KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KAWASAN PERMUKIMAN DI KELURAHAN TANDANG, KECAMATAN TEMBALANG TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

PERAN PENGEMBANG PERUMAHAN DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERUMAHAN KEMANG PRATAMA KOTA BEKASI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ABSTRAK. Kata kunci : aksesibilitas, kenyamanan spasial, area publik, pengunjung.

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KESESUAIAN RUANG PUBLIK DI KOTA SURAKARTA DENGAN KONSEP LIVABLE CITY

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN KAWASAN PERMUKIMAN TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR

KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN AKTIVITAS REKREASI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMNAS BANYUMANIK TUGAS AKHIR. Oleh : FAJAR MULATO L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG JURNAL

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik,

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

PENGERTIAN GREEN CITY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. telah membatasi ruang-ruang bebas yang bisa diakses penduduk kota untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

I. PENDAHULUAN. Nations pada tahun 2011 penduduk di dunia telah menembus angka 6,7 Miliar.

Konsep Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada Permukiman Kepadatan Tinggi

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

Instrumen Perhitungan Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Akibat Konversi Lahan

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh KIKI HIDAYAT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

Jl. Tamansari No.1 Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

STRATEGI PENINGKATAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PERKOTAAN (STUDI KASUS DI KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

III. METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:3). Metode penelitian yang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

Jurnal Teknik PWK Volume 3 Nomor Online :

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

ABSTRAK 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN LAHAN PENGEMBANGAN

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat

PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

Kata Kunci : Perusahaan, Perantara, Perdagangan.

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR

PENGARUH PERKEMBANGAN INDUSTRI SKALA SEDANG DAN BESAR YANG TERAGLOMERASI TERHADAP PERMUKIMAN DI MOJOSONGO-TERAS, KABUPATEN BOYOLALI

TUGAS AKHIR PERUBAHAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA-IMPLEMENTASI BANK SAMPAH

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Transkripsi:

KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KAWASAN PERMUKIMAN DI KELURAHAN TANDANG, KECAMATAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: INTAN MUNING H L2D 004 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 i

ABSTRAK Kawasan permukiman di Kelurahan Tandang merupakan kawasan permukiman padat yang berkembang di atas lahan dengan kemiringan yang beragam. Semakin bertambahnya jumlah penghuni dan hunian di kawasan tersebut berdampak pada pergeseran ruang terbuka menjadi lahan terbangun. Pergeseran tersebut menyebabkan semakin berkurangnya peruntukkan lahan sebagai ruang terbuka hijau. Kurangnya optimalnya ketersediaan RTH di kawasan tersebut terkait dengan kenyataan kurang memadainya proporsi kawasan yang dialokasikan untuk ruang terbuka maupun rendahnya rasio jumlah ruang terbuka per kapita yang tersedia. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kenyamanan, menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan secara langsung menyebabkan hilangnya nilai ekologi dan estetika kawasan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi karakteristik pengembangan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Secara substansial, penelitian ini mengkaji tentang perilaku penghuni terhadap pengembangan ruang terbuka hijau, bentuk dan tipologi ruang terbuka hijau yang dikembangkan serta struktur ruang terbuka hijau. Melalui pendekatan ekologi, keruangan/penataan ruang dan pendekatan sosial masyarakat, pelaksanaan penelitian ini pada dasarnya menggunakan metode kuantitatif, deskriptif kualitatif dan metode deskriptif normatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menentukan jumlah sampel penelitian dan alat analisis dalam pengolahan data kuesioner, metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis perilaku penghuni terhadap pengembangan ruang terbuka hijau, sedangkan analisis deskriptif normatif digunakan untuk menganalisis bentuk, tipologi dan struktur ruang terbuka hijau yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan adanya perilaku penghuni terhadap pengembangan ruang terbuka hijau yang lebih mengarah pada kepentingan perbaikan nilai estetika lingkungan huniannya, bukan dikarenakan oleh kebutuhan ekologi. Bentuk dan tipologi ruang terbuka hijau yang dikembangkan di kawasan permukiman Kelurahan Tandang cukup beragam, tetapi pada kesimpulannya banyak peruntukkan ruang terbuka hijau yang kurang ideal jika ditinjau dari pedoman ruang terbuka hijau. Secara keseluruhan, ruang terbuka hijau yang berkembang di wilayah Kelurahan Tandang adalah berbentuk menyebar (terserak), hal tersebut dilihat dari intensitas kelompok vegetasi yang menyebar di wilayah tersebut. Kata Kunci : Karakteristik, Ruang terbuka hijau, Permukiman

THE CHARACTERISTIC OF UNCONSTRUCTED-GREEN AREA IN THE SETTLEMENT OF TANDANG DISTRICT, TEMBALANG, SEMARANG Abstract The settlement in Tandang district is a dense settlement in which set up on the area with its declivity is varied. As the population increased, it has an influence toward the displacement of unconstructed area becomes constructed one. That displacement caused the decreasing of unconstructedgreen area. The unoptimalization of RTH in that area relate to the inadequacy of the area proportion which located to the unconstructed-green area as well as the lowness of the total ratio of available unconstructed area per capita. This is because the lowness of comfort, the decreasing of social economic wealth, and directly cause the lost of ecological and esthetical value. Based on the problem above, this research aims at identifying the development of characteristic of unconstructed-green area in Tandang district, Tembalang, Semarang. Substantially, this research investigated the behavior of the population toward the development unconstrusted-green area, the form and the typology of it, and the structure of this area. By the ecological approach, the arrangement of area, and social-community approach, the implementation of this research based on the quantitative, descriptive-qualitative, and descriptivenormative method. The quantitative method was used to determine the number of research sample and analysis instrument in the questionnaire data reduction. The descriptive-normative method was used to analyze the behavior of the population toward the development of uncostructed green area. The analysis of descriptive-normative was used to analyze form, typology and structure of developed unconstructed green area. The result of investigation indicated that the behavior of the population toward the development of unconstructed green area mostly referred to the improvement of esthetical value in their environment, not because of ecological necessity. The form and the typology of unconstructed green area whis was developed in Tandang was varied, but in the conclusion, the area to develop it was found not quite ideal if it viewed from the arrangement of unconstructed green area point of view.. Generally, the unconstructed green area which deleloped in Tandang was spread out. It can be seen from the intensity of group vegetation which was spread out in this area. Key words: Characteristic, Unconstructed green area, Settlement

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya tuntutan pertumbuhan kehidupan manusia untuk menuju kearah ekonomi, sosial maupun budaya yang lebih baik maka manusia mengadakan perubahan-perubahan, seperti gaya hidup dan bentuk hunian yang mereka tinggali. Pertumbuhan berarti pula perubahan bentuk dan ukuran yang juga berakibat pada perubahan bentuk fisiknya (Doxiadis, Constantinos A., 1981 : 26). Dengan bertambahnya jumlah penghuni rumah dan bertambahnya penghasilan, mendorong penghuni permukiman membuat ruang-ruang baru dan perubahan tampilan hunian yang tentunya akan merubah wajah suatu hunian tersebut. Perubahan semacam ini tentunya akan berpengaruh pada luasan lahan atau ruang yang harus bertambah juga jika perubahan yang terjadi bersifat horisontal. Kebutuhan penambahan ruang yang bersifat horisontal pada suatu lokasi hunian menjadi salah satu penyebab berkurangnya peruntukan lahan bagi ruang terbuka hijau baik secara privat (individu pada tiap-tiap hunian) serta pada kawasan permukiman itu sendiri secara keseluruhan. Selain disebabkan oleh kebutuhan ruang secara individu, kurangnya lahan terbuka juga diakibatkan oleh konsekuensi dari kebutuhan lahan permukiman baru dan pembangunan sarana penunjang aktivitas permukiman. Tingginya tingkat pembangunan lahan pada kawasan permukiman tersebut ketika melampaui dari daya dukung lahan akan mampu menimbulkan berbagai macam permasalahan kualitas lingkungan permukiman. Perkembangan kawasan permukiman yang tidak memperhatikan keadaan kualitas lingkungan dapat menimbulkan degradasi lingkungan atau bahkan depresi sosial masyarakatnya. Sesuai dengan paradigma pembangunan berkelanjutan dan adanya isu pemanasan global (global warming), keseimbangan lingkungan binaan perlu mendapatkan perhatian dalam setiap upaya pengembangan, salah satunya adanya pengembangan kawasan permukiman. Salah satu program yang perlu diperhatikan dalam mengejawantahkan kepentingan tersebut adalah melalui pemenuhan ruang terbuka hijau. Hal tersebut juga menjadi salah satu isu perencanaan yang tertuang dalam UU. No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Pemenuhan ruang terbuka hijau diupayakan sebagai media penyelaras akan kecenderungan degradasi ketersediaan udara bersih dan sehat. Dengan tersedianya ruang terbuka hijau yang cukup, diharapkan mampu menurunkan tingkat polusi udara sekaligus sebagai media resapan air hujan yang pada akhirnya berfungsi sebagai media pencegah bahaya banjir dan longsor. 1

