BAB 2 LANDASAN TEORI. perencanaan dan pengendalian produksi dan juga merupakan rencana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 PENGUJUAN MODEL DAN ANALISIS. Untuk keperluan pengujian model dan program komputer yang telah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENJADWALAN DENGAN TEKNIK SISIPAN (INSERTION TECHNIQUE) IR. DINI WAHYUNI, MT. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara

BAB 3 LANDASAN TEORI

Bab 2 Landasan Teori Perencanaan dan Pengendalian Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN MODEL PENJADWALAN MENGGUNAKAN TEKNIK SISIPAN (INSERTION TECHNIQUE)

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK Giffler dan Thompson

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

JOB SHOP PANDUAN BIG PROJECT

OPTIMASI PENJADWALAN MESIN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL DUDEK SMITH (CDS) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

Scheduling Problems. Job Shop Scheduling (1) Job Shop Scheduling Problems. Job Shop Scheduling (2) 13/05/2014

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENJADWALAN PRODUKSI

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

BAB II LANDASAN TEORI. menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi software yang. dirancang untuk menjalankan tugas tertentu.

BAB II LANDASAN TEORI. atau minimum suatu fungsi tujuan. Optimasi produksi diperlukan perusahaan dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. informasi penjadwalan produksi paving block pada CV. Eko Joyo. Dimana sistem

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 PERANAN PENJAD WALAN DAN PENGARUHNYA

Perencanaan Short-Term Scheduling dan Production Scheduling Model

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. sistem kontrol persediaan dan produksi, dan MRP tipe 3 berhubungan dengan. sistem perencanaan manufaktur (Tersine, 1984).

BAB III LANDASAN TEORI. ilmu yang terkait dalam penyelesaian dalam kerja praktek.

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PENJADWALAN KEGIATAN PRODUKSI PADA PT.MULIAGLASS FLOAT DIVISION DENGAN METODE FORWARD DAN BACKWARD SCHEDULING

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PT. XYZ

MODEL PENJADWALAN FLOW SHOP n JOB m MESIN UNTUK MEMINIMASI MAKESPAN TANPA TARDY JOB DENGAN KENDALA KETIDAKTERSEDIAAN MESIN

bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi, sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut adalah hasil sampingannya sep

PENJADWALAN PRODUKSI DI LINE B MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL-DUDEK-SMITH (CDS)

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Perusahaan yang dapat. jumlah konsumennya. Salah satu usahanya adalah dengan

NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar S-1 Jurusan Teknik Industri. Disusun Oleh: EKO WAHYU NUGROHO D

PENJADWALAN PRODUKSI JOB SHOP MENGGUNAKAN ALGORITMA GIFFLER THOMPSON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJADWALAN PRODUKSI MESIN INJECTION MOULDING PADA PT. DUTA FLOW PLASTIC MACHINERY

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN ATURAN PRIORITAS PENJADWALAN PADA PENJADWALAN NON DELAY N JOB 5 MACHINE

Metode Penugasan. Penugasan & Pengurutan Job. Metode Penugasan. Supl 15. Langkah-langkah Metode Penugasan 31/10/2015

BAB II BAHAN RUJUKAN

Lina Gozali, Lamto Widodo, Wendy Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jl. S Parman no.1, Jakarta

Jurusan Teknik Industri Itenas No.03 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli Dzakiy Sulaiman, Emsosfi Zaini, Arnindya Driyar M.

PENJADWALAN PRODUKSI MENGGUNAKAN ALGORITMA JADWAL NON DELAY UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN STUDI KASUS DI CV. BIMA MEBEL

PENERAPAN METODE EARLIEST DUE DATE PADA PENJADWALAN PRODUKSI PAVING PADA CV. EKO JOYO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA DAN HASIL

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

PERENCANAAN PENJADWALAN PRODUKSI PADA PT HARAPAN WIDYATAMA PERTIWI UNTUK PRODUK PIPA PVC

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

USULAN PENJADWALAN KENDARAANSHUTTLE PT. X DENGAN MODIFIKASI ALGORITMA N-JOBS M-MESIN PARALEL UNTUK MENGURANGI JUMLAH KENDARAAN *

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Telkom University 1

hari sehingga menempatkan metode LPT sebagai metode paling tidak efektif untuk diterapkan di PT. XYZ.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikelolah, maka tidak sedikit instansi maupun badan usaha yang ada

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENJADWALAN JANGKA PENDEK YULIATI, SE, MM

BAB I PENDAHULUAN. Sistem manufaktur adalah kumpulan dari equipment yang terintegrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penjadwalan produksi merupakan ketepatan suatu perusahaan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

pekerjaan pada mesin dan penugasan tenaga kerja pada mesin. Sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan yang tepat pada saat menerima

Istilah yang harus dimengerti:

