ANALISIS RANCANGAN. penggetar. kopling. blade. motor listrik. beam

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERANCANGAN. = 280 mm = 50,8 mm. = 100 mm mm. = 400 gram gram

BAB III PERANCANGAN Perencanaan Kapasitas Penghancuran. Diameter Gerinda (D3) Diameter Puli Motor (D1) Tebal Permukaan (t)

POROS dengan BEBAN PUNTIR

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

Hopper. Lempeng Panas. Pendisribusian Tenaga. Scrubber. Media Penampung Akhir

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN GAMBAR

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah:

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan :

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

Lampiran 1 Analisis aliran massa serasah

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB VI POROS DAN PASAK

PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini

BAB II LANDASAN TEORI. khususnya permesinan pengolahan makanan ringan seperti mesin pengiris ubi sangat

PERENCANAAN MESIN PENGIRIS PISANG DENGAN PISAU (SLICER) VERTIKAL KAPASITAS 120 KG/JAM

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Bahan poros S45C, kekuatan tarik B Faktor keamanan Sf 1 diambil 6,0 dan Sf 2 diambil 2,0. Maka tegangan geser adalah:

PERANCANGAN MESIN PENGUPAS KULIT KENTANG KAPASITAS 3 KG/PROSES

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN

Jumlah serasah di lapangan

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

BAB IV PERHITUNGAN RANCANGAN

PERENCANAAN MESIN PENGADUK UDANG NAGET OTOMATIS

PERANCANGAN CAKE BREAKER SCREW CONVEYOR PADA PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS PABRIK 60 TON TBS PER JAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. girder silang ( end carriage ) yang menjadi tempat pemasangan roda penjalan.

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB IV PERHITUNGAN DAN HASIL PEMBAHASAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA & PERHITUNGAN ALAT

BAB IV PERHITUNGAN DIMENSI UTAMA ESKALATOR. Dari gambar 3.1 terlihat bahwa daerah kerja atau working point dalam arah

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

hingga akhirnya didapat putaran yang diingikan yaitu 20 rpm.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

MESIN PERUNCING TUSUK SATE

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II TEORI DASAR. BAB II. Teori Dasar

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PERANCANGAN

3.2. Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Kopling Tetap

BAB 4 HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

1. Kopling Cakar : meneruskan momen dengan kontak positif (tidak slip). Ada dua bentuk kopling cakar : Kopling cakar persegi Kopling cakar spiral

operasional yang kontinyu dengan menggunakan debit yang normal pula.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam

SABUK ELEMEN MESIN FLEKSIBEL 10/20/2011. Keuntungan Trasmisi sabuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

IV. ANALISA PERANCANGAN

BAB II DASAR TEORI. 1. Roda Gigi Dengan Poros Sejajar.

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

TRANSMISI RANTAI ROL

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB II LANDASAN TEORI. proses tekan geser. Butir beras terjepit dan tertekan cekung lesung antum sehingga

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

BAB II LANDASAN TEORI

Tujuan Pembelajaran:

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

Transkripsi:

IV. ANALISIS RANCANGAN A. RANCANGAN FUNGSIONAL Ide rancangan penggetaran mole plow adalah mengaplikasikan forced vibrations pada kantilever beam dari mole plow. Beam mole plow terbuat dari baja S45C yang mempunyai sifat elastis dan berbentuk kantilever. Struktur beam yang berbentuk kantilever menyebabkan beam kuat terhadap tarikan ke depan dan lemah terhadap tarikan ke samping. Kondisi inilah yang membuat beam bisa dijadikan pegas yang akan bergetar apabila diberikan gaya getar ke arah samping. Penggetar berfungsi menggetarkan kantilever beam dari mole plow. Penggetaran dirancang untuk bisa dilakukan pada berbagai frekuensi agar bisa mengetahui frekuensi getar yang tepat untuk menurunkan draft mole plow. Penggetaran dirancang dengan membangkitkan gaya getar dari putaran massa unbalanced yang diputar oleh motor listrik dan dapat diseting jari-jari eksentriknya. Skema perancangan penggetar mole plow bisa dilihat pada Gambar11. penggetar kopling motor listrik blade beam Gambar 11. Skema rancangan penggetar mole plow. Penggetar mole plow dirancang dengan memanfaatkan prinsip eksentrisitas pusat massa. Dimana suatu massa eksentris atau unbalanced diputar pada pusat putaran tertentu. Pusat massa yang diputar berada diluar 26

