BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

SNI Standar Nasional Indonesia

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Air dan air limbah Bagian 14: Cara uji oksigen terlarut secara yodometri (modifikasi azida)

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

Metodologi Penelitian

Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) (Suin, 2002) Sampel Air. Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat 1 ml H 2

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Desember sampai dengan Mei tahun 2014/2015.

LAMPIRAN. 200 mg / L Minyak dan lemak 25 mg/l. Amoniak (N-NH.-,) 0,5 nig/l

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

Oleh : Putri Paramita ( )

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri

LAMPIRAN I PROSEDUR ANALISA TSS

Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Teknofisikokimia Puslitbang. Indonesia Batang Jawa Tengah, yaitu limbah cair tekstil

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu Dan Tempat Penelitian. B. Alat dan Bahan

Pelaksanaan Persiapan Instruktur melakukan pengecekan kelengkapan sarana-prasarana sebelum praktikum dimulai, meliputi:

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran. A. Data Hasil Pengukuran Minyak/Lemak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

Lampiran 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan.

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma

BAB 3 BAHAN DAN METODE. - Buret 25 ml pyrex. - Pipet ukur 10 ml pyrex. - Gelas ukur 100 ml pyrex. - Labu Erlenmeyer 250 ml pyex

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini yaitu di industri tahu yang ada di Kecamatan Kota

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu (Anadara inflata) Diambil daging. Ditambah 25 ml aquades. Ditambah 10 ml HNO 3

BAB 3 METODE PERCOBAAN

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

Air dan air limbah Bagian 13: Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi. oleh: Yulfiperius

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

Air dan air limbah Bagian 9: Cara uji nitrit (NO 2 _ N) secara spektrofotometri

BAB III METODE PENELITIAN

Metodologi Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB 3 METODE PERCOBAAN. - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern. - Erlenmeyer 250 ml pyrex. - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex. - Statif dan klem -

Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

Pupuk dolomit SNI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGUJIAN AMDK. Disampaikan dalam Pelatihan AIR MINUM

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

Stasiun I Padang Lamun, Pulau Tarahan. Stasiun II Karang, Pulau Tarahan. Stasiun III Dermaga, Pulau Panjang. Stasiun IV Pemukiman, Pulau Panjang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

Peralatan : 1. Labu digesti, sebaiknya gunakan tabung kultur borosilikat dengan tutup (model TFE-lined screw)

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat-Alat Alat-alat dan digunakan juga spesifikasinya adalah sebagai berikut : 1. Peralatan Gelas Pyrex 2. Batu didih 3. Batang Pengaduk 4. Botol Winkler Sibata 5. Buret Pyrex 6. Corong Pisah Pyrex 7. Desikator 8. Hot Plate Taermolyn Nuova 9. Inkubator Sibata 10. Labu Refluks Pyrex 11. Magnetic stirrer 12. Neraca Analitik Chyo 13. Oven Fisher 14. Pipet Volumetri Pyrex 15. Pendingin Pyrex 16. Pipet tetes 17. Pemanas Listrik Nuova 18. ph meter Hanna Instrument 19. Rotary-evaporator Heidolp 2000 3.2. Bahan-Bahan Bahan-bahan kimia dan sampel yang digunakan serta spesifikasinya adalah sebagai berikut:

1. Amilum(Indikator kanji) p.a (E. Merck) 2. Aquades (Air suling) 3. Asam Sulfat p.a (E. Merck) 4. Asam Sulfamat p.a (E. Merck) 5. Fero Amonium Sulfat p.a (E.Merck) 6. Indikator feroin p.a (E. Merck) 7. Iod Azida p.a (E. Merck) 8. Kalsium Hidroksida p.a (E. Merck) 9. Kalium bikromat p.a (E. Merck) 10. Mangan Sulfat p.a (E. Merck) 11. Merkuri Sulfat p.a (E. Merck) 12. Natrium Hidroksida p.a (E. Merck) 13. N-Hexana p.a (E. Merck) 14. Natrium tiosulfat p.a (E. Merck) 15. Serbuk Merkuri p.a (E. Merck) 16. Sampel Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan Bahan Pereaksi Prosedur penyediaan bahan pereaksi mengacu pada prosedur penyediaan bahan pada Standard Methods For Examination of Water and Wastewater 3.3.2. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara grab sampling yaitu air limbah yang diambil sesaat pada satu lokasi tertentu, dalam hal ini sampel yang diambil dari kolam aerasi dan kolam aerobik primer.

3.3.3. Pembuatan Pereaksi a. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 5%, larutan ini dibuat dengan menimbang 5 g NaOH dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. b. Larutan Kalsium Hidroksida, Ca(OH) 2 5%, larutan ini dibuat dengan menimbang 5 gr Ca(OH) 2 dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. c. Larutan Mangan Sulfat (MnSO 4 ), larutan ini dibuat dengan melarutkan 480g MnSO 4. H2O dengan air suling kedalam labu ukur 1000 ml, ditepatkan sampai tanda batas. d. Larutan alkali iodida azida (IN 3 ), larutan ini dibuat dengan menimbang 500 gram NaOH, 37,5 gram KI, masukkan satu-persatu kemudian dilarutkan dengan air suling dalam labu volumetrik 1L kemudian ditambahkan 10 gr kristal NaN 3 yang telah dilarutkan dengan 40 ml air suling. e. Larutan Natrium tiosulfat 0,0242 N, larutan ini dibuat dengan menimbang 6,006 gram Na 2 S 2 O 3. 5H 2 O kemudian dilarutkan dengan air suling 100 ml yang telah dididihkan (bebas oksigen) dalam labu volumetrik 1000 ml, kemudian diencerkan sampai batas dengan air suling sampai batas dengan air suling. Larutan ini harus distandarisasi setiap akan menggunakannya dengan larutan K 2 Cr 2 O 7 0,025 N, titrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 hingga warna kuning hampir hilang,tambah 2-3 tetes indikator amilum dan lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang menjadi bening. f. Indikator kanji/ amilum 2%, larutan ini dibuat dengan melarutkan 20 gram amilum dan 2 gram asam salisilat, masukkan satu persatu kemudian dilarutkan dengan air suling yang dipanaskan (mendidih) dalam labu volumetrik 1000 ml ditepatkan sampai batas. g. Larutan perak sulfat-asam sulfat (Ag 2 SO 4 -H 2 SO 4 ), larutan ini dibuat dengan menimbang 5 gram AgSO 4, kemudian larutkan dalam labu takar 500 ml dengan H 2 SO 4 (p),ditepatkan sampai batas.

