergi adalah reaksi hipersentisitivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi. 2 Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan dengan sel mast. Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen. Penyakit ini meliputi asma atau pada bayi disebut wheezy infant ; rhinitis, pada bayi biasa disebut hipersekresi nasal; hipersekresi bronkus; konjungtivitis; anafilaksis, alergi obat, makanan dan serangga; eksema, urtikaria dan angioderma. 1,3 Prevalensi penyakit alergi terus meningkat secara dramatis di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang, terlebih selama dua dekade terakhir. 1,2 Diperkirakan lebih dari 20% populasi di seluruh dunia mengalami manifestasi alergi seperti asma, rinokonjungtivitis, dermatitis atopi atau eksema dan anafilaksis. World Health Organization (WHO) memperkirakan alergi terjadi pada 5-15% populasi anak di seluruh dunia. 3 Pada fase 3 dari studi yang dilakukan oleh International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) pada tahun 2002-2003 dilaporkan bahwa prevalensi asma bronkial, rhinitis alergi 1

2 dan dermatitis atopik cenderung meningkat di sebagian besar lembaga dibandingkan data 5 tahun sebelumnya. 4 Penyakit alergi berhubungan erat dengan faktor genetik dan lingkungan. 3 Interaksi berbagai faktor terhadap kejadian alergi seperti dermatitis atopi pada awal bulan kehidupan bayi meliputi metode persalinan, berat badan lahir, paparan asap rokok, hewan peliharaan, paparan susu formula, status imunisasi, jumlah saudara kandung, riwayat infeksi selama neonatus dan riwayat pemberian makanan padat dini (< usia 4 bulan). 5 Terdapat dua metode persalinan yaitu persalinan pervaginam dan persalinan dengan seksio sesarea. Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim. 6 Prevalensi persalinan seksio sesarea di rumah sakit pemerintah Indonesia pada tahun 2010 adalah 15,3%. 6,7 Sementara di rumah sakit swasta dapat mencapai 30-40%. 6 Di Korea prevalensi persalinan seksio sesarea sebesar 36% pada tahun 2006. 4 Amerika Serikat melaporkan prevalensi bayi yang lahir dengan metode persalinan seksio sesarea mencapai 31,8% pada tahun 2007. 8 Tingginya prevalensi ini dipengaruhi oleh indikasi medis yang mewajibkan ibu menjalani persalinan seksio sesarea. Namun saat ini persalinan seksio sesarea cenderung dilakukan tanpa adanya indikasi medis melainkan berdasarkan faktor sosial dan pemahaman yang salah dari pasien, bahkan pihak rumah sakit yang menyarankan persalinan seksio sesarea dengan alasan agar tidak merasakan sakit saat mengejan. 6 Pada persalinan seksio sesarea bisa terjadi depresi neonatal karena anestesi umum, janin cedera selama histerektomi atau persalinan, gangguan pernafasan dan komplikasi menyusui.

3 Bersamaan dengan itu, dapat terjadi berbagai masalah kesehatan di kemudian hari, salah satunya alergi. 8 WHO melaporkan bayi yang lahir dengan metode persalinan seksio sesarea memiliki bakteri flora normal usus yang berbeda dengan bayi yang lahir pervaginam. 6 Selama persalinan pervaginam, bayi mengalami kontak dengan bakteri flora normal vagina dan usus ibu, hal tersebut penting terhadap kolonisasi bakteri pada bayi. Sementara saat persalinan seksio sesarea, kontak langsung ini tidak terjadi, padahal hal ini sangat berperan dalam imunitas bayi di kemudian hari. Hal ini juga sesuai dengan hipotesis higienis yang menyebutkan bahwa semakin bersih suatu lingkungan terutama ketika masa awal kehidupan justru semakin berpengaruh terhadap perkembangan penyakit anak, seperti timbulnya berbagai manifestasi alergi. 8 Studi dari Canadian Medical Association Journal (CMAJ) tahun 2013 dan studi dari National Institutes of Health menyatakan bahwa bayi yang lahir melalui persalinan seksio sesarea memiliki koloni bakteri flora normal yang sangat kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir pervaginam, hal ini berpengaruh terhadap kejadian alergi. 8,9 Sementara studi lainnya memaparkan hal yang berbeda. Penelitian mengenai hubungan antara metode persalinan dan prevalensi alergi pada anak di Korea tahun 2008 menyebutkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok seksio sesarea dibandingkan pervaginam, yaitu untuk manifestasi alergi asma (adjusted OR 0,76, IK95% 0,37-1,57), rinitis alergi (adjusted OR 1,14, IK 95% 0,61-2,10), dermatitis atopi (adjusted OR 1,01 IK 95% 0,59-1,71). Namun perlu dicermati, penelitian tersebut dilakukan pada anak

