Formulasi Media Tumbuh Acetobacter xylinum Dari Bahan Limbah Cair Tempe dan Air Kelapa Untuk Produksi Nata De Soyacoco

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN EKSTRAK KECAMBAH KACANG HIJAU SEBAGAI SUMBER NITROGEN ALTERNATIF DALAM PEMBUATAN NATA DE LERRY

PENGARUH KETINGGIAN MEDIA DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP BEBERAPA KARAKTERISTIK FISIK NATA DE SOYA

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN NITROGEN PADA PRODUKSI NATA DE COCO

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA

PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

BAB VI PEMBUATAN NATA DE BANANA MENGGUNAKAN Acetobacter sp.

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

Pemanfaatan Limbah Cair Tahu (Whey Tahu) Sebagai Media Tumbuh Acetobacter xylinum untuk Memproduksi Nata

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Nata merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

Amalia Fitri Andriani. Penulis Adalah Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Saintek,UIN MMI Malang

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum (Alwani et al., 2011).

ABSTRAK PENGARUH KONSENTRASI ZA TERHADAP KUALITAS NATA DE BANANA BERBAHAN DASAR KULIT PISANG KEPO

Pengaruh Media Starter Dari Daging Nanas, Bonggol Nanas Dan Kulit Nanas Terhadap Kualitas Nata De Coco

BAB II. latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti,2006). Nata termasuk

EXPLOITING A BENEFIT OF COCONUT MILK SKIM IN COCONUT OIL PROCESS AS NATA DE COCO SUBSTRATE

BAB I PENDAHULUAN. membantu pencernaan. Kandungan kalori yang rendah pada Nata de Coco

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PEMBUATAN NATA DE COCO MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum

Kajian Variasi Kadar Glukosa Dan Derajat Keasaman (Ph) Pada Pembuatan Nata De Citrus Dari Jeruk Asam (Citrus Limon. L)

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK PENGARUH KONSENTRASI ZWAVELZURE AMONIAK ( ZA ) TERHADAP KUALITAS NATA DE COCO

PENGEMBANGAN PRODUKSI SELULOSA NATA SEBAGAI PRODUK KESEHATAN DARI LIMBAH AIR KELAPA DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI Acetobacter xylinum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siti Nur Lathifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahan baku utama yang digunakan adalah daging kelapa yang masih. segar dan belum banyak kehilangan kandungan air. Sedangkan bahan baku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Buah ini memiliki ciri-ciri yang unik yaitu memiliki kulit seperti kulit naga. Buah naga

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dimanfaatkan secara luas. Hasilnya 15,5 miliar butir kelapa per tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL TERHADAP KUALITAS BIOPLASTIK DARI AIR CUCIAN BERAS

PENGARUH PENAMBAHAN GULA, ASAM ASETAT DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP KUALITAS NATA DE CORN

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PEMBUATAN NATAA DE IPOMOEA DARI CAMPURAN KULIT UBI JALAR PUTIH DAN MERAH ( Ipomoea batatas ) MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum

Kata kunci: nata de coco, gula, sumber nitrogen, medium

Kata kunci: nata de cassava, sukrosa, ekstrak kecambah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

NATA DE CACAO 1. PENDAHULUAN

KAJIAN PENGARUH KADAR GULA DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KUALITAS NATA de SOYA

Pemanfaatan Limbah Cair Produksi Pati Kasava Sebagai Substrat Pembuatan Nata De Cassava

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR FERMENTASI NATA DE COCO DENGAN VARIASI NUTRISI GULA DAN AMMONIUM SULFAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

KUALITAS NATA DE CASSAVA LIMBAH CAIR TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN GULA PASIR DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya, pembuatan nata de coco, telah menyebar ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produk makanan yang digemari masyarakat. Selain karena tekstur nata yang

6 AgroinovasI Nata de Cassava sebagai Pangan Sehat

PEMANFATAN LIMBAH BUAH NANAS DALAM PEMBUATAN NATA DE PINA (PINEAPPLE FRUIT WASTE UTILIZATION FOR THE MAKING OF NATA DE PINA)

