BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. suatu negara yang memiliki tingkat kriminalitas cukup tinggi. Hal inilah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. individu lain. Karakteristik ini perlu diidentifikasikan agar dapat digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Jepang menggunakan berbagai jenis karakter untuk sistem

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM. implementasi dari program aplikasi yang dibuat. Penulis akan menguraikan

ANALISIS DAN PEMBUATAN SISTEM PENGENALAN SIDIK JARI BERBASIS KOMPUTER DI POLDA METRO JAYA

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. untuk pengguna interface, membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak.

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasanya, digunakannya berbagai macam huruf dengan kepentingannya masing-masing

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ALGORITMA DAN PERANCANGAN. membaca partitur musik ini adalah sebagai berikut : hanya terdiri dari 1 tangga nada. dengan nada yang diinginkan.

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Landasan teori ini secara umum berisi dua hal penting, yaitu kerangka teori dan pola

BAB 3 ALGORITMA DAN PERANCANGAN

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH DAN PERANCANGAN. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: b. Memori : 8192 MB. c. Sistem Model : Lenovo G40-45

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dilanjutkan dengan rancangan cetak biru untuk program yang akan dibangun.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

BAB 3 PEMBAHASAN. pelayanan kesehatan prima, Pt Binara Guna Mediktama pada tahun 1986 mendirikan

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam

IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Implementasi Pengenalan Tanda Tangan dengan Menggunakan Metode Backpropagation TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. digunakan, kemudian dilanjutkan dengan rancangan sistem aplikasi berupa cetak biru

BAB III METODE PENELITIAN. melacak badan manusia. Dimana hasil dari deteksi atau melacak manusia itu akan

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PERSYARATAN PRODUK

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat diatas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah :

BAB III ANALISA MASALAH DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Mahasiswa: Muhimmatul Khoiro Dosen Pembimbing: M. Arief Bustomi, S.Si, M.Si.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM PENGENAL SUARA

SKRIPSI RAYMOND P.H. SIRAIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Identifikasi Otentifikasi Citra Tanda Tangan Menggunakan Wavelet dan Backpropagation

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

Transkripsi:

38 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Kriminalitas adalah suatu hal yang sering terjadi di dunia ini. Indonesia termasuk suatu negara yang memiliki tingkat kriminalitas cukup tinggi. Hal inilah yang mendorong dibentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan tingkat kriminalitas yang tinggi, tugas untuk mengidentifikasi/membuktikan sesuatu, menjadi suatu hal yang perlu dilakukan dalam berbagai tindak penyelidikan. Oleh karena itu, dibentuklah divisi Identifikasi Direktorat Reserse Kriminal Umum, yang bertugas untuk melakukan berbagai penyelidikan, guna mengetahui identitas seseorang. Pada bagian ini, akan dibahas mengenai gambaran umum dari divisi Identifikasi Direktorat Reserse Kriminal Umum. Selain itu, juga akan diberikan struktur organisasi dan gambaran dari sistem yang berjalan pada divisi tersebut. Dari semua hal itu, penulis menganalisis permasalahan yang terjadi dan mencoba memberikan alternatif pemecahan masalah. Pada bagian ini, juga akan dibahas mengenai rancangan dari program aplikasi yang dibuat. 3.1 Gambaran Umum Perusahaan Direktorat Reserse Kriminal Umum (DIRESKRIMUM) adalah suatu divisi yang berada dibawah Polda Metro Jaya. Divisi tersebut memiliki tugas untuk menangani berbagai kriminalitas yang terjadi di Jakarta. Salah satu divisi dari Direktorat Reserse Kriminal Umum adalah divisi Identifikasi. Pada penelitian ini, penulis hanya akan memfokuskan diri pada divisi Identifikasi tersebut.

