PAJAK PENGHASILAN. Subjek Pajak. Tabel 2.1 Subjek pajak

dokumen-dokumen yang mirip
Memahami Subjek Pajak Penghasilan Secara Umum. Memahami Objek Pajak Penghasilan Secara Umum. Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

Subjek Pajak PPh Pasal 23

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

4Dra.Riiyati UNIVERSITAS INDONESIA. , ip YerItas, Pro itas, 9ustItia. Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PENYULUHAN. Aspek Perpajakan Dalam Pengelolaan Dana Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

PJ.091/PPh/S/002/ KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH BOGOR, 15 MEI 2017

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

UU No 7 Tahun 1983 PMK 184/PMK.03/2007 Perd Pe irj r e j n e No .PER 31/PJ 31/P /2009 Diubah dengan PER 57/PJ/2009. Perd Pe irj r e j n e No

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan.


SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan,

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Belanja dari APBN/APBD. Ada PPh dan PPN. setor ke kas negara. Laporkan ke KPP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BAB II LANDASAN TEORI

Perpajakan Bendahara Pengeluaran

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB V PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 4 AYAT (2)

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

PANITIA SUMPAH PEMUDA KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2014

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

PPh Pasal 21. Maksud. Dasar Hukum. Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21. Bukan Pemotong PPh Pasal 21. Penerima Penghasilan

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21. I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Perpajakan Bagi Koperasi

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

PT. Munirah adalah PKP yang bergerak di bidang penjualan elektronik di Makassar. Selama bulan Juli 2014 melakukan transaksi sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK OLEH BENDAHARA PEMERINTAH KPP PRATAMA JAKARTA SETIABUDI TIGA

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

KULIAH PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Oleh : Mustofa, S.Pd., M.Sc. Dosen Pendidikan Ekonomi FE UNY. PPh UMUM 1

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

Kebijakan sehubungan dengan PMK-91/PMK.03/2015 SE NOMOR 53/PJ/2015 tgl 7 Juli Pasal 23 atas Jasa Lain PMK NOMOR 141/PMK.03/2015 tgl 24 Juli 2015

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DANA BOS (BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH)

BENDAHARA MAHIR PAJAK

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

c. Biaya perjalanan dinas berupa biaya perjalanan, akomodasi dan perdiem tidak

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

AGENDA. PPh Pasal 26

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter

Transkripsi:

1. PAJAK PENGHASILAN Subjek Pajak Tabel 2.1 Subjek pajak Subjek Pajak Dalam Negeri a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu : Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan atau Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia b. Subjek Pajak Badan, yaitu: Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: Pembentukannya berdasarkan ketentuan perundangundangan Pembiayaanya bersumber dari APBN/APBD Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah Pembukuannya diperiksa oleh aparat fungsional c. Subjek Pajak Warisan Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak Subjek Pajak Luar Negeri a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaha tetap di Indonesia b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaja tetap di indonesia Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 1

Objek Pajak Berdasarkan Pasal 4 ayat (1), Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tabel 2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) No Uraian Besaran 1 WP Orang Pribadi 54.000.000,00 2 Tambahan untuk WP kawin 4.500.000,00 3 Tambahan istri yang penghasilannya digabung 54.000.000,00 4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang) 4.500.000,00 Contoh Khoirul Amri status sudah menikah dan mempunyai seorang anak (K/1). Maka perhitungan PTKP dari Khoirul Amri adalah Untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000 Tambahan wajib pajak kawin Rp 4.500.000 Tambahan satu anak Rp 4.500.000 Jumlah Rp 63.000.000 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 2

