TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

MEKANISME AIR PADA TUMBUHAN

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

STRUKTUR & FUNGSI TUMBUHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Air A I R

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

STAF LAB. ILMU TANAMAN

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

DASAR-DASAR ILMU TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

RESUME FISIOLOGI TUMBUHAN PERTEMUAN KE 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

DASAR-DASAR ILMU TANAH

GUTASI, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

PENGANGKUTAN AIR MELALUI XILEM PADA TANAMAN Allamanda cathartica

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Transkripsi:

7 TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Gambaran morfologi pohon memunculkan sifat pada waktu dan fase tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan, nyata dan dapat diamati setiap waktu disebut arsitektur pohon. Program pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur disebut sebagai model arsitektur pohon. Halle et al. (1978) menyatakan bahwa arsitektur tidak sama dengan bentuk karena bentuk biasa merujuk pada ekspresi akhir organisme seperti herba, semak dan pohon serta merujuk pada suatu ukuran. Elemen arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon berupa ritmik atau kontinu. Pertumbuhan ritmik berarti memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangan secara morfologi ditandai ada segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu tidak mempunyai periodisitas pemanjangan dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabang. Birch et al. (2003) menyatakan ada 2 fungsi model arsitektur pohon yaitu : 1. Representasi hasil pertumbuhan dan perkembangan individu yang tampil dalam suatu dimensi 2. Pertumbuhan dan perkembangan pohon diketahui perilaku organ atau bagian morfologi individu seperti daun dan ruas. Representasi pertumbuhan dan perkembangan menunjukkan fase tertentu yang ada pada unit ekologi. Sehubungan dengan hal ini Setiadi (1998) membuat pemetaan hutan hujan tropika berdasarkan unit ekologinya : 1. Tidak dijumpai kategori pohon atau pohon dengan tinggi kurang dari 2 meter atau pohon yang telah mati dan mulai membusuk, disebut sebagai Reorganizing eco-unit. 2. Pohon masa depan yaitu pohon yang telah mulai menunjukkan suatu model arsitektur yang mengalami pengaturan pola pertumbuhan, disebut Aggrading eco-unit. 3. Pohon masa kini yaitu pohon yang mengalami pertumbuhan stabil dan pola percabangan dikenal dengan baik, disebut sebagai steady-state eco-unit.

8 4. Pohon masa lampau, yaitu pohon yang telah mati atau mengering atau pohon yang sudah tua, disebut degrading eco-unit. Elemen lain arsitektur pohon berupa pola percabangan, dimana menurut Halle et al. (1978) membagi pola percabangan menjadi dua bagian yaitu pola percabangan syllepsis dan pola percabangan prolepsis. Pola percabangan syllepsis merupakan percabangan dibentuk dari meristem lateral dengan perkembangan kontinu, pola percabangan prolepsis merupakan percabangan terbentuk diskontinu dengan beberapa periode istirahat dari meristem lateral. Pertumbuhan tunas jenis pohon dibedakan atas orthotropik dan plagiotropik. Tunas orthotropik dicirikan oleh pucuk terbentuk berorientasi vertikal dan sering tidak berbunga. Sedang tunas plagiotropik pucuk terbentuk berorientasi horizontal dan sering menghasilkan bunga. Halle et al. (1978) menyatakan bahwa berdasar keberadaan cabang dan aksis vegetatif, model arsitektur pohon dibedakan 4 karakteristik utama, yaitu : 1. Pohon tidak bercabang yaitu bagian vegetatif pohon terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter. Contohnya model Holtum dan model Corner. 2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif ekivalen dan orthotropik. Contohnya model Tomlinson, model Chamberlain, model Leuwenberg dan model Schoute. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif nonekivalen. Contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook, model Koriba, model Fagerlind, model Petit, model Aubreville, model Theoretical, model Scarrone, model Attim, model Nozeran, model Massart dan model Roux. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekivalen dan non ekivalen. Contohnya model Troll, model Champagnat dan model Mangenot. Parameter Perimbangan Air Dari Pohon Aliran Batang Aliran batang merupakan bagian curah hujan yang ditahan tajuk pohon, kemudian mengalir melalui batang dan sampai ke permukaan tanah. Aliran batang merupakan bagian hujan terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke batang selanjutnya mengenai permukaan tanah. Air hujan mengalir ke batang mempunyai koefisien input batang. Sebelum mencapai permukaan tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah batang yang disebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan

9 air. Penguapan dari batang hanya merupakan bagian kecil bila dibanding penguapan tajuk sehingga sering diabaikan (Arijani 2006). Jumlah aliran batang pada banyak jenis berkisar antara 2-5% dari seluruh jumlah curah hujan. Kuantitas aliran batang yang mengalir ke permukaan tanah sangat kecil. Meskipun demikian secara ekologi sangat penting karena aliran secara langsung masuk ke dalam zona perakaran pohon (Bentley 2007). Hasil studi Williams (2004) tentang persentase aliran batang berdasarkan diameter batang pohon, tidak lebih dari 2%. Model arsitektur pohon dari jenis Agathis damara Rich (model Massart) volume aliran batang 1.177%, Pinus merkusii Jungh (Rauh daun jarum) 1.051%, dan Schima wallichii Kort (Rauh daun lebar) 0.702% (Aththorick 2000). Begitu pula studi yang dilakukan pada Sub-DAS Cianjur Cisokan Citarum Tengah. Berdasar 30 jenis pohon yang mewakili 12 model arsitektur pohon volume aliran batang rata-rata kurang dari 1% (Arijani 2006). Faktor yang mempengaruhi aliran batang antara lain arsitektur pohon, kulit batang, struktur tegakan, ada dan tidaknya ephyphyt, komposisi jenis pohon, kejadian hujan (frekwensi, lama hujan, besar curah hujan, dan intensitas) dan posisi daun (Steinbuck 2002). Pengaruh angin juga mempengaruhi aliran batang (Xiao et al. 2003; Levia 2003) Model arsitektur yang berbeda mempunyai nilai aliran batang yang berbeda pula. Model arsitektur dengan cabang plagiotropik memiliki aliran batang yang rendah dibanding orthotropik. Pola percabangan orthotropik mempunyai sudut percabangan yang sempit dari arah tumbuhnya ke batang pohon. Faktor ini menyebabkan tajuk cepat jenuh dengan air. Kejadian ini mengakibatkan air hujan lebih banyak dialirkan ke cabang yang selanjutnya mengalir ke permukaan batang pohon (Aththorick 2006). Model arsitektur pohon percabangan orthotropik berkorelasi erat dengan aliran batang adalah Model Attims dan Rauh (Arijani 2006). Jenis pohon berbeda dengan model arsitektur sama mempunyai nilai aliran batang berbeda pula. Hal ini dipengaruhi oleh karakter masing-masing jenis pohon, seperti umur pohon, tekstur batang, dan diameter batang. Semakin tua umur pohon, nilai aliran batang semakin besar. Hubungan antara nilai volume aliran batang dengan umur pohon salah satunya dapat ditinjau dari besar diameter batang (Bentley 2007). Lewis (2003) membuat suatu model hubungan antara diameter