sumbu pusat putaran sehingga terjadi ketidaksetabilan putaran. Kesetabilan putaran inilah yang akan menghasilkan getaran atau gaya penggetar. Untuk memenuhi fungsi penggetaran, penggetar mole plow terdiri dari beberapa bagian, yaitu unbalanced (piringan exciter+plat pengapit exciter), poros penggetar, tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan penggetar, dudukan tutup penggetar, sistem transmisi, dan batang kantilever. 1. Piringan Exciter Piringan exciter berfungsi sebagai pembangkit gaya getar. Piringan exciter dirancang dengan bentuk dasar lingkaran yang dibuat sedemikian rupa sehinga profilnya merupakan serpihan dari suatu lingkaran. Pusat massa piringan exciter dirancang untk mempunyai jarak eksentrik (e) atau radius eksentrik (e) tertentu dari suatu pusat lingkaran. Dengan memutar massa piringan exciter yang berjarak e dari pusat putaran diharapkan akan terdapat suatu pussat massa yang berputar pada jarak e sehingga terjadi ketidaksetabilan putaran. Ketidaksetabilan putaran ini yang akan menimbulkan getaran. Dengan meracang jarak e pada piringan exciter maka akan bisa ditentukan besarnya gaya penggetaran dengan syarat massa exciter dan kecepatan putaran diketahui. Pada piringan exciter dibuat dua buah lubang baut pada bagian ujungnya. Lubang-lubang tersebut berfungsi sebagai tempat mengikat piringan exciter dengan baut. Dengan diikat dua buah baut, piringan exciter akan terkunci pada posisi tertentu. 2. Plat Pengapit Exciter Plat Pengapit exciter berfungsi untuk mengikat piringan exciter pada posisi tertentu. Pada saat diputar, pusat massa piringan exciter dijaga agar tetap berotasi dengan jarak e tetap terhadap pusat putaran sesuai penyetingan di awal pemasangannya. Plat pengapit exciter berfungsi mengapit piringan exciter agar tetap terjaga pada posisi awalnya. 27

Piringan exciter diikat pada plat pengapit exciter oleh dua buah baut supaya terkunci pada posisi tertentu. Sementara plat pengapit exciter diikat pada poros penggetar. Pada saat poros penggetar diputar, plat pengapit exciter akan meneruskannya ke piringan exciter sehingga piringan exciter berputar. Plat pengapit exciter berjumlah dua buah. Pada masing-masing plat pengapit exciter dibuat lima buah lubang yang posisinya sama pada kedua plat. Sehingga tiap lubang dari kedua plat berpasangan satu sama lain untuk mengikatkan baut. Dimana empat pasang lubang berfungsi untuk perubahan posisi pengikatan baut. Sementara satu pasang lubang tidak mengalami perubahan posisi pengikatan untuk menjadi tumpuan perputaran atau perubahan posisi piringan exciter pada plat pengapit exciter. Dengan membuat empat buah lubang, posisi piringan exciter pada plat pengapit exciter bisa diubah pada empat posisi. Dengan cara memutar piringan exciter pada plat pengepit exciter sampai menemukan lubang baut pada posisi yang dinginkan lalu menguncinya dengan baut, maka posisi e akan bisa diubah-ubah sesuai keinginan. Pada plat pengapit exciter dibuat sebuah alur pasak. Alur pasak ini berfungsi untuk mengikatkan plat pengapit exciter pada poros penggetar. Untuk memperkuat ikatan pada plat pengapit exciter dibuat naf pada salah satu sisinya. 3. Poros Penggetar Poros penggetar berfungsi meneruskan tenaga putar dari flexible coupling ke komponen penghasil getaran yaitu plat pengapit exciter dan piringan exciter. Tenaga putar dari flexible coupling mula-mula diteruskan ke plat pengapit exciter kemudian plat pengapit exciter memutar piringan exciter yang diapitnya. Dengan kondisi piringan exciter yang unbalanced maka tenaga putar ini akan menghasilkan getaran pada komponen penggetar. 28

baut pengikat lubang penyetelan e plat pengapit exciter piringan exciter poros penggetar Gambar 12. Piringan exciter terpasang pada plat pengapit exciter pada posisi e max dan e min. Pada poros penggetar dibuat dua buah alur pasak. Alur pasak ini berfungsi untuk membenamkan pasak yang akan mengikat poros penggetar dengan plat pengapit exciter. Dengan memasang pasak antara poros penggetar dengan plat pengapit exciter diharapkan pada saat berputar tidak terjadi slip putaran pada sambungan poros penggetar dan plat pengapit exciter. 4. Tutup Penggetar Tutup penggetar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu sebagai tempat memasang bearing yang menahan poros penggetar, sebagi tempat bertumpu pipa penggetar, dan sebagai penyalur getaran dari bearing ke dudukan penggetar. Tutup penggetar berjumlah dua dan pada salah satu sisi dari masing-masing tutup penggetar dipasang bearing untuk tumpuan poros penggetar. Pada saat timbul getaran dari piringan exciter, plat pengapit exciter ikut bergetar. Selanjutnya getaran tersebut menggetarkan poros penggetar dan poros penggetar meneruskan getaran tersebut pada bearing. Tutup penggetar menerima getaran dari bearing dan meneruskanya ke dudukan penggetar. Getaran ini selanjutnya diteruskan ke beam mole plow oleh dudukan penggetar. 29

Gambar 13. Dua alternatif sketsa rancangan tutup penggetar. Ada perbedaan antara kedua tutup penggetar. Tutup penggetar bagian depan dipasang mati tidak bisa dilepas dari dudukan tutup penggetar. Pada tutup bagian belakang dibuat kupingan untuk mengikat tutup penggetar dengan dudukan penggetar mengguakan ikatan baut. Dengan menggunakan ikatan baut, tutup penggetar bagian belakang bisa dibuka untuk memudahkan membuka baut yang mengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter pada saat penyetelan radius eksentrik. 5. Pipa Penggetar Untuk menutupi piringan exciter dan plat pengapit exciter maka di antara tutup penggetar dipasang sebuah pipa besi. Selain sebagai kesing dari penggetar pipa penggetar berfungsi juga untuk memperkuat tutup penggetar dalam menyalurkan getaran. Dengan adanya pipa penggetar yang diikat oleh baut pada tutup penggetar, getaran pada masing-masing tutup akan terhubung sehingga mengurangi beban yang ditahan oleh masing-msing tutup. 30