4 Hasil dan Pembahasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah cair tapioka dihasilkan dari proses produksi tapioka. Air merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nanas memiliki nama latin Ananas Cosmosus dan termasuk dalam devisi

Influence Old Age The Breeding Of Acetobacter Cylinum To Rendemen Nata Sugar Palm

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI NATA DE SOYA (AMPAS TAHU) SEBAGAI BENTUK WASTE TO PRODUCT UKM TAHU

PRODUKSI NATA DARI LIMBAH CAIR TAHU (WHEY): KAJIAN PENAMBAHAN SUKROSA DAN EKSTRAK KECAMBAH

BAB III METODE PENELITIAN. dengan persoalan yang diteliti, yang bertujuan untuk meneliti pengaruh perlakuan

Pengaruh Penambahan Air Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Nata De Soya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hylocereus polyrhizuz kulit dan buahnya berwarna merah, Hylocereus

PEMBUATAN NATA DE RICE DARI AIR CUCIAN BERAS DALAM BEBERAPA KONSENTRASI DENGAN BAKTERI Acetobacter xylinum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran produk makin terbuka luas. 1. buah-buahan sampai saat ini masih sangat sederhana (tradisional) dan pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

KAJIAN PENGGUNAAN LIMBAH BUAH NENAS LOKAL (Ananas comosus, L) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman dari

PENGARUH PENAMBAHAN AMMONIUM SULFAT TERHADAP KADAR SERAT DAN KETEBALAN PADA NATA DE SOYA DARI LIMBAH CAIR TAHU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN NATA DE COCO DAR I BEBERAPA KONSENTRASI "SKIM" SANTAN DAN SUKROSA

IV. Hasil dan Pembahasan

PEMBERDAYAAN IBU RUMAH TANGGA MELALUI PELATIHAN PEMBUATAN NATA DE LERI DI KELURAHAN BANYUMANIK SEMARANG

PENGARUH KONSENTRASI STARTER Acetobacter xylinum TERHADAP RENDEMEN SELULOSA Nata de Soya. Retni.S.BUDIARTI ABSTRAC

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

WAHYUDI A

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PEMBUATAN NATA DARI ANEKA BUAH-BUAHAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk menyebut pertumbuhan menyerupai gel atau agar - agar yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di

Pengaruh Waktu Fermentasi Air Kelapa Terhadap Produksi dan Kualitas Nata de Coco

BAB V PEMBAHASAN. waktu inkubasi, nata yang terbentuk akan semakin tebal. Hal lain yang

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN ASAM ASETAT GLACIAL TERHADAP KUALITAS NATA DARI WHEY TAHU DAN SUBSTRAT AIR KELAPA