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

4.6 Data Waktu Siap Setiap Mesin Pengerjaan Komponenkomponen Screw Conveyor Penentuan Due Date BAB 5 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

PERBAIKAN PENJADWALAN AKTIVASI STARTER PACK UNTUK MEMINIMASI KETERLAMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EARLIEST DUE DATE PADA PT XYZ

PENGEMBANGAN PENJADUALAN JOB SHOP INSERTED IDLE TIME DENGAN SCHEDULLING GRAPH UNTUK MEMINIMASI BIAYA TARDINESS & EARLINESS

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Sistem Penjadwalan di PT. XYZ

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN UKURAN LOT TRANSFER BATCH UNTUK MINIMASI MAKESPAN KOMPONEN ISOLATING COCK DI PT PINDAD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selesai sesuai dengan kontrak. Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia

2.2.2 Penjadwalan Flow Shop 8

Abstrak. Kata Kunci : penjadwalan kerja, active schedule, heuristic schedule

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

P E N J A D W A L A N. Pertemuan 10

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Perencanaan Produksi SAP ERP

PENJADWALAN JOB SHOP STATIK DENGAN METODE SIMULATED ANNEALING UNTUK MEMINIMASI WAKTU MAKESPAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

MODEL MATEMATIKA HORISON WAKTU DISKRET HEURISTIK UNTUK PENJADWALAN PRODUKSI OPERASI TUNGGAL PADA MESIN ALTERNATIF

BAB II LANDASAN TEORI

PENJADWALAN FLOW SHOP N JOB M MESIN DENGAN METODE FIRST COME FIRST SERVED (FCFS), EARLIEST DUE DATE (EDD) DAN ALGORITMA HEURISTIK POUR

BAB II LANDASAN TEORI. dari hal data, permasalahan, pekerjaan itu sendiri (Jogiyanto, 2005).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Model Penjadwalan Pekerjaan pada Flowshop dengan Kriteria Minimasi Total Waktu Tinggal Aktual

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJADWALAN PRODUKSI PAVING BLOCK PADA CV. EKO JOYO

PENGEMBANGAN ALGORITMA PENJADUALAN PRODUKSI JOB SHOP UNTUK MEMINIMUMKAN TOTAL BIAYA EARLINESS DAN TARDINESS

Transkripsi:

8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penjadwalan Penjadwalan merupakan bagian yang strategis dari proses perencanaan dan pengendalian produksi dan juga merupakan rencana pengaturan urutan kerja serta pengalokasian sumber baik waktu maupun fasilitas untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. Menurut Thomas E. Morton dan David W. Pentico (2001, p12), penjadwalan merupakan proses pengorganisasian, pemilihan, dan penentuan waktu penggunaan sumber daya yang ada untuk menghasilkan output seperti yang diharapkan dalam waktu yang diharapkan pula. Sementara menurut Kennent R. Baker (2004, p132), penjadwalan didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber-sumber atau mesin-mesin yang ada untuk menjalankan sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Definisi lain menurut Conway (2001, p56) mengatakan bahwa penjadwalan adalah proses pengurutan pembuatan produk secara menyeluruh pada sejumlah mesin tertentu dan pengurutan didefinisikan sebagai proses pembuatan produk pada satu mesin dalam jangka waktu tertentu. Input dari suatu penjadwalan mencakup urutan ketergantungan antar operasi (routing), waktu proses untuk masing-masing operasi, serta fasilitas yang dibutuhkan oleh setiap operasi. Menurut Bedworth (2002, p72), terdapat dua target yang ingin dicapai melalui penjadwalan mesin, yaitu jumlah output yang dihasilkan

9 (throughput), serta batas waktu penyelesaian yang telah ditetapkan (due date). Kedua target ini dinyatakan melalui kriteria penjadwalan (misalnya minimasi makespan, minimasi mean flow time, minimasi mean lateness, minimasi maksimum tardiness, minimasi mean tardiness, minimasi number of tardy dan sebagainya. 2.2 Tujuan Penjadwalan Tujuan penjadwalan secara umum adalah : 1. Meningkatkan produktivitas mesin, yaitu dengan mengurangi waktu mesin menganggur. 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan jalan mengurangi jumlah rata-rata tugas yang menunggu dalam antrian suatu mesin karena mesin tersebut sibuk. 3. Mengurangi keterlambatan (hukuman) karena batas waku telah dilampaui, dengan cara : a. Mengurangi maksimum keterlambatan. b. Mengurangi jumlah pekerjaan yang terlambat. 2.3 Klasifikasi Penjadwalan Menurut Conway (2001, p56), masalah penjadwalan dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor yaitu : 1. Jumlah mesin Dibagi menjadi dua bagian yaitu :