Gambar 14. Dua alternatif sketsa pipa penggetar. 6. Dudukan Tutup Penggetar Dudukkan tutup penggetar memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai mounting dari tutup penggetar, penguat struktur tutup penggetar, dan penyalur getaran dari tutup penggetar ke dudukan penggetar melalui ikatan baut. Tutup penggetar dipasang berdiri pada dudukan tutup penggetar. Dengan berdiri pada dudukan tutup penggetar, beban dari massa komponen-komponen pengetar yang telah disebutkan di atas bertumpu pada dudukan tutup penggetar. Getaran yang timbul pada tutup penggetar akibat penggetaran piringan exciter akan tersalurkan pada dudukan tutup penggetar. Gambar 15. Dua alternatif sketsa dudukan tutup penggetar. 7. Dudukan Penggetar Fungsi dari dudukan penggetar adalah sebagai mounting dari penggetar dan sebagai penyalur getaran yang timbul pada penggetar ke beam mole plow. Dudukan penggetar menghubugkan penggetar 31

pada beam mole plow. Dengan terhubungnya penggetar dan beam mole plow, getaran dari penggetar tersalurkan pada beam mole pow. Karena sifat elastis dari beam mole plow yang meupakan batang kantilever, maka dengan penggetaran tersebut akan timbul getaran struktur pada beam mole plow. Selanjutnya getaran struktur tersebut menggetarkan blade mole plow yang masuk ke dalam tanah. Gambar 16. Sketsa dudukan penggetar. 8. Sistem Transmisi Sistem transmisi yang dipergunakan pada penggetar mole plow adalah kopling. Kopling berfungsi untuk menyalurkan tenaga dari motor listrik ke pembangkit getaran. Kopling terdiri dari kopling flens, flexible coupling dan kopling freewheel. Kopling flens fungsinya menyalurkan tenaga dari flexible coupling ke poros penggetar. Flexible coupling berfungsi menyalurkan tenaga dari kopling freewheel ke kopling flens serta meredam getaran dari pembangkit getaran agar tidak merusak motor listrik. Kopling freewheel berfungsi menyalurkan tenaga dari motor listrik ke flexible coupling serta memutuskan tenaga dari putaran pembangkit getaran ke motor listrik saat motor listrik dimatikan. 9. Batang Kantilever Batang kantilever berfungsi sebagai rangka tarik dari blade mole plow dan sebagai pegas penggetar. Batang kantilever akan menimbulkan getaran struktur ketika mendapatkan gaya getar dari 32

unbalanced (piringan exciter+plat pengapit exciter). Batang kantilever merupakan bagian dari mole pow yaitu bagian beam mole plow. B. RANCANGAN STRUKTURAL Perancangan alat dan mesin memerlukan perhitungan atau simulasi tertentu untuk mewujudkanya secara struktural. Perhitungan tersebut menyangkut perhitungan gaya, beban dan perhitungan mengenai pemilihan bentuk serta bahan suatu struktur. Sementara simulasi bisa dilakukan dengan menggunakan CATIA. Hasil perhitungan dan simuasi ini terwujud dalam bentuk ukuran, bahan dan bentuk yang akan digunakan dalam merancang bagian komponen alat atau mesin. Dengan melakukan hal tersebut terjadinya kerusakan pada alat dan mesin yang telah dirancang dapat dicegah. Sebelum melakukan perhitungan mengenai struktur unit pembangkit getaran, terlebih dahulu dilakukan perhitungan pendahuluan. Perhitungan ini mengenai perhitungaan gaya penggetaran. Gaya penggetaran yang direncanakan didasarkan pada tahanan tanah. Berdasarkan hasil penelitian Dito (2009) di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian IPB di Leuwikopo, tahanan tanah pada arah depan terhadap subsoiler getar berkisar 10.3-11.8 kn. Sedangkan pada arah sampinng tahanan tanah (F tana ) diasumsikan sekitar 20% tahanan tanah arah depan yaitu sekitar 2000 N. Gambar 17 menunjukan skema kebutuhan gaya getar (F getar ). Mole plow direncanakan beroperasi pada kedalaman (a) 50 cm dan jarak (F getar ) ke dalam tanah (b) sekitar 100 cm. Oleh karena itu, penggetaran direncanakan dilakukan di sekitar 4000 N. 33

F getar T a F tana F tana T b Gambar 17. Skema kebutuhan gaya getar. Besarnya gaya penggetaran dipengaruhi oleh massa unbalanced (m), jari-jari eksentrik (e), dan kecepatan putar (ω). Massa eksentrik unit pembangkit getaran (unbalanced) rencana dan jari-jari eksentrik rencana diperoleh dari simulasi pada CATIA. Unbalanced dirancang pada empat jari-jari eksentrik tergantung posisi penguncian piringan exciter pada plat pengapit exciter oleh baut pengikat. Akan tetapi pada perancangan diambil jari-jari eksentrik terbesar. Kecepatan putar maksimum direncanakan sebesar 1000 rpm sesuai dengan kecepatan maksimum dari PTO traktor. Gaya penggetaran (F getar) dihitung berdasarkan persamaan berikut (James et.al, 1994) : Gaya penggetaran Fgetar me 2 (1) Jari-jari eksentrik 2 e 2 x z (2) Jari-jari eksentrik adalah jarak titik berat dari pusat putaran. Karena gaya penggetaran diaplikasikan pada bidang xz maka jari-jari eksentrik berada pada bidang tersebut. Koordinat titik berat pada sumbu x dan z berturut-turut adalah 11 mm dan 31 mm. Dari hasil simulasi di CATIA untuk memperoleh gaya penggetaran sekitar 4000 N maka massa rencana unbalanced dan jairi-jari eksentrik berturut-turut adalah sebesar 11.678 kg dan 0.03 m. Gaya penggetaran berdasarkan kondisi tersebut sebesar 4222.13 N. 34

