BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pacarnya tidak mau bertanggung jawab. Menurut Susilo ( 2007 ) dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini berlangsung

juga kelebihan yang dimiliki

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai, sehingga data

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara normal (Soematri, 2012).Secara global lebih dari 500 juta

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang didambakan. Berbagai harapan sempurna mengenai anak pun mulai

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. umum, dan dianggap memiliki tingkat keparahan paling tinggi. Berdasarkan data

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda.

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB 2 LANDASAN TEORI. Coping didefinisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. OPTIMISME 1. Defenisi Optimis, Optimistis dan Optimisme Optimis dalam KBBI diartikan sebagai orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal sedangkan optimistis didefenisikan sebagai bersifat optimis atau penuh harapan. Menurut Carver dan Scheier (2001) optimis merupakan individu yang memperkirakan hal baik yang terjadi pada dirinya, sedangkan pesimis adalah individu yang memperkirakan dirinya akan mengalami hal buruk. Optimisme menurut KBBI adalah paham (keyakinan) atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan atau sikap selalu mempunyai harapan baik di segala hal. Optimisme merupakan expectancy (ekspektasi) bahwa akan lebih banyak hal baik yang terjadi daripada hal buruk di masa depan (Carr, 2004). Individu optimis saat menghadapi kesulitan akan terus berusaha mencapai tujuan dan akan menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dengan menggunakan strategi coping yang efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang optimis dan pesimis, berbeda caranya dalam mengatasi masalah dan menghadapi tantangan, cara dan hasil yang diperoleh dalam menyelesaikan kesulitan yang dihadapi (Carver & Scheier, 2004). Optimis ketika menghadapi tantangan akan menghadapinya dengan percaya diri dan gigih, meskipun kemajuan dalam menyelesaikan tantangan tersebut lambat karena 9

mereka percaya kesulitan dapat ditangani. Berbeda dengan optimis, pesimis cenderung akan menyerah ketika menghadapi kondisi yang sulit dan menantang, selain itu mereka juga cenderung memiliki perasaan negatif dan membayangkan kalau suatu kejadian yang buruk akan terjadi (Carver & Scheier, 2001). 2. Optimisme dan Expectancy Value Model Konsep optimisme berkaitan dengan teori motivasi atau yang lebih dikenal dengan teori expectancy-value (Carver & Scheier, 2001). Teori ini berpandangan bahwa perilaku individu disusun oleh dua aspek: a. Goal (Tujuan) Tujuan adalah state atau tindakan yang dianggap diinginkan atau tidak diinginkan. Individu mencoba untuk menyesuaikan perilaku sesuai dengan yang dia inginkan dan menjauhkan diri dari apa yang tidak diinginkan. Semakin penting tujuan tersebut bagi seseorang, semakin besar nilainya dalam memberi motivasi pada individu. Tanpa memiliki tujuan, seseorang tidak memiliki alasan untuk bertindak. b. Expectancy (Ekspektasi) Ekspektasi merupakan confidence (kepercayaan) ataupun doubt (keraguraguan) dalam pencapaian tujuan. Jika individu ragu-ragu, tidak akan ada tindakan. Keraguan dapat mengganggu usaha untuk mencapai tujuan baik sebelum tindakan dimulai atau saat sedang berlangsung. Hanya individu dengan ekspektasi yang cukup yang mampu melanjutkan usahanya. 10

3. Dampak Optimisme Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan terhadap optimisme, disimpulkan bahwa optimisme sangat membantu individu dalam berbagai bidang. Optimis akan lebih cepat menerima kenyataan akan kondisi yang dihadapinya sekarang dibandingkan dengan individu yang pesimis (Carver & Scheier, 2004) Optimisme berkaitan dengan kondisi kesehatan yang lebih baik. Individu dengan optimis yang rendah lebih membutuhkan psikoterapi dibandingkan dengan individu dengan optimisme yang tinggi (Karlsson, 2011). Ketika individu memiliki ekspektasi, maka individu akan mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan mencari penyelesaian dari masalah tersebut meskipun sulit (Carver & Scheier, 2001). Individu yang memiliki kepercayaan tentang masa depan akan terus mengeluarkan usaha walaupun menghadapi masa sulit, sedangkan individu yang ragu akan berhenti mengeluarkan usahanya. Ketika menghadapi kondisi yang sulit, akan muncul perasaan sedih, cemas dan stres (Sarafino & Smith, 2011), kondisi ini menuntut individu untuk melakukan coping. Coping diartikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang dinilai berat atau melebihi batas kemampuan individu (Lazarus & Folkman, 1984). Coping dilihat dari fungsinya dibagi menjadi 2: 1. Emotion-focused coping Berfokus pada cara mengontrol respons emosional saat kondisi stres. Individu dapat meregulasi respon emosional mereka melalui pendekatan kognitif 11

