PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI

PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha

PENGUATAN KOORDINASI DINAS/INSTANSI DALAM PEMANTAPAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II BADAN KETAHANAN PANGAN MEDAN. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara yang awal mulanya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

13. URUSAN KETAHANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PERAN TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN DESA MANDIRI PANGAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ketahanan Pangan Masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 101 TAHUN 2016 T E N T A N G

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN KEBUTUHAN JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KETAHANAN PANGAN.

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015

2017, No Indonesia Nomor 5360); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indones

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS KETAHANAN PANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

5 / 7

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

PENGANTAR. Ir. Suprapti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Untuk mencapai hal tersebut perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi. Sistem pangan tersebut antara lain mencakup sub sistem ketersedian, distribusi, dan konsumsi. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Salah satu dari masalah ketersediaan pangan adalah untuk mengetahui apakah ketersedian pangan yang ada mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, maka diperlukan suatu usaha untuk memahami situasi pangan di suatu daerah tertentu, atau di suatu negara pada periode (waktu) tertentu. Untuk memantapkan pembangunan ketahanan pangan di daerah diperlukan pengembangan potensi pangan lokal sesuai dengan spesifikasi dan budaya setempat, sehingga selain konsumsi pangan masyarakat akan lebih beragam, bergizi dan berimbang juga tidak terlalu banyak porsi karbohidrat yang bersumber dari beras. Hal ini dapat meningkatan pendapatan keluarga melalui usaha pengembangan produk pangan olahan, pembentukan kelembagaan ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan usaha (Suntoro, 2004). Pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh

2 penduduk dalam jumlah mutu, keragaman, kandungan gizi dan keamanannya serta terjangkau oleh daya beli masyarakat (Hardinsyah dan Martianto, 2001 dalam Hardinsyah et al. 2001). Selanjutnya menurut Wirawanto (2004) ketahanan pangan suatu negara dikatakan mantap bila semua penduduknya dapat memperoleh pangan yang cukup (baik kuantitas maupun kualitas), tumbuh dan produktif. Ketahanan pangan yang mantap ditandai dengan terpenuhinya pangan yang cukup dan tersebar merata di seluruh daerah sampai rumah tangga, tersedia sepanjang waktu, aman dari pencemaran bahan berbahaya, dan aman menurut kaidah agama. Sejalan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diwujudkannya dengan desentralisasi kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, terjadi perubahan yang mendasar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Era Otonomi Daerah sekarang ini. Pembangunan pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan petani, kesempatan kerja, sumber pendapatan dan pengembangan perekonomian di daerah/regional dan nasional. Ketahanan pangan merupakan prasyarat dasar yang harus dimiliki oleh sebuah daerah otonom, oleh karena itu kebijakan yang mengarah pada terciptanya ketahanan pangan harus mendapat prioritas yang utama. Ketahanan pangan harus diartikan secara luas, tidak hanya ketersediaan bahan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya tetapi juga harga bahan pangan tersebut harus terjangkau secara layak oleh lapisan masyarakat terbawah dan tersedia secara merata pada seluruh wilayah. Pemanfaatan potensi sumberdaya di setiap daerah perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Pola ini sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang memberi kewenangan daerah dalam pembangunan pangan. Pemerintah daerah dituntut mampu melakukan perencanaan penyediaan pangan berbasis potensi wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Salah satu strategi utama dalam pencapaian produksi serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, air dan perairan (BKP, 2004).

3 Salah satu arah kebijakan ketahanan pangan pada sisi ketersediaan adalah menjamin pengadaan pangan utama dari produksi dalam negeri. Dewan Ketahanan Pangan melalui Kebijakan Umum Ketahanan Pangan tahun 2006-2009 menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mempertahankan ketersediaan energi minimal 2200 kkal/kap/hari dan penyediaan protein minimal 57 gr/kap/hari. Selain itu digunakan suatu acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu yaitu metode PPH (Pola Pangan Harapan) dengan skor 100 sebagai PPH ideal. Skor PPH merupakan cermin situasi kualitas pangan di suatu wilayah, baik yang tersedia maupun yang dikonsumsi berdasarkan tingkat keragaman dan keseimbangan komposisi pangan. Pembangunan ketahanan pangan adalah suatu upaya pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral yang saling berkaitan, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara adil merata baik jumlah maupun mutu gizinya sehingga terpenuhi salah satu kebutuhan pokok untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor pembangunan, keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan. Rumusan Masalah Permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ketahanan pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumberdaya alam, masih terbatasnya sarana dan prasarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin (Dewan Ketahan Pangan, 2006). Teori Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung. Konsekuensi logis dari pernyataan tersebut adalah apakah peningkatan ketersediaan mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk (Khomsan dan Kusharto, 2004).