Gambar 18. Penentuan titik berat dan massa unbalanced (piringan exciter +plat pengapit exciter) berdasarkan simulasi CATIA. 1. Poros Penggetar Poros penggetar direncanakan memiliki diameter sebesar 25 mm dan bahan S55C. Hal ini dilakukan brdasarkan ukuran bearing, ukuran poros, dan bahan poros yang banyak tersedia di pasaran. Sebagai acuan dalam perhitungan, daya putar yang disalurkan ke penggetar dari motor listrik 2 hp dengan kecepatan putar perancangan maksimum 1000 rpm. Berikut merupakan perhitungan ukuran diameter poros dan alur pasak yang direncanakan (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Daya rencana (Pd) = fc * P..(3) Momen puntir rencana (T) = 9.74 * 10 5 (Pd/n).. (4) 35

Berdasarkan persamaan 3 besarnya daya rencana adalah 1.492 kw, dimana faktor koreksi yang diambil adalah 1.4 (1 1.5). Sedangkan besar momen puntirnya adalah 2034.5 kg.mm. Bahan poros yang digunakan adalah S55C dengan kekuatan tarik (σ B ) 66 kg/mm 2. Faktor keamanan untuk bahan tersebut Sf 1 = 6. Terdapat pasak pada poros yang direncanakan sehingga faktor koreksi untuk alur pasak Sf 2 = 2 (nilai antara 1.3 3.0). Maka tegangan geser yang diizinkan τ a (kg/mm 2 ) dihitung menggunakan persamaan berikut (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997): Tegangan geser izin (τ a ) = σ B / (Sf 1 * Sf 2 ).. (5) Nilai tegangan geser yang diizinkan adalah 5.5 kg/mm 2. Poros penggetar mendapatkan beban dengan kejutan dan tumbukan sehingga faktor koreksi yang diambil yaitu K t = 2 (nilai antara 1.5 3). Selain beban puntir poros penggetar juga mendapat pembebanan momen bending dengan tumbukan berat, maka faktor koreksinya K m = 2 (nili 2 3). Diameter poros dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997): 1/3 (6) Diameter poros ( ds) 2 2 (5.1/ a) ( km* M ) ( Kt* T) Untuk dapat menghitung diameter poros (ds) maka perlu menghitung terlebih dahulu momen bending (M) maksimal yang terjadi pada poros penggetar. Berikut adalah perhitungan momen bending maksimal. unbalanced poros bearing Gambar 19. Gambar potongan penggetar. 36

180 mm 15 m 40 mm F/50 RA RB Gambar 20. Model pembebanan pada poros penggetar. Perhitungan gaya geser (V(X)): V X = RA; 0 X 15 V X = RA F 50 X 15 ; 15 X 40 V X = RA F 25; 40 X 140 50 V X = RA F 50 25 F X 140 ; 140 X 165 50 Perhitungan momen bending (M(X)): M X = RAX; 0 X 15 M X = RAX F 50 X 15 X 15 2 ; 15 X 40 M X = RAX F 100 X 15 2 ; 15 X 40 M X = RAX F 25 X 27.5 ; 40 X 140 50 M X = RAX FX 2 + 27.5F ; 40 X 140 2 M X = RAX F 25 X 27.5 50 F 50 X 140 X 140 2 ; 140 X 165 Karena beban lentur terhadap poros isometrik maka momen bending mksimal (Mmax) berada pada tengah-tengah poros atau pada daerah 40 X 140, yaitu pada X = 90 mm. Persamaan momen 37

bending maksimalnya adalah sebagai berikut: M ( X ) RAX FX 2 27.5F..(7) 2 Dengan gaya penggetaran (F) = 4222.13 N atau setara dengan 430.83 kg, maka nilai momen bending maksimal adalah 58054.3 kgmm. berikut: Dengan memasukan nilai momen bending pada persamaan 1/3 (8) Diameterporos ( ds) 2 2 (5.1/ a) ( km* M ) ( Kt* T) maka diperoleh diameter poros (ds) sebesar 22.6 mm. Besarnya diameter poros yang direncanakan berdasarkan persamaan (4) adalah 22.6 mm dan diameter poros yang digunakan adalah 25 mm serta dibuat alur pasak sebesar 8 x 4 mm dengan jarijari filet (r) 0.4 mm. Maka besarnya tegangan geser yang terjadi (τ max ) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997): τ max 16 2 ( ) (km*m) 3 (kt*t) π xd 2... (9) τa sf2 > τmax α (10) Nilai tegangan geser maksimal yang terjadi adalah 1.7 kg/mm 2. Harga faktor koreksi tegangan untuk alur pasak α yang diperoleh dari diagram R.E Peterson (Sularso dan Kiyokatsu, 1997) adalah 2.65. Berdasarkan persamaan 9, besarnya tegangan geser izin kali faktor koreksi dari alur pasak adalah 11 kg/mm 2 sementara besarnya tegangan geser yang terjadi dikalikan faktor koreksi dari alur pasak berdasarkan diagram R.E Peterson adalah 7.43 kg/mm 2. Jadi menurut hasil perhitungan ukuran poros 25 mm dan alur pasak 8 x 4 x 0.4 mm adalah baik. Untuk lebih meyakinkan bahwa ukuran dan bahan poros yang digunakan baik maka dilakukan pula koreksi dengan perhitungan kecepatan putaran kritis, perhitungan defleksi puntiran, dan 38