10 Penjadwalan pada mesin tunggal. Penjadwalan pada mesin ganda. 2. Pola kedatangan job Dibagi menjadi dua bagian yaitu : Statik Semua job datang secara bersamaan dan siap dikerjakan pada mesin- mesin yang tidak bekerja. Dinamik Job datang secara acak selama diadakan penjadwalan. 3. Sistem Informasi Dibagi menjadi dua bagian yaitu : Informasi bersifat deterministik. Informasi bersifat stokastik. Informasi ini meliputi informasi yang berhubungan dengan karakteristik job, yaitu saat kedatangan, batas waktu penyelesaian, perbedaan kepentingan di antara job-job yang dijadwalkan, banyaknya operasi, serta waktu proses tiap operasi. Disamping itu terdapat pula informasi yang menyangkut karakteristik mesin, seperti jumlah mesin, kapasitas, fleksibilitas serta efisiensi penggunaan yang berbeda untuk job yang berbeda.

11 4. Aliran proses Dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Pure Flow Shop Pola aliran prosesnya identik. Input (pekerjaan-pekerjaan baru) M1 M2 M3 M4 output Gambar 2.1 Pola Aliran Pure Flow Shop General Flow Shop Pola aliran prosesnya tidak identik Input Input Input Input Input M1 M2 M3 M4 M5 output output output output output Gambar 2.2 Pola Aliran General Flow Shop

12 Job Shop Pada pola aliran proses job shop, masing-masing job memiliki urutan operasi yang unik. Setiap job bergerak dari satu mesin/stasiun kerja menuju mesin/stasiun kerja lainnya dengan pola yang random. Pekerjaan-pekerjaan baru Pekerjaan-pekerjaan dalam proses MESIN K Pekerjaan-pekerjaan dalam proses Pekerjaan-pekerjaan lengkap Gambar 2.3 Pola Aliran Job Shop Proses job shop mempunyai karakteristik dari pengaturan peralatan yang sama berdasarkan fungsi (seperti milling, drilling, turning, forging, dan perakitan); sebagaimana aliran job dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain, atau dari satu departemen-departemen lainnya. Menurut Fogarty (2003, p97), karakteristik proses job shop adalah sebagai berikut :

13 1. Peralatan penanganan material dan peralatan produksi multi-guna dapat diatur dan dimodifikasi untuk menangani berbagai produk yang berbeda. 2. Produk-produk yang berbeda diproses dalam lot-lot atau batch. 3. Pemrosesan order-order membutuhkan pengendalian dan perencanaan yang terperinci sehubungan dengan variasi pola-pola aliran dan pemisahan stasiun-stasiun kerja. 4. Pengendalian membutuhkan informasi tentang job dan shop floor yang terperinci meliputi urutan proses, prioritas order, waktu yang dibutuhkan oleh setiap job, status dari job in process, kapasitas stasiun kerja, dan kapasitas yang dibutuhkan dari stasiun kerja kritis pada suatu perioda. 5. Beban-beban stasiun kerja berbeda secara menyolok; masing-masing memiliki persentase utilitas yang berbeda. 6. Ketersediaan sumber-sumber, meliputi material, personal, dan peralatan, harus dikoordinasikan dengan perencanaan order.

14 7. Sejumlah material work in process cenderung meningkat. Hal ini dalam aliran proses menyebabkan antrian-antrian dan work in process yang panjang. 8. Menggunakan teknik-teknik penjadwalan tradisional, total waktu dari awal operasi pertama sampai selesai operasi terakhir, relatif panjang dibandingkan dengan total waktu operasi. 9. Para pekerja langsung biasanya memiliki skill yang lebih tinggi dan lebih terlatih daripada pekerja untuk operasi flow process. 2.4 Istilah dalam Penjadwalan Dalam pembahasan mengenai masalah penjadwalan akan dijumpai beberapa istilah yang cukup penting, diantaranya adalah sebagai berikut : Completion Time ( C i ) Menunjukkan rentang waktu sejak pekerjaan pertama mulai dikerjakan sampai proses tersebut selesai. Flow Time ( F j ) C j = F j + r j Waktu antara job ke-j siap dikerjakan sampai job tersebut diselesaikan. F i = C i - r i

15 Process Time ( t ij ) Merupakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu operasi atau proses ke-i dari job ke-j. Waktu proses ini telah mencakup waktu untuk persiapan dan pengaturan proses. Due Date ( d j ) Adalah batas waktu penyelesaian yang ditentukan untuk job j. Lateness ( L j ) Adalah besarnya simpangan waktu penyelesaian job j terhadap due date yang telah ditentukan untuk job tersebut. L j = C j - d j 0, artinya saat penyelesaian memenuhi batas akhir. L j = C j - d j 0, artinya saat penyelesaian melewati batas akhir. Tardiness ( T j ) Adalah besarnya keterlambatan dari job j. Tardiness adalah lateness yang berharga positif. T j 0 jika L j 0 T j = 0 jika L j < 0 Earliness ( e j ) Adalah keterlambatan yang bernilai negatif. e j 0 jika L j < 0 e j = 0 jika L j 0