h. Larutan baku kalium bikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) 0,025 N, larutan ini dibuat dengan melarutkan 12,259 gram K 2 Cr 2 O 7 (yang telah dikeringkan pada 150 0 C selama 2 jam dengan air suling dan tepatkan sampai 1000 ml, kemudian dihomogenkan. i. Indikator ferroin, larutan ini dibuat dengan melarutkan 1,485 gram 1,10 fenanthroline monohidrat, bersama dengan 695 mg FeSO4. 7H 2 O di dalam air suling dan encerkan sampai 100 ml. Larutkan indikator harus dibuat segar. j. Larutan Ferro ammonium sulfat (FAS) 0,2470 N, larutan ini dibuat dengan melarutkan 96,824 gram Fe(NH ) SO.6H O dengan akuades, kemudian 4 2 4 2 ditambahkan 20 ml H SO pekat dan diencerkan hingga volume 1 L. Larutan 2 4 ini harus distandarisasi setiap akan menggunakannya dengan cara berikut: Diencerkan 10,0 ml larutan standard K 2 Cr 2 O 7 0,025 N dengan akuades hingga 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml H 2 SO 4 pekat dan didinginkan. Dititrasi dengan larutan standard FAS menggunakan 2 atau 3 tetes indikator feroin. (William, 2000) 3.3.4 Prosedur Analisis Sampel 3.3.4.1.Analisis kadar minyak/lemak 3.3.4.1.1. Penambahan NaOH 1. 1 L Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) dari kolam aerasi, dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer ukuran 2 L, kemudian ditambahkan NaOH 5 % sekitar ph 8, diaduk dengan magnetik stirer selama 5 menit, kemudian diekstraksi dengan n-heksana. Fase n-heksana diuapkan dengan rotary-evaporator, kemudian residu yang diperoleh ditimbang sebagai berat minyak yang diperoleh. Dengan cara yang sama dilakukan untuk waktu 10 menit, 15 menit, untuk masing-masing perlakuan dilakukan secara triplo.

ai berat minyak yang diperoleh. Dengan cara yang sama dilakukan untuk waktu 10 menit,15 menit, untuk masing-masing perlakuan dilakukan secara triplo. 3.3.4.1.2. Penambahan Ca(OH) 2 1. 1 L Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) dari kolam aerasi, dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer ukuran 2 L, kemudian ditambahkan Ca(OH) 2 yang 5 % sekitar ph 8, diaduk dengan magnetik stirer selama 5 menit, kemudian diekstraksi dengan n-heksana. Fase n-heksana diuapkan dengan rotary-evaporator, kemudian residu yang diperoleh ditimbang sebagai berat minyak yang diperoleh. Dengan cara yang sama dilakukan untuk waktu 10 menit, 15 menit, untuk masingmasing perlakuan dilakukan secara triplo. 2. 1 L Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) dari kolam aerobik primer dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer ukuran 2L, kemudian ditambahkan Ca(OH) 2 yang 5% sekitar ph 8, diaduk dengan magnetik stirer selama 5 menit, kemudian diekstraksi dengan n-heksana. Fase n-heksana diuapkan dengan menggunakan rotary-evaporator, kemudian residu yang diperoleh ditimbang sebagai berat minyak yang diperoleh. Dengan cara yang sama dilakukan untuk waktu 10 menit, 15 menit, untuk masing-masing perlakuan dilakukan secara triplo. 3.3.4.2. Analisis BOD 5 3.3.4.2.1. Penentuan Nilai BOD 5 dari Larutan Pengencer

1. Kedalam 2 botol Winkler yang bersih, dituang dengan hati-hati larutan pengencer sampai penuh, kemudian ditutup, lalu disimpan dalam inkubator (suhu 20 0 C ± 1 0 C) selama kira-kira 1 jam. 2. Satu botol Winkler tersebut lalu disimpan terus didalam inkubator (suhu 20 0 C ± 1 0 C) selama 5 hari. Botol satu lagi dikeluarkan untuk analisa DO 0. 3. Tutup botol Winkler untuk penentuan DO 0 dibuka kembali, lalu ditambahkan 1 ml MnSO 4 dan 1 ml alkali iod azida, kemudian botol Winkler ditutup dan dikocok dengan membolak-balikkan botol. 4. Dibiarkan selama ± 10 menit atau sampai terbentuk endapan putih kecoklatan. 5. Dipindahkan bagian larutan yang jernih dengan menggunakan pipet volumetrik ke dalam gelas Erlenmeyer 250 ml. 6. Pada botol Winkler yang berisi endapan putih kecoklatan, ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat, kemudian botol Winkler ditutup dan dikocok kembali. 7. Larutan dalam botol Winkler dituang secara kuantitatif kedalam gelas Erlenmeyer 250 ml, diaduk dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,0242 N sehingga terjadi warna kuning pucat. 8. Ditambah ± 1 ml Indikator kanji (amilum) sehingga akan timbul warna biru. Dilanjutkan titrasi dengan natrium tiosulfat 0,0242 N, sehingga warna biru hilang pertama kali. 9. Untuk penentuan DO 5 dilakukan pekerjaan 3 s/d 8 pada larutan pengencer yang telah di inkubasi selama 5 hari dalam inkubator. 10. Perlakuan ini dilakukan secara duplo. 3.3.4.2.2. Penentuan Nilai BOD 5 dari Sampel 1. Ke dalam 2 botol Winkler yang bersih, dituang dengan hati-hati masing-masing sampel yang telah diencerkan dengan larutan pengencer sampai penuh, kemudian ditutup, lalu disimpan dalam Inkubator (suhu 20 0 C ± 1 0 C) selama kira-kira 1 jam. 2. Selanjutnya untuk penentuan DO0 dan DO 5 dari sampel dilakukan prosedur yang sama seperti pada larutan pengencer diatas.

