Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Akuntansi Istishna' ED PSAK 104 (Revisi 2006) Hak Cipta 2006 IKATAN AKUNTAN INDONESIA ED

AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 104 AKUNTANSI ISTISHNA'

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI ISTISHNA' IKATAN AKUNTAN INDONESIA

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI ISTISHNA. Materi: 9. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB II LANDASAN TEORI

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI

III.2. ISTISHNA. B. Dasar Pengaturan 01. SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. 02. PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna.

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA. Antonio, Muhammad Syafi i, 2002, Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAGIAN XI LAPORAN LABA RUGI

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

AKUNTANSI BANK SYARIAH. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BUKU IV AKUNTANSI SYARI AH BAB I CAKUPAN AKUNTANSI SYARI AH. Pasal 735

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) 36 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

PERBANKAN SYARIAH TRANSAKSI SALAM AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

AKUNTANSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARAREL (FINANCING)

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 5-6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB II Landasan Teori

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SYSTEM PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 108 AKUNTANSI PENYELESAIAN UTANG PIUTANG MURABAHAH BERMASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris,

BAGIAN III AKAD JUAL BELI

Dasar-Dasar Pembiayaan Bank Syariah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN 29 /SEOJK.05/2015 TENTANG LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107. berdasarkan PSAK 105 : Akuntansi Mudharabah.

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

Dr. Iwan P. Pontjowinoto 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara dengan basis penduduk muslim terbesar di

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PELAKSANAAN TAKE OVER PADA PERBANKAN SYARIAH. (Studi Kasus Take Over (KPR) Dari BMI Ke BRI Syariah Cabang Serang

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

5. Tujuan laporan keuangan syariah untuk tujuan umum adalah :

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

BAB 6 SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH. AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah tidak mengenal pinjaman uang tetapi yang ada adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

Soal UTS Semester Gasal 2015/2016 Mata Kuliah : Akuntansi Syariah

PERBANKAN SYARIAH AKUNTANSI MUSYARAKAH RESKINO. SUMBER Yaya R., Martawiredja A.E., Abdurahim A. (2009). Salemba Empat. Modul ke: Fakultas FEB

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system,

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

IV.2. PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. keuangan menerapkan prinsip-prinsip syariah diantaranya adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membutuhkan dana disebut dengan debitur. satu, yang sering disebut dengan pooling of fund yang sesuai dengan

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

PERBANKAN SYARIAH SISTEM DAN OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 102 AKUNTANSI MURABAHAH

BABI PENDAHULUAN. Sistem perbankan syariah merupakan bagian dari konsep ekonomi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

Dealin Mahaputri Leonika

AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Akuntansi 1. Pengertian Akuntansi Dari segi istilah, kata akuntansi berasal dari kata bahasa Inggris to account yang berarti memperhitungkan atau mempertanggungjawabkan akuntansi sangat erat kaitannya dengan informasi keuangan. Badan yang berwenang dan beberapa ahli memberi pengertian yang bervariasi mengenai akuntansi bergantung pada sudut dan penekanan yang mereka anut. Akan tetapi, pada prinsipnya apa yang dikemukakan oleh para ahli tersebut menuju ke satu pengertian akuntansi karena sebenarnya mereka membahas objek yang sama yaitu informasi keuangan. Akuntansi, atau Akuntansi Keuangan adalah bahasa atau alat komunikasi bisnis yang dapat memberikan informasi tentang kondisi keuangan (ekonomi) berupa posisi keuangan yang tertuang dalam jumlah kekayaan, utang, dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau periode tertentu. AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefinisikan akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk penafsiran hasil-hasilnya. (Muhammad, 2005: 10)

Menurut Littleton, tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (prestasi). Konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan meru pakan ukuran yang dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi. (Muhammad, 2005: 10) Dalam buku A Statement of Basic Accounting Theory dinyatakan bahwa akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya. (Iwan, 2005: 135) Accounting Principle Board (APB) Statement No. 4 mendefinisikan, akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi sebagai dasar memilih diantara beberapa alternative. (Sofyan, 2010: 5) Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa inti akuntansi adalah sarana informasi dalam pengambilan keputusan bisnis. Hal senada juga diutarakan oleh Belkaoui dalam bukunya yang berjudul Accounting Theory yang menjelaskan bahwa akuntansi adalah kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, dari suatu perusahaan atau lembaga, yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam mengambil keputusan-keputusan