Tarif Pajak Tabel 2.3 Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5% Di atas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 250.000.000,00 15% Di atas Rp. 250.000.000,00 sampai dengan Rp. 500.000.000,00 25% Di atas Rp. 500.000.000,00 30% Contoh Dr. Irawan Yoga, SH, MH, mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp.750.000.000, maka perhitungan pajak penghasilannya adalah Lapisan Penghasilan Tarif Besaran PPh Rp 50.000.000 x 5% = Rp 2.500.000 Rp 200.000.000 x 15% = Rp 30.000.000 Rp 250.000.000 x 25% = Rp 62.500.000 Rp 250.000.000 x 30% = Rp 75.000.000 Total PPh = Rp 170.000.000 Berdasarkan perhitungan diatas pajak terutang Dr. Irawan yoga, SH, MH adalah Rp. 170.000.000,- Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 3

Pajak Penghasilan Pasal 21 A. Pengertian Pajak Penghasilan Pekerjaan atau jabatan Jasa dan Kegiatan Yang Dilakukan Subjek Pajak Orang Pribadi Atas Penghasilan Berupa: Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran Lain dengan Nama/Bentuk Apapun Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri PPh Pasal 21 PPh Pasal 26 Gambar 2.1 Pengertian Pajak Penghasilan B. Ruang Lingkup Ruang lingkup pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, adalah: 1. Pemotongan PPh Pasal 21 Kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pensiunannya; 2. Pemotongan PPh Pasal 21 kepada yang bukan Pejabat Negara/ Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 4

C. Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pensiunannya 1. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tetap dan Penghasilan Teratur Bruto - Gaji Kehormatan - Gaji - Tunjangan yang Terkait Penghasilan Neto Dikurangi: - Biaya Jabatan, 5% dari Penghasilan Bruto Maksimal Rp 6.000.000,-/ Thn atau Rp 500.000,-/Bln - Iuran yang Terikat dengan Penghasilan Tetap (Iuran Pensiun, Iuran Tht) Penghasilan Neto X 12 Dikurangi PTKP Penghasilan Kena Pajak Pajak Terutang Ditanggung oleh Pemerintah Tarif (Pasal 17 UU PPh) Gambar 2.2 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tetap dan Teratur Contoh Drs.Iman Arifin merupakan PNS golongan III/d yang menduduki jabatan struktural sebagai eselon IV. Dia telah menikah dan memiliki 2 orang anak. Dia telah memiliki NPWP dan menerima penghasilan yang sifatnya tetap dan teratur, maka PPh Pasal 21 yang terutang sebagai berikut: Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 5

1 Gaji pokok 4.294.000 2 Tunjangan istri = 10% x 4.294.000,- 429.400 3 Tunjangan anak = 2 x 2% x 4.294.000,- 85.880 Jumlah 4.809.280 4 Tunjangan jabatan 1.260.000 5 Tunjangan beras 217.260 6 Pembulatan 88 7 Gaji kotor/penghasilan Bruto (Jumlah baris 1 sd baris 6) 8 Pengurangan : a. Biaya jabatan = 5% x Rp6.286.628 = Rp314.331 b. Iuran pension = 4,75% x Rp4.809.280 = Rp228.441 9 Penghasilan bersih (netto) sebulan (baris 7) (baris 8) 10 Penghasilan bersih (netto) setahun 12 x (baris 9) 6.286.628 542.772 5.743.856 68.926.270 11 PTKP (diri sendiri + istri + 2 anak) 63.000.000 12 Penghasilan kena pajak setahun (baris 10) (barsi 11) 5.926.270 13 Penghasilan kena pajak setahun dibulatkan 5.926.000 14 PPh terutang dalam setahun : 5% x Rp5.926.000 296.300 15 PPh terutang dalam sebulan = 296.300 : 12 24.692 PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp24.692,00 ditanggung pemerintah, namun apabila Drs. Iman Arifin tidak memiliki NPWP, maka dari dikenakan tambahan tarif 20% dari Rp. 24.692 yakni sebesar Rp.4.938,00, tarif lebih tinggi sebesar Rp4.938,00 (20%) tersebut, tidak dibayarkan oleh pemerintah, melainkan dipotong oleh bendahara dari penghasilan yang dibayarkan (gaji dan tunjangan). Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 6

2. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur Tabel 2.4 Tarif PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur Tarif Subjek Pajak 0% 1. PNS golongan I(satu) dan Golongan II (dua); dan 2. TNI dan POLRI dengan pangkat Tamtama dan Bintara dan pensiunannya. 5 % 1. PNS golongan III (tiga); dan 2. TNI dan POLRI golongan /pangkat Perwira Pertama dan pensiunannnya. 15% 1. Pejabat Negara; 2. PNS golongan IV (empat); 3. TNI dan POLRI golongan/pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi dan pensiunannya. Penghasilan yang tidak tetap dan teratur - Honorarium - Imbalan Lain dengan Nama Apapun yang Diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/Polri Dibebankan kepada Keuangan Negara/ Daerah Dipotong PPh Pasal 21 : 0%/5%/15% Dari Penghasilan Bruto (Final) Gambar 2.3 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 PNS dan Pensiun yang bersifat tidak tetap dan teratur Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 7

Contoh Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayar kepada Saudara Monang Sitorus selaku pengajar bela negara pada diklat Kuasa Pengguna Anggaran, sebesar Rp. 1.000.000,00. Saudara Monang Sitorus berkedudukan sebagai pensiunan Brigadir Jenderal. Maka PPh pasal 21 yang harus dipotong bendahara sebesar 15% x Rp.1.000.000,00 = Rp.150.000,00 3. Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya Pegawai Bukan Pegawai Peserta Kegiatan Subjek Pajak Gambar 2.4 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 8

a. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya yang Bersifat Tetap dan Teratur Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan Tarif Ps 17 X 50% x Jumlah Bruto 1. Tidak mendapat penghasilan di tempat lain 2. Ber-NPWP Tidak Memenuhi syarat Berkesinambungan Memenuhi syarat 50% Jml bruto x Tarif Pasal 17 (lapisan tarif berdasar 50%x Jumlah bruto kumulatif) (50% Jml bruto- PTKP) x Tarif Pasal 17 (lapisan tarif berdasar Jumlah PKP kumulatif) Gambar 2.5 Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai Bukan Pegawai adalah Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 9

Contoh: Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yang hanya menerima penghasilan hanya dari satu Pemberi Kerja dan bersifat Berkesinambunganan Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengadakan kontrak selama setahun dengan dr. Dewi Warastuti (memiliki NPWP, bukan PNS), spesialis penyakit dalam, (status TK) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiran empat kali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 20juta. Dr. Dewi Warartuti hanya menerima penghasilan dari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan Dalam hal ini, dr. Dewi Warastuti termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan dan hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut: DPP PPh Pasal 21 per bulan= 50%xRp10.000.000 PTKP sebulan = Rp 10.000.000 -(Rp 54.000.000 : 12) = Rp 10.000.000 - Rp 4.500.000 = Rp 5.500.000 Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sbb: Januari 5.500.000 5.500.000 5% 275.000 Februari 5.500.000 11.000.000 5% 275.000 Maret 5.500.000 16.500.000 5% 275.000 April 5.500.000 22.000.000 5% 275.000 Mei 5.500.000 27.500.000 5% 275.000 Juni 5.500.000 33.000.000 5% 275.000 Juli 5.500.000 38.500.000 5% 275.000 Agustus 5.500.000 44.000.000 5% 275.000 September 5.500.000 49.500.000 5% 275.000 Oktober 500.000 50.000.000 5% 25.000 5.000.000 55.000.000 15% 750.000 5.500.000 775.000 November 5.500.000 60.500.000 15% 825.000 Desember 5.500.000 66.000.000 15% 825.000 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 10

