KAJIAN KOMPOSISI KIMIA AMPAS KEDELAI HASIL SAMPING PENGOLAHAN KECAP

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

Aneka Limbah Pisang. - Daun Pisang. Alternatif Bahan Pakan Ternak Ruminansia pada Musim Kemarau

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

OLEH: YULFINA HAYATI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUHU FERMENTOR TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PRODUK FERMENTASI BUNGKIL KELAPA SAWIT

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

M. Yogie Nugraha 1), Edison 2), and Syahrul 2) Abstract

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

Nilai Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ransum...Setyo Parmesta

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

PAPER BIOKIMIA PANGAN

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

Butir-butiran dan limbahnya

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN AMPAS KELAPA LIMBAH PENGOLAHAN MINYAK KELAPA MURNI MENJADI PAKAN

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Transkripsi:

Buana Sains Vol 6 No 1: 59-66, 2006 59 KAJIAN KOMPOSISI KIMIA AMPAS KEDELAI HASIL SAMPING PENGOLAHAN KECAP Sri Susanti PS Produksi Ternak, Fak. Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract The research was conducted from May-June 2004 at the Ketchup Kinking Factory Turban regency. The aim of the research was to study of food substance content or soy dregs chemical composition from two methods of ketchup making. Method used in this research was a case study. Soy dregs from two methods of ketchup making, i.e. fermentation (F) and sangria (S) were used in this research. Proximate analysis was conducted at the Laboratory of Animal Feed and Nutrition, Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University Malang, and amino acid analysis was conducted at the Laboratory of Food Processing Balitbangtan, Bogor Regency. The results showed that the soy dregs from fermentation method (F) had a greater composition than that of sangrai method (S), with a complete amino acid content. So that, the soy dregs from fermentation method performed a good feed source for avian and non ruminant animals. Key words: Soy dregs, Fermentation, Sangrai, Chemical composition Pendahuluan Kedelai (Glycine max) banyak digunakan sebagai bahan makanan terutama bahan makanan yang banyak mengandung protein tinggi. Jika ditinjau dari segi manfaat pakan, biji kedelai dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan protein jika dimasak pada suhu yang memusnahkan semua aktivitas anti tripsinnya, karena semua aktivitas anti tripsin ini musnah jika dipanaskan dalam air (Bowman dalam Aisyah, 1979). Kedelai sebagai bahan pangan untuk manusia yaitu sebagai bahan pangan sumber protein nabati masih banyak dibutuhkan. Banyak penelitian menganjurkan bahwa by-product (hasil samping) dari pengolahan biji kedelai dapat dipakai sebagai bahan penyusun ransum baik ransum ternak non ruminansia maupun ransum ternak ruminansia. Kandungan protein dari hasil samping pengolahan biji kedelai berupa ampas tahu, ampas susu sari kedelai, ampas tauco, ampas kecap masih dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hasil samping dari pembuatan tahu adalah ampas tahu. Ampas tahu adalah limbah kacang kedelai setelah kacang kedelai diambil sarinya dalam proses pembuatan tahu sehingga sisa dari sari tersebut berupa ampas. Diketahui bahwa kandungan protein biji kedelai adalah 37% (NRC, 1994), sedangkan protein kasar ampas kedelai hasil samping pengolahan kecap tidak berbeda jauh dengan kandungan protein kedelai, maka ampas kecap masih dapat digunakan sebagai sumber pakan alternatif untuk menyusun ransum unggas. Kandungan lemak kasar kedelai menurut NRC (1994) adalah 18% sedangkan pada ampas kedelai