perhitungan defleksi. Berikut adalah perhitungan koreksi ukuran dan bahan poros berdasarkan persamaan tersebut. Perhitungan perencanaan poros berdasarkan kecepatan putaran kritis (Martin, 1985): Kecepatan putaran kritis 3 3EI L ( ωn ).... (11) 3 3 ma b Inersia poros terhadap sumbu putaran 4 π ds ( I ).. (12) 64 ωn ωrencana.. (13) Dengan nilai elastisitas baja (E) = 210 GPa atau setara dengan 210 * 10 9 Pa, inersia (I) = 1.9748 x 10-8, panjang antar bantalan (L) = 0.18 m, massa plat exciter dan plat pengapit exciter (m) = 11.678 kg, diameter poros (ds) = 0.025 m, jarak dari ujung bantalan 1 ke pusat berat (a) =0.09 m, dan jarak dari ujung bantalan 2 ke pusat berat (b) =0.09 m maka diperoleh kecepatan putaran kritis (ω n ) sebesar 3673.81 rad/s atau setara dengan 35082.32 rpm. Sementara kecepatan putar maksimum yang direncanakan adalah 1000 rpm. Jadi berdasarkan persamaan 12 di mana kecepatan putaran kritis lebih besar dari kecepatan putar maksimum yang direncanakan maka ukuran poros baik. Perhitungan perencanaan poros berdasarkan defleksi puntiran (Sularso dan Kiyokatsu, 1997): Defleksi puntiran θ = 584 TL G baja ds 4 yang diizinkan... (14) Nilai defleksi putiran yang diizinkan ( yang diizinkan) adalah 0.25 0 /m (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Dengan nilai modulus geser baja (G) = 8.3 x 10 3 kg/mm 2, momen puntir (T) = 2034.5 kgmm, jarak antar bantalan (L) =180 mm, dan diameter poros (ds) = 25 mm maka diperoleh defleksi puntiran (ө)sebesar 0.065 /m. Jadi berdasarkan persamaan (14) di mana nilai defleksi puntiran kurang 39

dari nilai defleksi puntiran yang diizinkan maka ukuran dan bahan poros baik. Perhitungan perencanaan poros berdasarkan defleksi (Sularso dan Kiyokatsu, 1997): Defleksi (y)= 4 F L1 L2 3.23*10 * (15) 4 d L y 3 y yizin... (16) Nilai defleksi yang diizinkan (y yang diizinkan) adalah (0.3 0.35) mm/m (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Dengan beban pada poros (F) =430.83 kg, jarak dari bantalan satu ke pusat beban (L1) = 90 mm, jarak dari bantalan dua ke pusat beban (L2) = 90 mm, diameter poros (ds) = 25mm, dan jarak antar bantalan (L) = 180 mm maka diperoleh defleksi (y) sebesar 0.03 mm/m. Jadi berdasarkan persamaan 16 di mana nilai defleksi masih ada dalam rentang nilai defleksi yang diizinkan maka ukuran dan bahan poros baik. 3 3 2. Baut Pengikat Piringan Exciter dan Plat Pengapit Exciter Baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter mengalami tegangan geser dan momen bending akibat massa piringan exciter. Oleh karena itu analisis struktural mengenai ukuran dan bahan baut dilakukan dengan melakukan penghitungan berdasarkan tegangan geser dan momen bending. Dari kedua metode perhitungan ini diambil ukuran baut terbesar. Sebelum melakukan perhitungan mengenai ukuran baut, terlebih dahulu menghitung gaya yang bekerja pada exciter. Untuk menentukan ukuran baut, gaya yang diperhitungkan adalah gaya getar akibat massa exiter saja dengan plat pengapit exciter sebagai tumpuan baut. Adapun perhitungan gaya tersebut adalah sebagai berikut. 40

F r2 ω r1 F1 Gambar 21. Skema gaya pada baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter. Gaya dari perputaran massa exciter F m e 2 Gaya yang terjadi pada baut...(17) r 2 F1 F..(18) r1 Dengan massa exciter (m) 7.67 kg, kecepatan putar (ω) 1000 rpm atau setara dengan 104.72 rad/sekon dan jari-jari eksentrik exciter (e) 0.48 m, maka diperoleh gaya getar (F) 4031.76 N setara dengan 411.4 kg dan gaya pada baut (F1) 205.7 kg. Untuk menghitung diameter baut berdasarkan tegangan geser, terlebih dahulu harus diketahui tegangan geser izin (τa izin ). Untuk bahan SC difinis tinggi τa izin dapat diambil 6 kg/mm² (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Sementara τa geser izin adalah 0.5 τa izin. Jadi tegangan geser izin untuk bahan baut SC adalah sebesar 3 kg/mm². Berikut perhitungan diameter baut berdasarkan tegangan geser : Luas penampang baut Diameter baut F1 A a...(19) d A 4. (20) Berdasarkan perhitungan di atas maka diperoleh dimeter baut minimal sebesar 7.6 mm 41

