BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN"

Transkripsi

1 21 BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN 3.1 Sistem Penangkal Petir Kilat yang terjadi saat hujan badai berasal dari muatan listrik yang timbul dari aliran udara didalam awan. Perbedaan timbunan muatan listrik membangkitkan kilatan petir dalam awan, antara gumpalan awan yang satu dengan yang lain, atau antara awan dengan bumi. Kilat biasanya terjadi di ketinggian antara 10 km dan menimbulkan kilat sampai sepuluh kilatan dalam satu menit, namun sebagian besar tidak terlihat karena terjadi didalam awan. Adakalanya kilat menyambar bumi dan dapat menimbulkan kebakaran, melukai manusia atau bahkan membunuhnya. Salah satu sifat dari muatan listrik adalah saling tarik menarik antara muata positif dan negative. Sifat ini digunakan alat penangkal petir untuk menarik petir dan menyalurkannya ke tanah sebelum petir itu menyambar bangunan. Petir merupakan kejadian alam dimana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik tersebut diawali dengan mengumpulnya uap air didalam awan. Ketingian antara permukaan atas dan permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km dengan 21

2 22 temperature bagian Bawah 60 F dan temperature bagian atas sekitar -60 F. Akibatnya, didalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es. Karena di dalam awan terdapat angin kesegala arah, maka Kristal-kristal es tersebut akan saling bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan muatan negative. Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran petir. Pelepasan muatan listrik dapat terjadi di dalam awan, antara awan dengan awan, dan awan dengan bumi. Tergantung dari kemampuan udara dalam menahan beda potensial yang terjadi. Petir yang kita kenal sekarang ini terjadi akibat awan dengan muatan tertentu menginduksi muatan yang ada di bumi. Bila muatan yang berada di dalam awan bertambah besar, maka kekuatan induksi pun bertambah besar. Sehingga beda potensial antara awan dengan bumi juga semakin besar. Kejadian ini diikuti pelopor menurun dari awan dan diikuti pula dengan adanya pelopor naik dari bumi yang mendekati pelopor menurun. Pada saat itulah terjadi apa yang dinamakan petir. Petir yang ditarik kemudian disalurkan ke dalam tanah. Macam-macam konduktor dapat digunakan untuk mengalirkan energy petir ke tanah. Karakteristik yang utama adalah steel frame, bare cooper, dan coaxial cable. Sedangkan untuk grounding terminal dapat berupa batan gtembaga, lempeng tembaga atau kerucut tembaga. Semakin luas permukaan terminal dan semakin rendah tahanan tanah, maka semakin baik sistem pentanahannya. Panjang kanal petir dapat mencapai beberapa kilometer dengan rata-rata 5 km. Kecepatan pelopor menurun dari awan dapat mencapai 3% dari kecepatan

3 23 cahaya. Sedangkan kecepatan pelepasan muatan balik mencapai 10% dari kecepatan cahaya. Dengan pemasangan penangkal petir tidak menambah atau mengurangi kemungkinan suatu bangunan tersambar petir. Akan tetapi bila terjadi sambaran petir arusnya akan disalurkan ke tanah lewat instalansi penyalur sehingga bangunan dan peralatan di dalamnya terlindungi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, antara lain : 1. Penangkal petir sistem franklin 2. Penangkal petir sistem faraday Sistem Penangkal Petir Franklin Pengamanan bangunan terhadap sambaran petir dengan menggunakan sistem penangkal petir franklin banyak digunakan karena hasil perlindungannya terhadap bangunan cukup baik, terutama pada bangunan-bangunan gedung bertingkat yang beratap runcing, seperti gereja, menara, dan gedung sekolah. Sistem penangkal petir franklin berbentuk sebuah batang logam dengan bentuk runcing pada bagian ujung batang logamnya. Ujung batang penangkal petir ini dibuat runcing bertujuan agar pada saat terjadi aktifitas penumpukan muatan di awan, maka diujung itulah akan terinduksi muatan dengan rapat muatan yang relative lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan yang terdapat pada bangunan yang dilindungi. Dengan demikian sambaran akan terjadi pada ujung penangkal petir tersebut. Batang penagkal petir ini kemudian disalurkan ketanah melalui penghantar ke batang elektroda yang berada didalam tanah. Tujuan dari saluran pentanahan

4 24 ini adalah untuk melindungi gedung dan menyalurkan aliran arus akibat sambaran petir kedalam tanah, sehingga tidak terjadi hal-hal yang membahayakan Sistem Penangkal Petir Faraday Sistem penangkal petir faraday adalah sistem penagkal petir hasil dari pengembangan penangkal petir franklin. Kerja dari sistem panagkal petir faraday sama dengan sistem penangkal petir franklin. Perbedaannya hanya pada penggunaan ujung penangkal petirnya. Dimana pada sistem penangkal petir franklin digunakan batang-batang penangkal petir yang vertikal, sedangkan pada sistem penangkal petir faraday menggunakan konduktor horizontal. Sambaran petir biasanya menyambar bagian-bagian yang berbentuk runcing pada atap bangunan. Oleh karena itu maka pada bagian-bagian yang berbahaya tersebut perlu dipasang konduktor horizontal yang berfungsi sebagai objek sambaran kilat, sehingga bagian lain pada atap bangunan juga terlindungi. Prinsip dari perlindungan penangkal petir faraday adalah konduktorkonduktor dipasang secara horizontal pada atap bangunan lalu dihubungkan dengan saluran penghantar yang terhubung dengan elektroda pengetanahan dari bangunan. Untuk gedung yang dipenuhi dengan peralatan elektronik sangkar faraday dan franklin tidak dianjurkan karena medan yang ditimbulkan ketika terjadi sambaran petir dapat menggangu kinerja dari perangkat elektronik, terutama untuk perangkat elektronik yang menggunakan sinyal.