60 pengolahan kecap 24,30% (Birowo, 1995). Kandungan lemak kasar yang tinggi pada ampas kedelai hasil sampingpengolahan kecap tersebut akan mempengaruhi kandungan energi metabolis pakan sehingga pemberiannnya pada unggas perlu dibatasi. Penggunaan ampas kedelai tersebut sebagai bahan penyusun ransum khususnya untuk ransum unggas perlu memperhatikan batasan-batasan penggunaan, mengingat bahwa kandungan serat kasar ampas kedelai tersebut relatif tinggi yaitu 16,30% (Santosa, 1987) sedangkan kandungan serat kasar kedelai sekitar 5,5% (NRC, 1994). Pada umumnya pembuatan kecap di Indonesia dilakukan secara fermentasi (Kusumo dalam Sukaton, 1994). Menurut Kuswara (1992) pembuatan kecap secara umum terdiri dari dua tahap, yaitu: tahap fermentasi kapang (solid stage fermentation) dan fermentasi kedua dengan larutan garam (brine fermentation). Pada tahap fermentasi kapang akan terjadi perubahan senyawa kompleks yaitu protein dan karbohidrat menjadi bentuk yang lebih sederhana. Sementara itu pada tahap fermentasi kedua, perendaman dalam larutan garam akan menyebabkan keluarnya molekulmolekul protein yang larut dalam air, namun akibat aktivitas bakteri dan khamir maka pada fermentasi kedua ini akan dihasilkan flavor khas kecap. Dari proses pengolahan kecap akan diperoleh hasil samping berpa ampas kedelai. Komposisi ampas kedelai ini berbeda dengan komposisi kedelai karena selama proses pembuatan kecap biji kedelai mengalami perlakuan baik fisik maupun kimiawi. Komposisi kimia ampas kedelai hasil samping proses pengolahan kecap dari berbagai sumber diperoleh kandungan energi metabolis sekitar 3240 kkal per kg, kadar protein kasar (PK) berkisar antara 23,50 hingga 30,86 %BK serta kadar serat kasar (SK) sekitar 13,10 hingga 16,30 %BK dan jumlah ini jauh di atas kadar SK biji kedelai yang hanya sebesar 5,00 %BK.(Santoso, 1987; Birowo, 1995; Sutardi, 1981 dan Wihandoyo, 1984). Hasil survei di lapangan dijumpai dua macam proses pengolahan kecap, yaitu pengolahan secara fermentasi dan pengolahan dengan cara sangrai. Komposisi kimia ampas kedelai yang dihasilkan dari kedua proses tersebut belum diteliti, demikian pula tentang pemanfaatannya sebagai bahan pakan ternak. Oleh karena itu dengan memperhatikan adanya potensi dan keterbatasan ampas kedelai hasil samping pengolahan kecap serta berdasarkan kenyataan di lapangan terdapat beberapa metoda dalam pengolahan kecap yaitu dengan difermentasi dan disangrai, maka perlu diteliti dan dikaji komposisi kimia ampas kedelai dari dua metoda yang berbeda tersebut. Dalam penelitian ini akan dikaji tentang komposisi kimia ampas kedelai hasil samping pengolahan kecap dari dua metoda yang berbeda yaitu difermentasi dan disangrai. Hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan data tentang komposisi kimia serta mampu memberikan informasi dan pertimbangan tentang pemanfaatan ampas kedelai hasil samping pengolahan kecap sebagai bahan pakan penyusun ransum ternak. Dengan adanya metoda yang berbeda pada proses pengolahan kecap maka diduga terdapat variasi yang nyata tentang komposisi kimia ampas kedelai hasil samping pengolah kecap tersebut.