Berikut perhitungan ukuran dan bahan baut berdasarkan momen bending (Mx). 100 mm F/L RA RB Gambar 22. Model pembebanan pada baut pengikat piringan exciter dengan plat pengapit exciter. Gaya di ujumg baut F L F RA L RA... (21) 2 2 Dengan gaya getar (F) 411.4 kg, panjang baut yang terkena beban (L) 100 mm, maka diperoleh unit gaya yang bekerja di ujung baut (RA) adalah sebesar 205.7 kg. Perhitungan gaya geser (V(X)): F V ( X ) RA X 0 X 100 l Perhitungan momen bending (MX): M ( X ) RAX M ( X ) RAX F l F X 2L X X 2 F F M ( X ) X X 2 2L F X M ( X ) X (1 ) 2 l M ( X ) max berada pada daerah X F X M ( X ) max X (1 2 l 2 2 ) L / 2 karena pembebanansimetri 42

F ( L / 2) M ( X ) max ( L / 2)(1 ) 2 L FL 1 M ( X ) max (1 ) 4 2 FL M ( X ) max (1/ 2) 4 FL M ( X ) max 8 Dengan gaya getar (F) 411.4 kg, panjang baut yang terkena beban (L) 100mm, maka diperoleh momen bending maksimal (Mmax) adalah sebesar 2571.3 kgmm. Dengan mengacu pada nilai tegangan izin (τa), maka diameter baut dapat dihitung dari rumus berikut (Zainuri,2008): Tegangan izin τa=mmax*c/i..(22) Dimana, c adalah jarak dari sumbu netral baut ke segmen terluar 4 π d (diameter/2) dan I adalah inersia lusan penampang baut ( 64 Berdasarkan rumus di atas maka diameter baut dapat dihitung 32 / menggunakan rumus berikut d 3 M km (23) a Dengan tegangan izin (τa) 6kg/mm², faktor keamanan km = 2, dan momen bending maksimal (Mmax) 2571.3 kgmm, maka diperoleh diameter baut minimal sebesar 18 mm. Dari perhitungan diameter baut berdasarkan tegangan geser diperoleh diameter baut sebesar 7.6 mm sementara berdasarkan momen bending diperoleh diameter baut sebesar 18 mm. Untuk keamanan maka diameter baut yang digunakan adalah diameter baut berdasarkan perhitungan momen bending karena nilainya lebih besar. Dengan mengacu pada diameter minimal baut, maka digunakan baut diameter 20 mm. ). 43

Gambar 23. Penentuan titik berat dan massa piringan exciter berdasarkan simulasi CATIA. 3. Pasak Poros Penggetar Pasak poros penggetar direncanakan memiliki panjang (L) 25 mm, lebar (b) 8 mm tinggi (t) 7 mm, tinggi terbenam pada poros(t1) 4 mm, dan tinggi terbenam pada naf (t2) 3 mm dengan bahan S55C. Sebagai acuan dalam perhitungan, daya putar yang disalurkan ke poros penggetar dari motor listrik 2 hp dengan kecepatan putar pada perancangan maksimum1000 rpm. Berikut merupakan perhitungan ukuran pasak yang direncanakan (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Daya rencana (Pd) = fc * P..(24) Momen puntir rencana (T) = 9.74 * 10 5 (Pd/n)... (25) Berdasarkan persamaan 24 besarnya daya rencana adalah 1.492 kw, di mana faktor koreksi yang diambil adalah 1.4 (1 1.5). Sedangkan besar momen puntirnya adalah 2034.5 kg.mm. Gaya tangensial pada permukaan poros F T (ds / 2). (26) 44

Berdasarkan persamaan (26) besarnya gaya tangensial pada permukaan poros adalah 40.69 kg. Dari tegangan geser yang diizinkan (τka), panjang pasak (L1) yang diperlukan dapat diperoleh. τ ka F b. L1. (27) Harga τka diperoleh dengan membagi kekuatan tarik σb (66 kg/mm²) dengan faktor keamanan Sf1* Sf2. Harga Sf1 diambil 6, dan harga Sf2 diambil 3 karena pembebanan dengan tumbukan berat (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh panajng pasak sebesar 1.39 mm. Seanjutnya, perhitungan panjang pasak untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak karena tekanan bidang. F Pa. (28) L2* t1 Harga Pa 4 kg/mm² untuk poros diameter kecil dengan putarn tinggi (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh panajng pasak (L2) sebesar 3.4 mm. Panjang pasak 25 mm sementara cukup baik karena sudah lebih besar dari nilai L1 dan nilai L2. Selanjutnya pengecekan lebar pasak dan panjang pasak berdasarkan diameter poros. Lebar pasak sebaikya 25-35% dari diameter poros dan panjang pasak 0.75-1.5% dari diameter poros (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). 0.25 b / ds 0.35... (29) 0.75 L / ds 1.5. (30) Nilai b/ds dan L/ds berturut-turut adalah 0.32 dan 1. Berdasarkan persamaan 29 dan 30 maka ukuran pasak baik. 45