5 Sistem Perlindungan Penangkal Petir Melihat akibat sambaran petir sangat berbahaya, maka muncullah berbagai usaha untuk mengatasi sambaran petir. Teknik penangkal petir pertama kali ditemukan oleh Benyamin Franklin pada tahun 1749 di Amerika. Jenis penangkal petir Franklin ini menggunakan interceptor (terminal udara) yang dihubungkan dengan konduktor metal ketanah. Teknik ini selanjutnya terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang efektif. Dalam teknik penangkal petir dikenal 2 macam sistem, yaitu : 1. Sistem penangkal petir 2. Dissipation array system (DAS) Sistem penangkal petir Sistem ini menggunakan ujung metal yang runcing sebagai pengumpul muatan dan diletakan pada tempat yang tinggi. Sehingga diharapkan petir menyambar ujun metal tersebut terlebih dahulu. Sistem ini memiliki kelemahan di mana apabila sistem penyalur arus petir ke tanah tidak berfungsi dengan baik, maka ada kemungkinan terjadi kerusakan pada peralatan elektronik yang sangat peka terhadap medan transien. Ada beberapa macam alat penangkal petir yang biasa digunakan, yaitu : a. Franklin Rod, berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa kerucut imajiner dengan sudut puncak Agar daerah perlindungan besar, franklin rod dipasang dengan pipa besi dengan ketinggian 1-3

6 26 meter. Franklin Rod dapat dilihat berupa tiang-tiang runcing pada atap bangunan. b. Faraday Cage, untuk mengatasi kelemahan franklin Rod karena adanya daerah yang tidak terlindungi. Dan daerah dimana perlindungan melemah bila jarak makin jauh dari Franklin Rod, maka dibuat sistem Faraday Cage. Faraday Cage mempunyai sistem dan sifat seperti Franklin Rod, akan tetapi pemasangannya diseluruh permukaan atap dengan tinggi tiang yang lebih rendah. c. Ionization Corona, yang bersifat menarik petir untuk menyambar ke kepalanya dengan cara haluan memancarkan ion-ion ke udara. Kerapatan ion makin besar bila jarak ke kepalanya semaikn dekat. Pemancaran ion dapat dilakukan dengan cara menggunakan enerator listrik atau baterai cadangan (generated ionization) atau secara alamiah (natural ionization). Area perlindungan sistem ini berupa bola dengan radius mencapai 120 meter. Dan radius ini akan mengecil sejalan dengan bertambahnya umur pemakaian. Sistem ini dapat dikenali dari kepalanya yang dikelilinggi 3 bilah pembangkit beda potensial dan dipasang pada tiang tinggi. d. Radioaktif, meskipun merupakan sistem penarik petir terbaik namun pemakaiannya sudah dilarang. Karena radius yang dipancarkannya dapat menggangu kesehatan manusia. Selain itu sistem ini aka berkurang radius pengamanannya bersamaan dengan waktu radioaktifnya.

7 Dissipation Array System (DAS) Sistem ini menggunakan banyak ujung runcing (point discharge) dimana setiap bagian benda yang runcing akan mengarahkan muatan listrik dari benda itu sendiri ke molekul udara disekitarnya. Sistem ini mengakibatkan turunnya beda potensial antara awan dengan bumi. Sehinga menggurangi kemampuan awan melepaskan muatan listriknya. 3.3 Instalasi Penangkal Petir Instalansi penangkal petir adalah instalansi suatu sistem dengan komponen-komponen dan peralatan-peralatan yang secara keseluruhan berfungsi untuk menangkap sambaran petir dan menyalurjaknnya ke tanah. Sehingga semua bagian dari bangunan beserta isinya dapat terlindungi dari bahaya sambaran petir. Instalansi penangkal petir terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut : 1. Penangkal diatas tanah, ialah penghantar yang dipasang diatas atap sebagai penangkap petir, berupa batang elektroda logam yang dipasang dengan posisi tegak lurus. 2. Penghantar pada dinding atau didalam bangunan sebagai penyalur arus petir ke tanah. Penghantar ini terbuat dari tembaga, baja galvanis atau alumunium. 3. Elektroda-elektroda tanah, seperti : a. Elektroda pita (strip) yang ditanam pada tanah dengan kedalaman minium 0,5-1 m dari permukaan tanah. b. Elektroda batang, dari pipa atau besi baja profil yang ditanam tegak lurus pada tanah dengan kedalaman 2 m.

8 28 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan memasang sistem penangkal petir adalah : Keamanan secara teknis, tanpa mengabaikan faktor-faktor keserasian arsitektur. Perhatian utama harus ditujukan kepada nilai perlindungan terhadap sambaran petir yang efektif. Penampang hantaran-hantaran pentanahan yang baik untuk digunakan. Ketanahan mekanis. Ketahanan terhadap korosi. Bentuk dan ukuran bangunan yang dilindungi. Faktor ekonomis.

9 29 Tabel 3.1 Ukuran dan bahan dari instalasi penangkal petir No Nama Komponen Jenis Penangkal Petir Bahan Bentuk Ukuran Penangkal tegak Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Baja Galv Silinder pejal 25 mm x 3 mm 1.2 Batang tegak Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm 1.3 Penangkap Datar Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Pilin 50 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm 2 Penghantar Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Pilin 50 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm 3 Elektroda Pentanahan Tembaga Silinder pejal 10 mm Pita pejal 25 mm x 3 mm Baja Galv Silinder pejal 10 mm Pipa pejal 25 mm x 3 mm Tempat-tempat yang tak terhindarkan dari sambaran petir dan memerlukan sistem penangkal petir, seperti : 1. Tempat lapangan terbuka ( stadion sepak bola ). 2. Gedung-gedung bertingkat. 3. Transformator pada gardu induk. 4. Mercusuar.