3.3.4.3. Analisis Pengukuran COD 1. Sampel yang telah diencerkan dihomogenkan 2. Dipipet 25 ml sample kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam gelas Erlenmeyer COD 500 ml. 3. Ditambahkan 10 mg asam sulfamat untuk menghilangkan gangguan nitrit, diaduk selama 1 menit. 4. Gelas erlenmeyer COD didinginkan dalam pendingin es,kemudian ditambahkan 1 g serbuk merkuri sulfat untuk menghilangkan ion klorida yang biasanya terdapat pada air buangan dimana ion klorida ini merupakan bahan organik yang mengganggu proses oksida, 4 butir batu didih dan 5 ml larutan perak sulfat-asam sulfat sebagai katalisator dengan hati-hati sambil diaduk. 5. Ditambahkan 25 ml larutan baku kalium bikromat 0,025 N sebagai oksidator sampel sedikit demi sedikit sambil diaduk sehingga larutan homogen. 6. Ditambahkan 70 ml larutan perak sulfat-asam sulfamat sebagai katalisator sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dijaga suhu larutan tidak lebih dari 50 0 C. 7. Gelas Erlenmeyer COD diangkat dari pendingin es, kemudian ditempatkan diatas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondesor air, kemudian direfluks untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan dan dilakukan selama 2 jam. 8. Gelas Erlenmeyer COD dibiarkan hingga dingin,kemudian dibilas bagian dalam kondesor dengan 25 ml air suling 9. Gelas Erlenmeyer COD dilepas dari kondesor, kemudian ditambahkan air suling sebanyak 175 ml dan diaduk hingga homogen. 10. Ditambahkan 2-3 tetes indikator feroin untuk mengamati tercapainya titik akhir titrasi ditandai perubahan warna seperti di bawah, selanjutnya kelebihan kalium bikromat dititrasi dengan larutan baku fero ammonium sulfat 0,2470 N sampai terjadi perubahan warna yang jelas dari hijau-biru menjadi coklat kemerahmerahan.

11. Dilakukan 1s/d 10 untuk penetapan blanko 12. Perlakuan diatas dilakukan secara duplo. 3.4. Bagan Prosedur Penelitian 3.4.1. Penentuan Kadar Minyak dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Sampel Awal 1000 ml sampel Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer ukuran 2 L Diekstasi dengan 50 ml n-heksana selama 30 menit Terbentuk 2 lapisan Dipisahkan Lapisan atas Fase n- heksana (ekstrak I ) Lapisan Bawah Fase air Diekstraksi kembali dengan 500 ml n-heksan selama 30 menit Dipisahkan Lapisan Atas (ekstrak II) Lapisan Bawah Residu Hasil Dirotary- evaporator Destilat Dikeringkan dalam oven Dimasukkan ke desikator Ditimbang

Catatan: dilakukan untuk sampel dari kolam aerasi dan aerobik primer 3.4.2. Penentuan Kadar Minyak dalam Limbah Cair Kelapa Sawit setelah Penambahan NaOH 5% 1000 ml sampel Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer ukuran 2 L Ditambahkan NaOH, 5% pada ph sekitar 8 Diaduk dengan magnetik stirrer selama 5 menit Diekstraksi dengan 500mL n- he ksana selama 30 menit Terbentuk 2 lapisan Dipisahkan Lapisan atas Fase n- heksana (ekstrak I ) Lapisan Bawah Fase air Diekstraksi kembali dengan 500 ml n-heksan selama 30 menit Dipisahkan Lapisan Atas (ekstrak II) Lapisan Bawah Residu Destilat Dikeringkan di dalam ovenkan Dimasukkan ke dekator Ditimbang

Hasil Catatan : dilakukan hal yang sama untuk penambahan Ca(OH) 2 5 % dan untuk variasi waktu pengadukan sampel pada 10 dan 15 menit. 3.4.3 Pengukuran Nilai BOD 5 3.4.3.1. Pengukuran DO 0 dari Larutan Pengencer Larutan Pengencer Dimasukkan ke dalam 2 botol winkler Botol Winkler I Botol Winkler II Ditutup dan dimasukkan ke dalam incubator 0 pada suhu 20 C selama 1 jam Dibuka tutup botol kemudian ditambahkan 1 ml MnSO 4 Ditambahkan 1 ml Alkali lod Azida ditutup dan dikocok dengan membolak-balikan botol Larutan Jernih dan Endapan Putih Kecoklatan Dipindahkan larutan jernih ke dalam gelas Erlenmeyer 250 ml dengan menggunakan pipet tetes Endapan Putih Kecoklatan Larutan Jernih Ditambah 1 ml H 2 SO 4 Ditutup dan dikocok kembali dengan membolakbalikkan botol Dipindahkan isi botol secara kuantitatif ke dalam gelas Erlenmeyer yang berisi larutan sample jernih Diaduk Larutan Kuning Dititrasi dengan larutan standar Na 2 S 2 O 3 0,0242 N sampai larutan berwarna kuning pucat Ditambah + 1 ml indikator amilum Larutan Biru

Dititrasi kembali dengan Na 2 S 2 O 3 0,0242 N sampai warna biru hilang pertama kali Dicatat volume Na 2 S 2 O 3 0,0242 N yang digunakan Hasil 3.4.3.2. Pengukuran Nilai DO5 Larutan Pengencer Catatan : Dilakukan hal yang sama untuk sampel, awal baik pengukuran DO 0 maupun DO 5 Botol Winkler II Setelah 5 Hari Dikeluarkan dari Inkubator Dibuka tutup botol kemudian ditambahkan 1 ml MnSO 4 Ditambahkan 1 ml Alkali Iod Azida ditutup dan dikocok dengan membolak-balikkan botol Dibiarkan 10 menti Larutan Jernih dan Endapan Putih Kecoklatan Dipindahkan larutan jernih ke dalam gelas Erlenmeyer 250 ml dengan menggunakan pipet tetes Endapatan Putih Kecoklatan Larutan Jernih Ditambah 1 ml H 2 SO 4 Ditutup dan dikocok kembali dengan membolak-balik botol Dipindahkan isi botol secara kuantitatif ke dalam gelas Erlenmeyer yang berisi larutan sampel jernih Diaduk Larutan Kuning Dititrasi dengan larutan standar Na 2 S 2 O 3 0,0242 N sampai larutan berwarna kuning pucat Ditambah + 0,5 ml indikator amilum Larutan Biru Hasil Dititrasi kembali dengan NaR2RSR2ROR3R 0,0242N sampai warna biru hilang pertama kali Dicatat volume NaR2RSR2ROR3R 0,0242 N yang digunakan

