4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar 8, 9, 10, dan Gambar 11. Kisaran konsentrasi nitrat, amonium, fosfat, dan DO di perairan Teluk Jakarta masingmasing berturut-turut berkisar antara 0.96-28.71 µga N-NO 3 l -1, 3.13-14.63 µga N-NH 4 l -1, 0.009-0.38 µga P-PO 4 l -1, dan 3.16-6.93 mg l -1. Konsentrasi nitrat, amonium, dan fosfat maksimum masing-masing berturut-turut terdapat di area dekat muara Cikarang Bekasi Laut (CBL) (28.71 µga N-NO 3 l -1 ), dekat muara Goba (14.63 µga N-NH 4 l -1 ), muara Citarum (0.38 µga P-PO 4 l -1 ), sedangkan konsentrasi DO minimum terdapat di sekitar muara Goba (3.16 mg l -1 ). Secara umum pola konsentrasi nitrat, amonium, dan fosfat cenderung menurun signifikan ke arah laut lepas dan relatif tinggi di beberapa muara sekitar pantai Teluk Jakarta. Sebaliknya terlihat relatif homogen di area sekitar bagian tengah badan teluk hingga laut lepas. Khusus untuk pola konsentrasi fosfat terlihat relatif heterogen di bagian Barat teluk. Pola konsentrasi DO cenderung bertambah secara signifikan semakin ke arah laut lepas dan relatif rendah di sepanjang pantai Teluk Jakarta, serta terlihat relatif homogen dan cenderung tinggi di area sekitar bagian tengah badan teluk hingga laut lepas bagian Utara teluk selanjutnya relatif heterogen dan cenderung rendah di bagian Barat teluk. Jumlah penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya yang semakin bertambah dari tahun ke tahun memacu tingginya aktifitas/kegiatan manusia di daerah ini 36
37 Gambar 8. Distribusi nitrat di perairan Teluk Jakarta bulan Maret 2010 menggunakan Software Surfer 9. Gambar 9. Distribusi amonium di perairan Teluk Jakarta bulan Maret 2010 menggunakan Software Surfer 9.
38 Gambar 10. Distribusi fosfat di perairan Teluk Jakarta bulan Maret 2010 menggunakan Software Surfer 9. Gambar 11. Distribusi DO di perairan Teluk Jakarta bulan Maret 2010 menggunakan Software Surfer 9.
seperti kegiatan industri, perkantoran, pertanian, perkebunan, dan domestik 39 (rumah tangga) tanpa adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah. Dugaan ini yang menyebabkan pengaruh daratan sangat dominan dalam menyumbangkan nutrien seperti nitrat, amonium, dan fosfat dari limbah industri, perkantoran, pertanian, perkebunan, dan domestik (rumah tangga) sebagian besar melalui run off sungai di Teluk Jakarta. Kegiatan budidaya kerang hijau dan udang di sekitar pantai bagian Timur, bagian Tengah dan bagian Barat Teluk Jakarta diduga ikut meningkatkan konsentrasi nitrat, amonium, dan fosfat di beberapa area sepanjang pantai Teluk Jakarta. Kegiatan reklamasi pantai, pengerukan pasir, dan pembalakan pepohonan secara liar yang dapat mengakibatkan abrasi dan erosi tanah juga diduga meningkatkan konsentrasi nutrien di beberapa muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta. Limbah industri seperti hasil kegiatan industri obat-obatan, industri pupuk urea, industri tekstil, dan limbah domestik (rumah tangga) seperti deterjen, sampo, sabun, tinja cair (urin) serta limbah pertanian seperti pemakaian pestisida, pupuk urea juga diduga ikut berkontribusi secara signifikan meningkatkan konsentrasi nutrien di beberapa area dekat muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta seperti yang terlihat dalam Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10. Damar (2003) menegaskan limbah domestik yang diproduksi oleh aktifitas manusia di perkotaan sebagian besar menyumbangkan limbah anorganik dalam bentuk amonium sedangkan aktifitas pertanian sebagian besar menyumbangkan limbah anorganik dalam bentuk nitrat secara signifikan masuk melalui sungai-sungai yang mengalir menuju Teluk Jakarta. Selain itu Muchtar (1996) menambahkan tingginya konsentrasi fosfat dan nitrat pada musim tertentu