10 30 Pada tempat-tempat seperti itulah perlu sekali mengunakan sistem penangkal petir. Apabila pada tempat-tempat tersebut sudah menggunakan sistem perlindungan penangkal petir, maka kecil kemungkinan akan terjadi sambaran petir terhadap bangunan tersebut. Karena arus listrik yang dihasilkan oleh petir sangat berbahaya bagi manusia, seperti yang ditunjukan pada table berikut ini : Kuat Arus Yang Mengalir Pada Tubuh Tabel 3.2 Pengaruh arus listrik pada tubuh manusia Pengaruh Pada Organ Tubuh Manusia Waktu Tahan Tubuh Tegangan Yang Ditanahkan Jika R= 500 Ω 0,5 ma Terasa mulai kaget Tidak tertentu 2,5 V 1 ma Terasa jelas Tidak tertentu 5 V 2 m Mulai kejang Tidak tertentu 10 V 5 ma Kejang keras Tidak tertentu 25 V 10 ma Sulit untuk melepaskan Tidak tertentu 50 V pegangan 15 ma Kejang dan terasa nyeri 15 sekon 75 V 20 Ma Nyeri berat 5 sekon 100 V 30 ma Nyeri yang tak 1 sekon 150 V tertahankan 40 ma Tidak sadarkan diri 0,2 sekon 200 V Arus listrik antara mili Ampere sudah dapat mengkibatkan kematian karena manusia yang terkena alirannya sudah sulit untuk melepaskan pegangannya. Tahanan kulit manusia dalam keadaan kering kohm, sedangkan dalam keadaan basah 1 kohm. Tegangan yang diangap aman adalah 50 volt nominal kebawah.

11 Analisis Biaya Manfaat Sistematis Penangkal Petir Pengadaan instalansi penangkal petir meliputi penangkal petir eskternal dan penangkal petir internal. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem penangkal petir, teknologi, dan biaya investasi yang diperlukan ditentukan oleh tingkat perlindungan penangkal petir yang diinginkan. Sedangkan tingkat perlindungan yang diinginkan ditentukan oleh jenis, tipe, fungsi bangunan serta peralatan yang dilindungi dan resiko bila terjadi kegagalan perlindungan. Tingkat perlindungan suatu sistem penangkal petir di kelompokan menjadi 3, yaitu : 1. Tingkat perlindungan biasa atau normal, yaitu untuk bangunan-bangunan biasa yang bila terjadi kegagalan perlindungan tidak menyebabkan bahaya beruntun, seperti bangunan perumahan, dan gedung-gedung sekolah. 2. Tingkat perlindungan tinggi, yaitu untuk bangunan-bangunan perkantoran atau instalansi yang jika terjadi kegagalan perlindungan maka akan dapat berbahaya bagi keselamatan jiwa atau dapat menimbulkan bahaya yang besar, seperti instalansi eksplosif mudah meledak, instalansi komunikasi penting, dan bangunan-bangunan dengan tingkat penggunaan tinggi yang terdapat banyak orang didalamnya. 3. Tingkat perlindungan sangat tinggi, yaitu untuk bangunan atau instalansi yang jika terjadi kegagalan perlindungan dapat menyebabkan bahaya yang sangat besar dan tidak terkendali, seperti PLTN, PLTA, PLTU dan Pertamina. Biaya investasi yang diperlukan untuk ketiga tingkat perlindungan diatas pada dasarnya terbagi dalam biaya instalansi penangkala petir eksternal dan

12 32 instalansi penangkal petir internal. Dan minimisasi biaya total dapat dilakukan dengan menerapkan konsepsi bahwa instalansi penangkal petir eksternal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari instalansi penangkal petir internal. 3.5 Analisa Kriteria Kebutuhan Instalansi Penangkal Petir Besar kebutuhan gedung akan instalansi penangkal petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan, serta bahaya yang ditimbulkan bila bangunan tersambar petir. Besar kebutuhan instalansi penangkal petir ditentukan dengan persamaan berikut : PB = A + B + C + D + E...(3.1) Dimana : A = Penggunaan bangunan B = Konstruksi bangunan C = Situasi bangunan D = Tinggi bangunan E = Pengaruh kilat Untuk mengetahui kebutuhan isntalansi penangkal petir dapat dihitung dengan menyumblahkan data yang dimiliki oleh gedung berdasarkan nilai indeks yang ditetapkan. Semakin besar jumlah yang didapat, maka semakin besar pula kebutuhan gedung akan instalansi penangkal petir.