4. Piringan Exciter Piringan exciter merupakan bagian yang membuat terjadinya ketidaksetabilan putaran. Piringan exciter dirancang dari bentuk dasar lingkaran dengan diameter 160 mm. Piringan exciter terbuat dari bahan S45C. Bagian ini terdiri dari sepuluh lempengan plat dengan tebal masing-masing plat 10 mm. Adapun perancangan bentuk, titik berat dan massa piringan exciter disimulasikan di CATIA. Beberapa bentuk rancangan piringan exciter dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 24. Beberapa rancangan bentuk penampang piringan exciter. Dari hasil simulasi di CATIA, diputuskan menggunakan bentuk piringan exciter model 2. Hal ini dilakukan karena dari hasil simulasi nilai jari-jari eksentrisitas (e) dan massa (m) piringan exciter model dua yang paling memungkinkan untuk mendapatkan gaya getar sekitar 4000 N. Setelah piringan exciter diikat pada posisi e maksimal (e max) oleh plat pengapit exciter sehingga membentuk sebuah unbalanced, diperoleh nilai e sebesar 33 mm dan m sebesar 11.67 kg. Nilai e, m, dan Fgetar (Fe) dari tiap-tiap model unbalanced bisa dilihat pada Tabel 4. 46

Tabel 4. Nilai e, m, dan Fgetar (Fe) dari tiap-tiap model unbalanced Model m (kg) x(mm) y(mm) z(mm) e (mm) n (rpm) Fe (N) 1 min 12.25-1.5 50 0.1 1.5 1000 196 1 max 12.25-6.4 50 18.4 19.4 1000 2611 2 min 11.48 1.1 50 1.2 1.6 1000 206 2 max 11.67-11.2 50 31 33 1000 4219 3 min 12.91 1.4 50-0.939 1.7 1000 241 3 max 12.91-3.5 50 19.481 19.8 1000 2804 4 max 11.41-3.7 50 22.2 22.5 1000 2817 5. Plat Pengapit Exciter Plat pengapit exciter merupakan tumpuan dari piringan exciter. Pada plat ini, piringan exciter dapat disetel jari-jari eksentriknya. Oleh karena itu pada plat pengapit exciter dibuat beberapa lubang baut yang terdiri dari lubang tumpuan dan lubang penyetelan jari-jari eksentrik. Lubang tumpuan berjumlah satu lubang, sementara lubang penyetelan jari-jari eksentrik terdiri dari empat buah lubang. Jarak antar lubang penyetelan jari-jari eksentrik sebesar 14. Beberapa posisi penyetelan jari-jari eksentrik (e) dapat dilihat pada Gambar 25. Plat pengapit exciter terbuat dari bahan S45C dengan tebal 10 mm. Plat ini terdiri dari dua buah, yaitu plat pengapit exciter kiri dan plat pengapit exciter kanan. Pada kedua ujungnya dibuat nap untuk memperkuat strukturnya dan untuk membuat alur pasak padanya. Pada penelitian ini penggetaran dilakukan pada e maksimal di mana gaya penggetaran sebesar 4222.13 N. 47

posisi e maksimal posisi e ke-2 posisi e minimal Posisi e ke-3 Gambar 25. Beberapa posisi penyetelan jari-jari eksentrik. 6. Tutup Penggetar, Pipa Penggetar, Dudukan Tutup Penggetar dan Dudukan Penggetar Tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan tutup penggetar dan dudukan penggetar terbuat dari bahan S45C. Tutup penggetar, dudukan tutup penggetar, dan dudukan penggetar terbuat dari plat tebal 15 mm. Pipa penggetar terbuat dari pipa dengan tebal 5 mm. 7. Baut Pengikat Tutup Penggetar pada Dudukan Tutup Penggetar Baut pengikat tutup penggetar dan dudukan tutup penggetar terdiri dari empat buah baut berbahan SC. Baut pengikat tutup penggetar dan dudukan tutup penggetar mengalami tegangan geser. Oleh karena itu analisis struktural mengenai ukuran dan bahan baut dilakukan dengan melakukan penghitungan berdasarkan tegangan geser. Berikut adalah perhitungan ukuran minimal baut pengikat tutup penggetar dan dudukan tutup penggetar. 48

unbalanced F getar baut p Gambar 26. Skema pembebanan pada baut pengikat tutup penggetar belakang. F getar * sf 4p... (31) F getar * sf 4x τ a xa... (32) F getar * s f A... (33) 4* τ a 4A d... (34) π di mana: Fgetar adalah gaya penggetaran (kg) p adalah gaya geser pada baut (kg) A adalah luas penampang baut (mm) τ a adalah tegangan geser izin (kg/mm²) s f adalah faktor koreksi/keamanan d adalah diameter baut minimal (mm) Dengan nilai gaya penggetaran (Fgetar) 430.83 kg, tegangan geser izin (τa) 3 kg/mm² dan faktor koreksi/keamanan (sf) 1.4 maka diperoleh diameter baut minimal (d) 8 mm. Sementara baut yang digunakan adalah baut M12. 49

perakitan unbalanced unbalanced penggetar perakitan penggetar Gambar 27. Perakitan penggetar. 8. Baut Kopling Flens Baut kopling flens terdiri dari empat buah baut berbahan SC. Baut kopling flens mengalami tegangan geser. Oleh karena itu analisis struktural mengenai ukuran dan bahan baut dilakukan dengan melakukan penghitungan berdasarkan tegangan geser. Berikut adalah perhitungan ukuran minimal baut koplingn flens. 50