Catatan : Dilakukan hal yang sama untuk sampel yang menggunakan 3.4.3.3. Pengukuran Nilai DO 0 Sampel penambahan Setela Nah OH Penambahan 5% dan Ca(OH) NaOH 2 5% 5 % 1000 m L Sampel Ditambahkan NaOH 5% pada ph sekitar 8 Diaduk 5 menit dengan magnetik stirer Dipisahkan Residu Filtrat 170 ml Dipipet Dimasukkan kedalam 2 botol Winkler Botol Winkler I Botol Winkler II Ditutup dan dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 20 0 C selama 1 jam Dibuka tutup botol kemudian ditambahkan 1 ml MnSO 4 Ditambahkan 1 ml Alkali lod Azida ditutup dan dikocok dengan membolak-balikan botol Larutan Jernih dan Endapan Putih Kecoklatan Dipindahkan larutan jernih ke dalam gelas Erlenmeyer 250 ml dengan menggunakan pipet tetes Endapan Putih Kecoklatan Larutan Jernih Ditambah 1 ml H 2 SO 4 Ditutup dan dikocok kembali dengan membolak-balikkan botol Larutan Kuning Dipindahkan isi botol secara kuantitatif ke dalam gelas Erlenmeyer yang berisi larutan sample jernih Dititrasi dengan larutan standar Na 2 S 2 O 3 0,0242 N sampai larutan berwarna kuning pucat Ditambah + 1 ml indikator amilum Larutan Biru

Hasil Dititrasi kembali dengan Na 2 S 2 O 3 0,0242 N sampai warna biru hilang pertama kali Dicatat volume Na 2 S 2 O 3 0,0242 N yang digunakan Catatan: Dilakukan hal yang sama untuk penambahan Ca(OH) 2 5%, dilakukan langkah yang sama untuk variasi waktu pengadukan sampel berikutnya yaitu pada 10 dan 15 menit. 3.4.4.Pengukuran Nilai COD 3.4.4.1. Pengukuran Larutan Blanko 25 ml Air Suling Larutan Kuning Hasil Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer COD 500 ml Ditambah 10 mg asam sulfamat (HS0 3 NH 2 ) dan diaduk selama 1 menit Didinginkan dalam pendingin es Ditambah 1 g HgSO 4 dan 4 butir batu didih Ditambah 5 ml larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk Ditambahkan 25 ml K 2 Cr 2 O 7 0,025 N Ditambahkan 70 ml larutan perak sulfat-asam sulfat sedikit demi sedikit sambil diaduk Gelas Erlenmeyer COD diangkat dari pendingin es kemudian ditempatkan di atas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondensor Direfluks selama 2 jam Larutan Coklat Kemerahan Didinginkan Ditambah 25 ml air suling melalui bagian atas kondensor Alat refluks dilepas Ditambah kembali 175 ml air suling dan diaduk hingga homogen Ditambah 3 tetes indikator feroin Dititrasi dengan larutan FAS 0,2470 N sampai tercapai titik akhir titrasi Dicatat volume larutan FAS 0,2470N yang digunakan

3.4.4.2. Pengukuran COD Sampel Awal 25 ml Sampel Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer COD 500 ml Ditambah 10 mg asam sulfamat dan diaduk selama 1 menit Didinginkan dalam pendingin es Larutan Kuning Ditambah 1 g HgSO dan 4 butir batu didih 4 Ditambah 5 ml larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk Ditambahkan 25 ml K2Cr2O7 0,025 N Ditambahkan 70 ml larutan perak sulfat-asam sulfat sedikit demi sedikit sambil diaduk Gelas Erlenmeyer COD diangkat dari pendingin es kemudian ditempatkan di atas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondensor Direfluks selama 2 jam Didinginkan Ditambah 25 ml air suling melalui bagian atas kondensor Alat refluks dilepas Larutan Coklat Kemerahan Ditambah kembali 175 ml air suling dan diaduk hingga homogen Ditambah 3 tetes indikator feroin Dititrasi dengan larutan FAS 0,2470 N sampai tercapai titik akhir titrasi Dicatat volume larutan FAS 0,2470 N yang digunakan

Hasil 3.4.4.3. Pengukuran COD setelah Penambahan NaOH 5% 1000 m L sampel Ditambah NaOH 5% pada ph sekitar 8 Diaduk selama 5 menit dengan magnetik stirer Dipisahkan Residu Filtrat 25 ml Sampel Larutan Kuning Dipipet Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer COD 500 ml Ditambah 10 mg asam sulfamat dan diaduk selama 1 menit Didinginkan dalam pendingin es Ditambah 1 g HgSO dan 4 butir batu didih 4 Ditambah 5 ml larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk Ditambahkan 25 ml K 2 Cr 2 O 7 0,025 N Ditambahkan 70 ml larutan perak sulfat-asam sulfat sedikit demi sedikit sambil diaduk Gelas Erlenmeyer COD diangkat dari pendingin es kemudian ditempatkan di atas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondensor Direfluks selama 2 jam Didinginkan Ditambah 25 ml air suling melalui bagian atas kondensor Alat refluks dilepas Ditambah kembali 175 ml air suling dan diaduk hingga homogen Ditambah 3 tetes indikator feroin Dititrasi dengan larutan FAS 0,2470 N sampai tercapai titik akhir titrasi Larutan Coklat Kemerahan