10 batang dengan aliran batang. Pada model yang dibuat terdapat hubungan antara besar diameter batang pohon dengan volume aliran batang. Semakin besar diameter batang berbanding lurus dengan besar volume aliran batang. Hal ini berkaitan erat dengan luas permukaan batang, dimana air hujan mengalir pada batang pohon (Arijani 2006). Curahan Tajuk Bagian air jatuh ke atas permukaan tanah melalui celah tajuk dan atau berupa limpasan dari daun, ranting atau cabang pohon disebut sebagai curahan tajuk (Aththorick 2000; Williams 2004). Curahan tajuk adalah bagian dari curah hujan yang mencapai lantai hutan setelah melalui struktur lapisan tajuk rapat, mulai dari lapisan tajuk pohon dominan sampai ke lapisan semak belukar dan serasah. Aliran tajuk yang sampai ke permukaan tanah dapat memperkaya kandungan mineral tanah, dan berperan menambah kelembaban tanah (Levia & Frost 2006). Jumlah aliran batang dan curahan tajuk merupakan curah hujan netto mencapai permukaan tanah di bawah tajuk. Jumlah aliran tajuk jenis pohon yang sampai ke permukaan tanah mempunyai volume besar. Setiap jenis pohon memiliki jumlah curahan tajuk berbeda. Model Arsitektur Pohon Rauh dengan Jenis P. merkusii Jungh dan S. walchii Kort pada kelas kelerengan 20-30% memiliki persentase aliran tajuk masing-masing 71.216% dan 77.968%. Model arsitektur Massart dengan A. dammara Rich persentase aliran tajuknya 87.23% (Aththorick 2000). Hutan Pegunungan Tropis Equador memiliki jumlah total aliran tajuknya 53% dari total curah hujan sebesar 2200 mm (Zimmerman et al 2007). Jenis Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) mampu menghasilkan 57.32 % aliran tajuk dari curah hujan 1015.5 mm (Bentley 2007). Data tersebut diatas dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi curah hujan setiap kejadian hujan, akan berbanding lurus dengan jumlah volume tajuk yang dihasilkan. Curahan tajuk dipengaruhi oleh tebalnya lapisan tajuk (strata), jenis-jenis pohon yang membentuk tegakan, suhu, dan kecepatan angin. Unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap curahan tajuk adalah suhu dan kecepatan angin. Curahan tajuk juga dipengaruhi oleh selisih waktu kejadian hujan dan waktu terjadi hujan (siang atau malam). Levia dan Frost (2006) menyatakan bahwa volume air

11 tembus tajuk bisa dipengaruhi oleh jenis ephyfit yang tumbuh pada vegetasi, tipe hujan, intensitas hujan, dan kejadian hujan yang memiliki nilai kecil. Saat kejadian hujan, morfologi permukaan daun juga mempengaruhi laju aliran tajuk. Permukaan daun yang kasar cenderung menahan air hujan lebih lama dibanding permukaan daun yang halus. Hal ini disebabkan karena air hujan di permukaan daun harus membasahi seluruh permukaan sebelum dialirkan ke cabang. Pada daun permukaan halus, lebih cepat jenuh dengan air hujan yang diintersepsi (Arijani 2006). Infiltrasi Infiltrasi diartikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan vertikal ke bawah (Iverson 2000). Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah dan pergerakannya dalam tanah. Berdasar definisi ini, infiltrasi dibagi dalam tiga tingkatan proses, yaitu pertama, Imbibisi, merupakan proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan atau adsorbsi air oleh tanah; kedua, perkolasi atau filtrasi adalah infiltrasi dimana imbibisi masih berlangsung; dan ketiga, redistribusi air dalam tanah setelah imbibisi berakhir. Beberapa penulis atau peneliti lain membatasi infiltrasi hanya pada tingkatan proses pertama (Asdak 2007). Laju infiltrasi diartikan sebagai banyak air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Sedang laju air memasuki tanah pada suatu saat disebut sebagai kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi ditentukan oleh kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (Asdak 2007; Lee 1988). Selama intensitas hujan (laju penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Tetapi jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi maka terjadi genangan air di atas permukaan tanah atau limpasan permukaan (Arijani 2006). Sifat fisik tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah struktur tanah disamping tekstur dan kandungan air tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran dan kemantapan pori (Supardi 1983). Curah Hujan Curah hujan adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi. Chang (2006) menyatakan bahwa jumlah curah hujan selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Suroso