13 Hari guruh Hari guruh adalah hari dimana terdengar minimal 1 kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam waktu satu tahun disebut Isokreaunic Level dan biasa ditulis dalam simbol IKL. Indonesia terletak didaerah khatulistiwa yang panas dan lembab, sehingga terjadinya hari guruh (IKL) yang sangat tinggi dibandingkan daerah lainnya ( hari pertahun). Bahkan didaerah cibinong sempat tercatat pada Guinnes Book Of Record 1988 dengan jumlah 322 petir pertahun. Berikut tabel rata-rata hari guruh pertahun di beberapa negara dan di Indonesia : Tabel 3.3 Hari Guruh Dunia pertahun (IKL) Negara Hari guruh/tahun Argentina Brazil Hongkong Indonesia Singapore Malaysia Thailand Tabel 3.4 Hari guruh di Kalimantan dan Sumatera Lokasi Sumatera Hari Lokasi Hari guruh/tahun guruh/tahun Kalimantan Sabang 39 Pontianak 117 Medan 130 Balikpapan 95 Pekanbaru 36 Banjarmasin 84 Padang 64 Singkawang 109 Palembang 125 Bengkulu 37 Jambi 124 Tanjung Karang 45

14 34 Tabel 3.5 Hari guruh di pulau Jawa Lokasi Hari guruh/tahun Lokasi Hari guruh/tahun Jakarta 126 Yogyakarta 126 Tangerang 45 Solo 72 Bandung 102 Madiun 136 Tasikmalaya 73 Malang 149 Tegal 46 Semarang 39 Cilacap 80 Banyuwangi 124 Tabel 3.6 Hari guruh di Irian Jaya Lokasi Hari guruh/tahun Lokasi Hari guruh/tahun Sorong 98 Biak 133 Wawena 57 Merauke 85 Kalimana 118 Jayapura 74 Kerapatan sambaran petir ke tanah (ground flash density) adalah jumlah sambaran petir ke tanah yang terjadi dalam satu tahun pada suatu daerah yang luasnya dalam satuan. Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir ke tanah dengan hari guruh tahun tertera pada tabel 3.7. Pada setiap daerah memiliki nilai kerapatan sambaran petir ke tanah yang berbeda-beda. Untuk wilayah Indonesia sendiri dalam menentukan jumlah kerapatan sambaran petir yang terjadi, dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : = 0.15 (3.2) Dimana : Ikl = Hari guruh/tahun.

15 35 Tabel 3.7 Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir dan hari guruh tahunan No Lokasi Kerapatan sambaran petir (Ns) Peneliti 1 India 0.10 Ikl Aiya (19968) 2 Rhodesia 0.14 Ikl Anderson & Jenner (1954) 3 Afrika selatan (Ikl Anderson & Erikson (1954) 4 Swedia (Ikl Muller & Hillbernd (1964) 5 Inggris 0.15 Ikl Stringfellow (1974) 6 USA (utara) 0.11 Ikl Horn & Ramsey (1951) 7 USA (selatan) 0.17 Ikl Horn & Ramsey (1951) 8 Rusia (Ikl Kolokolov & Pavlova (1972) 9 Dunia iklim sedang 0.15 Ikl Brooks (1950) 10 Dunia iklim tropis 0.13 Ikl Brooks (1950) 11 USA 0.10 Ikl Anderson (1968) 12 USA 0.15 Ikl Brown & Whitehead (1969) 3.7 Parameter Petir Parameter petir adalah rumusan yang diperoleh dari penelitian tentang sambaran petir Rumusan ini dapat dipakai sebagai acuan dalam menganalisa masalah petir dan serta sistem proteksinya. Setiap sambaran petir selalu diikuti dengan arus puncak yang mempunyai bentuk gelombang khusus, yaitu merupakan bentuk gelombang berjalan yang berbentuk impuls. Nilai arus puncak ini akan naik dalam waktu yang cepat dan menurun dalam waktu lambat. Hal yang diperlukan dalam menganalisa parameter petir ini berkaitan dengan nilai kepadatan sambaran petir ke tanah (Ng), Arus puncak petir (i), Muatan arus petir (Q), kecuraman arus petir (di/dt)maks Kepadatan Sambaran Petir ke Tanah Kepadatan sambaran petir dipengaruhi oleh jumlah hari guruh pertahun (IKL) yang terjadi pada suatu daerah tersebut. Semakin besar jumlah hari guruh pertahun pada suatu daerah semakin besar pula kemungkinan daerah tersebut

16 36 terkena sambaran petir. Densitas sambaran petir ke tanah (Ng) dinyatakan dalam sambaran ke tanah per kilometer/segi pertahunnya. Dan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut : (3.3) Dimana : Td = Jumlah hari guruh per tahun Arus Puncak Petir Arus puncak petir merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan besar tegangan yang terjadi pada saat terjadi sambaran petir. Besar arus petir juga biasa digunakaan untuk mengukur besar jarak sambaran petir terhadap suatu objek. Untuk menghitung besar arus puncak petir dapat menggunakan rumus persamaan berikut : (3.4) Dimana : I = Arus puncak petir (KA) Li = Derajat lintang daerah yang bersangkutan Ng = Kepadatan sambaran petir ( A = Ketinggian awan terdekat (meter) Muatan Arus Petir Ketika kuat medan listrik di awan melebihi harga kuat medan udara (30 kv/cm) maka akan terjadi lidah pelopor (pilot stremer) yang menentukan arah

17 37 perambatan lidah petir (leader) dari awan ke udara. Gerakan lidah pelopor diikuti lompatan-lompatan titik cahaya yang jalannya terpatah-patah (step leader). Terjadinya sambaran petir selalu diawali oleh lidah-lidah petir yang bergerak turun (downward leader) dari awan yang bermuatan. Semakin besar muatan arus petir, maka beda potensial antara awan dan tanah semakin besar medan listrik yang terjadi. Jika medan listrik yang ditimbulkan melebihi kuat medan tembus udara ke tanah maka akan terjadi pelepasan muatan listrik. Besar muatan arus petir dapat dicari dengan mengunakan persamaan berikut : Q = 1.13 x C.(3.5) Dimana : I = Arus puncak petir (KA) Kecuraman Maksimum Arus Petir Kecuraman arus petir maksimum terjadi pada tegangan induksi elektromagnetis pada jaringan yang terdapat pada suatu penghantar yang tertutup maupun terbuka yang dilalui arus petir. Kecuraman arus petir dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut : (di/dt = 1,2 x Ka/μs.(3.6) Dimana : I = Arus puncak petir (KA) 3.8 Menentukan Luas Daerah Sambaran Petir Menentukan luas daerah sambaran petir pada suatu bangunan sangatlah penting. Hal ini dilakukan untuk mengetahui cakupan dari sistem perlindungan penangkal petir yang nantinya akan digunakan pada bangunan-bangunan ataupun