ekonomi diantara berbagai alternatif tindakan. Penyajian laporan keuangan (sebagai hasil akhir dari proses akuntansi), terutama ditujukan bagi para pemilik kapital perusahaan tersebut. Oleh karena itu, hasil kalkulasi akhir dari laporan pendapatan (income statement) adalah rugi atau laba. 2. Akuntansi Perbankan Syariah Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk menegakkan aturan-aturan ekonomi Islami. Sebagai bagian dari sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Di Indonesia, lembaga keuangan yang melandaskan operasionalnya dengan prinsip syariah dinamakan lembaga keuangan syariah. Bank yang menerapkan prinsip syariah disebut sebagai bank syariah. Sedangkan bank yang menerapkan sistem bunga disebut sebagai bank konvensional. Bank syariah adalah bank yang menjalankan fungsi intermediasinya berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank syariah merupakan salah satu lembaga keuangan dari beberapa lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. (Frederick, 2009: 223). Bank syariah dikategorikan sebagai lembaga keuangan perbankan, karena diperkenankan mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk deposito dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau pembiayaan. Salah satu perbedaan utama antara bank syariah dengan bank konvensional adalah bank syariah tidak

menggunakan bunga sebagai mekanisme koordinasi antara bank dengan nasabah. Sekalipun perbedaan utama bank syariah dengan bank konvensional adalah dalam hal penerapan bunga sebagai mekanisme koordinasi, para ahli ekonomi syariah menyebutkan beberapa perbedaan lain antara bank syariah dengan bank konvensional, yaitu: a. Bank syariah tidak melaksanakan transaksi pinjam-meminjam uang berdasarkan bunga dalam segala bentuknya, melainkan dengan sistem bagi hasil dengan nasabahnya. b. Hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya tidak berupa hubungan debitur-kreditur, tetapi merupakan hubungan partisipasi dalam menanggung risiko dan menerima hasil dari suatu perjanjian bisnis. c. Bank syariah memisahkan kedua jenis pendanaan agar dapat dibedakan antara hasil yang diperoleh dari dana sendiri dengan hasil yang diperoleh dari dana simpanan yang diterimanya atas dasar prinsip bagi hasil. d. Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai,tetapi bekerja atas dasar kemtraan seperti mudharabah, musyarakah, atas dasar jual beli (murabahah) atau atas dasar sewa guna (ijarah). e. Bank syariah merupakan bank multiguna, karena berperan sebagai bank komersial, bank investasi (investment bank), dan bank pembangunan.

f. Bank syariah memandang laba bukan merupakan satu-satunya tujuan, karena bank syariah senantiasa mengupayakan bagaimana masyarakat memanfaatkan sumber-sumber dana yang ada, guna membangun kesejahteraan masyarakat. g. Bank syariah bekerja dibawah Dewan Pengawas Syariah. Perbedaan mendasar antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja serta tidak menerapkan sistem bunga bagi perbankan syariah. Prinsip utama yang dianut oleh perbankan syariah adalah: Pertama, larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi. Kedua, menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariah. Dan Ketiga, memberikan zakat. (Frederick, 2009: 232) Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah: a. Prinsip Simpanan Murni (Al-Wadi ah) Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi ah. Fasilitas al-

wadi ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-wadi ah identik dengan giro. b. Bagi Hasil (Syirkah) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpanan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. c. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). d. Prinsip Sewa (Al-Ijarah) Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis,yaitu: 1. Ijarah, Sewa Murni, seperti halnya penyewaan alat-alat produk (operating lease). 2. Bai al-takjiri atau Ijarah al-muntahiyah bittamlik, merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).

e. Prinsip Fee/Jasa (Al-Ajr Wal Umulah) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer, dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al-wal umulah. (Muhammad, 2005: 176-177) B. Jenis-Jenis Jual Beli Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan pola yang dilakukan untuk transfer of property, dan tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi harga jual barang. Adapun jenis-jenis jual beli sebagai berikut: 1. Murabahah Murabahah berasal dari kata ribhu yang berarti keuntungan. Dalam pembiayaan murabahah, yang menjual barang/produk adalah bank, dan nasabah sebagai pembeli. Dalam skema kerja prinsip al-murabahah, barang diserahkan segera dan pembayarannya dilakukan secara tangguh. Jadi pada intinya Bai al-murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini si penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli, dan kemudian ditambahkan dengan keuntungan yang diinginkannya.