12 (2006) menyatakan bahwa presipitasi atau curah hujan dibagi atas Curah hujan terpusat (Point Rainfall) dan Curah hujan daerah (Areal Rainfall). Curah hujan terpusat (Point Rainfall) adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat pengukur hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau data mentah yang tidak dapat langsung dipakai. Curah Hujan Daerah (Areal Rainfall) adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir yaitu curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu curah hujan daerah ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dinyatakan dalam milimeter (mm). Kelembaban udara merupakan satu faktor penting terjadinya hujan. Kelembaban udara berfungsi menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan radiasi matahari. Sejalan dengan meningkatnya suhu udara, meningkat pula kapasitas udara dalam menampung air. Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin, gumpalan awan menjadi besar, dan pada gilirannya akan jatuh sebagai hujan. Uap air di atmosfer bergerak sebagai respons adanya beda tekanan uap air antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Laju gerakan air di atmosfer berbanding lurus dengan beda tekanan uap air yang terjadi (Jensen 1991). Di atas tegakan hutan, besarnya tekanan uap air di atmosfer biasanya berkurang dengan bertambahnya ketinggian tempat. Dengan demikian, akan terjadi gerakan uap air ke tempat yang lebih tinggi. Akumulasi uap air yang terjadi pada tempat dengan ketinggian tertentu pada suhu udara yang rendah pada saatnya akan terjadi proses kondensasi (Campbell et al. 2000). Air hasil proses kondensasi tersebut pada gilirannya akan jatuh sebagai air hujan (Asdak 2007). Curah hujan penting sekali peranannya dalam perimbangan air dan sebagai sumber hara di suatu lahan hutan. Hubungannya dengan perimbangan air, hujan adalah komponen utama sebagai energi masukan untuk lahan. Karena curah hujan mengandung unsur pokok yang terlarut maupun sebagai partikel. Sedangkan hubungannya dengan sumber hara, unsur-unsur terpenting seperti N, K, Ca, dan Mg banyak diproduksi oleh serasah melalui pencucian hara yang masuk ke dalam tanah (Cameron 2007). Kondisi ini sangat penting untuk memperbaiki sistim infiltrasi tanah. Ada tiga hal yang perlu dipahami gerakan air di dalam dan antara

13 berbagai ekosistem yang merupakan landasan dalam siklus hara. Pertama, tumbuhan memperoleh hidrogen untuk fotosintesis dari pecahnya molekulmolekul air. Kedua, tumbuhan menggunakan sebagian besar air guna mempertahankan keadaan kerangka hidrostatis dan untuk menggerakkan bahan kimia. Ketiga, tumbuhan mengambil unsur-unsur dalam larutan dari tanah. Tanpa aliran ini tumbuhan tidak mampu mempertahankan keseimbangan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Owens 2006). Kadar Air Tanah Air tanah merupakan suatu fase dari daur air. Air yang masuk ke dalam tanah akan tinggal di pori-pori tanah atau meresap melalui pori-pori tersebut ke bagian bawah yang disebut sebagai perkolasi. Air ditahan oleh tanah (diantara poripori tanah) akan kembali ke udara dengan cara evaporasi dan evapotranspirasi. Penahanan air oleh tanah dan gerakan air dalam tanah merupakan dua faktor penting dalam hubungan antara air dan tanah (Libby 1981). Air tanah biasanya hanya mengisi sebagian ruang pori tanah, dan keadaan dimana seluruh ruang pori terisi jarang terjadi. Nisbah antara isi ruang pori dan isi tanah seluruhnya disebut porositas, dan dinyatakan dalam persentase. Nilai ini berubah sesuai dengan perbedaan sifat alami dari tanah dan kandungan airnya. Porositas biasanya naik dengan naiknya kandungan air tanah (Tadjang 1980). Kandungan air tanah dapat dinyatakan dalam satuan mutlak, biasanya digunakan dalam bidang hidrologi dan keperluan neraca air. Kandungan air tanah dinyatakan juga sebagai ukuran potensial dalam satuan tegangan air tanah. Hal ini digunakan dalam fisiologi tumbuhan, dalam praktek irigasi dan dalam masalahmasalah hidraulik yang bersangkutan dengan aliran air dalam tanah tidak jenuh (Suprayogo et al. 2007). Air yang tertahan dalam tanah diakibatkan oleh adanya proses adhesi dan kohesi, sehingga diperlukan tenaga untuk memperoleh air tersebut. Daya menahan ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang terdapat pada suatu tempat. Makin kurang air yang diperoleh makin besar tegangan dan gaya yang dibutuhkan untuk memperoleh air lebih tinggi (Daniel et al. 1987). Tanah yang bertekstur halus akan menahan air lebih banyak dalam seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar, karena tanah bertekstur halus mempunyai lebih banyak