39 3.1.1 Riwayat Perusahaan Direktorat Reserse Kriminal Umum, merupakan sebuah divisi yang berada di bawah Polda Metro Jaya, yang bertugas untuk menangani berbagai kriminalitas yang terjadi di Jakarta. Direktorat Reserse Kriminal Umum beralamatkan di Jalan Jenderal Sudirman kav. 55, Jakarta Selatan 12190. Salah satu divisi yang dimiliki oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum adalah divisi Identifikasi. Divisi ini bertugas untuk melakukan identifikasi dari identitas seseorang, dengan berbagai cara. Salah satu sub divisi yang sesuai dengan penelitian ini adalah sub divisi daktiloskopi. Sub divisi daktiloskopi adalah sub divisi yang bertugas untuk mengidentifikasikan identitas seseorang melalui sidik jari. 3.1.2 Struktur Organisasi KASI IDENTIFIKASI PAUR DAKTILOSKOPI PAUR FOTOGRAFI KANIT OLAH TKP I KANIT OLAH TKP II KANIT OLAH TKP III Gambar 3.1 Struktur Organisasi Divisi Identifikasi DIRESKRIMUM (Sumber: Divisi Identifikasi DIRESKRIMUM)

40 Berdasarkan struktur di atas, adapun uraian tugas dari masing-masing personilnya secara umum adalah sebagai berikut: a. Kasi (Kepala Seksi) Identifikasi. Di dalam divisi Identifikasi, Kepala Seksi merupakan posisi tertinggi yang bertanggung jawab terhadap divisi tersebut. Adapun tugas-tugasnya adalah: Memegang kekuasaan tertinggi. Memberikan petunjuk dan bimbingan kepada personilnya dalam melaksanakan berbagai kegiatan operasional Bertanggung jawab atas semua personil yang ada di divisi tersebut. Bertanggung jawab penuh atas divisi baik dari segi intern maupun ekstern. Mengkoordinasikan personilnya dalam penyusunan dan pelaksanaan seluruh kegiatan perusahaan. b. Paur Daktiloskopi. Melakukan pengambilan sidik jari kriminal secara rutin. Melakukan pengambilan sidik jari non kriminal, untuk berbagai keperluan, seperti untuk pembuatan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Melakukan pengambilan sidik jari laten di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

41 Melakukan identifikasi sidik jari, guna mengetahui identitas pemiliknya. Melakukan pengiriman basis data citra digital sidik jari kriminal, ke Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Paur Fotografi. Mengambil foto dari para kriminal secara rutin. Mengambil foto di Tempat Kejadian Perkara (TKP) Memelihara file fotografi. d. Kanit (Kepala Unit) Olah TKP. Melakukan pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP), guna memperoleh berbagai barang bukti. 3.1.3 Sistem yang Berjalan Pada bagian ini tidak akan dibahas sistem dari divisi Identifikasi secara keseluruhan, tetapi hanya sub divisi Paur Daktiloskopi. Seperti telah diuraikan di atas, subdivisi ini memiliki tiga tugas utama, yaitu melakukan pengambilan citra sidik jari, melakukan identifikasi, dan melakukan pengiriman basis data citra sidik jari ke Mabes Polri. Untuk lebih jelasnya, sistem yang digunakan pada setiap tugas tersebut adalah sebagai berikut: a. Pengambilan citra sidik jari. Proses pengambilan citra sidik jari, terbagi menjadi tiga, yaitu pengambilan sidik jari kriminal, sidik jari non kriminal, dan sidik jari laten di TKP.

42 Untuk proses pengambilan citra sidik jari kriminal dan non kriminal, petugas akan menggunakan stamping kit, yang berisi tinta, plate untuk tempat mengoleskan tinta, dan roll untuk meratakan tinta. Gambar 3.2 Sikap Pengambilan Sidik Jari (Sumber: Buku Petunjuk Teknis Polri di Bidang Identifikasi) Petugas akan membantu orang yang akan diambil citra sidik jarinya, dengan menekan kesepuluh jari mereka pada plate yang telah diolesi tinta, dan menggulingkan jari mereka satu persatu pada formulir sidik jari. Setelah semua citra sidik jari berhasil didapatkan, petugas akan membantu untuk melakukan pengisian formulir sidik jari tersebut. Khusus untuk kriminal, bagian foto dikosongkan dan akan diisi oleh bagian fotografi,

sementara untuk non kriminal, diwajibkan untuk membawa foto sendiri dengan ukuran 4 x 6 dan mencantumkannya pada formulir sidik jari. 43 Gambar 3.3 Cara Pengambilan Sidik Jari (Sumber: Buku Petunjuk Teknis Polri di Bidang Identifikasi) Untuk pengambilan citra sidik jari kriminal, petugas akan datang ke sel tahanan, dan melakukan pengambilan sidik jari di tempat tersebut. Akan tetapi, untuk non kriminal, mereka wajib datang sendiri ke bagian Identifikasi, jika ingin mengambil citra sidik jari. Pada proses pengambilan sidik jari kriminal, umumnya dibutuhkan tiga orang personal, yaitu satu orang untuk mengambil sidik jari, satu orang sebagai fotografer, dan satu orang lainnya untuk mengurus administrasi.