18 38 gedung perkantoran. Indonesia memiliki jumlah hari guruh yang besar yaitu 260 hari. Sehingga intensitas terjadinya sambaran petir pada suatu daerah sangatlah tinggi. Intensitas arus petir sangatlah mempengaruhi luas daerah sekitar bangunan yang menarik untuk tersambar petir. Semakin besar intensitas dari arus petir, semakin besar pula daerah yang menarik untuk tersambar petir karena jarak terkaman petir semakin besar. Menurut R.H. Golde luas daerah yang menarik untuk tersambar petir dapat ditentukan dengan beberapa persamaan berikut : Menghitung luas daerah bangunan yang menarik untuk sambaran petir (FE) dalam....(3.7) Dimana : P = Panjang bangunan (m) L = Lebar bangunan (m) H = Tinggi bangunan (m) Menghitung besar jumlah sambaran petir (Ne) per hari/ berdasarkan letak garis lintang geografis bangunan yang bersangkutan (λ). Ne = (0,1 + 0,35 sin λ) (0,4 ± 0,2) [ ]..(3.8) Menghitung jumlah sambaran petir/tahun (F). F = Ne. IKL...(3.9) Menghitung besar kemumgkinan suatu bangunan tersambar petir/tahun (Np). Np = Fe x (3.10)

19 Sistem Perlindungan Bola Gulir Sistem perlindungan penangkal petir pada PT. Graha Menara Hijau menggunakan sistem perlindungan bola gulir (rolling sphere). Metode bola gulir ini digunakan untuk mengidentifikasi ruang proteksi dari luas dan keliling bangunan gedung. Radius bola (R) digulirkan pada sekeliling bangunan gedung hingga bertemu dengan bidang tanah atau bangunan gedung permanen yang berhubungan dengan bumi yang mampu bekerja sebagai konduktor petir. Pada metode bola gelinding, ruang proteksi merupakan daerah antara perpotongan bidang referensi bangunan dan keliling bola gelinding. Pada tabel 3.8 akan diperoleh besar jari-jari rolling sphere pada gedung. Tabel 3.8 Penempatan Terminal Udara Berdasarkan Tingkat Proteksi Tingkat proteksi h (m) R (m) 20 α 30 α 45 α 60 α Lebar jaring (m) I * * * 5 II * * 10 III * 10 IV * Hanya digunakan untuk metode rolling sphere dan mesh Keterangan : h = tinggi terminal udara dari permukaan tanah R = Radius bola gulir α = Sudut lintang Gambar 3.1 Metode Rolling Sphere

20 40 Metode ini berdasarkan elektrogeometri dimana ruang proteksinya adalah daerah perpotongan antara bidang referensi bangunan dan keliling bola gelinding. Untuk mencari luas perlindungan (L) bola gelinding. Dapat menggunakan persamaan berikut : L =.(3.11) Atau keliling bangunan L = 4 π..(3.12) Dimana : L = Luas perlindungan ( r = Jari-jari 3.10 Pengukuran Tahanan Pembumian Pengukuran tahanan pembumian atau tahanan jenis tanah dilakukan untuk mengetahui besaran tahanan tanah pada area gedung yang bersangkutan. Tanah merupakan campuran dari partikel-partikel padat, cair, dan gas. Variasi tahanan jenis tanah dapat dilihat pada tabel 3.9 di bawah ini : Tabel 3.9 Spesifikasi Tahanan Jenis Tanah No Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ωm) 1 Tanah berair,tanah humus dan lembab 30 2 Tanah liat dan tanah pertanian Tanah liat berpasir Tanah berpasir lembab Tanah berpasir kering Koral dengan kondisi lembab Koral dengan kondisi kering Tanah berbatu 3000

21 41 Dengan berpedoman nilai tahanan tanah yang tertera pada tabel 3.9. Nilai tahanan pembumian juga dapat dicari dengan persamaan berikut : R =..(3.13) Dimana : R = Tahanan pembumian (Ω) ρ = Tahanan jenis tanah (Ωm) L = Panjang batang elektroda pentanahan (m) A = Luas penampang pentanahan ( ) 3.11 Pengukuran Jarak Aman Pentanahan Sistem pembumian bertujuan untuk menyalurkan arus listrik maupun gangguan-gangguan lainnya yang terjadi akibat sambaran petir ke dalam tanah. Keamanan dalam sistem pentanahan juga sangat perlu sekali diperhatikan. Agar efek yang ditimbulkan dapat dinetralisir dan tidak menimbulkan gangguangangguan terhadap gedung, perangkat elektronik, maupun orang-orang yang berada di atas permukaan tanah. Untuk itulah pengukuran jarak aman pembumian sangat perlu dilakukan. Jarak aman sistem pembumian dari gedung atau logam terdekat dari permukaan tanah dapat dicari dengan persamaan berikut : D =. R..(3.14) Dimana : D = Jarak aman sitem pembumian R = Tahanan pembumian (Ω)