14 bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsorptif. Air hujan tersebut sebagian akan masuk ke dalam tanah dan membuat tanah menjadi lembab, tersimpan dalam cekungan-cekungan di permukaan tanah, dan sebagian lainnya akan hilang sebagai evaporasi (Supardi 1983). Pohon memerlukan tingkat kelembaban tanah tertentu. Artinya pada tingkat tertentu dapat menentukan bentuk tata guna lahan. Sebab tujuan akhir dari penataan lahan hutan adalah bagaimana lahan dapat memanen air hujan sebanyak-banyaknya yang disimpan dalam tanah. Oleh karena itu menjaga kondisi tanah tetap dalam keadaan lembab sangat diperlukan. Deng et al. (1987) menyatakan ada tiga proses terbentuknya kelembaban tanah, yaitu kelembaban higroskopis, kapiler, dan gravitasi. Kelembaban higroskopis terjadi karena air terikat pada lapisan tipis butirbutir tanah. Air yang dihasilkan tidak dapat digunakan oleh pohon. Kelembaban kapiler terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara butir-butir tanah. Air yang dihasilkan pada kelembaban ini dapat digunakan oleh pohon. Kelembaban gravitasi terjadi akibat adanya gaya tarik bumi, yaitu air dalam posisi peralihan menuju poripori tanah yang lebih besar. Tanah yang telah terisi oleh air akan mengalami tingkat kejenuhan. Kandungan air tanah sangat penting diketahui untuk mengetahui jumlah air yang ada dalam tanah. Tujuannya adalah sebagai bahan untuk mempertimbangkan perubahan kapasitas kelembaban tanah suatu lahan (Suripin 2002). Kadar Air Batang Berat kadar air batang didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT). Nilai berat basah kayu diperoleh dengan menimbang kayu langsung di lapang. Selanjutnya Kayu dikeringkan dalam tanur pengering atau oven menggunakan suhu 70 0 C kemudian ditimbang hingga konstan. Perbandingan berat kayu basah dan kering merupakan persen berat kadar airnya (Setiadi et al. 1989). Perbedaan nilai kadar air disebabkan adanya perbedaan persentase jumlah parenkim terhadap vascular bundle. Bagian ujung dan bagian pusat batang (core) memiliki kemampuan untuk mengikat air lebih banyak dari bagian pangkal tepi batang. Hal ini disebabkan karena jumlah parenkim pada bagian pusat batang dibandingkan dengan jumlah vascular bundle namun pada bagian ujung batang

15 kadar air tetap tinggi dikarenakan pada bagian ujung tersebut merupakan pusat pertumbuhan kayu pohon. Ikatan sel pembuluh atau disebut juga vascular bundle mengandung phloem, xylem, parenkim dan serat berdinding tebal. Serat berdinding tebal berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang. Dinding sel dari serat ini bertambah tebal dari bagian tengah (core) ke bagian korteks batang. Xylem diselimuti oleh sel-sel parenkim yang biasanya mengandung dua sel pembuluh yang lebih dan besar, kombinasi dari sel pembuluh besar dan kecil atau kumpulan dari beberapa sel pembuluh besar dan kecil (Kewilaa 2007). Secara makroskopis diketahui adanya perbedaan kerapatan (penyebaran) vascular bundle antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang. Semakin ke arah sentral kerapatan vascular bundle semakin berkurang, sedangkan ke arah vertikal kerapatan vascular bundle semakin bertambah. Kemampuan vascular bundle sebagai penyokong kekuatan kayu berkaitan erat dengan tebal dinding sel serabut dan kandungan silika dalam sel (Daniel et al. 1987). Transpirasi Transpirasi adalah proses hilangnya air dari tumbuhan melalui permukaan daun atau bagian lain dari tumbuhan. Sebagian besar proses transpirasi melalui daun. Di alam, air yang hilang melalui transpirasi dari daun bisa mencapai lebih dari 90% dari total air yang diserap oleh tumbuhan tersebut. Sebagian besar air yang diserap oleh pohon akan dibuang melalui proses transpirasi (Hamim 2007). Air yang mengalami proses transpirasi akan menguap ke atmosfer karena adanya perbedaan tekanan udara di sel-sel daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan atmosfer yang lebih rendah (Rindam et al. 2010). Fungsi transpirasi tumbuhan adalah untuk menjaga stabilitas suhu dan penyerapan unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah. Penguapan terjadi akibat perbedaan suhu dalam daun dan atmosfer menyebabkan penyerapan air melalui kolom air yang kontinyu (Laughlin 1998). Hubungan ini merupakan kesatuan antara tanah pohon atmosfer, dimana penyerapan air yang ada dalam tanah dilakukan oleh akar pohon (Suprayogo et al. 2007). Penyerapan air terjadi karena konsentrasi zat alir xilari dalam akar lebih rendah dibandingkan air dalam tanah. Sehingga air akan masuk ke dalam sel-sel akar secara osmosis terus ke bagian dalam sel-sel akar (Oren et al 1999). Dengan demikian, menurut Daniel et al (1987)