61 Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2004. Materi yang digunakan dalam penelitian berupa ampas kedelai diambil dari pabrik kecap cap Kangkung di Tuban Jawa Timur, terdiri dari dua macam, yaitu ampas kedelai hasil samping proses pengolahan secara fermentasi (F), dan ampas kedelai hasil samping proses pengolahan secara sangrai (S). Sampel dianalisis proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, sedangkan analisis asam-amino dilakukan di Laboratorium Pascapanen Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian di Bogor. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat analisis proksimat, seperangkat alat analisis asam amino. Variabel yang diukur adalah komposisi kimia ampas kedelai meliputi kadar bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK) serta kadar sama-asam amino. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif (Yitnosumarto, 1994). Hasil dan Pembahasan Proses pengolahan kecap secara fermentasi dan sangrai o Proses pengolahan kecap secara fermentasi meliputi beberapa tahapan berikut: o Penyortiran dan pencucian biji kedelai, berfungsi untuk membersihkan kedelai dari kotoran. o Perebusan biji kedelai, dilakukan selama lebih kurang 1 jam hingga biji kedelai agak matang. o Penirisan atau pendinginan, dilakukan agar biji kedelai terpisah dari air sehingga mempermudah proses pencampuran biji kedelai dengan tepung pada tahapan berikutnya. o Penambahan tepung. Tepung yang digunakan adalah campuran tepung gandum dan ragi. Fungsinya untuk mengurangi kelembabab pada biji sehingga tercipta kondisi yang optimal untuk pertumbuhan jamur. o Penumbuhan jamur, merupakan tahapan yang memberikan kesempatan kepada ragi untuk tumbuh menjadi spora jamur. o Penambahan garam dan perendaman, dilakukan terhadap biji kedelai yang telah melewati proses penjamuran sebelumnya. o Perebusan kedua, dilakukan setelah kedelai fermentasi direndam dalam larutan garam. o Penyaringan, dilakukan setelah perebusan kedua. Hasil saringan berupa air rebusan, sedangkan hasil sampingnya disebut ampas kecap. o Perebusan ketiga, dilakukan setelah hasil saringan berupa air rebusan ditambah dengan bumbu dan gula merah. Perebusan dilakukan bersama-sama dengan air rebusan hasil pengolahan secara sangrai. Hasil akhir perebusan setelah disaring inilah yang disebut sebagai kecap. Sementara itu proses pengolahan kecap secara sangrai lebih sederhana terdiri dari beberapa tahapan berikut: o Penyortiran, berfungsi memilah dan membersihkan biji kedelai dari kotoran. o Disangrai, yaitu proses penggorengan biji kedelai mentah tanpa menggunakan minyak goreng. o Perebusan biji kedelai yang telah disangrai. (perebusan pertama) o Penyaringan hasil perebusan pertama, dengan menghasilkan ampas sebagai hasil samping. o Perebusan kedua, dilakukan setelah air hasil saringan pada perebusan

62 o pertama dicampurkan dengan air hasil saringan dari proses fermentasi, kemudian ditambahkan bumbu dan gula merah. o Penyaringan kedua, dilakukan setelah perebusan kedua, hasil saringannya disebut sebagai kecap. Komposisi kimia ampas kedelai secara fermentasi dan sangrai Hasil analisis proksimat dan analisis asam amino terhadap sampel ampas kedelai dari proses pengolahan kecap secara fermentasi dan sangrai disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1 tampak bahwa kadar BK ampas kedelai dari proses pengolahan kecap secara sangrai 7% lebih banyak daripada kadar BK ampas kedelai secara fermentasi. Di sisi lain kadar LK mengalami penurunan sebesar 6,67%. Hal ini disebabkan pada proses penggaraman selama fermentasi terjadi perbedaan tekanan osmosis sehingga berakibat banyak air keluar beserta bahan yang terlarut di dalamnya. Selama proses fermentasi terjadi perubahanperubahan antara lain pemecahan lemak, protein dan karbohidrat dari bahan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, seperti asam lemak, asam amino dan glukosa, sementara itu kapang akan mati. Tabel 1. Komposisi kimia ampas kedelai secara fermentasi dan sangrai Komposisi kimia Ampas kedelai (F) Ampas kedelai (S) Kadar Selisih kadar F dan S Persentase Selisih *) Hasil analisis proksimat: Energi metabolis (Kkal/kg) 33297,00 33546,00 BK (%) 24,75 26,49 1,74 (+) 7,00 BO (%BK) 89,36 95,06 5,70 (+) 0,06 PK (%BK) 16,70 41,59 24,89 (+) 149,00 SK (%BK) 9,884 7,98 1,86 (-) 18,00 LK (%BK) 21,27 19,85 1,42 (-) 6,67 Hasil analisis asam amino: Asam aspartat 0,424 0,134 0,29 (-) 68,40 Asam glutamat 0,539 0,340 0,199 (-) 36,90 Serin - - - - Glisin 0,054 0,024 0,030 (-) 55,00 Histidin - - - - Arginin 0,066 0,005 0,061 (-) 92,40 Threonin 0,752 0,673 0,079 (-) 5,90 Alanin 0,114 0,102 0,012 (-) 0,13 Prolin 0,137 0,092 0,045 (-) 32,80 Tirosin 0,560 0,354 0,206 (-) 20,60 Valin 1,024 0,736 0,288 (-) 28,80 Methionin 0,089 0,020 0,069 (-) 0,60 Sistin - - - - Isoleusin 0,673 0,442 0,231 (-) 34,30 Leusin 1,182 0,842 0,340 (-) 40,20 Fenilalanin 0,835 0,550 0,285 (-) 28,50 Lisin 1,028 0,786 0,242 (-) 24,20 Ket: *) Yang dimaksud % selisih adalah persentase peningkatan (+) atau penurunan (-) komposisi kimia dari ampas kedelai S terhadap ampas kedelai F