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA 4.. PENANGKAL PETIR DI PT. BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA Sambaran petir terhadap bangunan dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut BAB II DASAR TEORI II.1 Hari Guruh Tahunan Isokreaunic Level (I kl ) Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 2014 dengan mengambil tempat di Gedung UPT TIK UNILA. 3.2

Lebih terperinci

SISTEM PENANGKAL PETIR

SISTEM PENANGKAL PETIR SISTEM PENANGKAL PETIR UTILITAS BANGUNAN JAFT UNDIP zukawi@gmail.com 081 2281 7739 PETIR Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN 4.1 Umum Pada setiap gedung yang mempunyai ketinggian yang relatif tinggi diharapkan mempunyai sistem penangkal petir

Lebih terperinci

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK 2.1 Umum Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang dari normal. Gangguan yang terjadi pada waktu sistem tenaga listrik

Lebih terperinci

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan

Lebih terperinci

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT Electrical engineering Dept Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM Petir adalah suatu fenomena alam, yang pembentukannya berasal dari terpisahnya muatan di dalam awan cumulonimbus

Lebih terperinci

BAB III IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

BAB III IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH 27 BAB III IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH 3.1 IDENTIFIKASI MASALAH Permasalahan yang timbul akibat kerusakan, mungkin terjadi pada peralatan elektronika dan listrik di gedung ANZ Tower yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR 2.1. UMUM Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik statik di udara yang dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 1. Mulai Alur penelitian di mulai dengan mecari teori yang berkaitan dengan judul dan metode skripsi selengkap mungkin 2. Studi Teory Setelah mendapatkan teori

Lebih terperinci

BAB II PETIR DAN PENANGKAL PETIR

BAB II PETIR DAN PENANGKAL PETIR 4 BAB II PETIR DAN PENANGKAL PETIR 2.1 PETIR 2.1.1 Pengertian Petir Petir adalah suatu gejala listrik yang terjadi di atmosfir, yang timbul kalau terjadi banyak kondensasi dari uap air dan ada arus yang

Lebih terperinci

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al.

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al. Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung W Universitas Kristen Petra Emmy Hosea, Edy Iskanto, Harnyatris M. Luden FakultasTeknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Petir Petir adalah suatu fenomena alam, terjadinya seringkali mengikuti peristiwa hujan baik hujan air atau hujan es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya lidah api

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA Abdul Syakur, Yuningtyastuti a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan TUGAS AKHIR Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

by: Moh. Samsul Hadi

by: Moh. Samsul Hadi by: Moh. Samsul Hadi - 6507. 040. 008 - BAB I Latar Belakang PT. Unilever Indonesia (ULI) Rungkut difokuskan untuk produksi sabun batangan, deo dan pasta gigi PT. ULI Rungkut mempunyai 2 pabrik produksi,

Lebih terperinci

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR 2.1. TEORI TENTANG PETIR Petir merupakan kejadian alam yang selalu melepaskan muatan listriknya ke bumi tanpa dapat dikendalikan dan menyebabkan kerugian harta

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR 2.1 Umum Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung. Didasarkan pada

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Petir Petir adalah sebuah cahaya yang terang benderang yang dihasilkan oleh tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan awan atau awan ke tanah. Sering kali terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Lightning Arrester merupakan alat proteksi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat

Lebih terperinci

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT Presented by dhani prastowo 6408 030 033 PRESENTASI FIELD PROJECT Latar Belakang Masalah Kesimpulan dan Saran Identifikasi Masalah Isi Pengumpulan dan pengolahan data Tinjauan Pustaka Metodologi Penelitian

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR BAB II TEORI DASAR 2.1 Proses terjadinya sambaran petir Proses pelepasan muatan antara awan dan bumi sama seperti peristiwa tembus antara dua buah elektroda. Agar terjadi pelepasan muatan, perbedaan tegangan

Lebih terperinci

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN Siti Saodah 1,Aji Tri Mulyanto 2, Teguh Arfianto 3 1. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 2. Teknik Elektro Institut Teknologi

Lebih terperinci

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **)

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **) Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **) PENDAHULUAN Petir, kilat, atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Tentang Petir Petir adalah sebuah cahaya terang benderang yang dihasilkan oleh tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan-awan atau awan ke tanah. Biasanya terjadi,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang dari normal. Gangguan yang terjadi pada waktu sistem tenaga listrik dapat menyebabkan terhentinya pelayanan

Lebih terperinci

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X Perancangan Instalasi Penangkal Petir Eksternal Gedung Bertingkat (Aplikasi Balai Kota Pariaman) Oleh: Sepannur Bandri Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Padang

Lebih terperinci

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI Seperti kita ketahui bahwa kilat merupakan suatu aspek gangguan yang berbahaya terhadap saluran transmisi yang dapat menggagalkan keandalan dan keamanan sistem tenaga

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PENENTUAN KEBUTUHAN PROTEKSI PETIR PADA GEDUNG TEKNIK ELEKTRO UNDIP DENGAN ADANYA BANGUNAN MENARA BASE TRANSCEIVER STATION Tri Suhartanto*, Juningtyastuti **, Abdul Syakur **

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan Pendidikan Program Stara Satu Fakultas Teknik Disusun

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR Maula Sukmawidjaja, Syamsir Abduh & Shahnaz Nadia Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR

BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR 27 BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR 3.1 Sejarah Proteksi Petir Proteksi petir pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Benyamin Franklin sekitar tahun 1752. Sebelumnya petir pada saat itu masih dianggap sebagai

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover oleh : Putra Rezkyan Nash 2205100063 Dosen Pembimbing : 1. I G N Satriyadi H,ST,MT. 2. Dr.Eng.I Made Yulistya N,ST,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dari hasil data yang di peroleh saat melakukan penelitian di dapat seperti pada table berikut ini. Tabel 4.1 Hasil penelitian Tahanan (ohm) Titik A Titik