PENAMBAHAN EKSTRAK TOGE PADA MEDIA NATA DE COCO ABSTRACT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

Biocelebes, Desember 2011, hlm. 126-132 ISSN: 1978-6417 Vol. 5 No. 2 Formulasi Media Tumbuh Acetobacter xylinum Dari Bahan Limbah Cair Tempe dan Air Kelapa Untuk Produksi Nata De Soyacoco Muhammad Alwi 1), Andi Lindhemuthianingrum 2), dan Umrah 3) 1), 3) Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Tadulako, Palu Sulawesi Tengah 94117 2) Alumni Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Tadulako E.mail: alwimillang@yahoo.co.id ABSTRACT The impact of tempeh liquid-waste (Limbah Cair Tempe, LCT) as Contaminant has become a serious environmental problem. This study was design as an alternative problem solving related to that issue. Combination of tempeh liquid-waste and coconut water (Air Kelapa, AK) can be utilized as a medium of nata de soyacoco production. This research was aimed to obtain the best medium formulation for Acetobacter xylinum in order to produce the bacterial cellulose. This experiment was arranged in completely randomized design with 6 treatments and 3 replications. The treatments were P 0 (LCT 0% + AK 0%), P 1 (LCT 0% + AK 100%), P 2 (LCT 25% + AK 75%), P 3 (LCT 50% + AK 50%), P 4 (LCT 75% + AK 25%), and P 5 (LCT 100% + AK 0%). Parameters observed in this experiment were the days appear of nata, thickness, fresh weight, rendement and texture of nata which tested organolepticly. The best medium formulation for nata de soyacoco production was P 4 (LCT 75% + AK 25%), which resulted 1.04 cm thickness, 139.48 gram fresh weight, 42.27% rendement and 1.7 of texture value. Key words: tempeh liquid water, coconut water, Acetobacter xylinum. PENDAHULUAN Pemanfaatan air kelapa merupakan suatu cara untuk mengoptimalkan pemanfaatan buah kelapa. Terlebih lagi Sulawesi Tengah merupakan salah satu sentra penghasil buah kelapa terbesar di Indonesia. Menurut data BKPM (2010), Sulawesi Tengah menghasilkan 206.396 ton buah kelapa tiap tahunnya dengan bahan ikutan sebesar 61.918 ton air kelapa. Produksi kelapa yang berlimpah tiap tahunnya sangat perlu didukung dengan adanya pemanfaatan yang juga maksimal. Fermentasi bakteri A. xylinum pada media tumbuh air kelapa atau Nata de Coco merupakan produk Nata yang telah dikenal masyarakat secara umum. Dengan proses fermentasi yang serupa, akan dicoba memanfaatkan air kelapa dengan penambahan limbah cair tempe sebagai media pertumbuhan bakteri A. xylinum. Limbah cair tempe merupakan produk buangan dari proses pengolahan tempe. Diperkirakan untuk industri skala rumah tangga, limbah cair yang dihasilkan sebesar 200-300 liter per hari dari pengolahan 300 kg kedelai. Sampai saat ini limbah tersebut dibuang ke lingkungan sehingga akan menimbulkan pencemaran. Pemanfaatan limbah cair hasil buangan industri tempe dapat mengurangi 126

dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan. Terlebih lagi limbah cair tempe masih kaya akan nutrisi seperti protein sebesar 40-60%, karbohidrat sebesar 25-50%, dan bahan-bahan lain yang dapat dimanfaatkan dan diolah (Sugiharto, 1994). Namun sayangnya pemanfaatannya belum banyak diusahakan terutama di Sulawesi Tengah. Melalui penerapan bioteknologi sederhana dengan bantuan bakteri A. xylinum, diharapkan dapat memaksimalkan pemanfaatan bahan baku air kelapa yang berlimpah sekaligus merupakan suatu alternatif penanganan limbah yang akan memberikan nilai tambah pada limbah yang terbuang tersebut. Nata atau selulosa bakteri merupakan salah satu produk pangan di Indonesia dengan kualitas beragam. Keunggulan dari produk selulosa yang dihasilkan oleh bakteri A. xylinum bila dibandingkan dengan selulosa tumbuhan adalah tingkat kemurnian yang tinggi, kristalinitas, kekuatan mekanik, kapasitas menyerap air besar, dan mudah terurai. Berdasarkan keunggulan selulosa bakteri tersebut maka di negara maju, produk selulosa bakteri atau Nata bukan hanya dimanfaatkan sebagai produk pangan melainkan dikembangkan untuk beberapa keperluan yaitu bahan baku industri, sebagai membran ultrafiltrasi, dan lainlain. Karena itulah penelitian ini dilakukan untuk menemukan formulasi media tumbuh A. xylinum untuk produksi nata de soyacoco yang dapat dikembangkan baik sebagai bahan pangan maupun keperluan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formulasi media tumbuh A.xylinum dengan menggunakan bahan LCT dan AK dalam proses produksi nata serta mengetahui kualitas nata yang dihasilkan. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah fermentasi, panci, kain saring, timbangan analitik, kompor, autoklaf, oven, gelas ukur, ph meter, mistar, garpu. Bahan yang digunakan adalah biakan murni A. xylinum berumur 7 hari yang diperoleh dari Laboratorium Biologi Dasar Jurusan Biologi FMIPA Universitas Tadulako, limbah cair tempe yang diperoleh dari perusahaan Tempe di Palu, air kelapa, sukrosa, asam asetat glasial, urea, dan bahan dasar. Rancangan Percobaan Penelitian ini di desain dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), sebanyak 6 perlakuan dengan 4 kali ulangan. Adapun susunan perlakuan yaitu P 0 (LCT 0% + AK 0%), P 1 (LCT 0% + AK 100%), P 2 (LCT 25% + AK 75%), P 3 (LCT 50% + AK 50%), P 4 (LCT 75% + AK 25%), P 5 (LCT 100% + AK 0%). Pelaksanaan Penelitian Biakan murni A. xylinum dikulturkan dalam medium air kelapa selama 7 hari inkubasi untuk dijadikan sebagai inokulum mikroba starter. Limbah cair tempe dan air kelapa yang masih segar disaring dengan kain kasa untuk memisahkan kotoran yang terkandung di dalamnya. Limbah cair tempe dan air kelapa tersebut kemudian dimasukkan ke dalam panci aluminium sesuai perlakuan yaitu P 0, P 1, P 2, P 3, P 4, dan P 5 (untuk perlakuan P 0, air kelapa dan limbah cair tempe diganti air sumur). Selanjutnya dipanaskan diatas kompor sampai mendidih selama kurang lebih 5 menit. Setelah mendidih kemudian dimasukkan gula sebagai sumber karbon sebanyak 10% dan urea sebagai sumber nitrogen sebanyak 0,3%, lalu ditambahkan bahan dasar (Alwi, 2008). Kemudian diaduk hingga homogen. Selanjutnya 127