Hasil Dicatat volume larutan FAS 0,2470 N yang digunakan Catatan: dilakukan hal yang sama untuk sampel yang menggunakan penambahan Ca(OH) 2 5% dilakukan langkah yang sama untuk pengadukan sampel berikutnya yaitu pada menit 10 dan 15.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Hasil Penelitian Hasil penguk uran kadar minyak, nilai BOD dan COD pada kolam aerasi dan kolam aerobik primer tanpa penambahan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% (sebagai kontrol), pada tab el 4.1. Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Kadar Miny ak, Nilai BOD dan COD pada Kolam Aerobik Primer dan Kolam Aerasi Tanpa Penambahan NaOH 5% dan Ca (OH) 2 5% (Sebagai Kontrol) No Parameter ( mg/l) Lokasi Pengambilan Sampel Kolam Aer asi Kolam Aerobik Primer 1 Kadar Min yak 81, 30 161,20 2 Nilai BOD 591, 63 1167,75 3 Nilai COD 1438,53 1873,25 H asil pengukuran kadar minyak pada kolam aerasi dan kolam aerobik primer dengan penambahan NaOH 5% juga Ca (OH) 2 5 % dan variasi waktu pengadukan: 5, 10 dan 15 menit (rata-rata), dapat dilihat pada tabel 4.2.

4.2. Data Hasil Pengukuran Kadar Minyak (mg/l) dan Persentase Penurunan (%) dengan Penambahan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% serta Variasi Waktu Pengaduan 5,10 dan 15 Menit pada Kolom Aerasi dan Aerobik Primer Kolam Aerasi Kolam Aerobik Primer Parameter NaOH % Ca(OH) 2% NaOH % Ca(OH) 2 % 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Kadar Minyak (ml/l) 72,10 64,80 56,70 78,90 73,10 66,90 150,80 139, 60 123,50 157,90 149,50 143,40 Persen tase Penurunan 11,32 20,30 30,26 2,95 10,09 17,71 6,45 13,40 23,39 2,05 7,26 11,04 (%) Demikian juga hasil pengukuran Nilai BOD pada kolam aerasi dan kolam aerobik primer dengan penambahan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% dapat dilihat pada tabel 4.3. 4.3 Data Hasil Nilai BOD (mg/l) Persentase Penurunan (%) dengan Penambahan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% serta Variasi Waktu Pengaduan 5,10 dan 15 Menit pada Kolom Aerasi Aerobik Primer Kolam Aerasi Kolam Aerobik Primer Parameter NaOH % Ca(OH) 2 % NaOH % Ca(OH) 2 % 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Kadar Minyak 534,00 476,38 418,63 562,80 505,30 447,83 966,25 879,75 851,00 1076,38 1023,88 908,50 (ml/l) Persen tase Penurunan (%) 9,74 19,48 29,24 4,87 14,59 24,30 17,26 24,66 27,12 7,82 12,32 22,20 Demikian juga hasil pengukuran Nilai COD pada kolam aerasi dan kolam aerobik primer dengan penambahan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% dapat dilihat pada tabel 4.4.

4.4. Data Hasil Nilai COD (mg/l) Persentase Penurunan (%) dengan Penambahan NaOH 5% dan Ca(OH) 5% serta Variasi Waktu Pengaduan 5,10 dan 15 Menit pada Kolom Aerasi Aerobik Primer Kolam Aerasi Kolam Aerobik Primer Parameter NaOH % Ca(OH) 2 % NaOH % Ca( OH) 2 % 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Nilai COD 1383,19 1351,58 1319,97 1406,90 1391,10 1351,38 1825,52 1794,20 1762,58 1841,63 1810,02 1778,39 (ml/l) Persen tase 3,85 6,04 8,24 2,20 3,30 6,06 2,53 4,22 5,91 1,69 3,38 5,06 Penurunan (%) 2

4.2. Pembahasan Hasil analisis kadar minyak awal dari limbah cair PKS, dari kolam dan aerasi dan ae robik primer masing-masing; 81,30(mg/L) dan 161,20(mg/L). dan Setelah dilakukan penambahan NaOH 5% pada kolam aerasi konsentrasi kadar minyak( mg/l) masing-masing sebesar 72,10; 64,80 dan 56,70, dengan penambahan Ca(O H) 2 5% kadar minyak sebesar 78,90 ;73,10 dan 66,90. Setelah dilakukan penambahan NaOH 5% dengan variasi pengadukan 5, 10 dan 15 me nit pada kolam aerobik primer diperoleh konsentrasi kadar minyak (mg/l) masing-masing sebesar 150,80; 139,60 dan 123,50 dan dengan penambahan Ca(OH) 2 sebesar 157,90; 149,50 dan 143,40. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini: Kadar Minyak (mg/l) 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 157.9 161.2 150.8 149.5 143.4 139.6 123.5 78.9 72.1 73.1 64.8 66.9 56.7 5 10 15 Waktu Pengadukan (menit) 81.3 Gambar 4.1. Diagram Penurunan Konsentrasi Kadar minyak/lemak pada Kolam Aerasi dan Aerobik primer terhadap Variasi Waktu Pengadukan

= Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Kadar sampel tanpa perlakuan pada kolam Aerobik primer = Kadar sampel tanpa perlakuan pada kolam Aerasi Reaksi yang terjadi pada saat penambahan NaOH dan Ca(OH) 2 pada LCPKS adalah reaksi penyabunan. Reaksi yang terjadi adalah seperti gambar berikut ini: R 1 C O O O Ca O H 2 C O C R 1 R 2 C O O O H 2 C OH 2. HC O C R 2 + 3Ca(OH) 2 R 3 C + 2 HC OH O O Ca H 2 C OH H 2 C O C R 3 C O Trigliserida (lemak/minyak) Basa O Gliserol C O O Ca C O Sabun

Dari diagram 4.1. diatas dapat dilihat bahwa penambahan NaOH lebih banyak menurunkan kadar lemak/minyak yang terdapat pada limbah dibandingkan dengan Ca(OH) 2 demikian juga dengan waktu pengadukan yang semakin lama maka lemak diendapkan semakin banyak pula, karena NaOH termasuk basa kuat yang lebih reaktif dibandingkan Ca(OH) 2 dan memiliki sifat kelarutan yang lebih besar dibandingkan Ca(OH) 2. Hasil analisis dari limbah cair PKS nilai BOD, tanpa perlakuan untuk kolam aerasi dan aerobik primer masing-masing591,63(mg/l) dan 1167,75 (mg/l). Setelah dilakukan penambahan NaOH 5% pada kolam aerasi konsentrasi nilai BOD (mg/l) masing-masing sebesar 534,00; 476,38 dan 418,63 dan dengan penambahan Ca(OH)2 sebesar 562,80 ; 505,30 dan 447,83. Setelah dilakukan penambahan NaOH 5% pada kolam aerobik primer dengan variasi pengadukan 5, 10 dan 15 menit diperoleh konsentrasi nilai BOD (mg/l) masing-masing sebesar 966,25; 879,75 dan 851,00 dan d engan penambahan Ca (OH)2 sebesar: 1076,38; 1023,88 dan 908,50.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini:

Nilai BOD (mg/l) 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 1167.75 1076.38 1023.88 966.25 908.5 879.75 851 562.8 534 505.3 476.38 447.83 591.63 418.63 5 10 15 Waktu Pengadukan (detik) Gambar 4.2. Diagram Nilai BOD pada Kolam dan Aerasi dan Aerobik Primer terhadap Variasi Waktu Pengadukan = Perl akuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Kadar sampel sebelum perlakuan pada kolam Aerobik primer = Kadar sampel sebelum perlakuan pada kolam Aerasi Dari diagram 4.2 dapat dilihat bahwa penurunan konsentrasi Nilai BOD pada kolam aerasi dengan perlakuan NaOH 5% dan Ca(OH)2 5% dengan variasi waktu pengadukan 5 menit, 10 menit dan 15 menit dapat dinyatakan bahwa penurunan konsentrasi Nilai BOD pada kolam aerasi dengan variasi waktu pengadukan yang 15 menitlah memiliki persentase penurunan konsentrasi Nilai BOD yang lebih besar. Persentase penurunan konsentrasi Nilai BOD dengan perlakuan NaOH 5% sebesar 29,24% lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penurunan konsentrasi dengan menggunakan perlakuan Ca(OH) 2 5% yaitu sebesar 24,30%.

Dari diagram 4.2 dapat dilihat bahwa Penurunan konsentrasi Nilai BOD pada kolam aerobik primer dengan perlakuan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% dengan variasi waktu pengadukan 5 menit, 10 menit dan 15 menit dapat dikatakan bahwa penurunan kon sentrasi nilai BOD dengan penambahan NaOH dan variasi waktu pengadukan yang 15 menitlah memiliki persentase penurunan konsentrasi nilai BOD yang lebih besar. Persentase penurunan konsentrasi nilai BOD dengan perlakuan NaOH 5% sebesar 27,12% lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penurunan konsentrasi dengan menggunakan perlakuan Ca (OH)2 5% sebesar 22,20%. Jadi bila dibandingkan persentase penurunan konsentrasi Nilai BOD antara kolam aerasi dan kolam aerobik primer dengan menggunakan perlakuan NaOH 5% dengan variasi waktu pengadukan 15 menit yang paling besar adalah persentase penurunan konsentrasi Nilai BOD pada kolam aerasi sebesar 29.24 % sedangkan dengan persentase penurunan konsentrasi Nilai BOD pada kolam aerobik primer sebesar 27.12 %. Hal ini dikarenakan dengan waktu pengadukan yang lebih lama maka mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel yang lebih kecil dan menghindari benda-benda yang masih mengapung, hal ini berarti pada kolam aerobik primer memiliki beb an pencemaran yang lebih sedikit dibandingkan kolam aerasi karena kolam aerobik primer telah mengalami pengolahan lebih lanjut dari kolam aerasi, dan salah satu penyebab tingginya nilai BOD adalah masih masih ada minyak/lemak yang sulit didegradasi. Adapun reaksi yang terjadi penentuan BOD pada prinsipnya didasarkan kepada perh itungan selisih dari jumlah oksigen terlarut dalam sampel LCPKS sebelum dan sesudah inkubasi 5 hari.untuk menentukan jumlah oksigen terlarut dapat digunakan metode titrasi winkler yaitu suatu reaksi yang melibatkan teroksidasinya ion Mn 2+ yaitu, 1 ml larutan MnSO 4 dan 1 ml larutan alkalisnya iodida- azida yang ditambahkan kedalam botol BOD dan mengoksidasi larutan tersebut sehingga terjadi

endapan MnO 2 oleh adanya oksigen dalam sampel tersebut. Reaksinya sebagai berikut: Mn 2+ + 2OH - Mn(OH) 2 Mn (OH) 2 + ½ O 2 MnO 2 Reaksi pembentukan MnO 2 berjalan sangat lambat sehingga perlu pengocokan selama 20 detik dengan cara membolak-balikkan botol kearah bawah dan atas. Kemudian didiamkan sampai terbentuk endapan sedikit-dikitnya 5 cm tebalnya dari bagian bawah jernihnya. Kemudian kedalam botol BOD ditambahkan H 2 SO 4 maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Dalam hal ini MnO 2 akan mengoksidasi I - menjadi Iodin (I 2 ) yang dibebaskan. Selanjutnya I 2 dititrasi dengan larutan standard Natrium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ) 0,0242 N dan menggunakan indikator larutan kanji hingga timbul larutan berwarna biru. Titrasi larutan ini dengan larutan natrium tiosulfat 0,0242 N kembali sampai warna biru hilang pertama kali. Banyaknya larutan natrium tiosulfat ini yang terpakai untuk titrasi ini dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi oksigen terlarut dalam sampel LCPKS. Reaksinya dapat ditulis sebagaia berikut: MnO 2 + 2I - + 4H + Mn 2+ + I 2 + 2H 2 O I 2 + 2Na 2 S 2 O 3 Na 2 S 4 O 6 + 2NaI (Adeniswan,dkk, 1997/Salmin 2005) Reaksinya dapat juga ditulis sebagai berikut: MnSO 4 + 2KOH Mn (OH) 2 + K 2 SO 4 Mn(OH) 2 + 1/2 O 2 MnO 2 + H 2 O MnO 2 +2KI + 2 H 2 SO 4 I 2 + K 2 SO 4 + MnSO 4 + 2H 2 O I 2 + S 2 O 3 2- S 4 O 6 2- + 2I - (Alaerts,1987) Hasil analisa dari limbah cair PKS nilai COD, tanpa perlakuan untuk kolam aerasi dan aerobik primer masing-masing 1438,53 (mg/l) dan 1873,25 (mg/l).

Setelah dilakukan penambahan NaOH 5% pada kolam aerasi konsentrasi nilai COD(mg/L) masing-masing sebesar: 1383,19 ; 1351,58 dan 1319,97 dan dengan penambahan Ca(OH) 2 sebesar 1406,90 ; 1391,10 dan 1351,38. Setelah dilakukan penambah an NaOH 5% dengan variasi pengadukan 5, 10 dan 15 menit diperoleh dari limbah yang diambil dari kolam aerobik primer diperoleh konsentrasi nilai COD (mg/l) masing-masing sebesar : 1825,82 ; 1794,20 dan 1762,58 dan dengan penambahan Ca(OH) 2 sebesar: 1841,63 ; 1810,02 dan 1778,39. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini. mg/l) OD ( ilai C N 2000 1900 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 82 1825. 1841.63 1406.90 1391.10 1351.38 1383.19 1 0 1810.02 1873.25 1778.39 794.2 1351.58 1762.5 8 1319.97 5 10 15 Waktu Pengadukan (detik) 1438.53 Gambar 4.3. Diagram Nilai COD pada Kolam Aerasi dan Aerob Primer dan terhadap Variasi Waktu Pengadukan = Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerob primer = Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerob primer = Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Kadar sampel sebelum perlakuan pada kolam Aerob primer = Kadar sampel sebelum perlakuan pada kolam Aerasi

A dapun reaksi yang terjadi pada penentuan nilai COD adalah sebagai berikut: E C x H y O z + Cr2O7 2- + H + CO 2 + H 2 O + 2Cr 3-2 4 Ag SO reaksi. Asam sulfamat (HSO NH ) gunanya untuk menghilangkan nitrit yang 3 2 2 4 Perak sulfat (Ag SO ) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat diperkirakan ada pada sampel LCPKS. Penambahan merkuri sulfat (HgSO 4 ) dengan jumlah yang sebanding dapat menghilangkan gangguan klorida, dimana HgSO 4 ini dapat mengikat ion klor menjadi merkuri klorida dengan reaksi berikut Hg 2+ + 2Cl - HgCl 2 Pada umumnya klor ada di dalam air buangan, dan bila kadar klorida lebih besar dari 2000 ppm dapat mengganggu kerja Ag 2 SO 4, klorida dapat mengganggu karena dapat ikut teroksidasi oleh kalium bikromat seperti reaksi berikut ini: - 6 Cl + Cr Hijau kebiruan 2- + 2O 2 + 14H 3Cl 3+ 2 + 2 Cr + 7H2O Coklat kemerahan Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K 2 Cr 2 O 7 yang masih tersisa sesudah direfluks dengan alat kondensor agar zat yang volatil tidak menguap keluar. Larutan asam dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) digunakan untuk mengoksidasi bahan organik pada suhu tinggi. Penggunaan dua katalis perak sulfat dan merkuri sulfat diperlukan masing-masing untuk mengatasi gangguan klorida yang biasanya ada pada limbah dan untuk menjamin oksidasi senyawa-senyawa organik kuat menjadi teroksidasi (Anonim, 2009). Setelah reaksi berlangsung kira-kira + 2 jam lamanya, K 2 Cr 2 O 7 yang masih tersisa dalam larutan digunakan untuk menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K 2 Cr 2 O 7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammoniumsulfat (FAS). Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut.

6Fe 2+ + Cr 2 O 2-7 + 14 H + 6Fe 3+ + 2Cr 3+ + 7H2O. (Sasongko, 1990). Indikator ferroin (fero 1,10-phenantroline) digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau- biru larutan berubah menjadi coklat merah, sisa K 2 Cr 2 O 7 dalam larutan blanko adalah K 2 Cr 2 O 7 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dioksidasi oleh K 2 Cr 2 O 7 (Alaerts,1987) Dari diagram 4.3 dapat dilihat dinyatakan bahwa penurunan nilai COD pada kolam aerasi dilihat bahwa dengan perlakuan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% dengan variasi waktu pengadukan 5 menit,10 menit dan 15 menit dapat dilihat bahwa penurunan konsentrasi Nilai COD pada kolam aerasi dengan variasi waktu pengadukan yang 15 menitlah memiliki persentase penurunan konsentrasi nilai COD yang besar. Persentase penurunan konsentrasi nilai COD dengan perlakuan NaOH 5% sebesar 8,24% lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penurunan konsentrasi dengan menggunakan perlakuan Ca (OH) 2 5% yaitu sebesar 6.06 %. Dari diagram 4.3 diatas dapat dinyatakan bahwa penurunan konsentrasi Nilai COD pada kolam aerobik primer dengan perlakuan NaOH 5% dan Ca(OH)2 5% dengan variasi waktu pengadukan 5 menit,10 menit dan 15 menit dapat dikatakan bahwa penurunan konsentrasi Nilai COD pada kolam aerobik primer dengan variasi waktu pengadukan yang 15 menitlah memiliki persentase penurunan konsentrasi Nilai COD yang lebih besar. Perbandingan antara persentase penurunan konsentrasi Nilai COD dengan perlakuan NaOH 5% sebesar 5,91% lebih besar dibandingkan dengan persentase penurunan konsentrasi dengan menggunakan perlakuan Ca(OH)2 5% yaitu sebesar 5,06%. Jadi bila dibandingkan persentase penurunan konsentrasi Nilai COD antara kolam kolam aerasi dan aerobik prim er dengan menggunakan perlakuan NaOH 5% dengan variasi waktu pengadukan 15 menit yang paling tinggi adalah persentase penurunan konsentrasi nilai COD pada kolam aerasi sebesar 8.24% dibandingkan

