BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

EVALUASI KINERJA SISTEM PTROTEKSI KAWAT TANAH. TRANSMISI 150 kv SEI ROTAN TEBING TINGGI. Oleh : SADAK NAINGGOLAN Nim :

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

ANALISIS GANGGUAN PETIR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI TEGANGAN EKSTRA TINGGI 500 kv

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi listrik untuk keperluan manusia akan semakin meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

KUAT MEDAN ELEKTRIK DI PERMUKAAN ISOLATOR PENDUKUNG

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

STUDI PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PETIR EKSTERNAL DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

BAB II SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI. Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

ANALISIS UNJUK KERJASALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 500kV 2 SALURAN DAN 4 SALURAN DI SUMATERA

BAB II TEORI DASAR GELOMBANG BERJALAN DAN PEMBUMIAN (PENTANAHAN)

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM :

Perancangan Perangkat Lunak Untuk Mendeteksi Tingkat Keandalan SUTET Terhadap Sambaran Petir Dengan Metode 2 Titik

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN

STUDI PERFORMANSI PERLINDUNGAN SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV UNTUK BERAGAM KARAKTERISTIK SAMBARAN

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

III. METODE PENELITIAN

Dasman 1), Rudy Harman 2)

Analisis Kinerja Lightning Arester Pada Jaringan Transmisi 150 kv Sistem Minahasa Khususnya Pada Penyulang Kawangkoan - Lopana

PENGGUNAAN ATP DRAW 3.8 UNTUK MENENTUKAN JUMLAH GANGGUAN PADA SALURAN TRANSMISI 150 kv AKIBAT BACKFLASHOVER

SIMULASI PENENTUAN NILAI TAHANAN PENTANAHAN MENARA TRANSMISI 150 KV TERHADAP BACKFLASHOVER AKIBAT SAMBARAN PETIR LANGSUNG

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

Analisa Pengaruh Perilaku Petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv Menggunakan Metode Burgsdorf

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas dan kehandalan yang tinggi. Akan tetapi pada kenyataanya terdapat

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

SIMULASI SAMBARAN PETIR LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV TERHADAP KAWAT FASA DENGAN VARIASI TAHANAN PENTANAHAN

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kv Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

MITIGASI GANGGUAN TRANSMISI AKIBAT PETIR PADA PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPT TANJUNG KARANG

Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kv Tomohon-Teling

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PETIR MENARA TELEKOMUNIKASI PT DAYAMITRA TELEKOMUNIKASI (TELKOM GROUP) SIMPANG TIMBANGAN INDRALAYA

1. Dalam suatu ruang terdapat dua buah benda bermuatan listrik yang sama besar seperti ditunjukkan pada gambar...

LAPORAN PRAKTIKUM LISTRIK MAGNET Praktikum Ke 1 KUMPARAN INDUKSI

Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

SIMULASI DISTRIBUSI TEGANGAN PETIR DI JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20 KV PENYULANG KENTUNGAN 2 YOGYAKARTA

Analisis Arus Kegagalan Perisaian terhadap Konfigurasi Kawat Tanah dan Fasa pada Saluran Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 500 kv

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

Lightning Performance of Extra High Voltage 500 kv Lines at East Java- Indonesia

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM :

ANALISIS PENGARUH RESISTANSI PENTANAHAN MENARA TERHADAP BACK FLASHOVER PADA SALURAN TRANSMISI 500 KV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Vol.3 No1. Januari

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS

4. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan konstan 72 km/jam. Jarak yang ditempuh selama selang waktu 20 sekon adalah...