63 Sri Susanti / Buana Sains Vol 6 No 1: 59-66, 2006 Dengan adanya perlakuan pemanasan, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) lemaknya banyak maka BETN akan berkurang dan akan menurunkan kadar BK. Apabila kadar lemak rendah maka BETN akan tinggal sehingga akan meningkatkan nilai BK. Pada ampas kedelai dari proses sangrai kadar BK 26,49% sedangkan kadar lemak kasar 19,85%. Ampas kedelai dari proses pengolahan kecap secara disangrai ternyata memiliki kadar PK jauh lebih tinggi (41,59 %BK) sekitar 1,5 kali lipat daripada kadar PK ampas kedelai dari proses secara fermentasi (16,70 %BK). Apabila dibandingkan dengan kadar PK biji kedelai yaitu sekitar 42,78 %BK (Ketaren, 1986) maka hal ini berarti bahwa proses sangrai tidak menghasilkan perubahan struktur protein dalam bahan baku. Protein terikat bersama-sama lemak dalam jaringan hewan atau tumbuhan misalnya dalam bentuk lipoprotein dan glukolipid sehingga apabila dibakar maka lemaknya banyak yang hilang. Akibatnya secara kuantitatif akan mempengaruhi kadar protein bahan. Rendahnya kadar PK pada ampas kedelai dari proses pengolahan secara fermentasi terjadi akibat adanya perombakan yang cukup besar selama proses fermentasi dan perendaman dalam larutan garam berlangsung, disamping juga akibat perebusan. Hartadi dan Kabiran (1977) mengemukakan bahwa tahap fermentasi merupakan tahapan yang penting pada proses pengolahan kecap. Namun selama fermentasi berlangsung akan terjadi proses pemecahan protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pada umumnya tahapan ini dapat dilakukan secara spontan sedangkan jamur yang tumbuh tidak dapat dikendalikan dengan baik. Jenis kapang yang termasuk dalam karbohidrat akan hilang sehingga apabila kandungan yang tumbuh pada bahan baku kecap harus merupakan kapang yang mampu menghasilkan enzim protease yang aktif, supaya protein dari bahan yang dijamurkan sebagian besar akan terekstrak ke dalam larutan kecap (Enie, 1980). Sementara itu selama perendaman dalam larutan garam, garam berfungsi untuk menarik air dalam bahan yang direndam. Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan tekanan osmosis antara larutan garam dengan air dalam bahan yang direndam. Perbedaan tekanan ini akan menyebabkan keluarnya air dalam bahan menujunlarutan perendam dengan diikuti keluarnya molekulmolekul protein yang larut dalam air (Mackie et al., 1971). Untuk kadar SK dan LK, proses pengolahan kecap secara sangrai justru menghasilkan ampas kedelai dengan kadar SK dan LK yang berkurang. Kadar SK yang tinggi dipengaruhi oleh adanya proses pengolahan. Pati akan dihidrolisa oleh enzim amilase menjadi dekstrin, maltosa dan glukosa (Enie, 1980). Menurut Winarno (1986) polisakarida dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dan sebagai sumber energi yaitu pati, dekstrin, glikogen dan fruktosa. Polisakarida penguat tekstur ini tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan tetapi merupakan serat-serat (dietary fiber) yang dapat menstimulasi enzimenzim pencernaan. Sementara itu, akibat proses sangrai, lemak akan terbakar sehingga lemak rantai pendek akan terbang. Oleh sebab itu kandungan lemak kasar pada ampas kedelai dari proses pengolahan kecap yang disangrai lebih rendah (19,85%) daripada ampas kedelai dari proses fermentasi (21,27%).