4 usia kurang dari 16 tahun yang berarti rentang usia yang diteliti cukup luas serta kurang spesifik, hanya dari satu institusi dan dengan metode retrospektif. 4 Sehingga efek sejak persalinan hingga awal bulan kehidupan belum dapat terlihat. Penelitian mengenai hubungan metode persalinan dengan angka kejadian alergi pada bayi masih sangat terbatas. Data penelitian mengenai alergi di Indonesia diperoleh pada meta-analisis pada tahun 2013 dari Asia Pasific Association of Allergy, Asthma and Clinical Immunology tetapi hanya melaporkan prevalensi alergi makanan pada anak di negara-negara Asia, termasuk Indonesia salah satunya. Prevalensi kesuluruhan yang dilaporkan berkisar 3,4-11,1 % anak di Asia memilki riwayat alergi makanan. 10 Namun, belum banyak studi yang secara jelas memaparkan hubungan antara metode persalinan dan angka kejadian alergi, terutama di Indonesia. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian terkait hubungan metode persalinan dengan angka kejadian alergi pada bayi usia 0-3 bulan dengan rancangan penelitian cohort prospective. 1.2 Rumusan masalah Apakah terdapat hubungan antara metode persalinan dengan angka kejadian alergi pada bayi?

5 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum pada bayi. Menganalisis hubungan metode persalinan dengan angka kejadian alergi 1.3.2 Tujuan khusus - Mengetahui prevalensi alergi pada bayi yang lahir melalui persalinan seksio sesarea. - Mengetahui prevalensi alergi pada bayi yang lahir melalui persalinan pervaginam. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan/pendidikan Menambah wawasan serta memberikan landasan ilmiah bahwa metode persalinan merupakan faktor yang mempengaruhi angka kejadian alergi pada bayi. 1.4.2 Manfaat untuk penelitian Sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya.

6 1.4.3 Manfaat untuk masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat, keluarga khususnya para ibu bahwa metode persalinan memiliki hubungan dengan angka kejadian alergi pada bayi sehingga dapat mempertimbangkan metode persalinan yang tepat. 1.5 Keaslian penelitian Peneliti telah melakukan penelusuran terhadap beberapa penelitian terdahulu dan tidak mendapatkan penelitian yang dapat menjawab permasalahan penelitian. Namun, peneliti mendapatkan adanya penelitian yang memiliki kaitan dan kesamaan dengan penelitian ini, sebagai berikut: Tabel 1. Penelitian mengenai metode persalinan dengan alergi pada bayi Penelitian Desain Subjek Variabel Hasil Relationship Analitik 279 anak Variabel bebas: Tidak terdapat between mode of delivery in childbirth and prevalence of allergic in Korean children Yeo Hoon Park,dkk AAIR. 2010 4 retro- spektif usia 16 tahun metode persalinan pervaginam, metode persalinan seksio sesarea Variabel terikat: prevalensi penyakit alergi, inflamasi alergi, perbedaan bermakna pada metode persalinan terhadap prevalensi alergi sensitisasi alergi