dan perilaku. Pendekatan kognitif berkaitan dengan cara individu berpikir terhadap situasi stres yang dihadapi. Individu dapat mendefenisikan kembali situasi sehingga dapat menghadapinya dengan lebih baik. Proses kognitif dari emotion-focused coping yang lain adalah dengan strategi defense mechanism. Individu cenderung menggunakan pendekatan emotion-focused ketika tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi yang penuh stres tersebut. 2. Problem-focused coping Coping ini berfokus pada masalah bertujuan untuk mengurangi tuntutantuntutan dari keadaan stres atau mengembangkan sumber daya untuk menghadapinya. Coping ini akan digunakan saat kondisi masih mungkin untuk berubah. Pendekatan yang berfokus pada masalah cenderung digunakan ketika adanya perubahan dari sumber daya atau tuntutan situasi. Optimisme mempengaruhi strategi coping yang lebih adaptif, Individu bisa melakukan pencegahan ataupun meminimalisasikan stress. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah ataupun meminimalkan stres disebut proactive coping. Individu yang optimis yang biasanya menggunakan metode yang berfokus pada masalah. Terdapat beberapa bentuk proactive coping, seperti: meningkatkan dukungan sosial, meningkatkan kontrol personal, mengorganisir lingkungan sendiri, melakukan olahraga, dan menyiapkan diri untuk situasi yang menyebabkan stres. 12

B. Suami yang Mengalami Cacat 1. Suami Laki-laki menurut KBBI adalah orang (manusia) yang mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan adakalanya berkumis. Sebagai laki-laki, ada beberapa hal yang dituntut pada peran gender laki-laki yaitu (Weiten, 2012): 1. Achievement Untuk membuktikan kejantanan mereka, laki-laki perlu untuk mengalahkan orang lain di tempat kerja dan dalam olahraga serta memiliki jabatan yang lebih tinggi. 2. Agression Laki-laki harus tanggguh dan berjuang untuk apa yang mereka yakini benar. Mereka harus mampu membela diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai dari ancaman atau bahaya. 3. Autonomy Laki-laki harus mampu mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. 4. Seksualitas Laki-laki sejati harus heteroseksual dan sangat termotivasi untuk mengejar kegiatan seksual dan penaklukan. 5. Stoicism Laki-laki tidak harus berbagi rasa sakit mereka atau menunjukkan kelemahan yang dimiliki. Laki-laki ketika telah dewasa dan menikah akan memiliki peran baru sebagai suami. Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah 13

laki-laki yang menjadi pasangan hidup resmi seorang perempuan (istri) yang telah menikah. Dalam undang-undang pernikahan No. 1 Tahun 1974 ada beberapa hak dan kewajiban suami dan ayah dalam keluarga: 1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (pasal 34 ayat 1). 2. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya (pasal 45 ayat 1). Menurut pandangan tradisional, suami merupakan penguasa utama rumah tangga yang memiliki hak-hak istimewa dan otoritas terbesar dalam keluarga (Kusujiarti dalam Supriyantini, 2002). Selain itu berdasarkan tafsiran Al-Qur an, 4:34, suami juga berperan untuk membimbing, mendidik, serta mengayomi keluarganya (Chusniatun, 2011). Menurut Dr. Phil, peran suami sebagai kepala keluarga ada 4, yaitu: 1. Provider (penyedia) Selain mendukung keluarga dalam hal finansial, suami juga harus dapat mensejahterakan keluarganya secara emosional, spiritual, fisik dan mental. 2. Protector (pelindung) Suami harus dapat menjaga harga diri dan martabat dirinya serta keluarga. 3. Leader (pemimpin) Suami yang bertanggung jawab untuk mengambil keputusan penting dalam keluarga ketika menghadapi suatu masalah. 4. Teacher (pengajar) 14