44 Gambar 3.4 Formulir Sidik Jari b. Identifikasi sidik jari. Proses pencocokan/identifikasi sidik jari, dilakukan secara manual. Setelah sebuah sidik jari laten ditemukan, sidik jari tersebut akan dicocokan dengan

45 basis data citra sidik jari dari para tersangka. Proses pencocokan sidik jari ini, merupakan sebuah proses yang rumit, dengan cara melakukan pencocokan delta, core, dan berbagai ciri lainnya dari sebuah sidik jari. c. Pengiriman basis data citra sidik jari Secara rutin bagian daktiloskopi harus melakukan pengiriman citra sidik jari kriminal yang telah mereka peroleh. Proses pengiriman citra ini akan menggunakan sebuah program aplikasi yang bernama APIS. APIS adala sebuah program aplikasi untuk melakukan pengiriman sidik jari secara langsung. Dalam pengoperasiannya, APIS membutuhkan koneksi Internet. Kendala yang sering ditemui dalam penggunaan APIS adalah seputar masalah koneksi Internet. 3.2 Identifikasi Permasalahan Subdivisi daktiloskopi bertugas untuk melakukan identifikasi sidik jari guna mengetahui identitas pemiliknya. Dalam proses identifikasi ini, petugas harus melakukan perbandingan citra sidik jari secara manual, dengan basis data citra sidik jari yang dimilikinya. Proses perbandingan sidik jari secara manual ini akan membutuhkan waktu yang relatif lama. Petugas harus membandingkan citra sidik jari satu persatu dengan citra sidik jari dari para tersangka. Seandainya ada sepuluh orang tersangka, maka sidik jari tersebut harus dibandingkan dengan kesepuluh sidik jari dari sepuluh orang tersebut, atau sama dengan membandingkan dengan seratus sidik jari. Hal tersebut hanya untuk satu kali proses identifikasi, padahal mungkin subdivisi ini harus menangani berbagai kasus. Dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa

46 subdivisi daktiloskopi membutuhkan sebuah sistem untuk melakukan identifikasi sidik jari secara otomatis. Hal ini diperlukan untuk membantu dan mempercepat proses identifikasi sidik jari. 3.3 Alternatif Pemecahan Masalah Dengan menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh subdivisi Daktiloskopi ini, maka penulis merancang sebuah alternatif pemecahan masalah, yang dapat membantu proses identifikasi. Adapun alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan menggunakan sebuah sistem atau program aplikasi dengan tenaga komputer, yang dapat melakukan training data citra sidik jari, dan menggunakan basis data tersebut untuk melakukan identifikasi atau pencocokkan. Basis data citra sidik jari juga harus menyimpan informasi tentang pemilik dari sidik jari yang bersangkutan. Pada penelitian ini, hanya akan dibangun program aplikasi yang dapat mengidentifikasi citra sidik jari dari ibu jari tangan kanan, basis data yang dibangun hanya akan menampung nama pemilik sidik jari tersebut. Citra sidik jari diperoleh dengan menggunakan scanner dengan ruang warna grayscale, dan disimpan dengan format *.bmp dengan ukuran 128 x 128 piksel. 3.4 Rancangan Program Aplikasi Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2005. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented Analysis and Design (OOAD) dengan menggunakan notasi Unified Modeling Language (UML) yang mencakup flowchart, use case diagram dan rancangan layar. Proses identifikasi sidik jari ini, menggunakan Transformasi Wavelet untuk

