BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Biodiesel Dari Minyak Nabati

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol.

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Minyak dan Lemak 1.1 TUJUAN PERCOBAAN. Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

BAB I P E N D A H U L U A N

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN 1. LEMBAR INSTRUMEN WAWANCARA UNTUK GURU KIMIA, DAN GURU KEPERAWATAN TENTANG RELEVANSI MATERI KIMIA TERHADAP MATERI KEPERAWATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri leokimia leokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak, yaitu yang diturunkan dari trigliserida menjadi bahan oleokimia. Secara industri, sebagian asam lemak diperoleh secara langsung dari hewani atau nabati menghasilkan rantai karbon panjang. Sangat memungkinkan untuk menghasilkan berbagai macam produk dari asam lemak. Diantara produk asam lemak seperti ester asam lemak memiliki aplikasi yang penting sebagai pelarut, pembungkus, resin, plastik, pelapis, parfum, kosmetik, flavor, sabun, obat-obatan, bioenergi, shortening dan pelumas (zgulsun et al, 2000). Asam lemak dari minyak kelapa sawit dalam berbagai fraksi selain dapat digunakan langsung, dapat juga dihasilkan berbagai produk turunannya. Adapun produk turunan oleokimia dapat berupa asam lemak, alkohol asam lemak, amina asam lemak, amida asam lemak, ester poliglikol dan ester asam lemak. Gliserol monoester dan diester juga digunakan sebagai bahan pengemulsi dalam industri pangan. Industri oleokimia yang salah satu contohnya bersumber dari pengolahan minyak kelapa sawit merupakan industri yang berkembang pesat di Indonesia. Minyak kelapa sawit merupakan sumber material terbaharui yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah asam lemak. Kandungan asam lemak jenuh seperti miristat, palmitat, dan stearat serta asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan linoleat menjadi bahan baku yang diproses menjadi senyawa baru seperti metil ester asam lemak dan alkohol asam lemak (oesyadi, dkk, 2012). 2.2. Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter ( 2 H 5 2 H 5 ), Kloroform (Hl 3 ), benzena dan hidrokarbon lainnya. Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak dan lemak ini (Sudarmadji, 1996). Dalam proses pembentukanya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air (Ketaren, 2005). 2.3. Asam Lemak Asam lemak terdiri atas unsur-unsur seperti karbon, hidrogen dan oksigen yang tersusun sebagai rangka rantai karbon linier dengan beragam panjang rantai dan mempunyai sebuah gugus karboksil pada salah satu ujung rantainya. Asamasam lemak dapat berupa saturated (tidak memiliki ikatan rangkap), monounsaturated (memiliki sebuah ikatan rangkap), atau polyunsaturated (memiliki dua atau lebih ikatan rangkap) (how, 2007).

2.4. Esterifikasi Esterifikasi adalah reaksi penting antara gliserol dengan asam lemak untuk memproduksi monogliserida, digliserida dan trigliserida. eaksi esterifikasi akan berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi dengan waktu yang relatif singkat perlu adanya bantuan katalis. eaksi dapat dijalankan dengan adanya katalis asam seperti asam sulfat dan asam- asam sulfonat. (Kimmel, 2004). Umumnya dalam menghasilkan trigliserida, esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan gliserol dengan 3 mol asam oleat, dimana tiap asam lemak tersebut akan terikat membentuk trigliserida seperti tampak pada Gambar 2.1. dibawah ini : H H H - H H H H 2 H H Gliserol Asam Lemak Monogliserida Air H H - H H H 2 H H Monogliserida Asam Lemak Digliserida Air H - H H H 2 H Digliserida Asam Lemak Trigliserida Air Gambar 2.1. eaksi Umum Esterifikasi antara Gliserol dan Asam Lemak (Kimmel, 2004)

Sejumlah peneliti telah mengidentifikasi beberapa variabel penting yang mempengaruhi reaksi esterifikasi untuk menghasilkan trigliserida, diantaranya adalah suhu reaksi, jenis dan jumlah katalis, perbandingan mol gliserol dan asam lemak, pengadukan dan waktu reaksi. (Noureddini et al., 2004; Ferretti et al., 2009; Singh et al., 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya reaksi esterifikasi antara lain : 1. Suhu eaksi Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu reaksi. Kecepatan reaksi akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, maka semakin besar energi yang digunakan untuk mencapai energi aktivasi. Hal ini mengakibatkan tumbukan lebih sering terjadi diantara molekul-molekul reaktan untuk melakukan reaksi (Berrios, M. 2007) 2. Katalis Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis, reaksi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan suhu reaksi diatas 100º. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KH dan NaH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat (Kirk and thmer, 1992).