2 Secara khusus, ruang terbuka hijau memiliki peran penting dalam menunjang kelestarian ekosistem, baik dalam skala lingkungan, kota maupun alam semesta. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh masyarakat perkotaan melalui penghijauan adalah manfaat estetis, manfaat orologis, manfaat hidrologis, manfaat klimatologis, manfaat ekologis, manfaat protektif, manfaat hygienis dan manfaat edukatif (Nazaruddin, 1994 dalam Halimah Oktorina, 2004 : 27-28). Berdasarkan amanat Undang Undang UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kepentingan kebutuhan ruang terbuka disyaratkan berupa tuntutan bagi setiap kota metropolitan untuk memiliki ruang terbuka hijau minimal 30% dari luasan wilayah. Rincian 30 persen ruang terbuka hijau adalah 10 persen untuk privat dan 20 persen untuk publik. Secara kelembagaan, masalah ruang terbuka juga terkait dengan belum adanya aturan perundangan yang memadai tentang ruang terbuka hijau, serta pedoman teknis dalam penyelenggaraan ruang terbuka hijau sehingga keberadaan ruang terbuka masih bersifat marjinal pada masing-masing kawasan permukiman. Perkembangan penyelenggaraan ruang terbuka hijau di setiap kawasan permukiman di Kota Semarang tentunya berbeda-beda, tergantung dari tingkat kebutuhan penghuni dan karakteristik kawasan. Di kawasan permukiman sekitar CBD, pengembangan ruang terbuka hijau lebih diperankan sebagai objek pengendali tingkat kebisingan dan rekreasi (tempat bermain), sehingga model pengembangan ruang terbuka hijau lebih diarahkan di sepanjang jalur jalan dan pengembangan taman kota atau taman olahraga pada suatu titik lokasi tertentu. Kondisi tersebut berbeda pula dengan karakteristik pengembangan ruang terbuka hijau pada kawasan permukiman di sekitar kawasan industri yang lebih mengarahkan pengembangan pada karakter ruang terbuka sebagai objek pengendali polusi udara. Fenomena menarik mengenai karakteristik pengembangan ruang terbuka hijau permukiman adalah tergambar pada perkembangan ruang terbuka hijau pada kawasan permukiman di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang. Karakteristik kawasan permukiman pada daerah ini adalah sebagai kawasan permukiman hinterland pusat kota yang berkembang di atas lahan dengan keragaman tingkat kemiringan. Secara estetika, kondisi penataan bangunan tempat hunian pada kawasan permukiman di daerah ini kurang teratur yang diakibatkan oleh kondisi kontur lahan yang beragam. Kepadatan bangunan di Kelurahan Tandang pada masingmasing wilayah RW juga menunjukkan keseragaman, dan mayoritas menggambarkan suatu kawasan permukiman yang padat (gambaran mengenai kepadatan bangunan di Kelurahan Tandang dapat dilihat pada Gambar 1.1). Keragaman kelerengan lahan kawasan permukiman di Kelurahan Tandang adalah antara 2 15 % serta 15 25 %, yang menandakan bahwa kawasan tersebut memiliki kelas lereng landai hingga agak curam. Dimana dengan tingkat kelerengan tersebut, lokasi ini sangat riskan untuk berkembang sebagai kawasan permukiman padat, terutama dari

3 bahaya bencana tanah longsor (gambaran mengenai kelerengan lahan di Kelurahan Tandang dapat dilihat pada Gambar 1.1). Oleh karena itu, secara ekologi keberadaan ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan guna mencegah ataupun hanya mengurangi terjadinya bencana tersebut. Sumber: Dinas Tata Kota, Kota Semarang, 2001 Gambar 1.1 Gambaran Umum Mengenai Kepadatan Bangunan Dan Kelerengan Lahan di Kawasan Permukiman Tandang Kurangnya optimalisasi ketersediaan RTH di kawasan tersebut terkait dengan kenyataan kurang memadainya proporsi kawasan yang dialokasikan untuk ruang terbuka, maupun rendahnya rasio jumlah ruang terbuka per kapita yang tersedia. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kenyamanan, menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan secara langsung menyebabkan hilangnya nilai estetika dalam kawasan tersebut. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan yang ideal