di perairan Teluk Jakarta disebabkan karena adanya sumbangan dari daratan 40 secara signifikan melalui sungai-sungai yang mengalir menuju perairan tersebut. Faktor luar (allocthoneous) selain daratan yang diduga cukup signifikan meningkatkan konsentrasi nutrien di perairan pantai Teluk Jakarta, yaitu faktor atmosfer, seperti presipitasi oleh air hujan akan meningkatkan debit sungai (riverine discharge) sehingga memperbesar beban masuk nutrien (nutrient loads) ke muara-muara sungai menuju Teluk Jakarta serta kandungan nutrien dalam air hujan itu sendiri. Menurut Effendi (2003) air hujan menyumbangkan nitrogen berupa nitrat ke perairan sekitar 0.2 mg l -1 atau setara dengan 14.286 µga N-NO 3 l -1. Selain itu, Damar (2003) mengatakan bahwa terdapat hubungan/korelasi positif antara beban masuk nutrien (nutrient loads) dengan konsentrasi nutrien di muara-muara sungai Teluk Jakarta. Pengaruh presipitasi dipertimbangkan karena pada saat pengamatan lapangan masih turun hujan sehingga cenderung masih dipengaruhi oleh musim penghujan (musim Barat). Kemudian faktor berikutnya adalah adanya pengaruh aliran dari perairan sekitar, hal ini terlihat adanya gradien konsentrasi nutrien (Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10.) terutama fosfat di bagian Barat Teluk Jakarta. Selain faktor luar (allocthoneous), faktor dari dalam perairan (autothoneous) diduga cukup signifikan meningkatkan kembali konsentrasi nutrien di permukaan laut. Kegiatan heterotrofik seperti aktifitas bakteri dekomposer yang menguraikan komponen-komponen organik mati menjadi komponen-komponen anorganik dalam kondisi aerob di zona eufotik diduga ikut meningkatkan konsentrasi nitrat, amonium, dan fosfat namun menurunkan
41 konsentrasi oksigen di beberapa area dekat muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta. Konsentrasi nutrien; nitrat, amonium, dan fosfat yang relatif homogen di bagian Tengah badan teluk sampai laut lepas bagian Utara teluk serta nilai konsentrasi yang cenderung berkurang signifikan ke arah laut lepas diduga adanya transpor massa air dari perairan sekitar. Massa air tersebut mengalir sepanjang tahun ke Samudera Hindia akibat pengaruh gradien muka air laut antara Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia (Wyrtki, 1961) masuk ke Teluk Jakarta cenderung melalui laut Jawa membawa massa air yang memiliki konsentrasi nutrien relatif lebih rendah lalu bertemu dengan massa air di dalam teluk yang memiliki konsentrasi nutrien relatif lebih tinggi kemudian mengalami pengenceran (dilution) dan cenderung terdispersi. Koropitan et al. (2009) menyatakan influks dari laut terbuka memegang peranan penting dalam mengontrol dissolved inorganic nitrogen (DIN) di Teluk Jakarta. Selain itu, dugaan lain adalah adanya pemanfaatan nutrien oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis. Konsentrasi nitrat yang cenderung rendah di beberapa area dekat muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta diduga adanya kegiatan autotrofik seperti aktifitas fotosintesis oleh fitoplankton. Kemudian konsentrasi amonium yang cenderung rendah di beberapa area dekat muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta selain dari aktifitas fotosintesis juga diduga ada kegiatan autotrofik lain seperti aktifitas bakteri nitrifikasi yang mengubah amonium menjadi nitrat untuk kebutuhan energi dalam kondisi aerob. Konsentrasi fosfat yang cenderung rendah di beberapa area dekat muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta selain dari