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

Rizky Fajar Adiputra

BAB II SALURAN TRANSMISI

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

PERCOBAAN - I PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK

Menganalisis rangkaian listrik. Mendeskripsikan konsep rangkaian listrik

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II SALURAN TRANSMISI DAN KORONA

BAB I PENDAHULUAN. Westinghouse yang terdahulu, menguji transformator-transformator di

KONTAK PEMUTUS DAYA PADA TEGANGAN PEMULIHAN DALAM MELINDUNGI JARINGAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI

ε = tegangan imbas (volt)

BAB III LIGHTNING ARRESTER

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PETIR PADA TOWER PT. SAMPOERNA TELEKOMUNIKASI INDONESIA (CERIA) PEKANBARU

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI II.1 Hari Guruh Tahunan Isokreaunic Level (I kl ) Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut Isokreaunic Level dan disimbolkan dengan I kl. Kerapatan sambaran petir ke tanah (ground flash density) adalah jumlah sambaran petir ke tanah yang terjadi dalam satu tahun pada suatu wilayah yang luasnya dalam satuan km 2. Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir ke tanah dengan hari guruh tahunan diberikan pada Tabel 2.1. Terkait bahwa kerapatan sambaran petir ke tanah berbeda-beda untuk setiap wilayah. Pada umumnya kerapatan sambaran petir ke tanah dirumuskan sebagai berikut: di mana: n s = kerapatan sambaran petir ke tanah [sambaran/km 2 -tahun] I kl = jumlah hari guruh (Isokreaunic Level) [sambaran/km 2 -tahun] Untuk wilayah Indonesia sendiri dalam menentukan kerapatan sambaran petir yang terjadi, dihitung sebagai berikut:

Tabel 2.1 Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir dan hari guruh tahunan No Lokasi Kerapatan sambaran petir n s (per km.kuadrat per tahun) 1. India 0.10 I kl 2. Rhodesia 0.14 I kl 3. Afrika Selatan 0.023 (I kl ) 1.3 4. Swedia 0.004 (I kl ) 2 5. Inggris (UK) a (I kl ) b a = 2.6 ± 0.2 x 10-3 b = 1.9 ± 0.1 6. USA (utara) 0.11 I kl 7. USA (selatan) 0.17 I kl 8. USA 0.10 I kl 9. USA 0.15 I kl 10. Rusia 0.036 (I kl ) 1.3 11. Dunia (iklim sedang) 0.19 I kl 12. Dunia (iklim sedang) 0.15 I kl 13. Dunia (iklim tropis) 0.13 I kl Peneliti Aiya (1968) Anderson & Jenner (1954) Anderson & Erikson (1954) Muller-Hillebrend (1964) Stringfellow (1974) Horn & Ramsey (1951) Horn & Ramsey (1951) Anderson (1968) Brown & Whitehead (1969) Kolokolov & Pavlova (1972) Brooks (1950) Golde (1966) Brooks (1950) II.2 Kawat Tanah Transmisi Hantaran Udara Kawat tanah (earth wire) adalah kawat untuk melindungi kawat fasa dari sambaran petir. Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire) pada saluran transmisi ditempatkan di atas kawat kawat fasa. Awalnya kawat tanah dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap sambaran tidak langsung (sambaran induksi) di sekitar kawat fasa transmisi. Akan tetapi dikemudian hari dari hasil-hasil pengalaman dan teori, penyebab utama yang menimbulkan gangguan transmisi tegangan tinggi 70 kv dan lebih adalah sambaran petir langsung.

II.2.1 Efektivitas Perlindungan Kawat Tanah Efektivifitas perlidungan kawat tanah diharapkan mampu melindungi kawat fasa dengan baik, sehingga tidak terjadi sambaran petir langsung ke kawat fasa. Keefektipan perlindungan kawat tanah bertambah baik jika kawat tanah semakin dekat dengan kawat fasa. Untuk memperoleh perlindungan (perisaian) yang baik, harus memenuhi persyaratan penting sebagai berikut: 1. Supaya petir tidak menyambar langsung kawat fasa maka jarak kawat tanah di atas kawat fasa diatur sedemikian rupa. 2. Pada tengah gawang kawat tanah harus mempunyai jarak yang cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api karena tegangan pantulan negatif dari dasar menara yang kembali ke tengah gawang. 3. Saat petir menyambar menara secara langsung, tidak terjadi flashover pada isolator. 4. Tahanan kaki menara harus cukup kecil untuk menurunkan tegangan yang dibebani isolator agar tidak terjadi lompatan api (flashover) pada isolator. II.3 Hubungan Isokreaunic Level (I kl ) dengan Kawat Tanah Transmisi Hantaran Udara Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan kawat tanah yang dilakukan untuk mendirikan transmisi hantaran udara adalah jumlah hari guruh tahunan Isokreaunic Level (I kl ) yang terjadi pada daerah transmisi itu akan didirikan. Pengaruh atau hubungan keduanya akan sangat jelas pada saat menentukan perkiraan jumlah gangguan yang terjadi pada transmisi hantaran udara tersebut. Yang mana perkiraan jumlah gangguan berbanding lurus terhadap jumlah hari guruh tahunan yang terjadi.