7 Caesarean Kohort 865 Variabel bebas: Metode section and prospektif neonatal metode persalinan gastrointestinal usia 0-12 persalinan merupakan symptoms, bulan seksio sesarea faktor risiko atopic dengan tinggi terhadap dermatitis, and riwayat Variabel terjadinya diare sensitisation alergi pada terikat: dan alergi during the first orang tua di gejala makanan, namun year of life dua daerah gastrointestinal, tidak B Laubereau, di Jerman dermatitis berhubungan dkk atopi, dengan angka Arch Dis Child. sensitisasi kejadian nyeri 2004 11 terhadap perut kolik dan alergen nutrisi dermatitis atopi Mode and place Kohort 2343 ibu Variabel bebas: Bayi yang lahir of delivery, prospektif hamil metode dan dengan gastrointestinal dengan usia tempat persalinan seksio microbiota, and kehamilan persalinan, sesarea memiliki their influence 34 minggu mikrobiota kolonisasi kuman on asthma and diikuti gastrointestinal Clostridium atopy hingga bayi difficile pada Frederika A. lahir usia 1 bulan dan van Nim wegen, sampai berhubungan dkk dengan usia Variabel dengan kejadian American 7 tahun terikat: asma dan eksem. Academy of asma, atopi Persalinan Allergy, Asthma pervaginam & Immunology. menurunkan J Allergy Clin risiko eksem, Immunol.2011 12 alergi makanan dan asma

8 A retrospective Kohort 192 anak Variabel bebas: Tidak ada chart review to identify perinatal retrospektif sehat dan 99 anak Metode persalinan, hubungan bermakna antara factors yang paparan paparan associated with food allergies Kely Dowhower didiagnosa alergi antibiotik perinatal, antibiotik perinatal, Karpa, dkk makanan perawatan di perawatan di Nutrition Journal. 2012 13 NICU (Neonatal NICU ataupun persalinan seksio Intensive Care sesarea dengan Unit), kondisi angka kejadian ibu alergi makanan. Sedangkan Variabel terikat: Alergi makanan semakin bertambahnya usia ibu saat persalinan berhubungan dengan kejadian angka alergi pada anak.

9 Penelitian pertama berbeda dengan penelitian peneliti, dikarenakan penelitian di atas menggunakan desain penelitian analitik retrospektif sedangkan pada penelitian peneliti digunakan desain penelitian kohort prospektif. Subjek penelitian di atas adalah anak di bawah usia 16 tahun dan juga yang berusia 16 tahun sedangkan pada penelitian peneliti subjek penelitian adalah bayi berusia 0-3 bulan. Penelitian kedua memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut ditujukan bagi bayi usia 0-12 bulan dengan riwayat alergi pada orang tua sedangkan penelitian peneliti ditujukan pada bayi usia 0-3 bulan tanpa memperhitungkan ada atau tidaknya riwayat alergi orang tua. Selain itu, penelitian di atas memiliki variabel bebas hanya metode persalinan seksio sesarea dan variabel terikat yaitu gejala gastrointestinal, dermatitis atopi dan sensitisasi terhadap alergen makanan. Penelitian peneliti melihat hubungan metode persalinan pervaginam dan juga seksio sesarea terhadap seluruh manifestasi penyakit alergi. Penelitian ketiga memiliki perbedaan dengan penelitian peneliti yaitu pada subjek penelitian dan variabel bebas serta variabel terikat. Subjek penelitian ketiga tersebut adalah 2343 ibu hamil dengan usia kehamilan 34 minggu diikuti hingga bayi lahir sampai dengan usia 7 tahun sedangkan penelitian peneliti memiliki subjek bayi usia 0-3 bulan. Variabel bebas pada penelitian ketiga tersebut yaitu metode dan tempat persalinan, mikrobiota gastrointestinal serta variabel terikat adalah asma dan atopi. Pada penelitian peneliti tidak terdapat

10 tempat persalinan dan mikrobiota gastrointestinal sebagai variabel bebas serta variabel terikatnya seluruh manifestasi alergi. Pada penelitian keempat desain penelitian yang digunakan adalah kohort retrospektif sedangkan desain penelitian peneliti adalah kohort prospektif. Subjek pada penelitian keempat adalah anak sehat dan anak dengan riwayat pernah didiagnosa alergi makanan, penelitian peneliti memiliki subjek bayi usia 0-3 bulan dengan maupun tanpa riwayat alergi sebelumnya. Variabel bebas pada penelitian keempat yaitu metode persalinan, paparan antibiotik perinatal, perawatan di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), kondisi ibu dan variabel terikat alergi makanan. Pada penelitian peneliti variabel bebas hanya metode persalinan dan variabel terikat penyakit alergi, baik karena makanan ataupun etiologi lain.