2. Salam Dalam transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Kemudian, dalam salam bank adalah sebagai pembeli, dan nasabah sebagai penjual. Dan Pembayaran dimuka, serta barang diserahkan secara tangguh. Jadi pada intinya Bai as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Prinsip yang dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas, dan jumlah barang serta hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang. 3. Istishna Dalam istishna, jual beli sama seperti akad salam namun pembayarannya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Jadi yang dimaksud dengan Bai al-istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Dan kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan dimuka atau secara angsuran per bulan atau dibelakang. (Muhammad, 2005: 181-182).

C. Istishna 1. Pengertian Istishna Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan, pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesanan (pembeli, mustashni), dan penjual (pembuat, shani). (PSAK, No.104) Menurut terminology muamalah, istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau komoditas tertentu untuk pembeli/pemesan. Istishna juga dapat didefinisikan sebagai akad jual beli antara al-mustashni (pembeli) dan as-shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual). (Muhammad, 2005: 217) Menurut Az Zarqo, istishna merupakan kontrak penjualan antara mustashni (pemesan) dan shani (pembuat). Dalam kontrak ini, shani menerima pesanan dari mustashni untuk membuat barang yang diinginkan. Akad ini lahir karena ada kebutuhan yang berbeda antara orang dengan yang lain. (Moh. Rifa i, 2005: 35) Istishna mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan salam, Istishna adalah akad jual beli antara pembeli (al-mustashni) dan as shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual). (Slamet, 2005: 108) Berdasarkan akad tersebut, pembeli menguasai produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, dicicil, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Spesifikasi dan harga

barang pesanan disepakati oleh pembeli dan produsen/penjual diawal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi tekhnis, kualitas, dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan produsen/penjual. Jika barang pesanan yang dikirim salah satu cacat, maka produsen/penjual bertanggung jawab atas kelalaiannya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu istishna. Namun, jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (subkontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel. 2. Rukun Dan Syarat Istishna Rukun istishna merupakan sesuatu yang harus dilakukan sebelum transaksi dilakukan. Karena apabila rukun ini tidak dipenuhi, maka transaksi yang dilakukan pun tidak sah. Adapun rukun istishna adalah sebagai berikut: a. Pihak yang berakad b. Produsen/pembuat (shani) c. Pemesan/pembeli (mustashni) d. Proyek/usaha/barang/jasa (mashnu) e. Harga (tsaman) f. Ijab qabul (shigat)

Dan selain rukun yang harus dilakukan, ada pula syarat-syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat istishna tersebut yaitu: a. Pihak yang berakad 1. Ridha/kerelaandua belah pihak dan tidak ingkar janji. 2. Punya kekuasaan untuk melakukan jual-beli. 3. Pihak yang membuat barang (produsen) menyatakan kesanggupan untuk mengadakan/membuat barang itu. b. Produsen/pembuat (shani) 1. Produsen adalah orang atau badan hukum yang ahli didalam bidangnya dan bertanggung jawab penuh terhadap hasil produksinya. 2. Produsen bisa ditunjuk langsung oleh bank (pihak pertama) atau bisa juga pilihan dari nasabah (pilihan nasabah). c. Pemesan/pembeli (mustashni) 1. Nasabah harus cakap hukum. 2. Mempunyai kemampuan untuk membayar. 3. Pesanan sudah selesai wajib dibeli oleh nasabah atau pemesan. 4. Jika ada perubahan kriteria pesanan dari pihak nasabah, maka harus segera dilaporkan ke bank dan bank akan menyampaikannya kepada produsen. 5. Perubahan bisa dilakukan apabila pihak produsen dan bank menyetujui.

6. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditanda tangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah. d. Barang/objek pesanan (mashnu) 1. Harus jelas ciri-cirinya dapat diakui sebagai hutang. 2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. 3. Penyerahannya dilakukan kemudian. 4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus di tetapkan berdasarkan kesepakatannya. 5. Pembeli (mustashni) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. 7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad. e. Harga jual (tsaman) 1. Harga jual kepada nasabah adalah harga beli ditambah keuntungan yang disepakatioleh penjual dan pembeli. 2. Masa pembuatan harus jelas dan dicantumkan dalam akad. 3. Dilakukan pada awal akad sebelum penyerahan barang. 4. Dilakukan setelah penyerahan barang, baik secara keseluruhan atau di angsur.

5. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. 6. Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama. 3. Perbedaan Antara Istishna Dengan Salam Sebagai bentuk jual-beli, istishna mirip dengan salam. Namun, ada beberapa perbedaan diantara keduanya, antara lain: a. Objek istishna selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek salam bisa untuk barang apa saja, baik harus diproduksi lebih dahulu, maupun tidak diproduksi lebih dahulu. b. Harga dalam akad salam harus dibayar penuh dimuka, sedangkan harga dalam akad istishna tidak harus dibayar penuh dimuka, melainkan juga dapat dicicil atau dapat dibayar dibelakang. c. Akad salam efektif tidak dapat diputuskan secara sepihak,sementara dalam istishna akad dapat diputuskan sebelum perusahaan memulai produksi. D. Pengakuan, Pengukuran, Dan Penyajian Istishna Menurut PSAK No. 104 1. Akuntansi Untuk Penjual a. Penyatuan dan Segmentasi Akad 1. Bila suatu akad istishna mencakup sejumlah asset, pengakuan dari setiap asset diperlakukan sebagai suatu akad yang terpisah jika biaya dan pendapatan masing-masing asset dapat diidentifikasikan.

2. Suatu kelompok akad istishna, dengan satu atau beberapa pembeli, harus diperlakukan sebagai satu akad istishna jika akad tersebut dilakukan secara serentak atau secara berkesinambungan. 3. Jika ada pemesanan asset tambahandengan akad istishna terpisah, maka tambahan asset tersebut diperlakukan sebagai akad yang terpisah jika harga asset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad istishna awal. 4. Suatu biaya pra akad diakui sebagai tangguhan dan dapat diperhitungkan sebagai biaya istishna apabila akad telah disepakati. b. Pendapatan Istishna dan Istishna Paralel 1. Pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli. 2. Jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka pada akhir periode harga pokok istishna diakui sebesar biaya istishna yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut. 3. Jika estimasi persentasi penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad selesai apabila pengakuan pendapatan istishna, harga pokok

istishna, dan keuntungan dilakukan hanya pada saat penyelesaian pekerjaan. 4. Jika penggunaan metode persentasi penyelesaian, dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka selisih antara nilai akad, dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran. 5. Jika penggunaan metode persentasi penyelesaian, dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian. 6. Biaya perolehan istishna paralel diakui sebagai aset istishna dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan. c. Istishna Dengan Pembayaran Tangguh 1. Meskipun istishna dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual harus menentukan nilai tunai istishna pada saat penyerahan barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui margin keuntungan terkait dengan proses pembuatan barang pesanan.

2. Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna dan termin istishna (istishna billing) pada pos lawannya. 3. Penagihan termin yang dilakukan oleh penjual dalam transaksi istishna dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad dan tidak selalu sesuai dengan persentase penyelesaian pembuatan barang pesanan. d. Biaya Perolehan Istishna 1. Biaya perolehan istishna terdiri atas: a. Biaya Langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan. b. Biaya Tidak Langsung yaitu biaya overhead, termasuk biaya akad dan pra akad. c. Biaya pra akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna jika akad disepakati. Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan. 2. Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan tidak termasuk biaya istishna.

e. Biaya Perolehan Istishna Pararel 1. Biaya perolehan istishna pararel diakui sebagai asset istishna dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan. 2. Jika pembeli melakukan pambayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna. 3. Pengurangan pendapatan istishna akibat penyelesaian awal piutang istishna dapat diperlakukan sebagai potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna pada saat pembayaran, dan penggantian kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna secara keseluruhan. f. Perubahan Pesanan dan Tagihan Tambahan Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan dan biaya istishna akibat perubahan pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai berikut: 1. Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh penjual dan pembeli ditambahkan kepada pendapatan istishna dan biaya istishna. 2. Jika kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang dipersyaratkan dipenuhi, maka jumlah biaya setiap tagihan