16 2.5 Variabel-variabel dalam Penjadwalan Dibagi menjadi dua yaitu : 1. Variabel Pembatas : Ready Time ( r j ) Menyatakan saat job j siap dijadwalkan Process Time ( t j ) Yaitu lamanya waktu proses yang dibutuhkan oleh job j. Due Date ( d j ) Adalah batas waktu penyelesaian yang ditentukan untuk job j. 2. Variabel hasil penjadwalan : Waiting Time ( w ij ) Adalah waktu tunggu seluruh operasi dari suatu job. Completion Time ( c j ) Lateness ( L j ) Flow Time ( F j ) Tardiness ( T j ) Earliness ( e j ) 2.6 Kriteria Evaluasi Jadwal Keberhasilan suatu penjadwalan dapat diukur dengan besaranbesaran yang melibatkan informasi dari job-job yang merupakan fungsi dari sekumpulan waktu penyelesaian. Jika terdapat n job yang akan dijadwalkan, maka tingkat keberhasilan dapt dinilai dari besaran-besaran berikut :

17 Completion Time Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh job yang dijadwalkan, C max = max {C j } Mean Flow Time Yaitu rata-rata waktu yang dihabiskan oleh setiap job di lantai pabrik. Flow Time adalah selisih Completion Time dengan Ready Time. F = 1 n n j= 1 F j Mean Weight Flow Time Definisi Mean Weight Flow Time mirip dengan Mean Flow Time, tetapi mempertimbangkan prioritas pengerjaan setiap job dalam perhitungannya. F w n j= 1 = n w j= 1 j w F j j Maximum Lateness Yaitu besarnya simpangan maksimum, atau selisih waktu penyelesaian seluruh job yang dijadwalkan terhadap batas waktu penyelesaian job-job tersebut (due date). Lateness bernilai negatif jika waktu penyelesaian job lebih awal dari due date, dan bernilai positif jika job diselesaikan detelah due date yang ditentukan untuk job tersebut. L max = max {L j }

18 Mean Tardiness Yaitu rata-rata keterlambatan seluruh job yang dijadwalkan. Tardiness adalah lateness yang bernilai positif. Jika lateness bernilai negatif maka besarnya tardiness adalah nol. T = 1 n n T j j= 1 Mean Weight Tardiness Yaitu rata-rata keterlambata seluruh job yang dijadwalkan dengan memasukkan faktor prioritas pengerjaan masing-masing job ke dalam perhitungan fungsi obyektifnya. T w n j= 1 = n j= 1 w T j w j j Number of Tardy Job Menunjukkan kuantitas job yang mengalami keterlambatan. n N t = N j j= 1 Dimana N t = 1 jika C j d j N t = 0 jika C j d j

19 Utilitas Mesin Utilitas mesin adalah bagian dari kapasitas mesin yang dibebani untuk menjalankan proses-proses yang dibutuhkan terhadapt waktu yang tersedia. U = n j= 1 C t j max C max = maksimum completion time Beberapa kriteria optimalitas dalam proses penjadwalan adalah : 1. Berkaitan dengan waktu Kriteria optimalitas yang telah dikemukakan diatas merupakan kriteria optimalitas yang berkaitan denga waktu. Apabila penjadwalan yang dilakukan memperhatikan kriteria yang berkaitan dengan hal tersebut maka efisiensi waktu akan dapat tercapai. Kriteria optimalitas lain yang berkaitan dengan waktu adalah pemenuhan due date. Due-date merupakan batas waktu yang ditetapkan oleh konsumen agar seluruh produk yang dipesannya sudah siap (selesai). Pihak produsen selalu berusaha untuk memenuhi due-date tersebut, terutama untuk produ-produk yang kritis, misalnya produk yang akan diproduksi lagi oleh perusahaan lain dan produsen bertindak sebagai supplier bagi perusahaan lain, maka keterlambatan yang terjadi menyebabkan terjadinya waktu menungu bagi perusahaan lain

