BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan perekonomian Indonesia pada dekade 70-an hingga 80-an mengalami

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

Sri Hartiyah 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Al-Quran Jawa Tengah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: X

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

[DOCUMENT TITLE] [Document subtitle] [DATE] [COMPANY NAME] [Company address]

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

Industri Kreatif Jawa Barat

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

Perkembangan Industri Kreatif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

EKONOMI KREATIF DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN, HAMBATAN DAN PERAN PERGURUAN TINGGI

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi:

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

Dampak Positif Ekonomi Kreatif

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan rencana..., Rabiah Amalia, FE UI, 2008.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. kota ataupun kabupaten untuk berlomba-lomba mengembangkan daerahnya di

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. kedepan adalah dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai terhenti aktivitasnya pada tahun 1998. Namun, jenis usaha sektor industri dapat bertahan dan menjadi pemulih perekonomian di tengah keterpurukan akibat krisis moneter pada berbagai sektor ekonomi. Dalam kurun waktu yang cukup lama, perkembangan ekonomi Indonesia kini dihadapkan pada era ekonomi baru yaitu era informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru dibidang teknologi informasi dan komunikasi serta globalisasi ekonomi. Di samping pola-pola ekonomi yang terus berubah, inovasi teknologi dan kreativitas ilmu pengetahuan juga telah menggeser orientasi ekonomi, dari ekonomi pertanian ke ekonomi industri, ekonomi jasa, ekonomi informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy). Ekonomi kreatif adalah suatu konsep berbasis aset kreativitas yang secara potensial menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi (Suryana, 2013: 37). Ekonomi kreatif dapat mendorong penciptaan pendapatan, penciptaan lapangan kerja, dan penerimaan ekspor. Selain itu, ekonomi kreatif juga dapat mempromosikan aspek-aspek sosial (social inclusion), ragam budaya, dan pengembangan sumber daya manusia. Inti dari ekonomi kreatif adalah industri kreatif yang melakukan proses penciptaan melalui penelitian dan pengembangan (reseaarch and development). Kekuatan industri kreatif terletak pada riset dan pengembangan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa baru yang bersifat komersial. Seperti

dikemukakan oleh Howkins (2001), bahwa awal tahun 2001 mulai memasuki gelombang ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif melalui penciptaan barang dan jasa baru nonrill yang sangat komersial, seperti hak kekayaan intelektual, hak cipta, paten, royalti, merek dagang, dan desain baru. Ekonomi kreatif berkembang tidak hanya terbatas pada produk barang dan jasa, tetapi juga pada produk-produk seni budaya dan usaha kerajinan (seperti seni pertunjukan, seni lukis, seni patung, seni tari, seni suara, seni desain, dan seni kreasi lainnya). Produk kreatif juga tidak hanya berkembang pada industri kecil dan kerajinan, tetapi juga pada berbagai bidang dan jenis industri, baik kecil, menengah, maupun besar (Suryana, 2013: 5). Secara umum, alasan kuat mengapa industri kreatif perlu untuk dikembangkan disebabkan pengaruh dari setiap sektor industri kreatif ini memiliki kontribusi yang signifikan bagi perekonomian suatu negara yang dapat menciptakan iklim bisnis yang baik serta memperkuat citra dan identitas suatu bangsa dalam pemanfaatan sumber daya yang terbarukan yang memiliki dampak sosial dan positif. Menurut data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif selama 2010-2014 industri kreatif memberikan kontribusi rata-rata 7,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Data Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif juga menunjukkan kian menguatnya peranan sektor tersebut. Pada 2010, sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB tercatat sebesar Rp473 triliun, sementara pada 2013 jumlahnya mencapai Rp641 triliun. Penyerapan tenaga kerja pun cukup tinggi oleh sektor industri ini mencapai kisaran angka 11 juta hingga 12 juta jiwa di Indonesia.

Negara-negara maju mulai menyadari bahwa saat ini mereka tidak bisa hanya mengandalkan bidang industri sebagai sumber ekonomi di negaranya tetapi mereka harus lebih mengandalkan sumber daya manusia yang kreatif karena kreativitas manusia itu berasal dari daya pikirnya yang menjadi modal dasar untuk menciptakan inovasi dalam menghadapi daya saing atau kompetisi pasar yang semakin besar. Sehingga pada tahun 1990-an dimulailah era ekonomi baru yang mengutamakan informasi dan kreativitas yang populer dengan sebutan Ekonomi Kreatif yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut Industri Kreatif (Wijayanti, 2013). Di negara maju seperti Australia, pada awal 1990-an timbul persoalan mengenai mekanisme pendanaan yang berkaitan dengan kebijakan sektor seni dan budaya, sehingga muncullah istilah ketika itu Creative Nation yang dikeluarkan Australia. Tetapi istilah ini benar-benar terangkat ketika Department of Culture, Media, and Sport (DCMS) United Kingdom (Inggris) mendirikan Creative Industries Task Force pada tahun 1997. Kemudian DCMS Creative Industries Task Force (1998) merumuskan defenisi sebagai berikut: Creative Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content (Efendi, 2014). Di ASEAN seperti Singapura, pada Desember 2001 Pemerintah Singapura membentuk The Economic Review Committee (ERC) yang bertugas untuk menghasilkan suatu formulasi restrukturisasi ekonomi Singapura ke depan. ERC kemudian membentuk beberapa Komite dan Sub Komite, dan dibawahnya lagi ada working group yang salah satunya adalah Creative Industries Working Group (CIWG). Dalam hal ini, Singapura mendefenisikan industri kreatif sebagai