tambahan akan menambah biaya istishna, sehingga pendapatan istishna akan berkurang sebesar jumlah penambahan biaya akibat klaim tambahan. 3. Perlakuan akuntansi no (1) dan (2) diatas juga berlaku pada istishna paralel, akan tetapi biaya perubahan pesanan dan tagihan tambahan ditentukan oleh produsen atau kontraktor dan disetujui penjual berdasarkan akad istishna paralel. g. Pengakuan Taksiran Rugi Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna akan melebihi pendapatan istishna, taksiran kerugian harus segera diakui. Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa memperhatikan: 1. Apakah pekerjaan istishna telah dilakukan atau belum. 2. Tahap penyelesaian pembuatan barang pesanan. 3. Jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak diperlukan sebagai suatu akad tunggal. 2. Akuntansi Untuk Pembeli a. Pembeli mengakui asset istishna dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna kepada penjual.

b. Asset istishna yang diperoleh melalui transaksi istishna dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban istishna tangguhan. c. Beban istishna tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna. d. Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. e. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. f. Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. g. Dalam istishna pararel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai

wajar dan harga pokok istishna. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. (Sumber: PSAK No. 104) 3. Penyajian a. Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut: 1. Piutang Istishna yang berasal dari transaksi istishna sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir. 2. Termin istishna yang berasal dari transaksi istishna sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir. b. Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut: 1. Hutang istishna sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi. 2. Asset istishna dalam penyelesaian sebesar persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna paralel, atau kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna. 4. Ilustrasi Jurnal a. Jurnal Untuk Penjual 1. Jurnal yang dilakukan bila entitas melakukan pengeluaran untuk akad istishna: D: Aset istishna dalam penyelesaian xxx K: Persediaan, kas, utang dan lain-lain xxx

2. a. Jurnal pada saat pengeluaran biaya pra akad: D: Biaya pra akad ditangguhkan xxx K: Kas xxx b. Jurnal pada saat akad disepakati D: Beban istishna xxx K: Biaya pra akad ditangguhkan xxx c. Jurnal jika akad tidak disepakati: D: Beban K: Biaya pra akad ditangguhkan 3. Jurnal untuk pengakuan pendapatan dan margin keuntungan: D: Aset istishna dalam penyelesaian (Sebesar margin keuntungan) xxx D: Beban istishna (Sebesar biaya yang telah dikeluarkan) xxx K: Pendapatan istishna (Sebesar pendapatan yang harus diakui diperiode berjalan) xxx 4. Jurnal pada saat penyerahan aset istishna: D: Piutang istishna xxx K: Termin istishna xxx

5. Jurnal pada saat pembayaran hutang: D: Hutang istishna xxx K: Kas xxx b. Jurnal Untuk Pembeli 1. Jurnal pada saat pembeli mengakui aset istishna dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna kepada penjual: D: Aset istishna dalam penyelesaian xxx K: Utang kepada penjual xxx 2. Jurnal jika selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban istishna tangguh: D: Aset istishna dalam penyelesaian (Sebesar nilai tunai) xxx D: Beban istishna tangguh (Selisih nilai tunai dengan harga beli) xxx K: Utang kepada penjual xxx

3. Jurnal pada saat beban istishna tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna: D: Beban istishna xxx K: Beban istishna tangguh xxx 4. Jurnal pada saat pembayaran utang: D: Utang kepada penjual xxx K: Kas xxx 5. Jurnal jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual, dan mengakibatkan kerugian pembeli: D: Piutang jatuh tempo kepada penjual xxx K: Kerugian aset istishna xxx 6. Jurnal apabila pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual: D: Piutang istishna jatuh tempo kepada penjual xxx K: Aset istishna dalam penyelesaian xxx

7. Jurnal jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi: D: Aset istishna dalam penyelesaian (nilai wajar) xxx D: Kerugian xxx K: Aset istishna dalam penyelesaian (biaya perolehan) xxx E. Penelitian Terdahulu Dari hasil penelitian terdahulu, skripsi dari Tika Ratna Djuwita dapat ditarik kesimpulan bahwa si penulis melakukan penelitian tersebut untuk mengetahui apakah penerapan akuntansi istishna yang diterapkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk telah sesuai dengan akuntansi syariah dan PSAK No. 104 atau tidak. Dan hasil dari penelitian tersebut yaitu terbukti bahwa penerapan akuntansi istishna yang dilakukan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sudah sesuai dengan akuntansi syariah dan PSAK No. 104.

5