melakukan ekstraksi ciri dari citra sidik jari dan jaringan syaraf tiruan jenis Backpropagation untuk melakukan identifikasi sidik jari. 47 3.4.1 Microsoft Visual C# 2005 Perancangan program aplikasi ini, menggunakan Microsoft Visual C# 2005. Bahasa pemrograman C# merupakan penerus dari bahasa pemrograman C++. Hal ini membuat C# memiliki berbagai kelebihan yang dimiliki oleh C++ dan telah mereduksi berbagai kekurangan yang dimiliki C++. Sesuai dengan konsep perancangan yang menggunakan pendekatan Object Oriented Analysis and Design (OOAD), maka bahasa pemrograman C# merupakan pilihan yang tepat. Microsoft Visual C# 2005 merupakan perangkat lunak yang berorientasi obyek. Selain itu, ia juga merupakan bahasa pemrograman yang cukup sederhana, yang sering digunakan untuk mengembangkan program aplikasi oleh para developer program. 3.4.2 Flowchart dan Usecase Diagram Dalam perancangan program aplikasi ini, penulis menggunakan flowchart untuk menggambarkan proses yang terjadi pada aplikasi secara keseluruhan. Proses ini digambarkan secara runtun, dari awal proses perancangan, yaitu pengumpulan data, hingga terbentuk jaringan syaraf tiruan dari hasil training data. Adapun simbol-simbol yang sering digunakan pada diagram alir/flowchart adalah sebagai berikut : 1. Proses

Berupa proses/ pengolahan, misalnya perhitungan Untuk predefined process 48 2. Operasi Input / Output 3. Operasi Manual Input 4. Panah, menghubungkan antar komponen dan menunjukkan arah. 5. Decision, berupa pertanyaan atau penentuan suatu keputusan. 6. Terminal, untuk menandai awal atau akhir program 7. Preparation, untuk inisialisasi suatu nilai 8. Connector, sebagai penghubung dalam satu halaman. 9. Off Page Connector, sebagai penghubung antar halaman. Berikut ini adalah flowchart dari perancangan program aplikasi identifikasi sidik jari:

Gambar 3.5 Flowchart 49

50 Gambar 3.6 Usecase Diagram Use case diagram di atas, digunakan untuk menggambarkan interaksi yang terjadi antara pengguna dan program aplikasi. Melalui usecase diagram di atas, dapat dilihat hal-hal yang dapat dilakukan oleh pengguna pada program aplikasi ini. 3.4.3 Rancangan Layar Penulis merancang program aplikasi ini menjadi satu layar utama, yang terbagi menjadi beberapa menu, sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.

51 Gambar 3.7 Tampilan Layar Utama Tampilan layar utama di atas, terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama adalah bagian menu, yang terdiri dari menu file dan menu help. Bagian kedua adalah bagian citra, ketiga adalah bagian output, dan bagian keempat adalah bagian button fitur. Adapun rincian fungsi dari masing setiap bagian adalah: a. Menu. Pada bagian ini terdapat dua menu, yaitu menu file dan menu help. Menu file akan berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan file, yaitu load citra, yang berfungsi untuk me-load citra, save network, yang berfungsi untuk men-save network yang telah ditrain, load network, yang berfungsi untuk me-load file network, dan exit yang berfungsi untuk keluar dari program aplikasi. Menu help, akan berisikan dua macam bantuan, yaitu user manual, yang berisikan tata cara pemakaian program aplikasi, dan about me, yang berisikan contact person dari penulis. b. Citra adalah bagian dimana semua citra yang di-load dan diproses akan ditampilkan. Citra pertama akan berisikan citra asli yang di-load pertama

52 kali. Citra kedua akan berisikan citra yang telah diproses, baik melalui proses pengolahan citra maupun proses ekstraksi fitur. c. Output, akan berisikan semua laporan dari proses yang terjadi pada program aplikasi. d. Program ini memiliki lima tombol fitur, yaitu preprocessing, ekstract, training, identify, dan clear output. Preprocessing berfungsi untuk melakukan pengolahan citra. Jika tombol ini ditekan, akan menampilkan menu threshold option. Ekstract berfungsi untuk melakukan ekstraksi ciri. Training dan Identify merupakan tombol untuk proses pelatihan dan pengujian dari jaringan syaraf tiruan. Clear output adalah tombol untuk menghapus laporan yang ditampilkan pada bagian output. Gambar 3.8 Menu File

