KETERSEDIAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN BASIS DAN PRIORITAS DALAM SEKTOR PERTANIAN BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BENGKULU

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

KARAKTERISTIK DAN POTENSI EKONOMI DAERAH Oleh: Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu

III. BAHAN DAN METODE

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI

Role and Contribution Of Fisheries Sector for Economy at Rokan Hilir Regency Riau Province ABSTRACT

PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BONE BOLANGO DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

METODE PENELITIAN. bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB)

Sektor Pertanian Unggulan di Sumatera Selatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

KONTRIBUSI REPONG DAMAR TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN. Contribution of Repong Damar to regional economic and income distribution

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

P E RA N A N S E KT OR P ER T A NI AN D A LAM P E NY E R APA N T E N A GA KE RJA D I KAB UP AT E N P A T I

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

Determination of the Regional Economy Leading Sectors in Indonesia. Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah di Indonesia

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Geografi Kabupaten Badung. satu kota di Bali yang mempunyai wilayah seluas 418,52 km 2 atau 41.

PERKEMBANGAN DAN KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP EKONOMI DAERAH DAN KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

Economics Development Analysis Journal

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS SIFAT FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH PADA DAERAH BUFFER ZONE DAN RESORT SEI BETUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KECAMATAN BESITANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukuan diwilayah Kota Bandar Lampung dan Provinsi

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN KINERJA TERHADAP PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. Henita Astuti 1, Sumarlin 2

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MINAHASA (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI DAN DAYA SAING EKONOMI)

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A

III. METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

ANALISIS EKONOMI BASIS DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN JEPARA

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE )

SEKTOR EKONOMI POTENSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. setiap daerah di wilayah negaranya. Dalam pembangunan perekonomian di suatu

SUMIRIN TEGUH HARYONO

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI REGIONAL KOMODITAS TEMBAKAU DI KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

The Contribution Of Agricultural Sector in the Economy at Bone Bolango Regency By

The Potency of Secondary Crops in Regional Development of Banyumas Regency. Altri Mulyani; Alpha Nadeira Mandamdari *

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.14, No.02 Desember

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

PERAN PERTUMBUHAN NILAI EKSPOR MINYAK SAWIT MENTAH DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

STUDI DAMPAK KRISIS MONETER TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

KAJIAN IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN PROVINSI LAMPUNG. Jamhari Hadipurwanta dan Bariot Hafif

KAJIAN PROYEKSI KEBUTUHAN PANGAN DAN LAHAN PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN DAN KEDAULATAN PANGAN DAERAH DI KOTA TASIKMALAYA

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk dalam suatu negara

IDENTIFIKASI DAN POTENSI EKONOMI PENGEMBANGAN KOMODITAS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DAN POTENSIAL DI KABUPATEN WONOSOBO.

SKRIPSI. Oleh Kurniawan Adiputra NIM PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN KEBUMEN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI PROPINSI SUMATERA UTARA

Transkripsi:

KETERSEDIAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (Agricultures Labour Availability in the Bufferzone of Gunung Gede Pangrango National Park) SAMBAS BASUNI 1 DAN TATANG KURNIAWAN 2) 1) Pengajar Studio Manajemen Kawasan Konservasi, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, PO Box 168, Bogor 16001 2) Alumni Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, Po Box 168, Bogor 16001 ABSTRACT Ability of buffer zone in protecting conservation area depends very much on development of economic opportunity of the buffer zone area itself. The objective of this research was to provide description on economic condition of the buffer zone of Gunung Gede Pangrango National Park (TNGP) based on economic indicators, particularly the availability of labor in agriculture sector. Method of Location Quotient (LQ) was applied to describe whether the agriculture labor in buffer zone constituted the base sector or not. Employment Surplus Index (ESI) was used to calculate surplus of agriculture labor while Shift Share Analysis (SSA) was used to show shift in labor availability in agriculture sector. Research results showed that agriculture sector labor in buffer zone of TNGP constituted the base sector and implied that agriculture sector possessed extra labor. In general, villages in buffer zone of TNGP showed very dynamic shift of labor availability in agriculture sector. Excess labors were considered as labors that serve export market. Considering that ratio of agriculture land size to number of inhabitants in buffer zone of TNGP was very small, accompanied by low level of education and skill of the inhabitants whose livelihood was limited on skill based on land and natural resources, it can be predicted that export of excess labors in buffer zone villages will go to TNGP area in the form of forest area disturbance. Therefore, one of the attempts to overcome the problem of agriculture labor surplus was seeking potency and development of farmer ability in non agriculture job. Key words : bufferzone, agriculture labor availability, economic indicators PENDAHULUAN Terjadinya gangguan kawasan konservasi yang berasal dari penduduk yang tinggal di daerah penyangganya sangat sering terjadi, termasuk di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Permasalahan konservasi kawasan TNGP adalah rendahnya pendapatan masyarakat sekitar kawasan TNGP (Sensudi, 2000). Sebanyak 78,28% penduduk di daerah penyangga TNGP adalah petani, 41% dari total penduduknya adalah buruh tani. Rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduknya kurang dari 0,25 ha. Dilihat dari struktur kepemilikan luas lahannya, 74,08% penduduk sekitar TNGP memiliki lahan kurang dari 0,5 ha (Basuni, 2003). Besarnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dengan luas lahan garapan yang sempit dan banyaknya penduduk yang berstatus sebagai buruh tani akan berakibat pada rendahnya pendapatan masyarakat di daerah penyangga TNGP dan terjadinya kelebihan tenaga kerja sektor pertanian. Oleh karena itu, rendahnya pendapatan petani dan kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian ini harus menjadi faktor pertimbangan dalam konservasi kawasan, khususnya dalam pembinaan daerah penyangga, karena secara aktual maupun potensial akan mengarah pada terjadinya tekanan kawasan TNGP yang lebih besar. Selama periode 1998-1999, sekitar 17,88 ha kawasan TNGP telah dirambah penduduk untuk dijadikan lahan pertanian (Kusnoto, 2000). Bentuk gangguan terhadap kawasan TNGP lainnya adalah pencurian hasil hutan baik tumbuhan maupun satwaliar. Ganggaun terhadap TNGP terjadi di hampir seluruh Resort Polisi Hutan dan sepanjang tahun. Basuni (2003) menyatakan bahwa kejadian pencurian hasil hutan di kawasan TNGP cenderung tinggi pada musim kemarau (bulan Maret-Juli). Musim kemarau merupakan waktu menganggur bagi penduduk di daerah penyangga TNGP karena sebagian besar penduduknya adalah petani dan buruh tani. Pada musim kemarau, waktu dan tenaga yang dimiliki penduduk akan lebih banyak digunakan untuk melakukan kegiatan lain di luar kegiatan bercocok tanam. Mencari dan mengambil hasil hutan dari kawasan hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari merupakan salah satu kemungkinan kegiatan yang dipilih oleh penduduk sekitar kawasan TNGP. Secara kuantitas, gangguan terbesar terjadi di kawasan TNGP wilayah Kabupaten Bogor, kemudian wilayah Sukabumi, dan terendah di wilayah Kabupaten Cianjur. 1

Ketersediaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kondisi perekonomian wilayah daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) berdasarkan indikator tenaga kerja sektor pertanian dengan menggunakan pendekatan teori basis ekonomi (Bendavid, 1974). Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi manajemen TNGP dan pemerintah daerah. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di lima desa daerah penyangga TNGP, pada bulan Juni-Juli 2003. Desa contoh diambil secara purposive berdasarkan prinsip keterwakilan dan besarnya gangguan terhadap TNGP, yaitu Desa Bojong Murni dan Desa Sukagalih (Kabupaten Bogor), Desa Cihanjawar dan Desa Sukamulya (Kabupaten Sukabumi), dan Desa Ciputri (Kabupaten Cianjur). Data yang dikumpulkan adalah data tenaga kerja sektor pertanian dan tenaga kerja total tingkat desa dan kecamatan. Data bersumber dari berbagai dokumen yang relevan yang tersedia di desa, kecamatan, dan kabupaten. Untuk menghitung besarnya peranan tenaga kerja sektor pertanian terhadap perekonomian daerah penyangga, data dianalisis dengan menggunakan metode LQ (Location Quotient), untuk menghitung besarnya kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian digunakan ESI (Employment Surplus Index), dan untuk menunjukkan performance tenaga kerja sektor pertanian di daerah penyangga TNGP digunakan metode SSA (Shift Share Analysis). Rumus perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Location Quotient (LQ) LQ = Xij/Xit Xtj/Xtt Keterangan : LQ = Location Quotient Xij = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah desa ke-i Xit = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah desa ke-i Xtj = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah kecamatan Xtt = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah kecamatan 2. Employment Surplus Index (ESI) 2.1. ESIa = Xij (Xit/Xtt)Xtj (Keterangan : ESIa = ESI model absolut) 2.2. ESIr = [Xij (Xit/Xtt) Xtj] / Xit x 100 % (Keterangan : ESIr = ESI model relatif) 3. Shift Share Analysis (SSA) SSA = (Xtt (1) /Xtt (0) 1) + (Xtj (1) /Xtj (0) Xtt (1) /Xtt (0) ) + (Xij (1) /Xij (0) Xtj (1) /Xtj (0) ) Keterangan : SSA = Shift Share Analysis a b c a = komponen share (menyatakan laju pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika) b = komponen proportional shift (menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah c = komponen differential shift (menjelaskan bagaimana daya kompetisi suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan total sektor atau aktivitas dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan atau ketidakunggulan) suatu sektor atau aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di wilayah lain. Xij (1) Xij (0) Xtj (1) = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah desa ke-i pada tahun akhir = jumlah tenaga kerja dari sektor produksi j di wilayah desa ke-i pada tahun awal = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah kecamatan pada tahun akhir Xtj (0) = jumlah tenaga kerja total dari sektor produksi j di wilayah kecamatan pada tahun awal Xtt (1) Xtt (0) = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah kecamatan pada tahun akhir = jumlah tenaga kerja total dari keseluruhan sektor produksi di wilayah kecamatan pada tahun awal. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Data tenaga kerja sektor pertanian dan tenaga kerja total yang berhasil dikumpulkan dari lima desa contoh disajkan pada Tabel 1. Rentang waktu awal dan akhir berkisar antara 3 8 tahun tergantung pada ketersedian data di masing-masing desa dan kecamatannya. 2