Contoh: Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yang menerima penghasilan lebih dari satu Pemberi Kerja dan bersifat Berkesinambungan Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengadakan kontrak selama setahun dengan dr. Dewi Warastuti (bukan PNS, memiliki NPWP), spesialis penyakit dalam, (status TK) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiran empat kali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 20juta. Dr. Dewi Warartuti selain menerima penghasilan dari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan juga menerima dari tempat lain Dalam hal ini, dr. Dewi Warastuti termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan dan tidak hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut: DPP PPh Pasal 21 per bulan = 50% x Rp 20.000.000,00 = Rp 10.000.000,00 Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sebagai berikut. BULAN DPP DPP KUMULATIF TARIF PPh Pasal 21 Rp Rp Rp Januari 10.000.000 10.000.000 5% 500.000 Februari 10.000.000 20.000.000 5% 500.000 Maret 10.000.000 30.000.000 5% 500.000 April 10.000.000 40.000.000 5% 500.000 Mei 10.000.000 50.000.000 5% 500.000 Juni 10.000.000 60.000.000 15% 1.500.000 Juli 10.000.000 70.000.000 15% 1.500.000 Agustus 10.000.000 80.000.000 15% 1.500.000 September 10.000.000 90.000.000 15% 1.500.000 Oktober 10.000.000 100.000.000 15% 1.500.000 November 10.000.000 110.000.000 15% 1.500.000 Desember 10.000.000 120.000.000 15% 1.500.000 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 11

b. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur Selain penghasilan yang berkesinambungan seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula penghasilan tidak berkesinambungan yang diperoleh oleh Wajib Pajak bukan pegawai, yang dimaksud dengan penghasilan tidak berkesinambungan yakni honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan. Tarif PPh Pasal 21 = Pasal 17ayat 1 huruf a x 50% dari penghasilan bruto. Contoh: Dalam acara Capacity Building, Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengundang seorang motivator dengan pembayaran honor sebesar Rp.120.000.000,00. Maka PPh psl 21 yang dipotong kepada motivator tersebut sebesar : - Dasar Pengenaan Pajak = 50 % x Rp 120.000.000,00 = Rp 60.000.000 - Pajak terutang : 5% x Rp. 50.000.000,- = Rp.2.500.000,- 15% x Rp10.000.000,- = Rp 1.500.000,- Rp.4.000.000,- Sehingga PPh 21 yang harus dipotong terhadap motivator tersebut adalah Rp.4.000.000,-. Namun Apabila motivator tersebut tidak mempunyai NPWP maka dikenakan 20% lebih tinggi 120% x Rp.4.000.000,- = Rp.4.800.000,- Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 12

c. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang Dibayarkan Bulanan, Satuan, Harian, Mingguan, dan Borongan Secara ringkas penghitungan PPh pasal 21 penghasilan secara bulanan, mingguan, satuan, borongan, harian dapat dilihat pada gambar berikut. Penghitungan PPh Pasal 21 Lainnya Pegawai tidak tetap, tenaga lepas,honorer, yang dibayar bulanan gaji, uang pensiun, tunjangan, dan sejenisnya Dikali 12 Dikurangi PTKP kali Tarif Pasal 17 Penerima Upah harian, mingguan,satuan, borongan. Rp 450.000/hari TIDAK DIPOTONG >Rp 450.000/hari; 4.500.000= 5% x (upah sehari Rp 450.000) Saat >Rp 4.500.000; 8.200.000 dlm 1 bln = 5% x (upah sehari PTKP/360) Peserta Kegiatan Tarif Pasal 17 X Jumlah Bruto dibagi 12 =PPh Pasal 21 sebulan Gambar 2.6 Perhitungan PPh Pasal 21 Lainnya Contoh 1 Seto adalah seorang pria dengan status belum nikah, pada bulan November bekerja sebagai buruh harian di kegiatan pembersihan halaman kantor Balai Diklat Keuangan, pekerjaan tersebut dilakukan selama 6 (enam) hari dengan upah per hari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 13