Menjadi contoh untuk keluarga dan masyarakat, baik melalui kata-kata maupun perbuatan. Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suami merupakan laki-laki yang menjadi pasangan hidup resmi seorang perempuan (istri) yang telah menikah yang memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan keluarga, memelihara, melindungi, mendidik, membimbing serta mengayomi keluarganya. 2. Cacat Cacat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997, penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c) penyandang cacat fisik dan mental. Hawlet (2001) menyatakan kalau cacat secara umum dapat dibagi menjadi 4 yaitu: 1. Cacat Fisik Cacat fisik disebabkan oleh kondisi fisik yang cacat. Individu yang dikategorikan cacat fisik adalah individu yang tidak memiliki kemampuan fisik, pincang, kelemahan fisik, dan kelemahan tulang. 15

2. Cacat Pendengaran Cacat pendengaran merupakan kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara. 3. Cacat Penglihatan Cacat penglihatan adalah gangguan atau hambatan dalam indera penglihatan. Cacat penglihatan terbagi 2, yaitu buta total dan buta sebagian. 4. Cacat mental Cacat mental adalah ketika fungsi intelektual berada di bawah rata-rata. Cacat umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. Cacat sejak lahir, terjadi karena serangan penyakit dalam kandungan, penyakit tersebut dapat langsung menyerang janin sehingga pertumbuhan anggota badan menjadi terganggu. 2. Cacat karena penyakit. 3. Cacat karena infeksi, disebabkan karena suatu penyakit tetapi menyebabkan serangan langsung. 4. Cacat karena kecelakaan, terjadi karena lalu lintas, perang, kecelakaan pabrik, bencana alam dan sebagainya. 3. Suami yang Mengalami Cacat Suami yang mengalami cacat adalah laki-laki yang menjadi pasangan hidup resmi perempuan yang mengalami kondisi cacat fisik, penglihatan, pendengaran dan mental yang disebabkan karena bawaan dari lahir, penyakit, infeksi dan kecelakaan. Dalam penelitian ini peneliti tidak membatasi penyebab 16

cacat subjek penelitian tetapi jenis cacat yang dialami hanya cacat fisik, penglihatan dan pendengaran. C. DINAMIKA ANTAR VARIABEL Setiap individu mengharapkan memiliki kondisi fisik dan psikologis yang baik, namun pada kenyataannya tidak semua orang dapat memiliki kondisi fisik dan psikologis yang baik. Keterbatasan ini bisa dialami siapa saja, termasuk suami yang berperan sebagai kepala keluarga. Perubahan kondisi fisik ini tentu menuntut suami untuk dapat menyesuaikan diri akan kondisinya. Kondisi lingkungan sangat penting dalam penyesuaian diri. Begitu juga pada suami yang mengalami cacat, suami yang mendapat dukungan dari orangorang terdekatnya seperti keluarga dan teman-temannya akan mampu menyesuaikan diri dengan baik. Dukungan sosial ternyata mempengaruhi kondisi kesehatan (Brennan & Spencer, 2012). Ketika suami tidak mampu menghadapi dalam hal ini menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan perubahan lain yang dialaminya, suami bisa mengalami kemarahan, kecemasan bahkan depresi. Sehingga penting bagi suami untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisinya yang sekarang. Penyesuaian diri terhadap kondisi stres yang dihadapi akan berkaitan dengan strategi coping yang digunakan. Optimisme berkaitan positif dengan dengan penggunaan strategi coping yang lebih adaptif (Carr, 2004). Coping pada individu yang optimis berbeda dengan individu yang pesimis (Carver & Scheier, 2002). Optimisme diharapkan dapat menjadi pelindung individu ketika menghadapi kondisi stres ini. 17

Jadi suami cacat yang optimis akan lebih mampu untuk beradaptasi dengan kondisi baru yang dihadapinya dibandingkan dengan suami yang pesimis. Optimisme diharapkan dapat membantu suami menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialaminya dan perubahan-perubahan lain yang terjadi akibat cacat yang dialaminya tersebut. 18

D. PARADIGMA Pernikahan Suami Istri Kepala Keluarga Cacat Perubahan Stres Adaptasi dan Coping Optimis?? 19