53 Gambar 3.9 Menu Help Gambar 3.8 adalah tampilan dari menu threshold. Pada bagian ini akan berisi dua buah radiobutton, di mana pengguna harus memilih apakah ia ingin menggunakan fasilitas adaptive threshold, ataukah menentukan nilai threshold secara manual. Selain itu, pengguna juga bisa menentukan apakah ia ingin menggunakan filter yang tersedia atau tidak. Tombol proses berfungsi untuk memroses nilai threshold yang telah ditentukan oleh user. Gambar 3.10 Menu Threshold

54 3.4.4 Pengumpulan Data Tahap ini merupakan tahap untuk mengumpulkan citra digital sidik jari. Citra sidik jari yang dikumpulkan adalah citra dari ibu jari tangan kanan. Citra sidik jari diperoleh dengan menggunakan tinta. Tinta dioleskan pada sebuah plate yang licin, yang umumnya terbuat dari kaca. Setelah itu, jari digulingkan pada plate yang telah diberi tinta tersebut. Kemudian, jari yang telah bertinta, ditekankan pada sebuah kertas putih. Setelah citra sidik jari diperoleh, berikutnya adalah tahap untuk mengubah citra analog sidik jari menjadi citra digital. Citra ini diubah menjadi citra digital dengan menggunakan perangkat keras scanner Canon Pixma MP145. Citra analog sidik jari discan dengan format ruang warna grayscale, dengan output pencetakan 300 dpi. Selain itu, juga digunakan fitur yang tersedia dari scanner, yaitu fitur koreksi pemudaran warna dan koreksi cahaya belakang. Citra tersebut, kemudian diubah menjadi ukuran 128 x 128 piksel dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Photoshop CS3. Pada penelitian ini, citra sidik jari diambil dari 20 orang. Setiap orang diambil citra ibu jari tangan kanannya sebanyak tiga kali. Dari tiga sidik jari yang diambil, dua adalah citra sidik jari yang baik, sementara satunya adalah citra sidik jari yang terdistorsi. Jadi total data yang diperoleh adalah 60 citra sidik jari, dengan rincian 40 citra sidik jari yang akan digunakan pada tahap pelatihan dan pengujian, serta 20 citra sidik jari terdistorsi yang akan digunakan untuk proses pengujian.

55 3.4.5 Pemrosesan Citra Setelah sebuah citra digital sidik jari diperoleh, maka citra tersebut siap untuk digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu pemrosesan citra. Tahap ini adalah tahap untuk memperbaiki mutu/kualitas dari suatu citra digital. Untuk memperbaiki mutu dari suatu citra, kita harus menghilangkan noise yang terdapat pada citra digital sidik jari. Proses perbaikan kualitas citra yang dilakukan pada penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu: a. Thresholding Proses thresholding adalah proses untuk merubah citra grayscale/keabuan menjadi citra dengan dua warna yaitu hitam dan putih (biner). Setiap piksel pada citra akan diambil derajat keabuannya. Derajat keabuan dari sebuah citra dapat diperoleh dengan persamaan berikut: S adalah nilai dari derajat keabuan sebuah piksel, sementara R, G, dan B secara berurutan adalah nilai dari warna merah, hijau dan biru. Pada citra keabuan, nilai dari layer R,G, dan B haruslah sama. Jika semuanya bernilai 0, maka warna yang dihasilkan adalah warna hitam, sementara jika semuanya bernilai 255, maka warna yang dihasilkan adalah warna putih, selain itu jika nilainya berada diantara 0 hingga 255 maka akan menghasilkan warna abu-abu sesuai dengan tingkat gradasinya. Setelah kita memperoleh nilai dari suatu piksel, tahapan dari proses thresholding berikutnya adalah memutuskan apakah piksel tersebut akan