aktifitas fotosintesis juga diduga adanya sumbangan limbah domestik dan 42 pertanian berupa organik deterjen dan pupuk dalam bentuk polifosfat (Sanusi, 2006) yang cukup signifikan dimana senyawa ini dipengaruhi oleh suhu dan ph dalam proses hidrolisis menjadi ortofosfat (Effendi, 2003). Selain itu, konsentrasi nutrien (nitrat, amonium, fosfat) yang cenderung rendah juga dapat disebabkan oleh adanya proses adsorbsi oleh bahan-bahan tersuspensi kemudian terendapkan di dasar perairan. Faktor fisik seperti adveksi (arus), pasut, pengadukan vertikal (vertical mixing), dan angin memegang peranan penting dalam proses tranpor nutrien dan pertukaran nutrien permukaan dengan nutrien dasar laut. Karakteristik perairan Teluk Jakarta yang relatif sempit dan relatif dangkal akan cenderung menimbulkan pengadukan vertikal secara intensif yang dipengaruhi kuat oleh arus pasut (Mann dan Lazier, 1996). Peningkatan konsentrasi nutrien di area dekat muara sungai (perairan relatif lebih landai) Teluk Jakarta juga dapat diduga karena adanya pengadukan vertikal yang intensif mengangkut nutrien dasar laut menuju permukaan laut akibat pengaruh angin dan arus pasut. Dugaan ini diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Koropitan dan Ikeda (2008) menyatakan pengadukan vertikal (vertical mixing) di Teluk Jakarta dipengaruhi kuat oleh pengadukan pasut (tidal mixing) dengan arus pasut komponen K 1 bersifat dominan dibawah pengaruh angin muson. Secara umum konsentrasi oksigen terlarut (DO) pengamatan lapangan terlihat cenderung rendah terutama di sepanjang pantai Teluk Jakarta, hal ini diduga adanya kegiatan respirasi yang intensif oleh hewan-hewan laut dan fitoplankton yang mendiami Teluk Jakarta terutama saat malam hari. Kondisi ini
kemungkinan ada kaitannya dengan fluktuasi harian (diurnal) oksigen terlarut 43 dimana pada saat pengamatan lapangan dilakukan pagi hari sekitar pukul 08.00 sampai pukul 12.00. Konsentrasi oksigen terlarut cenderung tinggi pada sore hari dan cenderung rendah pada pagi hari (Effendi, 2003). Selain itu juga konsentrasi oksigen terlarut (DO) yang cenderung rendah di sepanjang pantai Teluk Jakarta diduga adanya intensifikasi bahan organik sehingga memacu kegiatan autotrofik dan heterotrofik seperti aktifitas bakteri nitrifikasi dan bakteri dekomposer yang memanfaatkan oksigen terlarut (DO) di permukaan laut dalam kondisi aerob. Kondisi ini kemungkinan didukung oleh sirkulasi massa air horisontal di sekitar muara sungai yang relatif lambat, diduga arus permukaan di sekitar area tersebut cenderung kecil pada saat itu sehingga menghambat pertukaran oksigen terlarut melalui proses adveksi dan difusi dengan faktor fisik lain seperti suhu dan salinitas dianggap relatif konstan. Mengenai konsentrasi oksigen terlarut yang relatif homogen dan cenderung tinggi di bagian Tengah badan teluk sampai laut lepas bagian Utara teluk diduga ada hubungannya dengan kelimpahan fitoplankton dan arus permukaan yang cenderung relatif lebih cepat sehingga menyebabkan peningkatan laju pertukaran oksigen terlarut secara adveksi dan difusi dengan faktor fisik lain seperti suhu dan salinitas dianggap relatif konstan. Konsentrasi oksigen terlarut yang relatif heterogen dan cenderung rendah di bagian Barat teluk diduga adanya sumbangan komponen organik mati dari perairan sekitar sehingga memacu kegiatan autotrofik dan heterotrofik seperti aktifitas bakteri nitrifikasi dan bakteri dekomposer di zona eufotik dalam kondisi aerob.