64 Menurut Enie (1980) lemak pada proses pengolahan secara fermentasi akan analisis asam-asam amino diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan kadar asam amino pada ampas kedelai dari proses pengolahan secara sangrai. Potensi ampas kedelai sebagai pakan ternak Apabila ditinjau dari komposisi kimianya, maka ampas kedelai hasil samping proses pengolahan kecap baik dari proses sangrai maupun fermentasi memiliki potensi sebagai bahan pakan ternak, terutama pakan konsentrat. Ampas kedelai hasil samping proses fermentasi secara umum mempunyai komposisi kimia dengan kadar yang relatif lebih tinggi daripada ampas kedelai hasil samping proses pengolahan secara sangrai. Kadar yang relatif lebih tinggi ini terutama pada kandungan asam-asam amino, memberikan makna bahwa ampas kedelai dari proses fermentasi lebih cocok dan memadai apabila digunakan sebagai bahan pakan untuk unggas ataupun non ruminansia. Hal ini belum dibuktikan secara biologis, namun bagi ternak non ruminansia dan unggas kandungan asam-asam amino dalam pakan ikut menentukan terhadap tingkat konsumsi pakan (Williamson dan Payne, 1978). Demikian pula menurut Wahju (1992), bahwa keseimbangan asam-asam amino mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi pakan cenderung mengalami penurunan apabila kandungan asam-asam amino dalam pakan tidak seimbang, sebaliknya keseimbangan asam-asam amino cenderung akan meningkatkan konsumsi pakan. Oleh karenanya, keseimbangan asam-asam amino dalam bahan pakan perlu dipertimbangkan dalam menyusun ransum ternak unggas ataupun non ruminansia. Sementara itu, dihidrolisa oleh enzim lipase menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Dari bagi ternak ruminansia penggunaan ampas kedelai sebagai bahan pakan tidak menjadi masalah, mengingat bahwa ternak ruminansia tidak menutut bahan pakan yang senantiasa berkualitas tinggi meskipun untuk produktivitas yang tinggi juga perlu didukung pakan konsentrat yang cukup. Seperti halnya pakan konsentrat untuk unggas dan non ruminansia, maka ampas kedelai hasil samping proses pengolahan kecap ini juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan penyusun pakan konsentrat untuk ruminansia. Kadar PK cukup tinggi, namun apabila digunakan sebagai pakan ternak ruminansia masih perlu kajian lebih mendalam tentang tingkat degradasinya di dalam rumen. Hal ini perlu diperhatikan karena bahan pakan dengan kadar PK yang tinggi tidak akan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam waktu yang relatif cepat bagi ternak induk semang, apabila diikuti dengan tingkat degradasi yang tinggi pula. Kajian lebih mendalam tentang tingkat degradasi PK dalam rumen pada ampas kedelai perlu dilakukan. Dengan demikian perlu penelitian lebih lanjut penggunaan ampas kedelai hasil samping pengolahan kecap ini baik sebagai pakan ternak unggas, non ruminansia ataupun ruminansia. Apabila ditinjau dari proses pengolahan kedelai hingga menjadi kecap dan ampas kedelai sebagai hasil sampingnya, maka dapat diduga bahwa ampas kedelai yang dihasilkan mempunyai kandungan anti nutrisi yang relatif berkurang dibandingkan biji kedelai sebagai bahan bakunya. Gohl (1975) menyatakan bahwa sebagai bahan pakan ternak, biji kedelai memiliki keterbatasan karena kandungan anti nutrisi berupa anti tripsin, hemaglutinin, glukosida dan