II.3.1 Jumlah Sambaran Petir pada Transmisi Hantaran Udara Perkiraan jumlah sambaran dipengaruhi dimana sambaran itu diperhitungkan misalnya: pada menara, seperempat gawang dan pertengahan gawang. Para peneliti sepakat untuk menentukan perkiraan jumlah sambaran yang terjadi pada menara adalah 60% dari seluruh jumlah sambaran yang mengenai transmisi sedangkan sisanya 30% terjadi pada seperempat gawang dan 10% untuk pertengahan gawang. Jumlah sambaran yang terjadi pada suatu transmisi hantaran udara tergantung juga pada jumlah kawat tanah yang dipergunakan transmisi tersebut dan tata letaknya. Jika suatu transmisi mempunyai dua buah kawat tanah dan mempunyai jarak antara keduanya disesuaikan dengan tata letak kawat fasa, maka jumlah sambaran yang terjadi pada kedua kawat tanah lebih besar dibandingkan dengan transmisi tersebut jika mempunyai hanya satu kawat tanah. Disamping itu jumlah sambaran petir pada transmisi bergantung juga pada: Tinggi menara yang dipergunakan (h t ) Tinggi kawat tanah pada pertengahan gawang kawat tanah (h g ) Jarak antara kawat tanah (s g ) [m] [m] [m] Secara umum jumlah sambaran petir yang mengenai transmisi hantaran udara pada 100 km panjang transmisi, dirumuskan sebagai berikut: di mana: N s = jumlah sambaran petir yang mengenai transmisi [sambaran/100km-tahun] h t = tinggi menara (tower) [m]

h g = tinggi kawat tanah pada pertengahan gawang [m] s g = jarak antar kawat tanah [m] Berdasarkan Persamaan 2.2, maka untuk transmisi yang berada di wilayah yang beriklim sedang (Indonesia), jumlah sambaran petir yang mengenai transmisi untuk sepanjang 100 km adalah: Untuk suatu transmisi hantaran udara yang mempunyai satu kawat tanah sebagai perisainya maka nilai s g adalah nol. II.3.2 Mekanisme Sambaran Petir ke Menara Transmisi Udara Mekanisme sambaran petir berdasarkan pada awan bermuatan, yang akan menghasilkan kanal inti yang arahnya menuju ke bumi. Awan bermuatan yang selalu menuju bumi dapat mencapai kecepatan tertingginya hingga satu per seribu (1/1000) dari kecepatan cahaya (C) atau 300 km/detik, hal ini sangat genting pada sambaran arus petir. Tegangan kanal permukaan awan bermuatan, sebelum pengosongan awal arus dapat mencapai 50 MV yang dapat menyambar bumi. Sambaran petir dari awan bermuatan yang menuju bumi, terjadi pada ketinggian rata-rata dari 60 m hingga 100 m di atas permukaan tanah. Maka rata-rata gradien tegangan yang terjadi dapat mencapai 50 x 10 3 / (60 m hingga 100 m) atau 500 kv/m hingga 833 kv/m (5 kv/cm hingga 8,33 kv/cm) atau pada tegangan tembus rata-rata udara basah 6 kv/cm.