4.2. Perbandingan Hasil Model dan Data Pengamatan Lapangan 44 4.2.1. Arus Hasil model arus 2 dimensi (perata-rataan terhadap kedalaman) bulan Maret sampai Mei disajikan pada Gambar 12. Secara umum pola arus terlihat bergerak masuk dari arah Barat kemudian keluar pada batas laut terbuka Utara atau di bagian Timur Teluk Jakarta. Kecepatan arus relatif besar (lebih cepat) pada batas laut terbuka Barat dan sepanjang batas laut terbuka Utara teluk dengan kecepatan arus maksimum sebesar 19 cm s -1. Kemudian cenderung mengecil (lebih lambat) pada bagian tengah teluk hingga sepanjang pantai teluk mengikuti kondisi batimetri yang ada. Pola arus yang bergerak menuju Timur, hal ini karena pengaruh kuat angin muson yang bertiup dari arah Barat Laut dominan membawa massa air masuk ke batas laut terbuka Barat dan mengalir sepanjang batas laut terbuka Utara teluk kemudian sebagian cenderung menyebar ke tengah sampai sepanjang pantai teluk selanjutnya keluar menuju batas laut terbuka Utara sekitar bagian Timur teluk. Selain itu, hasil model ini menunjukkan bahwa musim peralihan I ( bulan Maret sampai bulan Mei) masih dipengaruhi kuat oleh angin Barat Laut (musim Barat). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hadikusumah (2008) yang menyimpulkan bahwa arah arus pada bulan Maret dan bulan Mei (Masa Peralihan Satu) cenderung masih dipengaruhi oleh musim Barat. Kecepatan arus yang relatif besar (lebih cepat) pada batas laut terbuka Barat dan sepanjang batas laut terbuka Utara, hal ini karena adanya pengaruh perbedaan elevasi/tinggi muka air yang signifikan pada area batas terbuka Barat dan Utara dengan laut lepas. Perbedaan elevasi/tinggi muka air laut ini
45 19 cm s -1 Gambar 12. Pola arus 2 dimensi (perata-rataan kedalaman) hasil model bulan Maret sampai Mei dengan Transform 3.3. disebabkan oleh pengaruh gesekan dasar yang diperhitungkan dalam model. Gelombang panjang permukaan yang menjalar dari perairan laut sekitar (kedalaman perairan relatif lebih dalam/curam) sebagian energinya tereduksi oleh efek gesekan dasar ketika masuk ke Teluk Jakarta (kedalaman perairan relatif lebih dangkal/landai) melalui batas laut terbuka Barat dan batas laut terbuka Utara sehingga elevasi/tinggi muka air laut pada area batas laut terbuka teluk akan cenderung membesar (lebih tinggi) dan menimbulkan perbedaan tekanan hidrostatik yang signifikan. Hal inilah yang menyebabkan arus pada batas terbuka Barat dan Utara teluk relatif lebih cepat.
Kecepatan arus yang cenderung mengecil (lebih lambat) pada bagian 46 tengah teluk dan sepanjang pantai teluk, hal ini disebabkan oleh pengaruh gesekan dasar yang diperhitungkan dalam model. Efek gesekan dasar terlihat mempengaruhi besarnya kecepatan arus pada perairan laut dangkal/landai khususnya di perairan Teluk Jakarta. Pada penelitian ini, pola arus hasil model tidak divalidasi dengan data lapangan karena model yang digunakan merupakan simplifikasi yaitu menggunakan pendekatan perata-rataan terhadap kedalaman. Namun, pada penelitian Koropitan et al. (2009), model yang sama diaplikasikan berdasarkan pendekatan 3-dimensi sehingga hasil validasi arus pasut yang diukur di lapangan memberikan hasil yang baik. 4.2.2. Pola Sebaran Nutrien Hasil model dan pengamatan lapangan amonium dan nitrat dalam bentuk satuan mmol N m -3 /µm bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar 12. dan Gambar 13. Secara umum pola sebaran amonium dan nitrat hasil model mendekati pola sebaran pengamatan lapangan, yaitu cenderung berkurang ke arah laut lepas dan cenderung tinggi di beberapa titik dekat muara sungai Teluk Jakarta. Namun hasil model amonium agak berbeda terutama pada nilai konsentrasi amonium sepanjang muara sungai Teluk Jakarta. Nilai konsentrasi amonium dan nitrat hasil model yang diperoleh relatif lebih tinggi daripada pengamatan lapangan. Konsentrasi amonium prediksi (model) cenderung tinggi pada enam titik di muara sungai bagian Timur, bagian Tengah, dan bagian Barat Teluk Jakarta sebesar 7.27 mmol N m -3 masing-masing, yaitu muara Citarum, muara Mati,
47 (a) (b) Gambar 13. Pola sebaran amonium. (a) hasil model dengan Transform 3.3 dan (b) hasil pengamatan lapangan bulan Maret 2010 dengan Surfer 9.
48 (a) (b) Gambar 14. Pola sebaran nitrat. (a) hasil model dengan Transform 3.3 dan (b) hasil pengamatan lapangan bulan Maret 2010 dengan Surfer 9.
muara CBL (Cikarang Bekasi Laut), muara Marunda (Timur), muara Sunter, 49 muara Tanjung Priok (Tengah), dan muara Angke (Barat). Nilai konsentrasi amonium prediksi (model) berkurang signifikan sebesar 2.80, 1.68, 1.66, 1.65, dan 1.63 mmol N m -3 ke arah batas laut Utara teluk. Pola konsentrasi amonium prediksi (model) terlihat cenderung dominan mengarah ke bagian Timur Teluk Jakarta. Konsentrasi nitrat prediksi (model) cenderung tinggi pada lima titik di muara sungai bagian Timur dan bagian Tengah Teluk Jakarta sebesar 8.26 mmol N m -3 masing-masing, yaitu muara Citarum, muara Mati, muara CBL (Cikarang Bekasi Laut), muara Marunda (Timur), muara Sunter, dan muara Tanjung Priok (Tengah). Nilai konsentrasi nitrat prediksi (model) berkurang signifikan sebesar 3.65, 0.93, 0.51, 0.46, dan 0.43 mmol N m -3 ke arah batas laut Utara teluk. Pola konsentrasi nitrat prediksi (model) terlihat cenderung dominan mengarah ke bagian Timur Teluk Jakarta. Konsentrasi amonium dan nitrat prediksi (model) yang cenderung tinggi di sepanjang pantai dan muara sungai Teluk Jakarta menunjukkan bahwa debit sungai (riverine discharge) adalah sumber utama penyuplai nutrien. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Damar (2003) menyatakan beban nutrien (nutrient loads) memiliki hubungan/korelasi positif dengan konsentrasi nutrien di muara sungai Teluk Jakarta. Konsentrasi amonium dan nitrat prediksi (model) berkurang signifikan ke arah batas laut Utara teluk. Hal ini menunjukkan pengaruh batas laut Utara lebih dominan dalam mengontrol transpor nutrien (amonium dan nitrat) daripada batas laut Barat di Teluk Jakarta. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh input
nutrien pengamatan lapangan yang diberikan pada batas terbuka Utara lebih 50 representatif daripada batas terbuka Barat, yaitu sebanyak lima data pengamatan masing-masing dari stasiun 38, 32, 19, 18, 7 (lihat Gambar 3) yang diasumsikan mewakili masukan nutrien dari laut sepanjang batas terbuka Utara sedangkan pada batas terbuka Barat hanya diberikan satu data pengamatan lapangan, yaitu pada stasiun 38 (lihat Gambar 3). Hal ini dilakukan karena kurang representatifnya data pengamatan lapangan pada batas terbuka Barat. Sehingga pengaruh transpor nutrien (amonium dan nitrat) dari batas terbuka Barat dalam model ini belum terlihat signifikan terhadap pola sebaran nutrien (amonium dan nitrat) di Teluk Jakarta. Koropitan et al. (2009) menyatakan influks dari laut terbuka memegang peranan penting dalam mengontrol DIN (dissolved inorganic nitrogen) di Teluk Jakarta dan Damar (2003) menyimpulkan influks dari laut terbuka memegang peranan penting dalam mengontrol ekosistem di Teluk Jakarta. Pola konsentrasi amonium dan nitrat prediksi (model) yang cenderung dominan mengarah ke bagian Timur Teluk Jakarta karena pengaruh kuat angin Barat Laut membawa nutrien dari laut terbuka ke bagian Timur Teluk Jakarta sehingga memicu intensifikasi konsentrasi nutrien di sekitar muara sungai bagian Timur Teluk Jakarta. Kecuali pada muara Citarum, konsentrasi nutrien secara langsung keluar ke laut terbuka. Pola sebaran konsentrasi amonium prediksi (model) agak berbeda dengan pola sebaran pengamatan lapangan terutama pada konsentrasi muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurang representatifnya data pengamatan lapangan di sekitar muara sungai. Nilai konsentrasi amonium dan nitrat prediksi (model) relatif lebih tinggi daripada nilai
konsentrasi pengamatan lapangan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh input 51 amonium dan nitrat pada model menggunakan data pengamatan tahun 2001 sedangkan data pengamatan lapangan tahun 2010, serta asumsi yang diterapkan dalam model ekosistem. Salah satu kemungkinan yang paling berpengaruh adalah debit sungai (riverine discharge) yang diasumsikan mengalir konstan sepanjang tahun di Teluk Jakarta.