65 isoflavon. Selain itu menurut Cheeke dan Shull (1985) juga terdapat anti nutrisi berupa lektin, goitrogen, saponin, phytat dan mycotoxin. Anti nutrisi tersebut tersebut sifatnya tidak stabil dan akan berkurang aktivitasnya dengan pemanasan pada biji kedelai mentah. Efek anti nutrisi tersebut terutama pada ternak non ruminansia antara lain pertumbuhan yang rendah akibat berkurangnya tingkat konsumsi pakan, rendahnya kecernaan protein, memperbesar pankreas dan defisiensi belerang pada asam aminonya. Oleh karena itu, perlu juga dilakukan pengujian kadar anti nutrisi pada ampas kedelai hasil samping pengolahan kecap ini sehingga dapat diprediksi seberapa besar potensi penggunaan ampas kedelai sebagai bahan pakan ternak khususnya ternak unggas dan non ruminansia. Kesimpulan 1. Ampas kedelai hasil samping proses pengolahan kecap secara fermentasi secara umum mempunyai komposisi kimia dengan kadar yang relatif lebih tinggi daripada ampas kedelai hasil samping proses pengolahan secara sangrai, terutama pada kandungan asam-asam amino, kecuali kadar BK dan PK. 2. Ampas kedelai hasil samping proses pengolahan kecap tersebut mempunyai peluang sebagai bahan pakan ternak terutama ternak unggas dan non ruminansia. Namun untuk pakan ternak ruminansia masih perlu dikaji lebih mendalam tentang tingkat degradasi PK dalam rumen. Daftar Pustaka Aisyah, G. 1979. Faktor Anti Tripik Kedelai. Desertasi. Institut Pertanian Bogor. Indonesia. Birowo, S.A. 1995. Tingkat Penggunaan Ampas Kecap pada Ransum Ayam Pedaging Periode Awal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Cheeke, P.R., and Shull, J. 1985. Natural Toxicants in Feeds dand Poisonous plants. Avi Publishing Company, Inc. Westport. Connecticut. Enie, B. 1980. Mempelajari Proses Pembuatan Kecap secara Fermentasi dengan Menggunakan Laru Tempe. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gohl, B. 1975. Tropical Feeds. Feed Information Summaries Nutritive Values. FAO of the United Nations of Rome. Hartadi, S. dan Kabiran. 1977. Survey Mikrobia yang Aktif dalam Fermentasi Kecap. Lokakarya Bahan Pangan Berprotein Tinggi. Lembaga Kimia Nasional (LIPI). Jakarta. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Balai Pustaka. Jakarta. Kuswara. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Mackie, I.M., Hardy, R. and Hobbs, G. 1971. Fermented Fish Product. FAO Fishery Report. NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Press. Washington. Santosa, U. 1987. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Santoso, H.B. 1994. Kecap dan Tauco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. Sukaton, B.G. 1994. Pemanfaatan Tempe Kedelai dan Bekatul untuk Pembuatan Kecap. Kajian dari Lama Penundaan Tempe dan Konsentrasi Larutan Garam terhadap Mutu Kecap. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya Malang. Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan.

66 Institut Pertanian Bogor. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Wahju, J. 1992. Cara Pemberian dan Penyusunan ransum Unggas. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wihandoyo. 1984. Pemanfaatan Limbah Pembuatan Kecap sebagai Sumber Protein dalam Pakan Ayam Pedaging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williamson, G. and Payne, W.J.A. 1978. An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. Third Edition. Published by Longman Inc. New York. Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yitnosumarto, S. 1994. Dasar-dasar Statistika. Raja Grafindo Persada. Jakarta.