Mekanisme sambaran petir yang terjadi pada menara transmisi udara dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1. I s Z g i g i g Z m e g MENARA (TOWER ) e i i c e c i c Z c Gambar 2.1 Mekanisme sambaran petir ke menara transmisi Jika sambaran arus petir yang berasal dari awan bermuatan, sudah mengenai menara atau kawat tanah transmisi, maka menara akan dibebani tegangan (e g ). Perbedaan tegangan (e g ) dengan tegangan pada kawat fasa (e c ) akan membebani isolator (e i ). Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1. Besar tegangan yang membebani isolator dapat dihitung sebagai berikut: dan di mana: e g : besar tegangan pada kawat tanah e c : besar tegangan pada kawat fasa Z g : impedansi surja kawat tanah Z c : impedansi kawat fasa Z m : impedansi bersama kawat tanah dengan kawat fasa i c : arus yang mengalir pada kawat fasa i g : arus yang mengalir pada kawat tanah [kv] [kv] [Ω] [Ω] [Ω] [ka] [ka]

Besar tegangan yang terjadi pada kawat fasa adalah: di mana: K f : faktor kopling (coupling factor) yaitu perbandingan impedansi surja bersama (mutual surge impedance) kawat tanah kawat fasa dengan impedansi kawat tanah (Z m /Z g ). Jika impedansi surja Z g dan Z c sama, maka tegangan pada kawat fasa adalah : e c = K f e g + (1-K 2 f) Z c i c ; serta tegangan yang terjadi pada isolator adalah: di mana: e i : tegangan pada isolator [kv] II.3.3 Faktor Kopling (Coupling Factor atau K f ) pada Transmisi Udara Faktor kopling (K f ) adalah perbandingan antara impedansi surja bersama kawat tanah-kawat fasa dengan impedansi surja kawat tanah. Adapun besar faktor kopling (K f ) dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Kapasitansi dua kawat penghantar Besar kapasitansi antara dua kawat penghantar dengan radius (r) yang sama didefenisikan perbandingan muatan pada penghantar dengan beda potensial antara dua kawat tersebut. Besar kapasitansi antara dua kawat penghantar dapat dihitung berdasarkan Gambar 2.2.

G 2r 2r f Q -Q x 2H G Gambar 2.2 Kapasitansi antara dua kawat penghantar Sesuai dengan Gambar 2.2, muatan pada setiap konduktor adalah Q dengan polaritas yang berbeda, dengan jarak dari pusat ke pusat kawat penghantar adalah 2H. Pada pengujian unit muatan positif Q di titik f sejauh x dari pusat konduktor sebelah kiri, total gaya F f yang terjadi adalah: di mana: Q : muatan pada kawat penghantar [C] e 0 : permitifitas ruang bebas = 8,85 x 10-12 x : jarak titik uji 2H : jarak dari pusat ke pusat kawat pengahantar [F/m] [m] [m] Sesuai dengan gaya total yang dihasilkan, maka perbedaan tegangan V antara dua kawat penghantar adalah: di mana: r : jari-jari kawat pengahantar [m]

Karena 2H >> r maka. Tegangan pada pertengahan kawat penghantar (G G) atau tegangan antara konduktor dengan tanah adalah V g = V/2. Oleh karena itu: Maka besar kapasitansi antara kawat penghantar dengan tanah dapat dihitung sebagai berikut: Reaktansi antara kawat penghantar dengan tanah dapat dihitung sebagai berikut: di mana: X C : reaktansi antar kawat penghantar dengan tanah [Ω] f : frekuensi [Hz] udara adalah: Maka besar impedansi antara kawat penghantar dengan tanah pada transmisi