20 tersebut dan hal ini akan berdampak negatif yaitu hilagnnya kepercayaan perusahaan tersebut kepada produsen. 2. Berkatian dengan biaya Kriteria yang berkatian dengan biaya ini lebih ditujukan pada biaya produksi. Terdapat hubungan antara kriteria yang berkaitan dengan waktu dan kriteria yang berhubungan dengan waktu, misalnya biaya produksi akan bertambah jika terjadi keterlambatan karena harus membayar denda. Dengan demikian suatu penjadwalan produksi tertentu diharapkan mendapatkan ongkos yang minimal. 3. Kriteria gabungan Beberapa kriteria optimalitas tersebut dapat digabungkan dan dikombinasikan sehingga menjadi beberapa kriteria yang sesungguhnya adalah multikriteria. 2.7 Penjadwalan Job Shop Secara Umum 2.7.1 Asumsi-asumsi Dalam Pemasalahan Penjadwalan Job Shop Berkenaan dengan pokok permasalahan pada tugas akhir ini maka diberlakukan beberapa asumsi yang menyangkut karakteristik job, mesin yang digunakan dan waktu pemrosesan. a. Asumsi Mengenai Job 1. Setiap job mempunyai jumlah operasi tertentu, dimana setiap operasi dapat dikerjakan hanya pada satu mesin.

21 2. Pada saat yang sama, setiap job tidak boleh diproses pada lebih dari satu mesin. 3. Setiap job yang telah mulai dikerjakan harus diselesaikan, dan tidak boleh ada penundaan. 4. Setiap job harus diselesaikan menurut tugas yang telah disusun dalam suatu routing, dan tidak berdasarkan routing yang lain. 5. Setiap tugas merupakan suatu kesatuan, walaupun mungkin terdiri dari beberapa unit. 6. Setiap job mungkin harus menunggu diantara dua mesin sampai waktu menunggu tersebut selesai. 7. Setiap job mempunyai waktu penyerahan yang pasti dan ditentukan bersama dengan konsumen. 8. Setiap tugas boleh diproses lebih dari satu kali di mesin yang sama. 9. Setiap tugas dapat diproses pada beberapa jenis mesin yang mampu melaksanakan tugas tersebut. b. Asumsi Mengenai Mesin 1. Setiap mesin dioperasikan secara independe. Oleh karena itu setiap mesin dapat beroperasi pada kecepatan output maksimum

22 2. Tingkat keandalan masing-masing mesin tidak berubah atau tingkat kerusakan mesin tetap selama pengerjaan suatu order tertentu. 3. Setiap mesin hanya memproses satu job pada saat tertentu. 4. Setiap mesin secara kontinyu siat untuk dibebani tugas selama proses penjadwalan apabila tidak mengalami interupsi akibat kerusakan atau perawatan. 5. Setiap mesin beroperasi sesuai dengan informasi waktu dan distribusi yang diketahui secara tepat. c. Asumsi Mengenai Waktu Proses 1. Waktu proses telah diketahui dan tertentu baik rata-rata maupun distribusinya 2. Waktu proses independent terhadap jadwal. Artinya urutan set up time bersifat independent dan move time antar mesin dapat diabaikan. 3. Setiap waktu proses secara implicit sudah mencakup waktu pemindahan benda kerja, set up, dan penghentian mesin. 2.7.2 Matriks Waktu Proses Dalam Persoalan Job Shop Dalam menggambarkan persoalan job shop diperlukan besaran waktu yang digunakan untuk memproses masing-masing operasi tiap-tiap job. Besaran waktu ini tersusun dalam sebuah

23 matriks yang disebut matriks waktu poses. Sebagai ilustrasi, matriks waktu proses diperlihatkan pada gambar 2.4 berikut. t t t 11 21 : n1 t t t 12 22 : n2...... t1 m t 2m : tnm Gambar 2.4 Matriks waktu proses Elemen t ij dari matriks waktu proses menyatakan besarnya waktu yang diperlukan untuk memproses operasi ke-i pada job ke-j. Selanjutnya, dalam pembahasan masalah penjadwalan dalam tugas akhir ini, matriks waktu proses disajikan dalam bentuk tabel. 2.7.3 Matriks Routing Mesin Suatu karakteristik utama dari disiplin penugasan adalah tipe mesin yang diperlukan untuk mengerjakan suatu job yang disebut routing. Dalam permasalahan job shop, routing suatu job tidak harus sama dengan routing job yang lainnya dari sejumlah n-job yang akan dijadwalkan. Hal inilah yang membedakan permasalahan job shop dengan flow shop yang memiliki routing sama untuk setiap job dari sejumlah n-job yang akan diproses. Routing dari sejumlah job yang akan dijadwalkan ditabulasikan ke dalam bentuk matriks yang disebut matriks routing. Contoh matriks routing dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut.

24 r r : rn 11 21 1 r r r 12 22 : n2......... r 1m r 2m r : nm Gambar 2.5 Matriks Routing Mesin Elemen r ij dari matriks routing menyatakan tipe mesin yang diperlukan untuk melakukan operasi ke-i job ke-j. Dalam pembahasan persoalan penjadwalan job shop pada tugas akhir ini, routing mesin disajikan dalam bentuk tabel. 2.7.4 Ruang Jawab Penjadwalan Job Shop Dalam persoalan job shop, jadwal yang layak akan diperoleh jika hasil penjadwalan yang bersangkutan memenuhi kriteria berikut : 1. Seluruh operasi dari semua job telah dialokasikan/ditugaskan. 2. Tidak terdapat operasi yang tumpang tindih (overlap) diantara masing-masing operasi dari semua job dan ketentuan presedensi telah terpenuhi. Berdasarkan ketentuan tersebut, jumlah kombinasi penjadwalan yang layak yang mungkin dibuat adalah tak terbatas. Hal ini disebabkan waktu menganggur dapat disisipkan di antara operasi sebanyak mungkin tanpa melanggar ketentuan presedensi. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan suatu jadwal yang mendekati

25 ukuran performansi (performance) yang sesuai dengan kriteria optimalitas yang telah dipilih. Jadwal-jadwal yang layak (feasible) tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Set Jadwal Semi Aktif (SA) : Merupakan set jadwal dimana tidak satupun operasi dapat dikerjakan lebih awal tanpa mengubah susunan beberapa operasi pada mesin. 2. Set Jadwal Aktif (A) : Merupakan set jadwal dimana tidak satu operasi pun dapat dipindahkan lebih awal tanpa menunda operasi lain. 3. Set Jadwal Non Delay (ND) : Merupakan set jadwal dimana tidak satu pun mesin dibiarkan menganggur jika pada saat yang sama terdapat operasi yang membutuhkan mesin tersebut. 4. Set Jadwal Optimal (O) : Merupakan set jadawal dimana tidak terdapat jadwal lain yang memiliki tingkat preferensi yang lebih baik dari set jadwal optimal. Dalam suatu jadwal dapat dilakukan local left shift atau limited left shift yakni pergeseran operasi ke kiri (lebih awal) tanpa merubah susunan operasi-operasi pada mesin, serta global left shift yakni pergeseran lebih awal dengan merubah susunan operasi tanpa

26 menunda operasi lain, sehingga dapat diperoleh beberapa teorema yang menyatakan hubungan antar keempat jenis set jadwal tersebut. Berdasarkan klasifikasi jadwal diatas, dikenal adanya 3 teorema yang berhubungan dengan kedudukan set jadwal satu terhadap yang lainnya, yaitu : 1. Jadwal semi aktif mendominasi jadwal yang layak. Hal ini terjadi karena pada jadwal yang layak masih bisa dilakukan sejumlah local left shift. 2. Set jadwal aktif mendominasi set jadwal semi aktif. Hal ini disebabkan karena pada jadwal semi aktif masih mungkin dilakukan global left shift atau masih terdapat kemungkinan menggeserkan sejumlah operasi untuk dikerjakan lebih awal. 3. Set jadwal non delay merupakan sub set dari jadwal aktif. Berdasarkan definisi jadwal non delay, maka tidak mungkin dilakukan local left shift maupun global left shift pada set jadwal non delay. Dari ketiga teorema diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jadwal optimal terdapat dalam set jadwal aktif, atau jadwal optimal merupakan jadwal dengan tingkat preferensi yang paling tinggi dari set jadwal aktif. Hubungan antara keempat jenis jadwal yang telah disebutkan diatas dapat dilihat dalam bentuk diagram Venn pada gambar 2.6 berikut ini.

27 F A Nd Op SA Gambar 2.6 diagram Venn Ruang Jadwal yang Layak Meskipun jadwal non delay merupakan sub set dari jadwal aktif, jadwal optimal belum tentu terdapat pada ruang jadwal non delay. 2.8 Teknik Priority Dispatching Penjadwalan dengan pendekatan heuristik menggunakan aturan pengurutan atau priority dispatching dalam menentukan job yang akan diproses selanjutnya. Terdapat beberapa aturan pengurutan job yaitu : 1. R (Random) Memilih job dalam antrian dengan kemungkinan yang sama bagi setiap job. 2. FCFS (First Come First Serve) Job dikerjakan sesuai dengan saat kedatangan. Job yang datang lebih dahulu dikerjakan lebih awal.

28 3. SPT (Shortest Processing Time) Urutan pengerjaan job berdasarkan waktu proses yang terpendek. Aturan ini cenderung mengurangi work-in-process, mean flow time serta mean lateness. 4. EDD (Earliest Due Date) Job dikerjakan berdasarkan due date yang lebih mendesak. 5. CR (Critical Ratio) Priority index dihitung berdasarkan ( due date saat ini ) / ( sisa lead time ). 6. LWR (Least Work Remaining) Aturan ini mempertimbangkan sisa waktu proses sampai job tersebut diselesaikan. Job dengan sisa waktu terkecil dipilih untuk diproses. 7. MWKR (Most Work Remaining) Aturan ini mempertimbangkan sisa waktu proses sampai job tersebut diselesaikan. Job dengan sisa waktu terkecil dipilih untuk diproses. 8. TWK (Total Work) Memilih operasi dengan job yang memiliki jumlah operasi terbanyak. 9. LWK (Least Total Work) Memilih operasi dengan job yang memiliki jumlah operasi terkecil.

29 10. FOR (Fewest Operation Remaining) Aturan ini mempertimbangkan successive operation yaitu semua operasi yang tergantung dari operasi yang bersangkutan. 11. ST (Slack Time) Merupakan variasi dari aturan EDD dengan cara mengurangkan waktu proses dari due date. Job yang memiliki nilai ST kecil dijadwalkan terlebih dahulu. 12. ST / O (Slack Time per Operation) atau S / ROP (Slack / Remaining Operations) Merupakan variasi dari ST yang membagi ST dengan jumlah operasi yang harus dijadwalkan. 13. WINQ (Work In Next Queue) Aturan ini berdasarkan utilitas mesin. Ide dasarnya dengan mempertimbangkan panjangnya antrian pada setiap stasiun yang akan dilalui oleh masing-masing job. Penjadwalan setiap job dilakukan pada stasiun yang memiliki antrian yang terpendek. 14. LSU (Least Setup) Memilih job yang memiliki waktu setup terkecil, dengan demikian meminimasi changeover time. 15. INDEX (By Least Index) Memilih job dengan index prioritas terkecil.

30 2.9 Algortima Lintasan Terpanjang Masalah (P ( k, M o )) adalah penjadwalan satu-mesin untuk mesin k yang belum dijadwalkan dengan M o adalah himpunan mesin-mesin yang telah dijadwalkan. Masalah ini ekivalen dengan mencari sebuah jadwal untuk mesin k yang menimimasi maksimum lateness, dengan : Setiap operasi i yang dikerjakan pada mesin k memiliki : Waktu proses d i, Release time r i dan Due date f i Pada jaringan uang terbentuk, r i = L ( 0, i ), dan f i = L ( 0, n ) L ( i, n ) + d i dengan L ( i, j ) adalah lintasan terpanjang dari simpul i ke j dalam D T, dan T : = ( S p : p M o ). Jadi L ( i, j ) adalah lintasan terpanjang dari simpul i ke j dalam suatu jaringan yang terbentuk dari busur-busur operasi dalam satu job untuk semua job dan busur-busur pembentuk operasi pada semua mesin yang telah dijadwalkan. Masalah ini dapat dipandang sebagai suatu masalah minimasi makespan dimana setiap job harus diproses pada tiga mesin dengan mesin pertama dan ketiga memiliki kapasitas tak terhingga dan mesin kedua ( mesin k pada model diatas) memproses satu job setiap waktu,

31 dan waktu proses dari job i adalah r i pada mesin pertama, d i pada mesin kedua, dan q i : = L(0, n) f pada mesin ketiga. Nilai dari r i i dan q i sering disebut sebagai head dan tail dari job i. Jadi masalah penjadwalan satu mesin [ Carlier, 1982 ] yang diselesaikan dalam algoritma adalah bentuk : Min t n t n - t i d + q, i i t i r i, i N *, t j - t i d i t i - t j d i (i,j) E k, ( P *( k, Mo)) dimana r i dan q i didefinisikan seperti diatas, dan N * adalah himpunan operasi-operasi yang akan diproses pada mesin k. Untuk keperluan penyelesaian problem penjadwalan satumesin ( P *( k, Mo)), kita harus menyelesaikan dua masalah lintasan terpanjang dalam D T untuk menghitung nilai r i dan q i. Perhitungan lintasan terpanjang membutuhkan waktu yang relatif besar dari keseluruhan pendekatan ini, walaupun begitu ide sentral dari pendekatan ini tidak terletak pada pencarian lintasan terpanjang. Penyelesaian problem lintasan terpanjang dengan cepat adalah penting untuk efisiensi prosedur secara keseluruhan.

32 2.9.1 Komputasi Algoritma Lintasan Terpanjang Untuk keperluan perhitungan lintasan terpanjang ini penulis mengembangkan suatu algoritma yang ide dasarnya didapat dari The Shortest Path Problem [ Lieberman, 1990 ]. Modifikasi dilakukan dengan memanfaatkan keuntungan panah berarah yang membentuk jaringan. Digunakan double link list untuk membentuk pohon biner yang memiliki cabang yang merupakan simpul sebelumnya ( prodeccessor ) dan simpul sesudahnya ( successor ) dari suatu simpul. Algoritma ini membuat pohon binuer yang terdiri dari simpul-simpul yang berpengaruh terhadap panjang lintasan simpul yang dicari. Pohon ini terus dibuat sampai cabang mencapai simpul akhir atau simpul yang lintasan terpanjangnya telah diketemukan. Begitu simpul tersebut menemukan kondisi tersebut dilakukan penelusuran rekursif dari suatu simpul ujung ke simpul sebelumnya. Nilai lintasan terpanjang dari suatu simpul adalah maksimum dari nilai lintasan terpanjang antara kedua cabang successor yang dimiliki ditambah dengan waktu proses ( besar busur ) simpul successor. Keuntungan dari algoritma yang dikembangkan ini adalah penghematan waktu ketika lintasan terpanjang simpul yang