p flens r T baut p Gambar 28. Skema pembebanan pada baut kopling flens. T * 4 p * r * p T / 4r a d p A 4A... (35)..... (36)...... (37)...... (38) di mana: T adalah torsi dari putaran motor (kgmm) ω adalah kecepatan putar motor (rad/s) A adalah luas penampang baut (mm²) τ a adalah tegangan geser izin (kg/mm²) d adalah diameter baut minimal (mm) p adalah gaya geser pada baut (kg) r adalah jarak gaya geser kes umbu putaran (mm) Dengan nila torsi (T) 2034.49 kg, tegangan geser izin (τa) 3 kg/mm² dan jarak gaya geser ke sumbu putaran (r) 30 mm, maka diperoleh diameter baut minimal (d) 2.68 mm. Sementara baut yang digunakan adalah baut M7. 9. Analisis Kekuatan Beam Mole Plow dan Blade Mole Plow Pada perancangan unit penggetar mole plow, perlu diperhatikan juga tingkat kekuatan struktur mole plow yang akan digetarkan. Gaya penggetaran (F) yang kita bangkitkan tidak boleh menyebabkan kerusakan pada struktur mole plow. Bagian dari mole plow yang penting untuk dianalisis kekuatannya adalah beam dan blade, karena 51

kedua struktur ini langsung berhubungan dengan gaya penggetaran. Berikut adalah perhitungan kekuatan beam dan blade mole plow. a. Analisis kekuatan beam Dari bentuk penampang beam bisa diketahui bahwa pembebanan ke arah samping beam merupakan pembebanan yang paling memungkinkan untuk merusak beam. Pada arah samping, arah gaya searah dengan tebal beam (b) yang dimensinya relatip kecil dibandingkan dengan tinggi beam (h). Sementara gaya F kita anggap sama dengan gaya penggetaran yaitu 430.83 kg. Beam terbuat dari bahan S45C L=1200mm F Gambar 29. Model pembebanan pada beam tampak atas. h b Gambar 30. Penampang beam. M = F*L... (39) σ = M*c/I... (40) c = b/2... (41) I= h*b³/12... (42) 52

di mana: M adalah momen bending (kgmm) σ adalah kekuatan material (kg/mm²) F adalah gaya penggetaran (kg) L adalah jarak pusat gaya ke titik penguncian (mm) I adalah inersia luasan penampang beam (m 4 ) c adalah jarak dari sumbu netral ke segmen terluar (mm) b adalah tebal beam (mm) h adalah tinggi beam (mm) Berdasarkan persamaan (39) besarnya momen bending adalah 516995.5 kgmm. Dengan nilai b = 25 mm dan h = 150 mm, maka diperoleh nilai σ sebesar 33.09 kg/mm². Sementara kekuatan (σa) baja S45C adalah 58 kg/mm². Jadi dengan adanya penggetaran, beam mole plow tidak akan rusak sebab tegangan pada beam lebih kecil dari kekuatan baja S45C. b. Analisis kekuatan blade Blade mole plow mengalami beban ke arah belakang dari tahanan tarik tanah dan mengalami beban ke arah samping oleh gaya getar dari beam. Gaya getar dari beam dianggap sama dengan gaya dari pusat getaran. Ketika pembebanan ke arah belakang, beam mole plow dianggap kuat sehingga dijadikan tumpuan bagi blade. Sementara untuk pembebanan ke arah samping, tanah dianggap sebagai penjepit blade sehingga menjadi tumpuan bagi blade. Perhitungan kekuatan blade mole plow menggunakan rumus yang sama seperti pada perhitungan kekuatan beam mole plow. 53

F L=495 mm Gambar 31. Model pembebanan pada blade ke arah samping. Untuk pembebanan blade arah samping besarnya momen bending pada blade adalah 213260.6 kgmm. Dengan nilai b = 25 mm dan h = 240 mm, maka diperoleh nilai σ sebesar 8.53 kg/mm². Sementara nilai kekuatan izin (σa) baja S45C adalah 58 kg/mm². Jadi dengan adanya penggetaran, blade mole plow tidak akan rusak sebab tegangan pada blade lebih kecil dari kekuatan baja S45C. 600 mm F Gambar 32. Model pembebanan pada blade arah belakang. Untuk pembebanan blade arah belakang besarnya momen bending pada blade adalah 600000 kgmm. Dengan nilai b = 240 mm dan h = 25 mm, maka diperoleh nilai σ sebesar 2.1 kg/mm². Sementara nilai kekuatan (σa) baja S45C adalah 58 kg/mm². Jadi 54

dengan adanya tahanan tarik tanah, blade mole plow tidak akan rusak sebab tegangan pada blade lebih kecil dari kekuatan baja S45C. 10. Analisis Diameter Baut Pengikat Beam dengan Hitch Point Beam mole plow dengan hitch point diikat oleh tiga buah baut berbahan SC. Beban yang diterima tiga buah baut diasumsikan sama besarnya dengan tahanan tanah yaitu 10000 N atau setara dengan 1000 kg. Beban yang diterima masing-masing baut (p) adalah sepertiga dari tahanan tanah yaitu sebesar 3333 N atau setara dengan 333 kg. Model pembebanan pada baut bisa dilihat pada Gambar 31. Perhitungan diameter baut minimal menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: Tegangan geser pada baut (τ a ) = P/A...(43) Luas penampang baut (A) = 1 π 4 d2...(44) Diameter baut minimal (d) = 4P/A.........(45) Dengan tegangan geser izin (τ a ) sebesar 3 kg/mm², diperoleh diameter baut minimal (d) sebesar 12 mm. Ikatan beam dengan hitch point menggunakan tiga buah baut dengan diamter lebih besar yaitu sebesar 20 mm. hitch point beam p baut 10000 N Gambar 33. Model pembebanan baut pengikat beam dengan hitch point. 55