56 dihitamkan atau diputihkan. Untuk menentukan hal ini, kita akan dibantu dengan sebuah nilai, yaitu threshold value. Threshold value adalah sebuah nilai batas pada proses thresholding. Jika nilai derajat keabuan dari suatu piksel lebih rendah daripada threshold value, maka piksel tersebut akan dihitamkan. Akan tetapi, sebaliknya jika nilai dari piksel tersebut lebih tinggi dari nilai threshold value, maka pikses tersebut akan diputihkan. Pada penelitian ini, threshold value dapat ditentukan dengan menggunakan dua cara, yaitu secara manual dan dengan menggunakan metode mean value threshold. Jika user memilih untuk menentukan nilai threshold secara manual, maka ia bisa menginput nilai threshold dari 0 sampai 255. Proses penentuan nilai threshold dengan menggunakan metode mean threshold value, bertujuan untuk menentukan nilai ambang berdasarkan rata-rata nilai piksel dari suatu citra. Adapun pseudocode dari proses penentuan nilai ambang dengan metode mean value threshold adalah sebagai berikut: Awal modul luas = panjang_gambar*lebar_gambar; dari nilai y yang ke-0 hingga (lebar_gambar)-1 mulai dari nilai x yang ke-0 hingga (panjang_gambar)-1 mulai salin nilai piksel gambar ke dalam array_penampung

57 selesai selesai dari i yang ke-0 hingga luas-1 mulai nilai=nilai+array_penampung(i) selesai nilai_ambang=nilai/luas Akhir modul Selain itu, pseudocode untuk proses thresholding secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Awal modul dari nilai y yang ke-0 hingga (lebar_gambar)-1 mulai dari nilai x yang ke-0 hingga (panjang_gambar)-1 mulai jika nilai piksel citra(x,y) lebih kecil dari nilai_ambang maka ubah nilai piksel citra(x,y) menjadi 0 selain itu ubah nilai piksel citra(x,y) menjadi 255 selesai selesai

58 Akhir modul Proses thresholding ini akan membantu untuk mereduksi noise yang dimiliki oleh suatu citra. Nilai piksel yang lebih tinggi dari nilai ambang, akan secara otomatis diputihkan, sehingga sebagian noise akan terhapus. b. Penapisan/Filtering Penapisan atau filtering adalah sebuah proses untuk menentukan nilai dari suatu piksel dengan cara melakukan perhitungan dari nilai intensitas pikselpiksel disekeliling piksel tersebut. Pada penelitian ini, digunakan dua jenis penapisan yaitu: Tapis lolos rendah (Low pass Filter). Filter ini mempunyai tujuan untuk mempertegas bagian dengan frekuensi rendah pada suatu citra. Ia akan melakukan pemerataan tingkat keabuan, sehingga membuat citra terlihat agar kabur kontrasnya. Namun demikian tapis lolos rendah dapat mengurangi sebagian efek noise yang ada pada sebuah citra. Ia akan mengurangi berbagai gangguan yang berbentuk garis tajam. Filter ini umumnya berbentuk matriks mask n x n, di mana n umumnya bernilai tiga atau lima. Tabel 3.1 Mask Low pass Filter 3 x 3 P1 * K P2 * K P3 * K P4 * K P5 * K = C * K P6 * K P7 * K P8 * K P9 * K

59 Tabel 3.2 Mask Low pass Filter 5 x 5 P1 * K P2 * K P3 * K P4 * K P5 * K P6 * K P7 * K P8 * K P9 * K P10 * K P11 * K P12 * K P13 * K = C * K P14 * K P15 * K P16 * K P17 * K P18 * K P19 * K P20 * K P21 * K P22 * K P23 * K P24 * K P25 * K P adalah piksel pada citra yang akan di-filter, sementara C adalah titik tengah dari mask, yang akan diganti nilainya dan K adalah konstanta. Nilai dari konstanta adalah, jadi untuk mask ukuran 3x3, nilai konstantanya adalah 1/9. Adapun pseudocode dari mask 3x3 adalah: Awal modul luas = panjang_gambar*lebar_gambar; dari nilai y yang ke-0 hingga (lebar_gambar)-1 mulai dari nilai x yang ke-0 hingga (panjang_gambar)-1 mulai

