Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 27 POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT FERDINAL RAHIM Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang Sumatera Barat ABSTRAK Populasi kerbau dan sapi potong di Sumatera Barat berturut-turut adalah 21.421 ekor dan 419.352 ekor. Dalam dua tahun terakhir (25 vs. 24) terjadi penurunan 37,58 dan 29,43%. Luas total kebun sawit adalah 281.162 ha, yang produktif 231.756 ha dan produksinya 715.873 ton TBS/ tahun. Kebun kelapa sawit tersebut berpotensi menampung pengintegrasian dengan kerbau dan sapi sebanyak 49.623 sampai dengan 486.371 ST (satuan ternak) untuk mengatasi penurunan populasinya. Pengintegrasian kerbau dan sapi dengan kelapa sawit saling menguntungkan masing-masing pihak. Kata kunci: Integrasi, sapi, kerbau, sawit PENDAHULUAN Pada tahun 26 direncanakan untuk mengimpor sebanyak satu juta ekor sapi potong dalam rangka memenuhi 5% dari kebutuhan daging nasional yang jumlahnya sekitar 3. ton. Padahal dalam tahun l97 Indonesia masih mengekspor sapi. Populasi sapi Indonesia kini telah menurun dari 14 juta ekor pada tahun 199-an menjadi 1,5 juta ekor pada tahun 25. Tahun 1995 dan 25 pemenuhan kebutuhan daging melalui impor sapi potong berturut-turut 1 dan 28,5%. Kalau program swasembada sapi tahun 21 yang kita canangkan tidak berhasil, diprediksi bahwa dalam tahun 213 kebutuhan impor daging sapi meningkat menjadi 6% dan pada tahun 22. Merupakan hal yang sangat ironis dalam dunia peternakan apabila Indonesia mulai tergantung 1% pada sapi impor untuk memenuhi kebutuhan daging. Di Sumatera Barat (Sumbar) pemenuhan kebutuhan konsumen akan daging asal ternak besar dilakukan melalui dua sumber, yaitu dari ternak kerbau dan ternak sapi. Dalam dua tahun terakhir (25 vs 24) terjadi penurunan populasi kerbau sebesar 37,58% dan populasi sapi 29,43% (DINAS PETERNAKAN, 25). Agar penurunan populasi ternak tidak terjadi dan peningkatan dapat terwujud perlu dicarikan terobosan. Salah satunya adalah melalui pemanfaatan kebun sawit. Porsi luas perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera adalah 63% dari skala nasional, sedangkan di Sumbar terdapat 281.162 ha (DINAS PERKEBUNAN, 25). Terobosan dalam rangka pengembangan ternak besar, antara lain sudah dilakukan integrasi antara sapi dengan perkebunan kelapa sawit oleh daerah lain di Indonesia seperti Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan sedangkan Sumbar masih dalam tahap perencanaan ke arah itu. Kata integrasi berasal dari integrate yang berarti menggabungkan bagian-bagian yang seharusnya terlibat menjadi satu kesatuan. Karena melibatkan bagian-bagian, maka perlu bagian-bagian itu punya keinginan (willness) untuk berintegrasi atau ada keinginan dari yang berwenang untuk mengintegrasikan bagianbagian itu. Bagian-bagian yang dimaksud terlibat (berwenang) pada integrasi kerbau dan sapi dengan perkebunan kelapa sawit adalah peternak kerbau dan sapi di satu pihak dan pemilik kebun sawit di lain pihak. Kedua bagian ini bisa terpisah satu sama lain dan bisa juga merupakan personal yang sama. SEKELUMIT DAERAH SUMATERA BARAT Secara geografis Sumbar terletak pada O o 54 LU dan 3 o 3 LS dan 98 o 36-11 o 53 BT dan berbatasan sebelah Utara dengan Propinsi Sumatera Utara, sebelah Selatan dengan Propinsi Jambi dan Propinsi Bengkulu, sebelah Barat dengan Lautan Hindia dan sebelah Timur dengan Propinsi Riau. Ketinggian banyak tempat dari permukan laut, 11
Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 27 dimana mungkin dipelihara ternak, berkisar antara 2 m (pantai) sampai sekitar 9 m (pegunungan). Luas wilayah Sumbar mencapai 42.229 km 2 dengan jumlah penduduk 4.243.51 jiwa (DINAS PETERNAKAN, 25). Semenjak pemekaran tahun 23, Propinsi Sumbar terdiri dari 9 Kabupaten dan 7 Kota. Iklimnya tropis karena dilewati oleh khatulistiwa. Kelembaban berkisar antara 8 dan 9%. Daerah Sumbar adalah daerah banyak hujan, curah hujan maksimum terjadi pada bulah Mei dan Juni. TERNAK KERBAU DAN SAPI DI SUMATERA BARAT Data ternak kerbau dan sapi di Sumbar dapat dilihat pada Tabel 1. Populasi ternak kerbau, sapi potong dan sapi perah mengalami peningkatan dari tahun 21 sampai tahun 24. Pada tahun 25 dibandingkan dengan tahun 24 terjadi penurunan mencolok populasi ternak kerbau dan sapi potong berturut-turut 37,53 dan 29,79%. Walaupun populasi sapi perah meningkat 17,83%, tidaklah menggiurkan karena populasinya sangat kecil yakni hanya sebanyak 714 ekor. Menurut SASROAMIDJOYO (198) kerbau adalah hewan yang berbadan besar dan tidak panjang serta lehernya juga relatif pendek. Makanannya sederhana, cenderung hidup di daerah berair atau rawa, dewasa pada umur 5 6 tahun. TOELIHERE (1981) menguraikan bahwa bangsa kerbau perah India dan Mesir suka mandi dalam air bersih atau sungai karena itu bernama Kerbau Sungai (Riverine buffalo) sedangkan kerbau Indonesia sama dengan kerbau di negara-negara Asia Tenggara lainnya suka berkubang dalam lumpur sehingga bernama Kerbau Lumpur (Swamp buffalo). Aset asli Sumbar, Sapi Pesisir yang termasuk Bos indicus mempunyai daerah asal dan tempat pengembangan di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan hasil persilangan antara sapi Ongole (Bos indicus) asal India dengan sapi asli Sumbar yang persilangannya sudah terjadi sejak akhir abad 19. Kabupaten 5 Kota, Agam dan Tanah Datar adalah wilayah sentral sapi PO. Pada beberapa dekade akhir abad 2 masuk pula jenis sapi potong Eropah (Bos taurus) ke Sumbar, seperti Simmental, Charolais, Angus dan lain-lain dan terjadi pula persilangannya dengan sapi-sapi Sumbar baik dengan sapi PO maupun dengan sapi Pesisir yang badannya relatif kecil. Kabupaten 5 Kota dan Kabupaten Agam merupakan basis perkembangan turunan sapi-sapi potong Bos taurus untuk menyebar ke kabupaten dan kota lain di Sumbar. Pada Tabel 2 terlihat bahwa berdasarkan besar populasi, wilayah ternak kerbau adalah Kabupaten Padang Pariaman, Sijunjung, Pesisir Selatan, 5 Kota, Agam dan Tanah Datar. Ternak sapi selain terkonsentrasi juga pada enam kabupaten ini, juga banyak ditemukan di Kabupaten Solok dan Kota Padang. Semua daerah konsentrasi ternak kerbau dan sapi tentu diharapkan sebagai pemasok bibit ternak dalam rangka integrasi kerbau dan sapi dengan sawit. Disamping tidak tertutup kemungkinan mendatangkan dari propinsi lain ataupun dari luar negeri. Tabel 1. Perkembangan populasi ternak kerbau dan sapi (ekor) Ternak Kerbau Sapi potong Sapi perah Tahun 21 22 23 24 25 258.226 288.958 317.789 322.692 21.583 51.356 546.862 583.85 597.294 419.352 52 488 55 66 714 Sumber: DINAS PETERNAKAN (25) 12
Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 27 Tabel 2. Sebaran populasi kerbau dan sapi di Sumatera Barat tahun 25 (ekor) Kabupaten/Kota Kerbau Sapi potong Sapi perah Kabupaten Agam Kabupaten Pasaman Kabupaten 5 Kota Kabupaten Tanah Datar Kabupaten Padang Pariaman Kabupaten Pesisir Selatan Kab. Sawahlunto Sijunjung Kabupaten Solok Selatan Kabupaten Pasaman Barat Kabupaten Dharmasraya Kabupaten Kep. Mentawai Kota Padang Kota Padang Panjang Kota Bukittinggi Kota Payakumbuh Kota Pariaman Kota Solok Kota Swh. Lunto Kabupaten Solok 17.472 2.952 24.49 17.96 36.53 31.31 33.898 8.735 3.574 7.382 293 5.1 121 328 855 516 277 2.42 9.521 27.843 8.885 52.382 43.9 56.58 79.422 36.377 5.618 1.415 13.685 1.992 23.64 528 486 7.185 1.71 4.562 6.324 4.446 29 58 183 2 234 1 Sumatera Barat 21.583 419.352 714 Sumber: DINAS PETERNAKAN (25) Mengoptimalkan pemanfatan sumberdaya lokal tentu akan lebih tinggi tingkat efisiensinya. KEBUN SAWIT Potensi sumberdaya alam lokal Sumbar hendaklah dimanfaatkan secara efektif dalam rangka integrasi kerbau dan sapi dengan perkebunan sawit. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa enam kabupaten di Sumbar berpotensi besar dalam produksi kelapa sawit, yakni Kabupaten-Kabupaten Pasaman Barat, Dharmasraya, Solok Selatan, Agam dan Pesisir Selatan dengan areal kebun sawit yang luasnya antara 2 ribu sampai 126 ribu ha. Kabupaten Sawahlunto Sijunjung walaupun mempunyai luas kebun sawit 9 ribu ha tetapi unggul dalam produksi, 52 ribu ton TBS (tandan buah segar) melampaui produksi Kabupaten Pesisir Selatan dan mengimbangi produksi Kabupaten Agam dan Kabupaten Solok Selatan yang areal kebunnya jauh lebih luas. Berdasarkan kenyataan itu maka ke- 6 kabupaten itu patut menjadi pusat perhatian dalam merancang program integrasi kerbau dan sapi dengan kebun sawit. PENGADAAN KERBAU DAN SAPI BIBIT Di Pesisir Selatan sangat tepat dilakukan integrasi ternak dan sawit. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa luas kebun sawit, produksi tandan buah segar (TBS), jumlah sumberdaya manusia, didukung populasi kerbau ataupun sapi potong (Tabel 2) dapat dilakukan integrasi sawit dengan kerbau dan atau sapi disesuaikan berdasarkan teknis peternakan dan sosial budaya masyarakat. 13
Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 27 Tabel 3: Luas, produksi dan keluarga aktif pada kebun sawit Kabupaten Luas (ha) Produksi(ton) Jumlah keluarga (KK) Agam Pasaman 5 kota Tanah Datar Padang Pariaman Pesisir Selatan Sswahlunto Sijunjung Solok Selatan Pasaman Barat Dharmasraya Solok 27.978 1.631 2.894 6 283 19.711 9.45 38.643 126.327 54.644 64.85 2.62 7.4 269 5.658 51.972 8.792 345.225 112.51 873 997 57 2 317 12.649 393 1.2 25.559 9.456 Sumatera Barat 281.162 715.873 51.971 Sumber: DINAS PERKEBUNAN (25) Kabupaten Agam dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dapat melakukan pilihan antara integrasi sawit dengan kerbau atau sapi berdasarkan kecocokan teknis peternakan dan sosial budaya masyarakat. Akan tetapi karena relatif sedikit masyarakat yang beraktifitas di kebun, maka perlu dijadikan pertimbangan untuk melibatkan masyarakat external kebun dalam kegiatan integrasi sawit dengan kerbau dan sapi. Mengingat luasnya perkebunan sawit dan relatif rendahnya populasi kerbau dan sapi di Solok Selatan, Dharmasraya dan Pasaman Barat maka ke-3 kabupaten ini perlu mendatangkan bibit ternak dari luar. Disamping Pasaman Barat cukup mengandalkan tenaga keluarga pekebunnya sendiri, Solok Selatan dan Dharmasraya mungkin perlu melibatkan masyarakat external kebun dalam kegiatan integrasi sawit dengan kerbau maupun sapi. Dalam hal ini, Kabupaten Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Tanah Datar dan Solok dapat diharapkan sebagai sumber pemasok sebagian bibit ternak untuk integarasi kerbau/sapi di kabupaten lain. Setelah pemanfaatan ternak bibit lokal dilakukan, kekurangan yang terjadi tentu harus dipenuhi dengan sumber dari daerah lain. Tidak tertutup kemungkinan melakukan impor bibit ternak dari luar negeri, tetapi faktor peduli plasma nutfah harus tetap menjadi prioritas. POTENSI PAKAN KERBAU DAN SAPI Pakan hijauan (roughage) yang berasal dari limbah perkebunan sawit dapat berupa pelepah, daun, hijauan antara tanaman (HAT) dan serat buah, sedangkan bahan pakan konsentrat adalah lumpur sawit, limbah padat dan bungkil inti sawit (BIS). Khusus untuk menampung ternak sapi dan kerbau, kapasitas perkebunan kelapa sawit dapat dianalisis dari ketersediaan hijauan. Kebutuhan pakan hijauan untuk kerbau dan sapi per ekor yang beratnya 25 4 kg, berkisar antara 25 dan 4 kg/hari atau dibulatkan 9 sampai dengan 14,5 ton/tahun. Oleh karena itu potensi perkebunan kelapa sawit untuk penampungan ternak kerbau dan sapi potong di Sumbar dapat dianalisis sebagaimana uraian di bawah ini: 1. Pelepah Lahan seluas 1 ha ditanami rata-rata 13 batang pohon sawit yang setiap pohonnya menghasilkan rata-rata 22 pelepah/ tahun (ULFI, 25). Setelah dikupas berat rata-rata satu pelepah adalah 2,2 kg. Seluas 231.756 ha kebun sawit produktif akan menghasilkan hijauan sebanyak 231.756 x 13 x 22 x 2,2 kg = 1.458.29 ton yang akan mampu memasok 14
Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 27 untuk sumber pakan sebanyak 162.23 sampai dengan 1.566 ST kerbau atau sapi. 2. Serat buah Serat buah diperoleh 12 13% dari TBS (MASKAMIAN, 25). Berarti dari total produksi TBS 715.873 ton (DINAS PERKEBUNAN, 25) tersedia pakan hijauan sebanyak 13/1 x 715.873 ton = 93.63 ton yang akan mampu memasok 1.34 sampai dengan 6.418 ST kerbau atau sapi. 3. Daun Rataan berat daun per pelepah setelah dibuang lidinya adalah,5 kg (ULFI, 25), dengan begitu kebun sawit produktif seluas 231.756 ha menghasilkan pakan sebanyak 331.411,8 ton yang, akan mampu memasok untuk 36.8-22.9 ST. 4. Hijauan antara tanaman (HAT) Belum tersedia data kapasitas kebun sawit, tetapi menurut pengamatan lapangan, kapasitas kebun sawit terhadap penampungan ternak kerbau atau sapi adalah 1 ST/ha (ULFI, 25). Sesuai dengan luas kebun sawitnya berarti melalui HAT di Sumbar dapat dipelihara sebanyak 281.162 ST kerbau/sapi. Oleh karena itu total ternak kerbau atau sapi yang dapat dipelihara pada sistem integrasi dengan kebun sawit dari hasil penjumlahan kapasitas pelepah, serat buah, daun dan HAT adalah sebanyak 493.325-411.46 ST Modal kurang MASALAH DAN SOLUSI Pihak yang berwenang pada pembangunan peternakan di nusantara ini tentu pemerintah melalui sambungan tangannya yaitu Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan Pemerintah Daerah. Di Sumbar yang berwenang adalah Dinas Peternakan Propinsi, Kabupaten dan Kota. Personal pada lembaga itu sangat mengerti dan menghayati kondisi kritis untuk mengantisipasi terjadi penurunan populasi ternak kerbau dan sapi pada tahun 22. Pada sisi lain, investor masih enggan berinvestasi pada usaha pembibitan ternak karena kecilnya margin keuntungan. Berdasarkan data DINAS PERKEBUNAN (25) status kebun sawit di Sumbar 52,3% perkebunan rakyat (PR), 45,1% perkebunan besar swasta negara (PBSN) dan 2,6% perkebunan pemerintah (PTP), maka diharapkan pemilik PR maupun pemilik PBSN bersedia berinvestasi dalam program pemeliharaan kerbau dan sapi. Paling tidak kedua perkebunan tersebut memberikan peluang pada pekerjanya atau rakyat sekitar untuk memelihara ternak.di perkebunannya. Pemilik PBSN dan pekerjanya serta pemilik PR dan petani sekitar akan memperoleh manfaat ganda dengan sistem integrasi kerbau dan sapi dengan sawit. Tenaga ternak dapat dimanfaatkan dalam transportasi TBS dari kebun ke lokasi pengumpulan sebelum dikirim ke pabrik pengolahan. Menghemat tenaga penanganan limbah kebun/industri karena ternak kerbau dan sapi dapat mendaurnya menjadi produk ternak yang bermanfaat seperti daging. Biaya penyiangan kebun akan menjadi hemat melalui grazing atau penyabitan hijauan antar tanaman. Pemanfaatan pupuk kandang sebagai hasil sampingan ternak kerbau/sapi mengurangi biaya pemupukan kelapa sawit dan menjamin pengembalian bahan organik ke tanah perkebunan. Ekonomi masyarakat (pemilik PR, pekerja pada PBSN dan masyarakat sekitar) terangkat karena menjadikan ternak sebagai sumber panghasilan sekundernya. Kesempatan memelihara kerbau dan sapi yang diperoleh masyarakat juga berimpact positif karena mereka lebih tergantung pada kebun sawit. Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan berusaha mewujudkan dan memfasilitasi program integrasi kerbau dan sapi dengan kebun sawit secara profesinal sehingga peluang ke arah itu tidak sia-sia. Penempatan ternak pada masyarakat tidak boleh berakhir dengan hasil nihil yang mungkin disebabkan kematian ternak secara massal ataupun karena petani lebih cenderung menjual ternak untuk mendapatkan uang tunai melalui jalan pintas. Andai kata manfaat ganda integrasi kerbau dan sapi dengan sawit sudah dihayati masingmasing pihak yang terlibat, semua fasilitas yang diberikan pemerintah ke arah itu akan dapat diterima (acceptable). Tujuan mulia 15
Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 27 peningkatan populasi ternak kerbau dan sapi di daerah akan tercapai. Pada gilirannya tentu juga bermuara pada peningkatan populasi ternak kerbau dan sapi secara nasional. maupun bidang sosial dan budaya. Karena itu perlu penelitian disiplin-disiplin ilmu terkait terhadap kemungkinan implementasi integrasi kerbau dan sapi dengan kelapa sawit. Gizi pakan rendah Keberhasilan dalam usaha peternakan harus memperhatikan tiga faktor yaitu manajemen, makanan dan pemuliaan (breeding). Sesuai dengan topik makalah ini perlu dibahas bahwa pemberian makanan ternak hendaklah memperhatikan kecukupan kebutuhan ternak dalam hal kuantitas dan kualitas. Kuantitas tidak diragukan lagi karena ketersediaan limbah sawit yang berlimpah. Nilai gizi pelepah, daun, hijauan antar tanaman dan serat buah sawit relatif rendah. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi terkait sudah dan sedang melakukan penelitian dalam memanfaatkan teknologi peningkatan mutu bahan pakan tersebut. Pada implementasi integrasi kerbau dan sapi dengan sawit hendaklah menggunakan pakan yang sudah memperoleh sentuhan teknologi, disamping pemberian ransum seimbang dengan mengkombinasikan pakan konsentrat, vitamin dan mineral. Penelitian Banyak kendala yang harus dicarikan solusinya untuk lancarnya sistem integrasi kerbau dan sapi dengan kebun sawit, baik bidang teknis peternakan dan perkebunan KESIMPULAN Perkebunan kelapa sawit Sumbar berpotensi untuk berkontribusi dan menampung sebanyak 49.623-486.371 ST ruminansia besar. DAFTAR PUSTAKA DINAS PETERNAKAN. 25. Laporan Tahunan. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. Padang. DINAS PERKEBUNAN. 25. Laporan Tahunan. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. Padang. MASKAMIAN. 25. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi. BPTP Kal. Selatan dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogo.r ULFI, N. 25. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. BPTP Kalimantan Selatan dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. SASROAMIDJOYO, M.S. 198. Ternak Potong dan Kerja. Penerbit CV Jasa Guna. Jakarta. TOELIHERE, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. 16