4 Setelah dimekarkannya Kabupaten Kotabaru menjadi 2 kabupaten, dengan terbentuknya Kabupaten Tanah Bumbu sejak 8 April 2003 berdasarkan Undangundang Nomor 2 tahun 2003 tentang Pemekaran Daerah, permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah berkurangnya potensi lahan-lahan pertanian produktif akibat berpisahnya Tanah Bumbu dari Kabupaten Kotabaru, sehingga kondisi ini sangat berpengaruh terhadap produksi sumberdaya pangan dalam memenuhi ketersedian pangan penduduk dalam mendukung pemantapan ketahanan pangan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana situasi ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru saat ini? 2. Bagaimana kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru? 3. Strategi apa yang diperlukan dalam upaya memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah? Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis situasi penyediaan pangan dan merumuskan strategi memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. Sedangkan secara khusus yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Menganalisis situasi ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru. 2. Mengkaji kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru. 3. Melakukan analisis strategi memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru. 4. Merumuskan program pembangunan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Kepentingan akademis, sebagai bahan informasi untuk menambah referensi tentang ketersediaan pangan dalam sistem ketahanan pangan. 2. Kepentingan praktisi, sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru dalam perencanaan penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan di era otonomi daerah.

5 Kerangka Pemikiran Baliwati dan Roosita (2004) mengatakan ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Metode untuk mengetahui kondisi ketersediaan pangan wilayah (kabupaten/kota) adalah Neraca Bahan Makanan (NBM) atau Food Balance Sheet (FBS). Pangan yang disediakan dan dikomsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan dalam perencanaan penyediaan pangan adalah dengan memperhatikan keanekaragaman pangan dan keseimbangan gizi sesuai dengan daya beli, preferensi konsumen dan potensi sumberdaya lokal. Salah satu acuan/pendekatan yang dapat digunakan untuk itu adalah Pola Pangan Harapan (PPH) (Hardinsyah et al., 2002). Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Ketersediaan pangan di suatu daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikomsumsi penduduk, dan ketersediannya harus dipertahankan sama atau lebih besar dari pada kebutuhan penduduk. Jika keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan (food security) akan berada pada tingkat yang aman. Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya produksi pangan, ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan, dan penggunaan pangan. Produksi pangan sangat ditentukan oleh sumberdaya lahan, sumberdaya manusia (SDM) dan pemberdayaan masyarakat, sistem usaha tani, teknologi pasca panen, kelembagaan ketahanan pangan, modal dan investasi. Berdasarkan keadaan ketersediaan pangan saat ini (kondisi aktual) kemudian dibandingkan dengan kondisi ideal, dirumuskan proyeksi ketersediaan dan produksi dari data NBM. Selanjutnya dengan adanya gap antara kondisi aktual dan ideal, maka strategi apa yang menjadi kebijakan dan prioritas Pemerintah Kabupaten Kotabaru bersama dinas, instansi terkait dengan ketahanan pangan dalam penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Secara skematis kerangka pikir seperti pada Gambar 1.

6 PRODUKSI ANGKA KECUKUPAN GIZI EKSPOR/IMPOR EVALUASI SKOR & KOMPOSISI PPH STOK/CADANGAN KOMPOSISI PENGGUNAAN PROYEKSI KETERSEDIAAN KETERSEDIAAN AKTUAL KETERSEDIAAN IDEAL GAP KONDISI AKTUAL & IDEAL STRATEGI MEMANTAPKAN KETAHANAN KABUPATEN KOTABARU Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian