BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

BAB III GAMBARAN UMUM

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

BAB IV PENUTUP. Bobung dikunjungi oleh wisatawan laki-laki maupun perempuan, sebagian besar

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam

PEGUKURAN KINERJA KEGIATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

LAMPIRAN I.2 : KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN U K M. JUMLAH ( Rp. ) ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) WORKSHOP DESAIN IKM BATU MULIA DI JAWA TENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

KABUPATEN GRESIK RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI PENDAPATAN,BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

TESIS. Oleh RISNA M HASAN NIM Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG)

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III KERANGKA PEMIKIRAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN RENJA DISKOP.UKM LATAR BELAKANG

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

BAB IV ANALISA SISTEM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB VI PENUTUP. produktif, adaptasi produk, kapasitas produksi, dokumen ekspor, dan biaya

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BATIK DESA KENONGO KECAMATAN TULANGAN - SIDOARJO

RENCANA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KOPERASI USAHA KECIL MENENGAH PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ,949,470,000

BAB VI PENUTUP. perkembangan IKM dilihat dari aspek pengembangan SDM dan aspek. pemasaran. Adapun sebaliknya aspek kemitraan tidak berdampak.

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

IDENTIFIKASI PROSES PERENCANAAN PENGEMBANGAN KLASTER BATIK MASARAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VII. PENUTUP. 7.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil pembahasan kajian dapat disimpulkan sebagai berikut :

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pasar internasional merupakan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Berbagai produk kerajinan diproduksi oleh perusahaan kerajinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. definisi industri kecil tersebut antara lain: tanah dan bangunan tempat usaha. c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

2. Upaya strategis Lembaga Pendidikan Swasta dalam menggali sumbersumber

13 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisis data tentang pemberdayaan industri kecil gitar di desa Mancasan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V STRATEGI PEMBERDAYAAN PROGRAM SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran.

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi

Husna Purnama: Pengembangan Kemitraan dan Pembiayaan Usaha Kecil Menengah pada Sentra Kripik di Bandar Lampung

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Matrik Program Pengembangan Sentra UMKM

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan. pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN Dari hasil analisis kemitraan antar stakeholders pada ketiga sentra industri di Kabupaten Gunungkidul, maka pada bab ini akan diuraikan temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi dan saran studi lanjutan. V.1. Temuan Studi Berdasarkan hasil pemetaan stakeholders, identifikasi pola kemitraan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan dapat diuraikan temuan studi sebagai berikut : A. Pemetaan stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan 1. Stakeholders kunci/utama dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah : Pemerintah dalam hal ini Dinas Perindagkop Kabupaten Gunungkidul Pengrajin sentra industri kecil kerajinan topeng dan batik kayu bobung Pengrajin sentra industri kecil kerajinan ornamen batu Pengrajin sentra industri kecil kerajinan bambu 2. Stakeholders pendukung dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah : Pedagang/Eksportir Asosiasi/Yayasan Disperindagkop DIY UPT Balai Bisnis DIY Dekranasda BUMN Perguruan Tinggi dan LSM B. Pola kemitraan antar stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah : 1. Pola kemitraan yang terjadi antar industri kecil kerajinan di ketiga sentra secara umum adalah dalam subkontrak barang setengah jadi. 80

Secara spesifik dalam masing-masing sentra industri, pola kemitraan yang terjadi antar industri adalah : Sentra Bobung : pengadaan bahan baku, pemanfaatan teknologi, akses permodalan, promosi dan pemasaran Sentra Ornamen Batu : pengadaan bahan baku, promosi dan pemasaran Sentra Kerajinan Bambu : tidak ada kerjasama lainnya selain subkontrak. 2. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan pemerintah, secara umum adalah dalam pendidikan dan pelatihan, bantuan modal dan peralatan, fasilitasi promosi produk industri kecil. Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah : Sentra Bobung : penelitian dan pengembangan teknologi produksi, perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat dan buyer (pembeli), pelayanan informasi dan konsultasi. Sentra Ornamen Batu : perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat dan buyer (pembeli) Sentra Kerajinan Bambu : penelitian dan pengembangan teknologi produksi. 3. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan pedagang/eksportir secara umum adalah dalam perdagangan umum antara pembeli dan produsen. Secara spesifik masing-masing sentra, pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan eksportir adalah : Sentra Bobung : subkontrak barang setengah jadi Sentra Ornamen Batu : tidak ada kemitraan lainnya selain perdagangan umum Sentra Kerajinan Bambu : subkontrak barang setengah jadi 4. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan BUMN secara umum adalah pola bapak angkat dan kredit bunga lunak. Secara spesifik pada masing sentra tidak terdapat pola kemitraan lainnya. 81

5. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan Asosiasi/Yayasan, secara umum adalah perdagangan umum antara pembeli dan produsen. Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah : Sentra Bobung : kredit bunga lunak untuk modal usaha dan subkontrak barang setengah jadi Sentra Ornamen Batu : tidak terdapat pola kemitraan lainnya Sentra Kerajinan Bambu : kredit bunga lunak untuk modal usaha dan subkontrak barang setengah jadi 6. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan perguruan tinggi dan LSM secara umum dan secara spesifik tidak terjadi kemitraan. C. Faktor yang mempengaruhi kemitraan antar stakeholders 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antar industri kecil kerajinan. Secara umum adalah faktor demand masih terbatas, tidak ada komunikasi yang terbuka dan faktor kepercayaan. Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah : Sentra Bobung : faktor peran kelembagaan koperasi Sentra Ornamen Batu : faktor belum ada mediasi dari lembaga internal sentra dan faktor motivasi dari pengrajin Sentra Kerajinan Bambu : faktor bahan baku yang berbeda 2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan pedagang/eksportir. Secara umum adalah faktor belum ada keinginan/minat dari pedagang/eksportir, faktor motivasi bisnis dan demand masih terbatas. Sedangkan faktor secara spesifik pada masing-masing sentra tidak ada. 3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan BUMN dan Asosiasi/Yayasan Secara umum adalah faktor keinginan, kelayakan usaha, demand masih terbatas. 82

4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan perguruan tinggi dan LSM Secara umum adalah faktor belum ada keinginan/minat perguruan tinggi dan LSM menjadikan industri kecil sebagai mitra binaan. 5. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan pemerintah Secara umum adalah dipengaruhi oleh motivasi program dari Dinas Perindagkop Gunungkidul. V.2. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan studi dapat disimpulkan bahwa pola kemitraan yang ada pada kenyataannya belum semuanya terjadi pada ketiga sentra industri kecil kerajinan yang distudi. Sentra industri kecil kerajinan yang telah melaksanakan sebagian besar pola kemitraan antar stakeholders adalah sentra bobung sehingga sentra ini lebih maju dibandingkan kedua sentra lainnya. Pola kemitraan yang seharusnya terjadi antar industri kecil kerajinan sebagai stakeholders utama adalah kemitraan dalam pemanfaatan teknologi. Hal ini disebabkan industri kecil kerajinan adalah penghasil barang kerajinan yang nilai jualnya ditentukan oleh kreatifitas dan inovasi dari pengrajin. Oleh karena itu industri kecil kerajinan ini membutuhkan kerjasama dalam pemanfaatan dan pengembangan inovasi teknologi agar menghasilkan desain-desain produk yang bernilai jual tinggi. Pola kemitraan yang ada belum sejalan dengan kemitraan dalam PEL dimana dikatakan industri kecil dalam sentra dapat membentuk jaringan/keterkaitan dengan sesama industri kecil lainnya dalam semua jenis kegiatan yang dapat dilakukan bersama. Industri kecil dalam sentra belum sepenuhnya menjalin keterkaitan antar sesama industri sehingga sentra industri kerajinan ini kurang berkembang. Faktor demand yang masih terbatas menyebabkan industri kecil belum saling berkomunikasi secara terbuka berbagi informasi teknologi dan pemasaran. Demand yang terbatas ini disebabkan produk yang dihasilkan kurang inovasi dan desainnya cenderung monoton kurang variatif sehingga kurang bersaing di 83

pasaran. Disamping itu peran lembaga koperasi di sentra bobung yang belum maksimal sehingga belum mampu memfasilitasi kebutuhan pengrajin dalam sentra. Industri kecil seharusnya saling mendukung untuk mengatasi kelemahan dan keterbatasan potensi yang dimiliki masing-masing dengan cara menjalin kerjasama melalui kemitraan yang dapat difasilitasi oleh lembaga internal sentra terutama kerjasama dalam pemanfaatan teknologi. Dengan kerjasama dalam menciptakan inovasi teknologi baru maka desain produk kerajinan ini akan mampu bersaing sehingga demand akan meningkat. Peningkatan demand ini akan mendorong minat pengrajin untuk bekerjasama melalui kemitraan yang saling membutuhkan, saling mendukung dan saling menguntungkan dalam berbagai aspek. Dengan kemitraan antar industri kecil ini maka akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sehingga industri kecil menjadi industri yang tangguh dan mandiri serta memiliki daya saing. Kemitraan dengan pemerintah sebagai stakeholders kunci yang berperan sebagai critical player dalam pembinaan dan pengembangan industri kecil, pola kemitraan yang ada belum maksimal. Kemitraan dengan pemerintah melalui pelaksanaan program pengembangan teknologi produksi dan fasilitasi promosi produk industri kecil belum menyentuh seluruh pengrajin yang ada dalam sentra. Hal ini menyebabkan pengrajin skala rumah tangga yang belum tersentuh program kurang berkembang dibanding pengrajin yang selalu mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Pelaksanaan program dari pemerintah seharusnya melalui kelompok-kelompok pengrajin dan disesuaikan dengan kebutuhan dari pengrajin. Program pembinaan dan pengembangan dari pemerintah ini seharusnya dilaksanakan dengan kontinu sehingga dampak program dapat meningkatkan kapasitas dan skala usaha dari industri kecil. Pemerintah juga seharusnya menjadi mediator dan fasilitator industri kecil dalam menjalin kemitraan dengan perusahaan besar, perguruan tinggi ataupun pihak-pihak lain yang berpengaruh dalam pengembangan industri kecil sebagaimana yang dikatakan oleh Blakely bahwa pemerintah, sektor swasta dan masyarakat adalah partner penting dalam pengembangan ekonomi lokal. Pola kemitraan dengan pedagang/eksportir yang terjadi hanya pada perdagangan umum antara pembeli dan produsen sehingga kurang terjaminnya 84

pemasaran produk pengrajin. Hal ini menyebabkan pengrajin sangat tergantung pada order dari pedagang. Perdagangan umum dengan konsinyasi menyebabkan perputaran modal industri kecil menjadi lambat sehingga tidak dapat meningkatkan skala usaha. Subkontrak barang setengah jadi menyebabkan nilai tambah yang diperoleh pengrajin kecil. Faktor belum ada minat dari pedagang untuk menjadikan industri kecil sebagai mitra menyebabkan posisi industri kecil terbatas sebagai pengrajin sehingga posisi tawar tetap rendah. Kerjasama dengan pedagang/eksportir sebagai wujud kemitraan dalam pemasaran produk belum berada pada kesejajaran kedudukan dan belum berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan sehingga perkembangan usaha industri kecil ini tetap lambat. Kemitraan dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk industri kecil kerajinan melalui pengembangan desain dan teknologi produksi belum menyentuh sentra industri di Gunungkidul sehingga produk yang dihasilkan cenderung kurang inovasi dan kurang mampu bersaing dengan produk sejenis dari daerah lain. Daya saing produk kerajinan sangat ditentukan oleh inovasi dan kreatifitas dari pengrajin. Untuk itu bantuan pembinaan dari lembaga perguruan tinggi sangat diperlukan. Keterkaitan industri dengan berbagai institusi/lembaga terkait ini menjadi kunci eksistensi industri kecil dalam mewujudkan PEL suatu wilayah. V.3. Arahan peningkatan kemitraan antar stakeholders Sebagai upaya dalam meningkatkan hubungan kemitraan yang ada sekarang, diusulkan beberapa rekomendasi sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas produk kerajinan melalui pengembangan inovasi teknologi sehingga permintaan akan produk kerajinan ini akan meningkat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi persaingan usaha antar pengrajin dalam merebut pangsa pasar. 2. Penguatan lembaga koperasi yang ada sebagai wadah dalam memediasi dan memfasilitasi kerjasama antar industri kecil dalam sentra. 3. Pemerintah sebagai regulator diharapkan dapat membantu industri kecil dengan kebijakan yang mendukung pengembangan industri kecil kerajinan 85

melalui program pemberdayaan dalam pengembangan teknologi produksi, manajemen, permodalan dan pemasaran. 4. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan antara industri kecil dengan pedagang/eksportir melalui pertemuan-pertemuan bisnis yang mempertemukan pengrajin dengan pedagang/eksportir maupun perusahaan besar lainnya. Hal ini untuk menumbuhkan motivasi/minat pedagang/eksportir dalam menjalin kemitraan yang sejajar dan saling menguntungkan dengan pengrajin sehingga dapat menjamin pemasaran produk kerajinan dan memperkuat posisi tawar pengrajin. 5. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan dengan BUMN melalui sosialisasi untuk memperkuat permodalan industri kecil dan meningkatkan kepercayaan BUMN dalam pemberian fasilitas kredit bagi usaha kecil. 6. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan antar industri kecil kerajinan dengan perguruan tinggi melalui sosialisasi dan melibatkan perguruan tinggi dalam pembentukan forum-forum kemitraan bagi pengembangan industri kecil kerajinan. 7. Pengembangan kluster industri sebagai wujud keterkaitan usaha antar industri kecil dalam sentra, antara industri kecil dengan penghasil faktor produksi dan penerima faktor produksi, antara industri kecil dengan lembaga terkait untuk meningkatkan daya saing industri kecil kerajinan sehingga dapat menjadi basis pengembangan ekonomi lokal Gunungkidul. V.4. Keterbatasan Studi Studi ini belum memberikan hasil yang sempurna. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi pada saat penyusunannya. Pada studi ini terdapat beberapa kelemahan antara lain : - Studi yang dilakukan terbatas pada kemitraan yang terjadi pada sentra indusrti kerajinan topeng bobung di Patuk, sentra ornamen batu dan sentra kerajinan bambu di Semanu sehingga dirasakan kurang mewakili seluruh industri kecil kerajinan di Gunungkidul 86

- Lingkup pembahasan pola kemitraan hanya mengkaji pola kemitraan yang terjadi antar stakeholders berdasarkan hasil wawancara dengan pihak industri kecil. Wawancara dengan pedagang/eksportir terbatas pada pedagang yang ada di DIY. - Wawancara dengan perguruan tinggi tidak dilakukan karena tidak ada informasi dari pihak industri kecil kerajinan tentang hubungan kerjasama dengan perguruan tinggi dan LSM. V.5. Saran Studi Lanjutan Berdasarkan keterbatasan studi yang dihadapi maka untuk melengkapi dan menyempurnakan kajian pola kemitraan antar stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan dapat dilakukan studi lanjutan sebagai berikut : 1. Memperluas kajian terhadap pola-pola kemitraan dalam pengembangan industri kecil kerajinan yang meliputi seluruh stakeholders yang berperan dalam pengembangan industri 2. Kajian tentang keterkaitan industri kecil dalam input output untuk mendukung pengembangan kluster industri. 87