persentase penurunan konsentrasi nilai COD pada kolam aerobik primer sebesar 5.91%. Penurunan kadar minyak, nilai BOD dan COD dengan penambahan NaOH dan Ca(OH) 2 untuk limbah yang diambil dari kolam kolam aerasi dan aerobik primer dengan variasi waktu pengadukan 15 menitlah penurunan yang lebih besar. Jadi untuk sampel dari kolam aerobik primer maupun kolam aerasi menunjukan makin lama pengadukan limbah semakin baik. Bila dibandingkan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5% dalam menurunkan kadar minyak, nilai BOD dan COD dari limbah PKS baik dari sampel kolam aerobik primer maupun kolam aerasi ternyata NaOH 5% lebih efektif digunakan dalam penurunan kadar minyak, BOD dan COD dari limbah PKS daripada Ca(OH) 2, hal ini disebabkan karena sifat basa NaOH lebih kuat dan lebih reaktif dibandingkan Ca(OH) 2.Salah satu penyebab tingginya nilai COD adalah masih masih ada minyak/lemak yang sulit didegradasi. Demikian juga lama pengadukan mempengaruhi penurunan kadar minyak, BOD dan COD dari limbah PKS. Perolehan Kembali (%) dalam hal ini % Penurunan kadar minyak dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut : X 0 X1 % Penurunan kadar minyak = x100% X 0 X0 = Konsentrasi sampel sebelum ditambahkan perlakuan NaOH 5% atau Ca (OH) 2 5% X1 = Konsentrasi sampel setelah ditambahkan perlakuan NaOH 5% atau Ca (OH) 2 5% (WHO, 1992) Perolehan Kembali (%) dalam hal ini % Penurunan nilai BOD dan COD dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Y 0 Ya % Penurunan BOD = x100% Y 0 Y0 = Konsentrasi BOD sebelum ditambahkan perlakuan NaOH 5% atau Ca (OH)2 5% Ya = Konsentrasi BOD setelah ditambahkan perlakuan NaOH 5% atau Ca (OH)2 5%

Sedangkan : Z0 Za % Penurunan COD = x100% Za Z0 = Konsentrasi COD sebelum ditambahkan perlakuan NaOH 5% atau Ca(OH) 2 5% Za = Konsentrasi COD setelah ditambahkan perlakuan NaOH 5% atau Ca(OH) 2 5% (Sasongko, 1990) Dari tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 dapat dilihat bahwa persentase (%) penurunan kadar minyak, nilai BOD dan COD dengan perlakuan NaOH dan Ca(OH)2 dengan variasi waktu pengadukan 5, 10 dan 15 menit maka persentase penurunan ketiga parameter tersebut adalah yang lebih efektif adalah pada menit ke -15, baik untuk kolam aerasi maupun kolam aerobik primer. Berikut ini diagram perbandingan persentase (%) penurunan maksimun ( waktu pengadukan 15 menit) kadar minyak, nilai BOD dan COD pada kolam aerasi dan kolam aerobik primer dengan perlakuan NaOH 5% dan Ca (OH) 2 5%

35 30 30.26 27.12 29.24 e penurunan Parameter (%) Persentas 25 20 15 10 5 23.39 11.04 17.71 22.20 24.30 5.91 5.06 8.246.06 0 Waktu Pengadukan (15 Menit) Gambar 4.4. Diagram Perbandingan Persentase (%) Penurunan Maksimun(Waktu Pengadukan 15 Menit) Kadar Minyak, Nilai BOD dan COD pada Kolam Aerob Primer dan Aerasi dengan perlakuan NaOH 5% dan Ca(OH)2 5% = Kadar Minyak dengan Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Kadar Minyak dengan Perlakuan CaOH 2 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Kadar Minyak dengan Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Kadar Minyak dengan Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Nilai BOD dengan Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Nilai BOD dengan Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Nilai BOD dengan Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Nilai BOD dengan Perlakuan Ca(OH)2 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Nilai COD dengan Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Nilai COD dengan Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerobik primer = Nilai COD dengan Perlakuan NaOH 5% (mg/l) pada kolam Aerasi = Nilai COD dengan Perlakuan Ca(OH) 2 5% (mg/l) pada kolam Aerasi

Dari diagram perbandingan persentase (%) penurunan maksimun (waktu pengadukan 15 menit) ka dar minyak, nilai BOD dan COD pada kolam aerasi dan aerobik primer dengan perlakuan NaOH 5% dan Ca(OH) 2 5%, dapat dilihat bahwa persentase penurunan dari ketiga parameter tersebut mengalami persentase penurunan konsentrasi sampel dengan perlakuan NaOH 5% lebih besar dibandingkan dengan perlakuan menggunakan Ca(OH) 2 5%. Bila ditinjau dari segi tempat pengambilan sampel dan waktu pengadukan yang sama yaitu 15 menit maka persentase penurunan konsentrasi sampel yang lebih besar dicapai dari ketiga parameter berada pada kolam aerasi dengan perlakuan NaOH 5%, dimana kadar minyak 30.26 %, nilai BOD 29.24% dan nilai COD 8.24 %.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Persentase penurunan kadar minyak, nilai BOD dan COD pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada kolam aerasi dan kolam aerobik primer lebih baik dengan menggunakan NaOH dibandingkan Ca(OH) 2. 2. Variasi waktu pengadukan sampel dengan menggunakan NaOH dan Ca(OH) 2 selama 5, 10 dan 15 menit maka yang lebih efektif dengan waktu pengadukan 15 menit. 5.2. Saran 1. Perlu kiranya dilakukan penelitian lanjutan upaya-upaya lainnya untuk menurunkan parameter lainnya seperti TSS, NH 3 -N pada limbah cair pabrik kelapa sawit (LC PKS) yang mana diharapkan akan memenuhi standar baku mutu lingkungan hidup menurut KepMen LH No. 51 MEN LH / 1995 sebelum dibuang ke badan air (outlet).