33 lain akan dicari. Untuk mencari nilai lintasan terpanjang simpul yang akan dicari ini dibutuhkan lintasan terpanjang dari simpul successor-nya. Karena sebagian besar dari simpul sesudahnya telah diketahui nilainya, maka pencarian lintasan terpanjang simpul tersebut menjadi lebih cepat. 2.10 Algoritma Schrage Pada Algoritma Schrage operasi yang siap dengan dijadwalkan terlebih dahulu. Detailnya adalah sebagai berikut : q i terbesar Pada algoritma ini, U adalah himpunan operasi-operasi yang telah untuk dijadwalkan dan U adalah himpunan dari operasi-operasi lainnya, I adalah operasi-operasi yang akan dijadwalkan, dan t adalah waktu. 1. Set t = Min r i, untuk i I ; U = φ. 2. Pada waktu t, jadwalkan di antara operasi-operasi i yang siap ( r i t ) dari U, pilih operasi j adalah operasi dengan q i terbesar. 3. U U { j} i U = ; t j = t ; t = Max { t j + d i, Min r i dengan } ; jika U sama dengan I, algoritma selesai; jika tidak lakukan langkah 2.

34 Theorema : L adalah makespan dari jadwal algoritma Schrage. a. Jika jadwal ini tidak optimal, maka terdapat sebuh operasi kritis c dan sebuah himpunan J yang kritis sehingga : h( J ) = Min r i + d i + Min q i > L dc untuk i J. Konsekuensinya, jarak antara optimal dengan jadwal Schrage adalah kurang dari d c ; dan pada jadwal yang optimal, c akan diproses sebelum atau sesudah himpunan operasi-operasi J. b. Jika jadwal ini optimal, maka terdapat J sehingga h(j) = L. Keterangan : Pada jadwal yang tidak optimal, pada operasi-operasi yang dilalui oleh lintasan terpanjang (critical path) dari simpul nol (simpul mulai) ke simpul akhir yang disebut sebagai operasi-operasi kritis, dengan p adalah operasi terakhir yang dilalui lintasan kritis, jika terdapat i < p sehingga q i < q p, maka c adalah operasi kritis yang terdekat dengan operasi kritis p sehingga q c < q p ; dan himpunan J = { c + 1,, p }; jadi q c < q g untuk setiap g J. Pada jadwal yang optimal, operasi c ini yang akan diproses sebelum atau sesudah himpunan operasi-operasi J.

35 2.11 Metoda Branch and Bound Metoda ini didasarkan pada algoritma Schrage, critical set J dan operasi kritis c. Deskripsi dari pohon : Pohon adalah setiap konfigurasi jadwal dari one-machine problem, dengan lower bound f(s) dan upper bound f o adalah solusi terbaik yang telah diketahui. Branching ( Pencabangan ) : Cabang dari pohon yang diperhatikan adalah cabang yang memiliki lower bound yang terkecil dan kemudian menerapkan algoritma Schrage. Jika c tidak ada, maka jadwal tersebut optimal (sesuai dengan teorema); jika terdapat c maka operasi c akan diproses sebelum atau sesudah J. Dua masalah yang muncul adalah : masalah pertama, operasi c diproses sebelum semua operasi J dengan membuat q max{ q, d + q } dengan g J. c = c g p Pada masalah yang kedua, operasi c diproses setelah semua operasi J dengan membuat r c = max{ r c, min r d } dengan g J. g + g

36 Lower Bound dari simpul yang baru adalah : f ( S) = max{ f ( S), h( J ), h( J { c})} cabang baru akan ditambahkan pada pohon jika lower bound-nya lebih kecil dari upper bound f o. Upper Bound (Batas atas) Setiap kali algoritma Schrage diterapkan, dilakukan perbandingan makespan dengan f o. Jika makespan lebih kecil dari f o maka f o = makespan dari konfigurasi jadwal tersebut. S S1 c sebelum J S2 c sesudah J Gambar 2.7 Branching

37 2.12 Pengertian Technological Constraint dan Precedence Constraint Simon French memberikan definisi untuk kedua istilah itu sebagai berikut : Technological Constraint memberikan urutan proses pada setiap job, atau dengan kata lain memberikan routing untuk setiap job. Precedence Constraint membatasi urutan pengoperasian proses- proses antar job yang berbeda.