a 1R #1 a 12 #2 a 2R #1 : Kawat tanah ke-1 #2 : Kawat tanah ke-2 R : Kawat fasa R a RR R R 2H R 2H 1 2H R Bidang Referensi I 2R I 1R I 12 Gambar 2.3 Perhitungan faktor kopling (K f ) pada transmisi udara ganda Sesuai dengan Persamaan 2.13 maka untuk transmisi udara seperti yang di tunjukkan pada Gambar 2.3, faktor koplingnya (K f ) dapat dihitung sebagai berikut: Impedansi bersama antara kawat tanah dengan kawat fasa (Z 1R ) di mana: Z 1R = Z m : impedansi bersama kawat tanah-kawat fasa [Ω] I 1R : jarak kawat tanah ke bayang-bayang kwt fasa [m] a 1R : jarak kawat fasa ke kawat fasa [m] Impedansi sendiri kawat tanah (Z 11 ) di mana: Z 11 = Z g : impedansi kawat tanah [Ω] 2H 1 : jarak kawat tanah ke bayang-bayang kawat tanah [m] r g : jari-jari kawat tanah [m]

Maka besar faktor kopling (factor coupling atau K f ) adalah: II.3.4 Impedansi Surja (Surge Impedance) pada Transmisi Hantaran Udara Impedansi surja yang diperhitungkan pada bagian ini adalah impedansi surja kawat tanah (Z g ) dan impedansi surja petir (Z s ). Adapun impedansi surja kawat tanah dapat dihitung berdasarkan Persamaan 2.15 yaitu:, sedangkan impedansi surja petir (Z s ) merupakan akar dari perbandingan induktansi dengan kapasitansi yang terjadi pada kawat tanah, dalam hal ini petir menyambar menara atau kawat tanah transmisi udara. Adapun besar imedansi surja petir (Z s ) dapat dihitung sebagai berikut: Induktansi dua kawat penghantar Besar induktansi adalah perbandingan antara fluks gandeng dengan arus yang mengalir dan dapat dihitung sebagai berikut: G 2r 2r I -I H 2H ø e G Gambar 2.4 Perhitungan fluks gandeng antara dua kawat penghantar

Seperti yang ditunjukkan Gambar 2.4, dua kawat penghantar yang identik masing-masing dilalui arus sebesar I dan I, kawat penghantar pembawa arus I merupakan bayangan kawat penghantar yang membawa arus I. Dimana jarak dari pusat konduktor pertama ke pusat konduktor ke dua adalah 2H. Kawat penghantar yang mengalirkan arus I (kawat 1) dari titik tengah kawat sejauh sembarang titik (misalkan x) akan menghasilkan fluks ø e yang berada antara kedua kawat penghantar yaitu dari r ke 2H-r yang disebut fluks diluar kawat 1(fluks eksternal). Fluks eksternal akan menghasilkan fluks sejauh x yaitu sebesar: di mana: ψ 11 : fluks akibat arus pada kawat penghantar 1 [Wb/m] μ 0 μ r : permeabilitas ruang hampa (4π x 10-7 H/m) : permeabilitas relatif, untuk udara μ r = 1,0004 1 [H/m] μ : permeabilitas total (μ r = μ/μ 0 ) r x I : jari-jari kawat penghantar [m] : jarak tak hingga dari pusat kawat penghantar [m] : kuat arus yang mengalir pada kawat penghantar [A] Berdasarkan dampak arus pada konduktor 2. Aturan Flemming menyatakan fluks mempunyai arah sama yang dihasilkan arus pada konduktor 1. Besar fluks gandeng dari arus konduktor 1 pada konduktor 2 adalah: di mana: ψ 12 : fluks gandeng karena pengaruh arus pada kawat penghantar pertama.