60 nilai_piksel(x,y) = nilai_piksel(x-1,y-1)*1/9 + nilai_piksel(x,y-1)*1/9 + nilai_piksel(x+1,y-1)*1/9 + nilai_piksel(x- 1,y)*1/9 + nilai_piksel(x,y)*1/9 + nilai_piksel(x+1,y)*1/9 + nilai_piksel(x-1,y+1)*1/9 + nilai_piksel(x,y+1)*1/9 + nilai_piksel(x+1,y+1)*1/9 selesai selesai Akhir modul Tapis lolos tinggi (High pass Filter). Filter ini mempunyai karakter yang berlawanan dengan Low pass Filter. Ia bersifat memperkuat piksel-piksel dengan frekuensi yang tinggi. Penggunaan filter ini akan membuat garis batas antar obyek menjadi lebih tajam. Untuk menerapkan filter ini pada suatu citra, kita membutuhkan sebuah mask yang sama seperti pada bagian tapis lolos rendah, yaitu matriks mask 3x3. Perbedaannya hanya terletak pada nilai koefisiennya, yaitu K=- 1/4. Pseudocode dari high pass filter adalah sebagai berikut: Awal modul luas = panjang_gambar*lebar_gambar; dari nilai y yang ke-0 hingga (lebar_gambar)-1 mulai

61 dari nilai x yang ke-0 hingga (panjang_gambar)-1 mulai nilai_piksel(x,y) = nilai_piksel(x-1,y-1)*(-1/4) + nilai_piksel(x,y-1)*(-1/4) + nilai_piksel(x+1,y-1)*(-1/4) + nilai_piksel(x-1,y)*(-1/4) + nilai_piksel(x,y)*(-1/4) + nilai_piksel(x+1,y)*(-1/4) + nilai_piksel(x-1,y+1)*(-1/4) + nilai_piksel(x,y+1)*(-1/4) + nilai_piksel(x+1,y+1)*(-1/4) selesai selesai Akhir modul 3.4.6 Ekstraksi Ciri Tahap ini bertujuan untuk melakukan ekstraksi ciri dengan metode dekomposisi Wavelet Haar. Setelah suatu citra melewati tahap pengolahan citra, maka citra tersebut siap untuk diekstrak cirinya. Pada penelitian ini, input pertama pada tahap ekstraksi ciri berukuran 128 x 128 piksel. Kita perlu menghitung level maksimum dari dekomposisi Wavelet yang mungkin dilakukan, dengan menggunakan rumusan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Pada penelitian ini, panjang datanya adalah 128, panjang filternya adalah dua, sehingga level maksimum dari dekomposisi Wavelet setelah dihitung dengan menggunakan rumusan adalah tujuh. Penelitian ini menggunakan level dekomposisi empat. Pada dekomposisi level pertama, citra dengan ukuran 128 x 128 piksel, akan menjadi citra

62 dengan empat sub bidang pada ukuran yang lebih rendah yaitu 64 x 64 piksel. Keempat sub bidang ini akan membawa informasi yang berbeda, yaitu informasi aproksimasi, vertikal, horizontal, dan diagonal. Dekomposisi level kedua akan menghasilkan citra dengan ukuran 32 x 32 piksel, dekomposisi level ketiga akan menghasilkan citra dengan ukuran 16 x 16 piksal, dan dekomposisi level keempat menghasilan citra dengan ukuran 8 x 8 piksel. Hasil dari dekomposisi level keempat, yang berupa citra aproksimasi inilah yang akan digunakan sebagai citra masukkan pada jaringan syaraf tiruan, pada tahap selanjutnya. Adapun algoritma dari dekomposisi Wavelet ini adalah sebgai berikut: a. Tahap 1 : Input citra diubah menjadi empat bagian citra baru dengan ukuran. b. Tahap 2 : Tes kondisi berhenti, jika ukuran dari citra aproksimasi adalah 1 x 1 piksel atau telah mencapai level dekomposisi yang diinginkan, maka proses berhenti, jika tidak, ulangi tahap pertama dengan menggunakan citra aproksimasi sebagai input citra. Cara kerja dari Wavelet Haar adalah dengan melakukan perhitungan ratarata dari input sinyal yang diperolehnya. Misalkan terdapat suatu citra berukuran 1x4 piksel, dengan nilai piksel [3 5 4 8], maka hasil dari proses perhitungan nilai rata-rata, diperoleh nilai [4 6]. Hasil tersebut kembali dihitung nilai rata-ratanya sehingga diperoleh nilai [5]. Setelah proses perhitungan nilai rata-rata selesai, kita juga harus mencatat koefisien detil dari setiap langkah. Koefisien detil adalah perbedaan antara hasil rata-rata dengan