phnya diatur dengan menambahkan asam asetat glasial untuk mendapatkan ph yang optimum untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum yaitu ph 5. Setelah media fermentasi siap, selanjutnya media dipindahkan ke dalam wadah fermentasi/fermentor dengan ketinggian media dari tinggi wadah. Didinginkan hingga suhu kamar, kemudian inokulasi mikroba starter sebanyak 10% dari media fermentasi, kemudian ditutup. Kultur diinkubasi selama 15 hari pada kondisi suhu ruang. Parameter yang diamati adalah saat terbentuknya lapisan nata, ketebalan nata, berat nata, rendemen nata, dan tekstur nata. Kemudian akan dianalisis secara statistik melalui Analisis varian (ANOVA). Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu mulai terbentuknya lapisan Nata Pengamatan dilakukan setiap hari sejak hari pertama inkubasi hingga hari ke-15. Pembentukan nata ditandai dengan adanya serat-serat selulosa yang terdapat pada dasar media hingga bagian permukaan yang selanjutnya serat-serat ini akan terjalin membentuk lapisan tipis nata yang akan mengapung dipermukaan media. Nata mengapung dipermukaan media akibat dorongan oleh gas CO 2 yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya seratserat selulosa tersebut. Nata terbentuk pada semua perlakuan. Pada perlakuan P 1, P 2, P 3, P 4, dan P 5 serat selulosa mulai nampak pada hari pertama (24 Jam) fermentasi, sedangkan perlakuan P 0 serat selulosa mulai nampak pada hari ke-2 masa fermentasi. Ketebalan lapisan Nata paling cepat terbentuk pada perlakuan P 2 yaitu pada hari ke-3 masa inkubasi, diikuti perlakuan P 1, P 3, dan P 4 yaitu pada hari ke-4. Sedangkan perlakuan yang paling lambat membentuk lapisan Nata adalah perlakuan P 0 yaitu terjadi pada hari ke-7 dan ke-9 fermentasi. Ketebalan Nata Serat-serat selulosa yang terbentuk akan terjalin membentuk suatu lapisan transparan yang mengapung dipermukaan media, serat ini akan terus bertambah banyak dan mempengaruhi ketebalan nata. Hasil pengukuran ketebalan nata menunjukkan bahwa perlakuan P 4 dan P 3 mencapai ketebalan tertinggi yaitu 1,04 cm, diikuti P 2 (0,92 cm), P 1 (0,72 cm), P 5 (0,55 cm) dan ketebalan terendah terlihat pada perlakuan P 0 yaitu hanya 0,06 cm. Berat Nata Berat nata yang diukur adalah berat basah. Berat basah nata dipengaruhi oleh banyaknya serat yang menyusun nata dan molekul air yang terkandung didalamnya. Hasil pengukuran berat basah nata menunjukkan bahwa perlakuan P 4 merupakan berat tertinggi yaitu 139,48 gram dan diikuti oleh P 3 (123,23 cm), P 2 (106,35 cm), P 1 (76,38 cm), P 5 (64,00) dan berat terendah terdapat pada perlakuan P 0 yaitu 6,90 gram. Rendemen Nata Nilai rendemen Nata diperoleh dari hasil perhitungan berat basah nata dibagi dengan volume awal media fermentasi. Hasil pengukuran rendemen nata menunjukkan bahwa perlakuan P 4 memperlihatkan nilai rendemen tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 42,27%, diikuti oleh perlakuan P 3 (37,34%), P 2 (32,09%), P 1 (23,14%), P 5 (19,39%), dan nilai rendemen terendah terdapat pada perlakuan P 0 yaitu hanya sebesar 2,09%. 128