industri yang menekankan pada originalitas kreatifitas individu, keahlian dan bakat yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan lapangan kerja (Wardhana, 2010). Dari sisi ekonomi, industri kreatif Singapura ini berkontribusi sekitar 3,6 persen terhadap GDP 2008, menyerap sebanyak 114.600 tenaga dan menghasilkan nilai tambah sebesar 9,2 milliar dolar Singapura. Karena itu Singapura meningkatkan kepeduliannya terhadap industri kreatif dengan membuka programprogram pendidikan terkait, penyelenggaraan berbagai kompetisi untuk desaindesain baru, pengembangan penelitian dan kajian, serta skema bantuan insentif untuk pengembangan industri kreatif (Ibid). Dalam rangka meningkatkan perekonomian bangsa, Presiden RI telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Tahun 2009-2015. Untuk itu dalam rangka mengentaskan pengangguran dan kemiskinan diperlukan pengembangan ekonomi kreatif guna mengatasi jumlah kemiskinan agar tidak semakin bertambah. Pengembangan ekonomi kreatif banyak ditentukan oleh perkembangan industri-industri kreatif di tanah air (LEMHANNAS, 2012). Menurut Bank Dunia tahun 1999, ekonomi kreatif berkontribusi 7,3 persen terhadap ekonomi Global (Howkins, 2001). Industri kreatif telah mampu menciptakan lapangan pekerjaan, dengan kata lain mampu mengurangi tingkat pengangguran. Industri kreatif Indonesia tahun 2002-2006 rata-rata mampu menyerap 5,4 juta tenaga kerja dengan tingkat partisipasi tenaga kerja nasional sebesar 5,79 persen dan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja per kapita Rp 19.466.000 per tahun (Departemen Perdagangan, 2008: 27).

Permasalahan ekonomi dan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran dapat diatasi dengan pengembangan ekonomi kreatif. Dalam hal ini, dibutuhkan strategi pengembangan ekonomi kreatif pada sektor tradisional yaitu di pedesaan dan sektor informal yaitu di perkotaan. Pengembangan ekonomi kreatif sektor tradisional di pedesaan dapat dilakukan dengan cara menciptakan industri-industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan, kelautan, peternakan, pertambangan arau galian. Masyarakat di pedesaan perlu didorong umtuk menciptakan nilai tambah dari setiap produk yang dihasilkannya dan pemerintah menciptakan infrastruktur dan sarana produksi untuk mengolah hasil-hasil produksi di pedesaan. Masyarakat di pedesaan perlu pelatihan dan prasarana untuk pengembangan bahan baku lokal yang sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing (Suryana, 2013: 207). Pengembangan ekonomi kreatif di perkotaan dimana terdapat sektor-sektor informal dapat dilakukan melalui penguatan dan pengembangan modal intelektual industri kecil dan menengah informal yang dilakukan melalui pembinaan yang mengarah pada kreasi baru dan nilai tambah baru untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti paten, merek dagang, royalti, desain yang bahan dasarnya dari pedesaan. Misalnya, produk yang dihasilkan di pedesaan diberi merek, dipatenkan, dan dikomersialisasikan di perkotaan. Produk-produk yang berasal dari pedesaan (seperti: rotan, batik, tempe, dan produk pertanian lainnya) bisa dipatenkan di perkotaan, seperti halnya produk dari negara-negara berkembang yang dipatenkan di negara maju. Ada 14 sektor yang bisa mendorong laju ekonomi kreatif di Indonesia, yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, pakaian, video/film/fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan

percetakan, layanan komputer dan perangkat lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan (Departemen Perdagangan RI, 2008: 4). Kabupaten Deli Serdang juga sudah mengembangkan ekonomi kreatif. Dari 14 sektor yang telah disebutkan di atas, Kabupaten Deli Serdang mendominasi dalam pasar barang seni, kerajinan, desain dan pakaian. Jenis industri di Kabupaten Deli Serdang yang dalam tahun terakhir ini tumbuh dengan pesat adalah industri kerajinan tangan. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa industri kerajinan tangan selalu masuk menjadi produk unggulan Kabupaten Deli Serdang, walaupun masing-masing penelitian tersebut menggunakan indikator atau kriteria produk unggulan yang berbeda satu sama lain. Salah satu jenis produk unggulan di wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah komoditi sapu ijuk, yang terfokus di daerah Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa (Sugiatno, 2011). Di daerah ini puluhan perajin sapu ijuk. Mereka bergerak di rumahnya masing-masing. Dengan kata lain, usaha mereka tersebut dapat digolongkan pada industri rumahan. Industri sapu ijuk ini merupakan salah satu industri kreatif yang mampu menyerap tenaga kerja. Sektor industri sapu ijuk ini cukup potensial, lapangan usaha di sektor ini setiap tahun mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan usaha kerajinan sapu ijuk yang merupakan produk asli daerah tersebut dikembangkan menjadi produk unggulan daerah yang cukup memberi kontribusi terhadap aktivitas ekonomi daerah. Maka, berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Analisis Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dibuat untuk lebih mempermudah dan membuat lebih sistematis penulisan skripsi ini serta diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi ini. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan ekonomi kreatif pada pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Deli Serdang? 2. Bagaimana strategi untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis peranan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang. 2. Menganalisis strategi yang baik untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam mengembangkan usaha kreatif guna meningkatkan nilai ekonomi negara.

2. Sebagai sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan. 3. Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus pembanding, hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama. 4. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.