3. asio mol reaktan Variabel penting dalam esterifikasi adalah rasio mol reaktan yaitu perbandingan mol gliserol dan asam lemak. Jumlah asam lemak yang berlebih (secara stoikiometri) dapat meningkatkan pembentukan trigliserida. (H.Noureddin.i et al, 1997). Semakin besar rasio gliserol/asam lemak, konversi asam lemak trigliserida akan semakin besar, sampai pada batas nilai rasio tertentu. asio gliserol/asam lemak yang melebihi batas nilai maksimum tidak akan meningkatkan yield (orma. et al,1997). eaksi pembentukan TG dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini : H H H H 3 17 H 33 -H [H + ] H 17 H 33 17 H 33 17 H 33 3H 2 Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air Gambar 2.2. eaksi Umum Pembentukan Trigliserida (orma, et al. 1997) 4. Pengadukan Pada reaksi esterifikasi reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. eaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya produk, ia bertindak sebagai pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi sebagaimana sistem tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi.

5. Waktu eaksi Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lainnya. Akan tetapi, jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi Adapun tahapan mekanisme reaksi esterifikasi asam lemak dengan katalis asam ditunjukkan pada Gambar 2.3. H H + H 'H H ' H H H ' H + H + H ' -H 2 H ' ' H H Gambar 2.3. Mekanisme eaksi Esterifikasi Asam Lemak dengan Katalis Asam (arey, F.A 2000) Langkah- langkah dari proses diatas yaitu protonasi asam karboksilat untuk menghasilkan ion oksonium, kemudian akan mengalami penyerangan nukleofilik oleh alkohol menghasilkan intermediet, dan selanjutnya akan melakukan deprotonasi untuk membentuk ester. Setiap langkah dalam proses tersebut bersifat reversible tetapi dengan penggunaan alkohol berlebih akan menyebabkan kesetimbangan reaksi berjalan kearah produk. Tetapi, jika terdapat air yang merupakan donor elektron dan lebih kuat dari pada alkohol alifatik akan menyebabkan terjadinya pembentukan intermediet yang tidak disukai sehingga proses esterifikasi tidak berjalan dengan sempurna (arey, F.A., 2000).

2.5. Gliserol Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida. Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983). Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006). eaksi Umum pembentukan gliserol dapat dilihat pada Gambar 2.4. H [H + ] 3H H 2 H H 3 - H H Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak Gambar 2.4. eaksi Umum Pembentukan Gliserol (Ketaren, 1986) 2.6. Asam leat Secara kimia, asam oleat adalah salah satu asam lemak tidak jenuh. Asam oleat merupakan asam lemak berantai panjang dengan 18 atom karbon dan satu ikatan rangkap dua pada posisi-9 (18:1 cis-9). Struktur dapat dilihat pada Gambar 2.5. Asam oleat umumnya ditemukan dalam bentuk ester, seperti trigliserida. Asam oleat merupakan asam lemak yang dapat ditemukan dari berbagai jenis minyak/lemak hewani dan nabati. Asam oleat tidak berbau, tidak berwarna, meskipun secara komersial berwarna kuning. (Young, J, A, 2002). Selain itu, asam oleat dapat juga dihasilkan dengan cara dehidrogenasi dari asam stearat. (Djikstra,A. J. 2008). H 3 (H 2 ) 6 H 2 (H 2 ) 6 2 H H H Gambar 2.5. Struktur Asam leat (arey, F.A. 2000)