Tekstur Nata (Uji Organoleptik Kekenyalan) Pengamatan tekstur nata dititikberatkan hanya pada pengamatan kekenyalan nata saja. Pengujiannya dengan menggunakan uji organoleptik yaitu kelompok uji penerimaan yang melibatkan penilaian dari sekelompok orang. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui tingkat kekenyalan dari nata yang dihasilkan berdasarkan skala penilaian yang telah ditetapkan yaitu 1 (keras), 2 (sedang), 3 (lunak). Hasil rekapitulasi penilaian panelis terhadap kekenyalan nata menunjukkan bahwa perlakuan P 0 memiliki tekstur yang keras dengan nilai rata-rata 1,4. Perlakuan P 2 dan P 4 memiliki tekstur sedang dengan nilai rata-rata yaitu 1,8 dan 1,7. Sedangkan nata yang bertekstur lunak adalah perlakuan P 1, P 3, dan P 5 dengan nilai rata-rata secara berurutan yaitu 2,6; 2,7; dan 2,4. Pembahasan Aktifitas bakteri A. xylinum dapat dilihat dengan adanya serat-serat halus berupa jalinan-jalinan berbentuk benang yang mulai terbentuk pada hari pertama masa inkubasi (24 jam). Selulosa tersebut merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh A. xylinum pada fase pertumbuhan statis. Serat-serat selulosa ini akan semakin banyak diproduksi seiring dengan semakin panjangnya masa inkubasi. Serat-serat ini akan menuju permukaan media dan membentuk suatu jalinan kompak yang akan mengapung dipermukaan media. Menurut Colvin et al., (1977), terbentuknya pelikel nata mulai dapat dilihat setelah 24 jam inkubasi dan nata dapat terapung karena adanya CO 2 yang dihasilkan oleh A. xylinum dari proses fermentasi. Berdasarkan hasil pengamatan hari terbentuknya nata, terlihat bahwa semua perlakuan menunjukkan kemampuan untuk memproduksi selulosa. Pada perlakuan P 2 membran tipis nata mulai nampak mengapung pada permukaan media pada hari ke-3, diikuti perlakuan P 1, P 3, dan P 4 terjadi pada hari ke-4 inkubasi. Hal ini sesuai dengan Lapuz et al., (1967), tanda awal pertumbuhan bakteri nata pada medium cair yang mengandung sukrosa adalah timbulnya kekeruhan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 36-48 jam, suatu lapisan tembus cahaya terbentuk dipermukaan medium dan secara bertahap akan menebal membentuk lapisan yang lebih kompak. Namun untuk perlakuan P 5 membran tipis nata terbentuk pada hari ke-7 dan ke-9 waktu inkubasi. Perlakuan P 0 terbentuk pada hari ke-10. Dengan demikian perlakuan yang paling cepat memproduksi nata adalah perlakuan P 2 yaitu 3 hari setelah inkubasi, dan yang paling lambat membentuk nata adalah perlakuan P 0 yaitu 10 hari inkubasi. Faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pembentuk nata adalah ketersediaan nutrisi seperti sumber karbon, nitrogen dan mineral lain, ph, temperatur, ketersediaan oksigen dan aktifitas bakteri (Pambayun, 2002). Pada perlakuan P 0 yaitu perlakuan dengan formulasi LCT 0% + AK 0% masih dapat dilihat munculnya serat-serat selulosa. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan sukrosa dan medium dasar yang merupakan sumber karbon dan urea yang merupakan sumber nitrogen, sehingga bakteri tetap dapat melakukan pertumbuhan dan proses fermentasi namun dalam kondisi yang sangat terbatas. Keterbatasan sumber nutrisi ini terlihat dari pertumbuhan bakteri dan pembentukan nata yang sangat lambat dan nata yang dihasilkanpun sangat tipis. Perlakuan P 1, P 2, P 3, dan P 4, pembentukan nata relatif cepat karena 129