Tabel 1. Jumlah tenaga kerja sektor pertanian dan tenaga kerja total tingkat desa dan kecamatan No. 1 2 3 4 5 Desa/Kecamatan Desa Bojong Murni Kec. Ciawi Desa Sukagalih Kec. Megamendung Desa Cihanjawar Kec. Nagrak Desa Sukamulya Kec. Caringin Desa Ciputri Kec. Pacet Tahun Awal/ Akhir Tenaga Kerja Sektor Pertanian (orang) Tenaga Kerja Total (orang) 1998 543 1406 2001 683 1700 1998 7479 24317 2001 8624 28884 1996 778 1503 2002 767 1718 1996 5156 23096 2002 5170 23160 1996 1608 1775 2003 2250 2479 1996 12662 31624 2003 16725 36731 1996 3420 3995 2003 4403 4851 1996 5383 15030 2003 5932 16559 1996 2183 3456 2002 2927 4646 1996 35983 77274 2002 35191 83341 Sumber : BPS Kabupaten, Monografi Kecamatan, danprofil Desa yang bersangkutan (diolah) Peranan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Hasil pengolahan terhadap data dalam Tabel 1, diperoleh nilai LQ dan ESI seperti tertera dalam Tabel 2. Tabel 2. Nilai LQ (Location Quitient) dan nilai ESI (Emloyment Surplus Index) desa-desa daerah penyangga TNG No. Desa LQ ESIa (orang) ESIr (%) 1 Bojong Murni 1,346 175 10,32 2 Sukagalih 1,999 383 22,32 3 Cihanjawar 1,993 1121 45,22 4 Sukamulya 2,533 2665 54,94 5 Ciputri 1,492 965 20,78 3

Ketersediaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tabel 2 menunjukkan bahwa kelima desa contoh memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu (LQ > 1). Ini berarti bahwa tenaga kerja sektor pertanian di lima desa contoh tergolong sektor basis. Kegiatan basis mempunyai peranan sebagai penggerak utama (prime removable). Bertambah banyaknya sektor basis di suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa, dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam wilayah yang bersangkutan, turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Secara lokalitas wilayah, sektor pertanian memiliki tenaga kerja ekstra yang berarti akan menghasilkan surplus barang dan jasa yang kemudian mengekspornya. Jumlah pekerja yang melebihi jumlah yang diperlukan untuk mencapai swasembada wilayah (LQ=1) dianggap sebagai tenaga kerja yang melayani pasar ekspor (Glasson, 1977). Kelebihan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Besarnya kelebihan tenaga kerja sektor pertanian dapat dilihat dari hasil perhitungan ESI. Desa yang mempunyai kelebihan tenaga kerja terbesar adalah Desa Sukamulya yaitu sebanyak 2665 orang (54,94%) dan terendah adalah Desa Bojong Murni yaitu sebanyak 175 orang (10,32%). Rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduk di daerah penyangga TNGP yang sangat kecil ditambah dengan tingkat pendikan dan keterampilan hidup penduduknya yang rendah yaitu terbatas pada keterampilan hidup yang berbasis lahan dan sumberdaya alam, dapat diduga bahwa ekspor kelebihan tenaga kerja desa-desa daerah penyangga adalah ke kawasan TNGP dalam bentuk gangguan kawasan. Performance Tenaga Kerja Sektor Pertanian Shift-Share Analysis menjelaskan performance sektor pertanian di suatu desa dan membandingkannya dengan performance di dalam wilayah kecamatannya. Performnace sektor pertanian di daerah penyangga dijelaskan dengan tiga komponen analisis, yaitu laju pertumbuhan total (share component), komponen pergeseran proporsional (proportional shift component), dan komponen pergeseran diferential (differential shift component). Hasil analisis Shift-Share Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Lima Desa Contoh disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis shift-share tenaga kerja sektor pertanian di lima desa contoh No. Desa Laju Pertumbuhan Ekonomi Pergeseran Proporsional Pergeseran Diferensial 1 Bojong Murni 0,1878-0,0347 0,1047 0,2578 2 Sukagalih 0,0028-0,0001-0,0169-0,0141 3 Cihanjawar 0,1615 0,1594 0,0784 0,3993 4 Sukamulya 0,1017 0,0003 0,1854 0,2874 5 Ciputri 0,0785-0,1005 0,3628 0,3408 Total Data dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan total tenaga kerja sektor pertanian tertinggi adalah di Kecamatan Ciawi (0,1878) dan terendah di Kecamatan Megamendung (0,0028). Dilihat dari komponen pergeseran proporsional, laju pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian di Desa Bojong Murni, Sukagalih, dan Ciputri lebih rendah dari kecamatannya, dua desa lainnya lebih tinggi dari kecamatannya. Namun demikian, dilihat dari komponen pergeseran diferensialnya, menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian di Desa Bojong Murni, Cihanjawar, Sukamulya, dan Ciputri lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatannya. Komponen pergeseran diferensial menunjukkan daya kompetisi sektor pertanian di desa yang bersangkutan dibandingkan dengan di kecamatannya. Oleh karena itu, di di Desa Bojong Murni, Cihanjawar, Sukamulya, dan Ciputri sektor pertanian memiliki keunggulan kompetitif yang relatif besar. Secara umum, pergeseran tenaga kerja sektor pertanian di desa contoh, kecuali di Desa Sukagalih, lebih dinamis dibandingkan dengan di kecamatannya. KESIMPULAN Tenaga kerja sektor pertanian di daerah penyangga TNGP merupakan sektor basis. Artinya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian telah melebihi jumlah yang diperlukan untuk mencapai swasembada wilayah (LQ=1). Kelebihan tenaga kerja ini dianggap sebagai tenaga kerja yang melayani pasar ekspor. Secara umum, pergeseran tenaga kerja sektor pertanian di desa daerah penyangga TNGP lebih dinamis dibandingkan dengan di kecamatannya. Rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduk di daerah penyangga TNGP sangat kecil (< 0,5 ha), sekitar 85% penduduknya memiliki latar belakang pendidikan 4

rendah, ditambah dengan keterampilan hidup penduduknya yang rendah, dapat diduga bahwa ekspor kelebihan tenaga kerja desa-desa daerah penyangga adalah ke kawasan TNGP dalam bentuk gangguan kawasan. Oleh karena itu, salah satu penangulangan kelebihan tenaga kerja sektor pertanian di daerah penyangga TNGP adalah penggalian potensi dan pengembangan kemampuan petani dalam lapangan kerja non pertanian. DAFTAR PUSTAKA Basuni, S. 2003. Inovasi institusi untuk meningkatkan kinerja daerah penyangga kawasan konservasi (studi kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat). Disertasi, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Bendavid, A. 1974. Regional economic analysis for practitioners. Praeger Publishers, Inc, New York. Glasson, J. 1977. Introduction to pegional planning. P. Sihotang, Penerjemah : pengantar perencanaan regional. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indoensia, Jakarta. Kusnoto, K. 2000. Bentuk-bentuk dan intensitas gangguan manusia pada derah tepi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Resort Bodogol, Cimande, Goalpara, dan Selabintana). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tidak dipublikasikan. Sensudi, E. 2000. Gangguan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Buletin Edelweis Vol. VII No. 71, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur. 5