2.7. Trioleilgliserol Pada umumnya trigliserida berbentuk asimetris, karena merupakan turunan dari campuran beberapa asam lemak. Trioleilgliserol adalah senyawa turunan trigliserida yang simetris dan merupakan hasil ikatan kimia antara gliserol dengan 3 buah asam lemak tidak jenuh, asam oleat. Selain itu, dikenal dengan nama Triolein atau gliserida trioleat atau trigliserida oleat. Trioleilgliserol mengandung sekitar 4-30% minyak zaitun, berfasa cairan tidak berbau dan berwarna kuning bening, tidak larut dalam air, namun larut dalam kloroform, eter, karbon tertaklorida dan sedikit larut dalam alkohol ('Neil, M.J, 2006; Alfred, T., 2002). Struktur trioleilgliserol ditunjukkan pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Struktur Molekul 1,2,3-Trioleilgliserol (Alfred, T., 2002). Trioleigliserol banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan baku pembuatan bahan pangan berlemak seperti margarin dan shortening, Dalam industri pangan, 1,2,3-trioleilgliserol digunakan sebagai pengganti dietary fat, karena dapat menyediakan energi sebesar 9 Kkal/gram, membantu pengangkutan vitamin A, D, E, K dan menyediakan asam lemak essensial bagi tubuh manusia (Yasunaga, et al.,2001, Yazid, 2006). Dalam industri farmasi, digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan dan aromaterapi, dan dalam industri kosmetik digunakan sebagai moisturizer. (Yazid, 2006)

2.8. Katalis Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis meningkatkan laju reaksi dengan energi aktivasi Gibbs yang lebih rendah, ᵻ G (Shriver dan Atkins, 1999 ). Katalis adalah kunci utama transformasi kimia dalam industri. Kira-kira 90% produk kimia industri dibuat dengan proses katalitik (horkendorff, J.W dan Niemantsverdriet, 2003). eaksi katalitik secara umum dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu reaksi katalitik homogen dan reaksi katalitik heterogen. Pada reaksi katalitik homogen, reaktan dan katalis berada dalam fasa yang sama dan reaksi terjadi di seluruh fasa sedangkan dalam katalis heterogen, reaktan dan katalis berada dalam fasa yang berbeda. (Yoon et al., 2003) 2.8.1. Katalis Homogen Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan katalis basa homogen. Katalis yang umum digunakan dalam reaksi gliserolisis adalah katalis alkali seperti KH dan NaH. Penggunaan katalis ini menimbulkan masalah yaitu sulit dipisahkan dari produk reaksi. Di samping itu, katalis basa bekerja dengan baik pada batas asam lemak bebas (ALB) < 0,5%. Jika bahan baku mengandung ALB tinggi, akan terjadi reaksi antara katalis dengan asam lemak bebas membentuk sabun (Shu, 2010). Katalis asam homogen yang digunakan dalam reaksi gliserolisis misalnya H 2 S 4, Hl, dan H 3 P 4. Akan tetapi penggunaan katalis ini memerlukan waktu reaksi yang lama, dapat menyebabkan korosi pada reaktor yang digunakan, rasio molar alkohol dengan minyak harus besar serta memerlukan suhu yang tinggi (Helwani, 2009). Dalam pengembangan kearah kimia hijau telah membawa kemajuan terhadap perkembangan katalis asam fase padat, dimana material ini dapat menggantikan cairan asam yang bersifat korosif yang banyak digunakan dalam industri.

2.8.2. Katalis Heterogen Katalis asam berfase padat memberikan manfaat yang lebih signifikan dibanding katalis asam homogen. Penggunaan katalis tersebut dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan, korosi, toksisitas, serta mudah dipisahkan dari campuran produk. Pengembangan katalis padat memberikan peluang inovasi kimia hijau di masa depan (lark, 2002). Katalis heterogen juga terdiri atas dua jenis yaitu katalis heterogen yang bersifat basa dan katalis heterogen yang bersifat asam. Beberapa katalis heterogen telah disintesis baik yang bersifat asam maupun basa. Katalis heterogen basa yang paling umum digunakan adalah senyawa-senyawa oksida logam seperti oksida logam alkali dan oksida logam alkali tanah pada reaksi transesterifikasi minyak dan lemak seperti Mg, a, Sr, dan Ba (Endalew, 2011). Pada tahun 1997 orma et al mereaksikan gliserol dengan P untuk menghasilkan monogliserida dan digliserida dengan menggunakan katalis Mg. Katalis Mg ini bisa memberikan konversi reaksi sampai 97 % dan mudah dipisahkan dari produk hasil reaksi karena berbentuk padat. Tetapi proses reaksi gliserolisis dengan katalis Mg ini masih dilakukan pada suhu yang tinggi (>200 o ) untuk meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol. Garcia (2008) telah berhasil menggunakan zirkonium sulfat sebagai katalis transesterifikasi minyak kacang kedelai dengan metanol dan etanol dengan yield masing-masing 98,6 % dan 92 %. 2.8.3. Katalis Dengan Gugus Asam Sulfonat Penggunaan katalis padat yang memiliki gugus fungsi sulfonat telah banyak dikembangkan saat ini terutama untuk menggantikan peran asam sulfat yang memiliki banyak kelemahan. Disamping itu, gugus fungsi asam sulfonat diketahui memiliki aktivitas katalitik yang tinggi. Sidabutar, A (2011) telah mencoba menggunakan katalis padat polistirena sulfonat dengan derajat sulfonasi 6,24% pada reaksi transesterifikasi minyak jarak berkadar asam lemak bebas tinggi menghasilkan metil ester sebesar 93%. Namun katalis ini tidak tahan terhadap suhu tinggi dan mudah terdegradasi.

Wang (2012) telah membuat katalis polimer yaitu polietersulfon. Katalis ini dibuat melalui jalur sintesis langsung dengan polimerisasi monomer sulfonatnya. Dengan begitu, derajat gugus sulfonat dapat dikontrol. Katalis polietersulfon diketahui memiliki aktivitas katalitik yang baik dan stabil dalam reaksi. Disamping itu katalis ini dapat digunakan kembali lebih dari empat kali dan tidak menunjukkan penurunan aktivitas yang berarti meskipun katalis ini memiliki konsentrasi asam yang relatif sedikit. Bangun, N dkk (2015) telah mensintesis katalis padat asam 1,2-dimetil- 1,1,2,2-tetrafenilsulfonatodisilana berbasis sulfonat dengan gugus silikon-karbon. Katalis ini digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak P berkadar asam lemak bebas tinggi yaitu 8% pada suhu 160 o dan didapatkan yield 96%. Kemudian, digunakan juga dalam reaksi esterifikasi antara asam stearat dengan 2 propanol menghasilkan propil stearat dan asam palmitat dengan 2- butanol menghasilkan butil palmitat pada suhu 150 o selama 15 jam dengan masing-masing yield yaitu 67,5 % dan 48%. Katalis ini mampu mengkatalisis esterifikasi asam lemak bebas dalam satu tahapan reaksi, relatif toleran terhadap asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan baku minyak dan tahan terhadap suhu tinggi. 2.8.4. Katalis amah Lingkungan dan eusable Secara luas telah diakui bahwa terdapat peningkatan kebutuhan akan proses-proses yang lebih ramah lingkungan dalam industri kimia. Tren ini selanjutnya dikenal sebagai Kimia Hijau atau Teknologi Berkelanjutan yang mengharuskan terjadinya pergeseran pandangan dari konsep tradisional mengenai efisiensi proses ke nilai ekonomi untuk menghilangkan limbah dan menghindari pemakaian zat-zat beracun dan/atau berbahaya (Sheldon, dkk, 2007). eaksi reaksi kimia yang melibatkan penggunaan katalis asam sangat berbahaya untuk lingkungan. Keaktifan reagen ini sangat tinggi dan dapat digunakan untuk aplikasi yang sangat luas dan bervariasi.

Namun, produk yang dihasilkan bersifat toksik yang sangat tinggi dan limbah yang sangat korosif serta hasil samping senyawa organik yang tidak diinginkan. Karena banyaknya jenis bahan kimia serta transformasinya, kimia hijau diusulkan sebagai solusi untuk dijadikan petunjuk bagi praktisi-praktisi kimia dalam mengembangkan dan mengamati sejauh mana sintesis, bahan, proses serta teknologi yang dipakai mengacu pada kimia hijau (Anastas and Warner, 1998).