nutrisi yang terkandung dalam medium fermentasi sesuai untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum sehingga bakteri pembentuk nata tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dan melakukan pertumbuhan. Sedangkan perlakuan yang lambat membentuk nata seperti perlakuan P 5 karena kondisi nutrisi yang kurang sesuai sehingga menghambat pertumbuhan bakteri A. xylinum dan tidak cukup efektif untuk mendorong terbentuknya nata dengan cepat. Perbedaan formulasi substrat mempengaruhi ketersediaan nutrien bagi sel A. xylinum. Ketersediaan nutrien yang memadai akan mengoptimalkan pertumbuhan bakteri. Nutrien yang sangat menunjang adalah senyawa sukrosa sebagai sumber karbon, dan senyawa nitrogen. Nutrien tersebut digunakan untuk memenuhi energi metabolisme selnya dan sebagian lagi diubah menjadi nata (Muchtadi, 1997). Selama proses fermentasi, sukrosa diubah terlebih dahulu menjadi fruktosa dan glukosa dalam kondisi asam. Selanjutnya oleh bakteri A. xylinum, glukosa tersebut digabung dengan asam lemak membentuk prekursor nata. Prekursor ini akan diekskresikan dan bersama enzim mengubah glukosa menjadi selulosa diluar sel (Palungkum, 1993). Menurut Hubeis et al., (1996), lapisan halus transparan yang nampak dipermukaan media fermentasi secara bertahap akan mengalami penebalan dengan membentuk lapisan demi lapisan dibawahnya selama nutrisi ada dalam substrat atau media. Ketebalan ini tercapai pada hari ke-15 dan selama proses pembentukan nata ini, nutrien dalam medium berlahan-lahan akan menjadi berkurang sehingga akan mengurangi kecepatan penebalan nata. Selain serat selulosa, ketebalan nata juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung di dalamnya. Nata memiliki kandungan air sebesar 98% (Hubis et al., 1996), molekul air dalam medium akan terperangkap dalam nata melalui jaringan mikrofibril yang terbentuk oleh A. xylinum (Souisa et al., 2006). Kandungan air ini juga sangat mempengaruhi berat basah nata sehingga seiring dengan peningkatan ketebalan nata maka berat basah nata juga ikut meningkat. Selain itu, hasil pengukuran berat basah nata sangat mempengaruhi pengukuran rendemen. Menurut Kembuan dan Joseph (1990), perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efisiensi penggunaan substrat fermentasi. Semakin tinggi persentase nilai rendemen, pemanfaatan substrat fermentasi semakin tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil pengukuran dari ketebalan, berat, dan rendemen nata menunjukkan pola yang seragam yaitu ketebalan tertinggi terdapat pada perlakuan P 4 yaitu 1,04 cm dan terendah yaitu P 0 yaitu 0,06 cm, begitu pula halnya berat dan rendemen tertinggi juga terdapat pada perlakuan P 4 yaitu 139,48 gram dan 42,27% sedangkan berat dan rendemen terendah terlihat pada perlakuan P 0 yaitu 6,90 gram dan 2,10%. Hal ini memperlihatkan bahwa ketebalan, berat, dan rendemen nata berbanding lurus atau saling mempengaruhi. Tekstur nata dipengaruhi oleh seratserat selulosa yang saling terjalin. Semakin tebal nata yang dihasilkan maka kandungan seratnya semakin banyak karena ketebalan nata dipengaruhi oleh kadar seratnya. Perbandingan antara kadar serat dan kekenyalan adalah berbanding lurus, artinya semakin banyak kandungan serat maka semakin kenyal tekstur nata (Hubies et al., 1996). Namun pada penelitian ini terlihat bahwa kekenyalan tidak selamanya berbanding lurus dengan ketebalan. Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap kekenyalan menunjukkan bahwa 130