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA NAMA : Abdul Yasin NPM : 10411032 JURUSAN : Teknik Elektro PEMBIMBING : Dr. Setiyono, ST.,MT.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan gedung rumah sakit permata hijau dengan keadaan sistem proteksi telah terpasang (sudah ada sistem proteksi

Lebih terperinci

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN Oleh : Nina Dahliana Nur 2211106015 Dosen Pembimbing : 1. I Gusti Ngurah Satriyadi

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR

BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR 5 BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR 2.1 Umum Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah sambaran petir. Mengingat letak geografis Indonesia yang di lalui garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S. OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.T, MT ABSTRAK Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang

1 BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang dibangkitkan oleh badai awan petir dengan pengaliran impuls yang tinggi dan dalam waktu

Lebih terperinci

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 ANALISIS PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN ELEKTRODA PEMBUMIAN SECARA HORIZONTAL TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT DAN TANAH PASIR

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA Yudi Ugahari, Iwa Garniwa Laboratorium Tegangan Tinggi dan Pengukuran

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENANGKAL PETIR TIPE EMISI ALIRAN MULA ( EARLY STREAMER EMISSION ) GUNA MENGURANGI DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT

IMPLEMENTASI PENANGKAL PETIR TIPE EMISI ALIRAN MULA ( EARLY STREAMER EMISSION ) GUNA MENGURANGI DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT IMPLEMENTASI PENANGKAL PETIR TIPE EMISI ALIRAN MULA ( EARLY STREAMER EMISSION ) GUNA MENGURANGI DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT SUJITO Abstrak: Petir merupakan fenomena alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori A. Fenomena Petir Proses awal terjadi petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas bumi. Pembentukan awan bermuatan disebabkan karena adanya kelembaban

Lebih terperinci

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri Tentang Petir SEKELUMIT TENTANG PETIRÂ ( BAGIANÂ I) Intisari Petir merupakan kejadian alam yang selalu melepaskan muatan listriknya ke bumi tanpa dapat dikendalikan dan menyebabkan kerugian harta benda

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP Surya Parman Nasution, S.T 1 *, Ir. Yani Ridal, M.T. 1, Ir. Arzul, M.T 1 1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR 2.1 Pendahuluan Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Menurut batasan fisika, petir adalah lompatan bunga api raksasa antara dua massa

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP Oleh : Augusta Wibi Ardikta 2205.100.094 Dosen Pembimbing : 1. I

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS (Studi Kasus Di Gedung Perpustakaan Universitas Andalas) TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI 167 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman langsung terhadap peralatan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA 50 BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA 4.1 Lokasi Pengambilan Data Instalasi Pengolahan Air Cikokol adalah tempat pengolahan air baku yang berasal dari sungai Cisadane yang diproses menjadi air minum berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG JETri, Volume 13, Nomor 2, Februari 2016, Halaman 61-72, ISSN 1412-0372 ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG Ishak Kasim, David

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1989 T E N T A N G PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1989 T E N T A N G PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1989 T E N T A N G PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa tenaga kerja dan

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang pengertian dan fungsi dari elektrode bumi. 2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara dan aturan-aturan

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA SEKRIPSI Jurusan Teknik Elaktro Nama : AAN TABRANI NIM : 41405120056 FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung Rumah Sakit Permata Hijau Berdasarkan data gedung utama Rumah Sakit Permata Hijau dan data hari guruh tahun 2010 propinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

Nurudh Dhuha

Nurudh Dhuha Nurudh Dhuha 6507 040 030 PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Latar Belakang Di Pabrik Tuban

Lebih terperinci

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG II.1. Umum (3) Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga untuk menjamin keamanan manusia yang menggunakan peralatan

Lebih terperinci

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA 3.1. Pendahuluan Setiap bahan isolasi mempunyai kemampuan menahan tegangan yang terbatas. Keterbatasan kemampuan tegangan ini karena bahan isolasi bukanlah

Lebih terperinci

EVALUASI INSTALASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL PADA GEDUNG XYZ

EVALUASI INSTALASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL PADA GEDUNG XYZ EVALUASI INSTALASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL PADA GEDUNG XYZ 1 Sonia Hapsari Budi Utami, 2 Amien Rahardjo. Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan, dan instalasi dengan bumi atau tanah sehingga dapat mengamankan

Lebih terperinci

a. Bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan produktivitasnya.

a. Bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan produktivitasnya. MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NO. : PER. 02/MEN/1989 TENTANG PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR MENTERI TENAGA KERJA : Menimbang : a. Bahwa tenaga kerja dan sumber

Lebih terperinci

BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih

BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih BAB II Teori Dasar 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih Tegangan lebih yang sering menimbulkan gangguan dalam sistem tenaga listrik berasal dari dua sumber utama yaitu tegangan lebih internal dan tegangan

Lebih terperinci

Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari

Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari Jurnal ELEMENTER. Vol. 1, No. 2, Nopember 2015 11 Jurnal Politeknik Caltex Riau http://jurnal.pcr.ac.id Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 Badan Standarisasi

DAFTAR PUSTAKA. 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 Badan Standarisasi DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 000 Badan Standarisasi Nasional. Peraturan Umum Instalasi Penagkal Petir (PUIPP) untuk bangunan di Indonesia - Direktorat Penyelidikan Masalah

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK Mahadi Septian Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Sudaryanto Fakultas Teknik, Universitas Islam Sumatera Utara Jl. SM. Raja Teladan, Medan Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK Sudut Lindung Menara Transmisi Dan Gardu Induk Proteksi Sistem Tenaga EP3076 Disusun Oleh : Bryan Denov (18013003) Aulia

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD)

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD) PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD) Zainal Hakim 1), Ir. Danial, MT 2), Managam Rajagukguk, ST, MT 3) 1) Mahasiswa dan 2,3)

Lebih terperinci

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal Abstrak Grounding adalah sistem pengamanan terhadap perangkat-perangkat mempergunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Perumusan Masalah PENDAHULUAN Perumusan Masalah Perusahaan PT Badak NGL merupakan anak perusahaan Pertamina yang bersifat non-profit. PT Badak NGL bertugas mengelola, mengoperasikan, dan memelihara kilang LNG dan LPG Bontang.

