The Coffee Shop Chronicles #1 Surat untuk Tuan Arsitek Oleh : Firah Aziz / @firah_39 Aku melihatmu pagi ini memasuki ruangan coffee shop tempat aku berada sekarang. Berlatar gerimis dan lagu Could it Be milik Raisa yang mengalun di penjuru kedai, kau mendorong pintu masuk kedai. Hanya sendiri, berpenampilan sederhana dengan kaus biru tua dan celana kargo selutut warna khaki serta ransel yang tersampir di bahumu. Topi bisbol menutupi matamu hingga aku tidak dapat melihat warnanya dari tempatku duduk, tapi aku yakin pasti matamu jenis mata yang dapat menelan siapapun masuk ke dalamnya.
Kau mengambil kursi yang berada tepat diagonal dari kursiku, membuat aku lebih leluasa memandangimu tanpa kau tahu. Lalu kau melepas topimu, beranjak menuju konter dan memesan sesuatu. Aku bahkan tidak bisa untuk tidak iri ketika barista cantik itu berbagi senyum denganmu. Setelah mendapatkan pesananmu, kau kembali ke sofamu sofa yang terlalu lebar untuk kau duduki sendiri. Tanganmu mengusap rambutmu beberapa kali saat mengeluarkan barang-barangmu dari ranselmu. Rambutmu sedikit berantakan karena itu dan menjadikannya serasi dengan wajahmu yang tampak baru saja terpaksa diseret dari tempat tidur. Namun kuakui itu sama sekali tidak menurunkan pesonamu. Kau menyalakan komputer jinjingmu, tampaknya itu merupakan alasan wajahmu kusut seperti itu. Pasti kau kurang tidur semalam. Aku tidak pernah suka dengan pria berjambang, menurutku tidak rapi. Tapi jambang di wajahmu memperkuat profil wajah di rahangmu. Dan aku akui, kau makin tampan karenanya. Selamat, kau pria berjambang pertama yang aku taksir! Hey, kamu pria yang aku tidak tahu namanya, aku mulai membayangkan saat-saat aku berbaring dalam rengkuhan dadamu yang bidang. Haha katakan saja aku gila. Tapi memang dadamu tampaknya tempat yang nyaman untuk berbaring 2
seharian. Mendengar degup jantungmu sebagai ninaboboku, dan tanganmu sebagai selimutnya. Sepertinya kau seorang arsitek atau semacamnya. Aku melihat kau mengerjakan AutoCAD ketika aku melintas di dekatmu sekembalinya dari kamar mandi. Aku panggil Tuan Arsitek saja, ya? Kau tidak keberatan? Hampir satu jam kau duduk sendirian. Minumanmu kopi luwak, ya, aku curi dengar tadi saat si barista menyerahkan pesananmu mulai dingin karena belum kau sentuh dan tidak ada siapapun yang datang menemuimu. Tepat di menit aku menimbang untuk bangkit dan berkenalan denganmu, seorang gadis berwajah manis muncul. Refleksmu muncul mendengar denting bel, tanda pintu dibuka. Setelah melihat senyum lega yang kau berikan pada gadis itu, aku tahu kau menunggunya sedari tadi. Aku perhatikan gadis yang menghampirimu, kau peluk dan berikan sebuah kecupan di pipi. Gadis itu tidak cantik, tapi manis. Ada sesuatu yang menarik dari gadis berkaus putih polos dan rok kuning itu. Dari sorot matanya aku yakin dan seorang gadis berkepribadian kuat dan cerdas. Lima belas menit aku perhatikan kalian di sana. Kau masih melanjutkan pekerjaanmu dan dia membaca sebuah buku. Aku kira kalian akan 3
mengobrol, tetapi tidak. Hanya duduk diam dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ah, andai saja kau memilih aku untuk duduk di sampingmu, pasti kita sudah terlibat dalam obrolan seru. Kita bisa bicara tentang apa saja. Aku pandai dalam hal memulai pembicaraan dengan orang asing. Penampilanku juga tidak kalah dengan gadis itu. Setidaknya kulitku tampak mulus, hasil pengamalan ilmu spesialis kulit yang aku ambil setahun belakangan ini. Aku kembali membiarkan khayalanku mengelana. Membayangkan aku merebutmu dari gadis itu dan menjadikanmu kekasihku. Aku tidak melihat gadis sederhana itu sebagai hambatan, malah suatu tantangan. Seorang pria tampak lebih menarik ketika sudah dimiliki, bukan? Lagipula mengapa kamu pertahankan hubungan membosankan seperti itu? Sama-sama diam saat seharusnya kalian mengobrol dan berbagi cerita. Saat aku beranjak ke konter untuk membayar kopiku, seketika keinginanku untuk merebutmu lenyap. Hilang menguap setelah melihat tangan kirimu bertaut dengan tangan kanan gadis itu di bawah meja. Keheningan yang manis. Pantaslah kalian tidak berbicara, kalian sedang menunjukan sebuah ikatan yang lebih dari sekedar ketertarikan satu sama lain. Kalian menunjukan suatu hubungan yang lebih. 4
Aku pernah membaca, ketika dua orang saling mencintai begitu dalamnya, mereka akan menemukan cara berkomunikasi yang lain. Melebihi makna nisbi yang terkandung dalam kata-kata. Dan menurutku kalian memiliki cara berkomunikasi dalam diam. Aku memandangi kalian dan kali ini gadismu melihat ke arahku. Aku tersenyum sebagai tanda aku menyerah dan menyerahkan sang arsitek. Aku yakin gadismu ini akan menjagamu lebih baik dari aku. Tertanda pengagummu. 5