63 nilai masukkannya. Misal pada tahap pertama, yaitu perhitungan rata-rata nilai 3 dan 5 sehingga diperoleh nilai 4, maka koefisien detil dari tahap itu adalah [1]. Dari contoh ini, citra digital dengan nilai piksel [3 5 4 8], akan ditransformasikan menjadi deret [5-1 -1-2]. Nilai asli citra digital bisa diperoleh dengan mengalikan, koefisien Haar yang diperoleh dengan empat basis Haar. Pada contoh di atas: [3 5 4 8] = 5[1 1 1 1] + -1[1 1-1 -1] + -1[1-1 0 0] + -2[0 0 1-1] Perhitungan Transformasi Wavelet pada citra dua dimensi, memiliki prinsip yang sama dengan perhitungan pada citra satu dimensi. Proses perhitungan dilakukan secara horizontal terlebih dahulu, kemudian dilakukan secara vertikal. Pada penelitian ini, hasil dari proses ekstraksi ciri pada citra berukuran 128 x 128 piksel ini adalah citra aproksimasi dengan ukuran 8 x 8 piksel. Kemudian setiap piksel ini akan diambil nilainya, dan dijadikan input layer dari jaringan syaraf tiruan. Total input yang dihasilkan adalah 64 sel. 3.4.7 Proses Pelatihan Pada tahap pelatihan, semua matriks input yang diperoleh pada tahap ekstraksi ciri, akan dilatihkan pada jaringan syaraf tiruan jenis backpropagation yang telah dibangun. Jaringan syaraf tiruan ini dibangun dengan input layer sebanyak 64 buah, dan output sebanyak 6 buah. Selain itu, jaringan syaraf tiruan ini juga menggunakkan satu lapisan tersembunyi. Jumlah sel pada lapisan tersembunyi ini dihitung dengan rumusan:

64 sehingga jumlah sel dari lapisan tersembunyi pada jaringan syaraf tiruan ini adalah sebanyak 49 buah. Pada penelitian ini, jumlah sel pada lapisan input sesuai dengan hasil ekstraksi ciri yang diperoleh, sedangkan jumlah sel pada lapisan output, sesuai dengan jumlah data yang akan dilatihkan pada jaringan syaraf tiruan tersebut. Fungsi aktivasi yang digunakan pada penelitian ini adalah fungsi sigmoid. Pada tahap pelatihan, akan berlangsung dua langkah yaitu langkah maju(feedforward) dan langkah mundur(backward). Langkah feedforward, bertujuan untuk melakukan kalkulasi perhitungan dari matriks input dan matriks bobot, sementara backward bertujuan untuk melakukan koreksi matriks bobot. Pada proses pelatihan ini, jumlah epoch atau perulangan maksimum ditentukan sebanyak 10000 kali. 3.4.8 Proses Pengujian Modul pengujian, hanya akan menjalankan langkah feedforward dari algoritma backpropagation. Dari input yang dimasukkan, akan diperoleh nilai output yang akan dicocokkan dengan basis data sidik jari. Citra yang akan diuji, akan melewati tahap ekstraksi ciri, sehingga diperoleh input dengan jumlah 64 sel. Setelah itu, input tersebut akan dikalikan dengan matriks bobot yang telah ditentukan pada tahap pelatihan. Perkalian antara matriks input dan matriks bobot, akan menghasilkan nilai output yang telah ditentukan pada tahap

65 pelatihan. Output yang diperoleh ini akan menjadi primary key pada basis data, sehingga setiap output akan menunjuk satu identitas, yaitu pemilik dari sidik jari tersebut. Dengan menggunakan rancangan yang telah diuraikan di atas, diharapkan dapat diciptakan sebuah program aplikasi yang dapat membantu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh sie Identifikasi Direktorat Reserse Kriminal Umum. Selain itu, rancangan ini juga diharapkan dapat membantu penelitian serupa, atau bagi pihak lain yang ingin mengembangkan program aplikasi ini.