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL DAN EKTERNAL

SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL DAN EKTERNAL SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL DAN EKTERNAL Oleh: Sepannur Bandri 1 1 Dosen Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Padang Abstrak Sistem proteksi petir merupakan suatu sistem yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL DI OFFTAKE WARU, PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK SBU WIL II JABATI

ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL DI OFFTAKE WARU, PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK SBU WIL II JABATI ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL DI OFFTAKE WARU, PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK SBU WIL II JABATI Oleh Mohammad Waldy (6408030009) Dosen Pembimbing Annas Singgih S., ST., MT. Sidang Field

Lebih terperinci

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH Oleh : Sugeng Santoso, Feri Yulianto Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

MEMBUAT SISTIM GROUNDING (PENTANAHAN) SEDERHANA

MEMBUAT SISTIM GROUNDING (PENTANAHAN) SEDERHANA MEMBUAT SISTIM GROUNDING (PENTANAHAN) SEDERHANA Fungsi grounding ddidalam sistim kelistrikan Grounding memiliki 3 fungsi utama, yaitu: 1. Sebagai perlindungan terhadap over voltage atau tegangan lebih,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR II.1 Umum Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran transmisi dalam

Lebih terperinci

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad 23 BAB III PERALATAN PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH 3.1 Pendahuluan Gangguan tegangan lebih yang mungkin terjadi pada Gardu Induk dapat disebabkan oleh beberapa sumber gangguan tegangan lebih. Perlindunga

Lebih terperinci

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA Isolator memegang peranan penting dalam penyaluran daya listrik dari gardu induk ke gardu distribusi. Isolator merupakan suatu peralatan listrik yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN IGN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran Bali ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin II. TINJAUAN PUSTAKA A. Petir 1. Proses Pembentukan Petir Petir merupakan suatu peristiwa peluahan muatan listrik di atmosfir. Pada suatu keadaan tertentu dalam lapisan atmosfir bumi terdapat gerakan angin

Lebih terperinci

BAB VIII LISTRIK STATIS

BAB VIII LISTRIK STATIS BAB VIII LISTRIK STATIS 1. Bagaimana caranya agar suatu benda bermuatan listrik?. Apa jenis-jenis muatan listrik? 3. Bagaimana sifat-sifat muatan listrik? 4. Mengapa benda dapat bermuatan listrik? 5. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pembumian Gardu Induk Menentukan sistem pembumian gardu induk yang berfungsi dengan baik dari keseluruhan pemasangan pembumian dan mempunyai arti untuk mengalirkan arus

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro, Universitas Udayana ABSTRAK Tahanan pentanahan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV ( Aplikasi Pada Tower Transmisi 150 kv Antara Gardu Induk Indarung Dengan Gardu Induk Bungus) Dea Ofika Yudha (1), Ir. Arnita, M. T (2),

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR DAN KEDALAMAN ELEKTRODA BATANG TUNGGAL TERHADAP TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT

PENGARUH KADAR AIR DAN KEDALAMAN ELEKTRODA BATANG TUNGGAL TERHADAP TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT PENGARUH KADAR AIR DAN KEDALAMAN ELEKTRODA BATANG TUNGGAL TERHADAP TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT Wahyono Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jalan: Prof. H. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang

Lebih terperinci

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD Sapari, Aris Budiman, Agus Supardi Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau Ujang Mulyadi*,Edy Ervianto**, Eddy Hamdani** *Alumni Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Elektroda Batang (Rod) Elektroda Pita Elektroda Pelat Elektroda Batang (Rod) ialah elektroda dari pipa atau besi baja profil

Lebih terperinci

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN PERANCANGAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN DI GARDU INDUK PLTU IPP (INDEPENDENT POWER PRODUCER) KALTIM 3 Jovie Trias Agung N¹, Drs. Ir. Moch. Dhofir, MT.², Ir. Soemarwanto, M.T.³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro,

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Laporan Penelitian EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Oleh : Ir. Leonardus Siregar, MT Dosen Tetap Fakultas Teknik LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKABP NOMMENSEN MEDAN 2012 1 EVALUASI SISTEM

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak

Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak 47 Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak Ya Suharnoto Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura email : harya21suharnoto@yahoo.co.id Abstract-

Lebih terperinci

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir 56 JNTETI, Vol. 4, No. 1, Februari 2015 enentuan Daerah erlindungan Batang etir Bayu urnomo 1, T. Haryono 2 Abstract External lightning protection system consisting of a finial, down-conductor and grounding

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR 3.1 Konsep Dasar Sistem Tenaga Listrik Suatu system tenaga listrik secara sederhana terdiri atas : - Sistem pembangkit -

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Pada era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, khususnya di Indonesia. Maka permintaan masyarakat terhadap energi listrik semakin meningkat. Menyadari

Lebih terperinci

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI Hal LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tinjauan

Lebih terperinci