16 peran akar sebenarnya kurang lebih pasif dalam penyerapan air. Meskipun demikian, fungsi akar adalah menjaga permeabilitas dan menghisap kelembaban tanah. Penggerak laju transpirasi biasanya dinyatakan dengan jumlah air yang diuapkan per satuan waktu. Penggerak transpirasi adalah perbedaan konsentrasi uap air di dalam stomata dan konsentrasi uap air di udara bebas. Kekurangan uap air biasanya akan mencapai maksimum pada saat tengah hari ketika suhu udara dan daun tinggi (Rindam et al. 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya transpirasi antara lain cahaya, suhu, defisit tekanan uap air, dan ketersediaan air. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan cahaya adalah iklim makro, faktor lahan, dan vegetasinya. Iklim makro yang berperan paling besar adalah penyinaran matahari. Sedangkan faktor lahan yang berperan adalah kelerengan, dan ketinggian tempat (latitude). Faktor vegetasi seperti tutupan tajuk dan kerapatan pohon sangat mempengaruhi cahaya dan arah angin (Hamim 2007). Yulistyarini dan Ariyanti (2004) menyatakan bahwa pengaruh suhu tinggi pada transpirasi akan mempercepat laju transpirasi karena suhu yang tinggi akan menurunkan uap udara. Demikian pula kelembaban yang rendah akan meningkatkan laju transpirasi. Karena dengan kelembaban yang rendah uap air akan bergerak dari tekanan yang tinggi (dalam daun) ke tekanan yang rendah (atmosfer). Supardi (1983) menyatakan bahwa laju transpirasi juga tergantung ketersediaan air dalam tanah. Artinya kecepatan transpirasi akan meningkat ketika penyediaan air dalam tanah juga tinggi. Hubungan tingginya kadar air tanah dengan transpirasi dilakukan oleh Bora (2008) bahwa penambahan air pada periode waktu yang berbeda mempengaruhi laju transpirasi tanaman Jarak pagar. Jarak pagar yang disiram setiap 7 hari sekali mempunyai laju transpirasi yang lebih tinggi dibanding tanaman jarak pagar yang disiram setiap 28 hari sekali. Evaporasi Evaporasi merupakan proses fisis perubahan cairan menjadi uap. Ini terjadi bilamana air berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal pada daun-daun pohon (transpirasi) maupun secara eksternal pada permukaanpermukaan yang basah. Evaporasi melibatkan pengalihan energi dan massa, sehingga aliran (fluks) massa (massa/waktu) dapat dievaluasi menggunakan aliran