nata yang bertekstur keras terdapat pada perlakuan P 0 dengan rata-rata nilai 1,4. Tekstur nata yang keras ini disebabkan karena nata yang terbentuk sangat tipis sehingga jalinan selulosa lebih rapat dan kandungan airnya lebih sedikit. Nata yang bertekstur sedang terdapat pada perlakuan P 2 dan P 4, sedangkan nata dengan tekstur yang lunak terdapat pada perlakuan P 1, P 3 dan P 5. Penurunan kekenyalan dapat disebabkan karena ikatan polisakarida yang terbentuk tidak kompak atau longgar sehingga serat lebih mudah putus, nata yang terbentuk nampak tidak kaku. serat-serat selulosa yang tidak rapat atau renggang memungkinkan nata lebih tebal dan lebih berat karena molekul air yang terperangkap lebih banyak namun tekstur akan lebih lunak karena serat polisakarida mudah putus. Sedangkan nata yang lebih tipis akan membentuk lapisan polisakarida yang lebih kompak dan kokoh sehingga molekul air yang terkandung lebih sedikit dan menyebabkan berat nata lebih rendah dengan tekstur yang jauh lebih keras. Penelitian ini memperlihatkan bahwa limbah cair tempe yang diformulasikan bersama air kelapa berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai media produksi Nata De Soyacoco dengan hasil produksi lebih baik dibandingkan penggunaan air kelapa 100%. Hal ini berdasarkan pengamatan tentang kecepatan pembentukan nata, ketebalan, berat basah, rendemen, dan uji organoleptik kekenyalan. SIMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu Formulasi yang paling baik untuk pembentukan nata adalah perlakuan P 4 yaitu LCT 75% + AK 25%, sehingga kualitas nata yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan P 4 berdasarkan hasil pengamatan ketebalan 1.04 cm, berat 139,48 gram, rendemen 42,27%, dan penilaian kekenyalan yaitu 1,7 (kekenyalan sedang). DAFTAR PUSTAKA Alwi, M. 2008, Pemanfaatan limbah Fermantasi Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) untuk Produksi Nata, Jurnal Biocelebes, vol 2 No.1. BKPM, 2010, Komoditi Kelapa Sulawesi Tengah, (http://regionalinvestment. Bkpm.go.id/newsipid/id/commodityare a.php?ia=72&ic=53), diakses tanggal 20 maret 2012. Colvin, J.R., Sowden, and Leppard, 1977, The structure of cellulose producting bacteria A. xylinum and A. aceti, J.Microbiol, 23:790-797. Hubis, M.E., Arsatmojo, dan Suliantri., 1996, Formulasi Pembuatan Nata De Pina, Buletin Teknologi dan Industri Pangan, 2 (4) : 32-39. Kembuan, H.J., dan Joseph., 1990, Rendemen Nata De Coco dari berbagai Kultivar Kelapa, Buletin Balitka 11 : 56-58. Lapuz, M.M., Gallardo, E.G., and Palo, 1967, The Nata organism-cultural requirements, characteristics and identify, The Philippine Journal of Science, 96 (2) : 91-107. Muchtadi, T.R., 1997, Nata de Pina, Media Komunikasi dan Informasi dan Komunikasi Pangan, 9 (33) : 39-44. Palungkun, R., 1993, Aneka Produk Olahan Kelapa, Penebar Swadaya, Jakarta. Pambayun, R., 2002, Teknologi Pengolahan Nata de Coco, Kanisius, Yogyakarta. 131

Souisa, G.M., Sidharta, B.R., dan Pranata, F.S., 2006, Pengaruh Acetobacter xylinum dan Ekstrak Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap produksi Nata dari Substrat Limbah Cair Tahu, Biota, Vol. XI (1) : 27-33. Sugiharto, 1994, Dasar-dasar Pengolahan air Limbah, Universitas Indonesia, Jakarta. 132