Oleh karena itu fluks total yang terjadi karena arus I yang mengalir pada kawat penghantar pertama adalah: Karena 2H >> r, maka fluks total yang dihasilkan oleh kedua konduktor adalah: adalah: Sehingga besar induktansi pada pertengahan kedua kawat penghantar (G G) Maka impedansi surja yang terjadi dapat dihitung sebagai berikut: II.4 Perhitungan Perkiraan Jumlah Gangguan pada Transmisi Hantaran Udara Sistem proteksi transmisi hantaran udara dengan kawat tanah akan dinyatakan baik, jika jumlah perkiraan gangguan yang terjadi pada transmisi tersebut kurang dari satu kali gangguan dalam satu tahun dan demikian untuk sebaliknya. Adapun langkah langkah perhitungan perkiraan jumlah gangguan yang terjadi pada suatu transmisi hantaran udara akibat sambaran petir adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui jumlah sambaran yang mengenai transmisi selama satu tahun, hal ini berdasarkan Persamaan 2.3 dan Persamaan 2.4. Dimana jumlah sambaran ini dipengaruhi oleh isokreaunic level (I kl ), tinggi menara (h t ), tinggi kawat tanah pada pertengahan gawang (h g ) serta jarak antara kawat tanah jika kawat tanah yang dipergunakan lebih dari satu (s g ). Besar gangguan yang terjadi pada menara atau dekat menara diperkirakan 60% dari jumlah sambaran yang mengenai transmisi (N s ). Z S I S n g Z g Z g R tf Gambar 2.5 Besar impedansi sambaran petir yang mengenai menara 2. Sambaran yang mengenai menara seperti yang ditunjukkan Gambar 2.5 akan menghasilkan tegangan pada menara, yang besarnya dipengaruhi oleh: 1). tahanan kaki menara (R tf ) 2). impedansi surja kawat tanah (Z g ) (dihitung berdasarkan Persamaan 2.16) dan 3). impedansi surja petir (Z s ) dihitung berdasarkan Persamaan 2.23. Serta jumlah kawat tanah (n g ) yang dipergunakan pada transmisi, juga mempengaruhi terhadap tegangan antara puncak menara dengan tanah. Dengan mengabaikan impedansi menara, maka besar tegangan yang terjadi antara puncak menara dengan tanah adalah:

di mana: V t : tegangan antara puncak menara dengan tanah [ka] I s : arus puncak petir [ka] n g : jumlah kawat tanah yang dipergunakan 3. Menghitung tegangan yang terjadi pada isolator yang dipengaruhi faktor kopling atau K f dihitung berdasarkan Persamaan 2.17, maka besar tegangan pada isolator dapat dihitung sebagai berikut: di mana:v i : tegangan pada isolator [kv] E m : tegangan maksimum isolator pada keadaan transmisi normal [kv] 4. Menghitung tegangan lewat denyar isolator Untuk isolator standar (146 x 254 mm) satu keping (disc) rata-rata pada 2μs 50% nilai tegangan lewat denyar (flashover) adalah 125 kv pada keadaan udara kering dan 80 kv pada keadaan udara basah. Sehingga semakin banyak keping isolator yang dipergunakan maka tegangan lewat denyar isolator itu akan semakin besar juga dan perlindungan terhadap sambaran petir transmisi juga akan semakin baik. 5. Menghitung besar arus surja yang akan menyebabkan terjadinya lewat denyar (flashover) pada isolator. Adapun perhitungan besar arus surja berdasarkan pada Persamaan 2.23 dan Persamaan 2.24. 6. Menghitung probabilitas arus petir. Adapun besar probabilitas arus petir dapat dihitung melalui Persamaan 2.25 dan Grafik 2.1. Penggunaan Grafik 2.1 hanya jika besar arus petir sama atau lebih besar dari 78,33 ka (I s 78,33 ka). Sedangkan penggunaan Persamaan 2.25, jika arus petir (I s ) kurang dari 78,33 ka (I s < 78,33 ka).

p i : probabilitas arus petir Grafik 2.1 Probabilitas dari peristiwa arus sambaran petir 7. Menghitung jumlah gangguan yang terjadi pada transmisi, dimana sambaran mengenai menara atau kawat tanah transmisi dekat menara. Jumlah gangguan ini dapat dihitung sebagai berikut: di mana: p i : probabilitas arus puncak dari arus surja p t : bagian gangguan yang mengenai menara atau dekat menara [0,6] N s : jumlah sambaran yang mengenai menara atau dekat menara [sambaran/100km-tahun]