17 energi yang ekivalen. Evaporasi dapat dipandang sebagai suatu proses pertukaran energi pada permukaan evaporasi, difusi molekuler melalui suatu lapisan batas udara yang tipis di dekat permukaan, dan difusi turbulen pada udara bebas (Lee 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi antara lain ketersediaan air nisbi, besarnya tekanan uap atau perbedaan kerapatan antara permukaan evaporasi dan atmosfer ambien, dan efisiensi mekanisme penguapan. Ketersediaan air untuk evaporasi sebagian besar bergantung pada frekwensi presipitasi, dan laju pengeringan. Perbedaan tekanan uap antara permukaan evaporasi dan atmosfer merupakan suatu faktor penentu dasar dari laju evaporasi. Efisiensi mekanismemekanisme penguapan bergantung pada kecepatan dan turbulensi gerakan udara dan pada karakteristik permukaan yang berevaporasi (Menenti & Choudhury 1993). Mekanisme Perimbangan Air Pohon Seperti diketahui bahwa curah hujan merupakan komponen utama sistem input yang penting bagi pohon. Sebagian besar sumber daya air hujan dipergunakan untuk perimbangan air. Air hujan berperan penting dalam sistim pengairan sungai, sumber mata air, menjaga kelembaban tanah, air tanah, dan kehidupan vegetasi (Chang 2006). Seluruh sistem tersebut akan mengalami suatu proses sirkulasi yang berkelanjutan. Banyaknya curah hujan dipengaruhi oleh faktor cuaca dan tekanan udara yang sebagian besar juga turut berperan dalam siklus air. Pergerakan dan perubahan udara yang terjadi di atmosfer, di atas permukaan tanah, dan yang terjadi diantara keduanya, merupakan seluruh proses yang menyebabkan hujan. Curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi, selanjutnya akan ditahan oleh tajuk pohon. Air yang ditahan oleh tajuk pohon ini disebut sebagai proses intersepsi. Intersepsi air hujan oleh tajuk mempunyai fungsi mengurangi kekuatan mekanik air hujan ke permukaan tanah (Levia dan Frost 2006). Air hujan yang telah diintersepsi oleh tajuk pohon tadi, kemudian akan ditranslokasi menjadi curahan tajuk, aliran batang, yang lainnya diserap dan akan diuapkan kembali ke atmosfer oleh pohon (Arijani 2006; Aththorick 2000). Penguapan air oleh pohon dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban yang di picu oleh adanya penyinaran matahari. Proses penguapan pada pohon melalui daun yang mekanismenya disebut sebagai proses transpirasi (Yulistyarini dan Ariyanti 2004).

18 Air hujan tembus tajuk pohon dan air yang mengalir dari batang selanjutnya akan menuju ke permukaan tanah. Air yang sampai ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah melalui infiltrasi (Setiadi 1998). Siradz et al. (2007) menyatakan bahwa air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah menjadi aliran permukaan. Sedangkan air yang masuk ke dalam tanah akan mengisi ruang pori-pori tanah dan bergerak menuju ke daerah perakaran yang paling dalam. Air hujan yang berada dalam tanah selanjutnya akan diserap oleh akar pohon. Masuknya air ke dalam akar karena adanya tekanan potensial air yang berbeda antara di dalam dan di luar akar pohon, dimana air masuk melalui mekanisme osmosis. Air yang masuk ke dalam sel ini akan terdorong terus ke batang pohon (Campbell et al. 2000). Selanjutnya, air yang berada di dalam batang akan membetuk suatu ikatan hidrogen diantara molekul-molekulnya, sehingga terbentuk rantai molekul air (Lauenroth dan Bradford 2006) Pengikatan ini disebabkan oleh adanya sifat kohesi pada batang pohon yang menarik air dari akar. Molekul-molekul air tadi akan berikatan dengan dinding sel trakea dan trakeid. Molekul air yang terikat inilah yang disebut sebagai kadar air batang. Air yang ada di dalam batang tadi akan terus bergerak ke atas karena adanya tarikan transpirasi. Penguapan air melalui mekanisme transpirasi ini diatur oleh mekanisme membuka dan menutupnya stomata pada daun. Keluarnya air dari stomata karena perbedaan suhu dan kelembaban antara atmosfer dan pada bagian dalam daun. Air yang keluar dari stomata ke atmosfer melalui proses difusi, karena air di dalam daun lebih tinggi dibandingkan dengan atmosfer (Campbell et al. 2000). Jadi, laju transpirasi sangat dipengaruhi oleh faktor di dalam dan di luar pohon. Dalam daur perimbangan air, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui curahan tajuk, aliran batang, dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi aliran permukaan, evaporasi, dan infiltrasi.

Mekanisme perimbangan air pohon pada suatu lahan hutan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini : 19 Gambar 2 Mekanisme Perimbangan Air Pohon di Lahan Hutan. (Sumber : Agus dan Noordwijk 2004)