Rp 500.000,00, (Lima ratus ribu rupiah), maka perhitungan PPh 21 bagi Seto adalah sebagai berikut: Penghitungan PPh Pasal 21 terutang: Upah sehari Rp. 500.000,00 Upah harian tidak dikenakan PPh Rp. 450.000,00 Penghasilan Kena Pajak per hari Rp. 50.000,00 PPh Pasal 21 (5% x Rp 50.000,00) = Rp. 2.500,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong selama 6 hari = 6 hari x Rp.2.500.00 = Rp. 15.000.00 Contoh 2 Seto adalah seorang pria dengan status belum nikah, pada bulan November bekerja sebagai buruh harian di Kegiatan Pemeliharaan Halaman Gedung Balai Diklat Keuangan Yogyakarta. Seto bekerja selama 12 hari dan menerima upah harian sebesar Rp. 450.000,00, maka perhitungan PPh 21 bagi Seto adalah sebagai berikut: Perhitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari Rp 450.000,00 Upah s.d. hari ke 10 Rp 4.500.000,00 Sampai hari ke 10 karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp.4.500.000,00 maka tidak ada PPh pasal 21 yang dipotong Upah s.d. hari ke 11(450.000 x 11) Rp 4.950.000 PTKP Sebenarnya = 11 x (54.000.000 / 360) Rp 1.650.000 Rp 3.300.000 PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke 11 5% x 3.300.000 Rp 165.000 PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari Rp 0 ke 10 PPh pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke 11 Rp 165.000 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 14

Sehingga pada hari ke 11, upah bersih yang diterima Seto adalah Rp.450.000 Rp. 165.000 = Rp.285.000,00 Penghitungan PPh pasal 21yang harus dipotong pada hari ke 12 sebagai berikut : Upah sehari Rp. 450.000,00 PTKP Sehari : Rp.54.000.000 / 360 Rp. 150.000,00 Rp 300.000,00 PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke 12 5% x Rp.300.000,00 Rp. 15.000,00 Sehingga upah bersih seto pada hari ke 12 adalah Rp.450.000,00 Rp.15.000,00 = Rp. 435.000 Contoh 3 Seto bekerja sebagai satpam pada Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan. Seto sudah menikah tetapi belum mempunyai anak. Seto mendapat upah yang dibayarkan secara bulanan sebesar Rp.5.000.000,00 Perhitungan PPh pasal 21 Penghasilan neto setahun = Rp.5.000.000,00 x 12 = Rp.60.000.000,00 PTKP (K/0) adalah - Untuk WP sendiri Rp. 54.000.000,00 - Tambahan kawin Rp. 4.500.000,00 Rp. 58.500.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp.1.500.000,00 PPh pasal 21 setahun adalah sebesar 5% x Rp.1.500.000,00 = Rp.15.000,00 Contoh 4 Seto bekerja memasang gebalan rumput. Upah dibayar sebesar Rp.150.000,00 setiap 1 meter. Dalam seminggu (6 hari kerja) Seto memasang sebanyak 24 meter. Sehingga upah yang dibayarkan sebesar Rp. 3.600.000,00 Maka perhitungan PPh pasal 21 : Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 15

Upah sehari : - Rp.3.600.000,00 : 6 = Rp.600.000,00 Upah diatas Rp. 450.000,00, sehingga penghasilan kena pajak - Rp.600.000,00 Rp.450.000,00 = Rp.150.000,00-6 hari x Rp.150.000,00 = Rp.900.000,00 PPh pasal 21-5% x Rp.900.000,00 = Rp.45.000,00 (selama seminggu) d. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang Diterima Peserta Kegiatan Penghasilan yang diterima peserta kegiatan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan perhitungan sebagai berikut: Tarif PPh Pasal 21 = Pasal 17ayat 1 huruf a x penghasilan bruto. Contoh Saudara Retno mengikuti kegiatan bimbingan teknis merangkai bunga yang diselenggarakan oleh Badan Latihan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dia menerima upah sebesar Rp.700.000,00 untuk 7 (tujuh) hari. Saudara Retno telah memiliki NPWP. PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 700.000,00 = Rp. 35.000,00 Tabel 2.5 Dasar Penghitungan PPh Pasal 21 Yang dipotong Dasar Pengenaan Pajak Pegawai tetap Penghasilan kena pajak = jumlah seluruh penghasilan bruto setelah dikurangi dengan: a. biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggitingginya Rp 500.000,00 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 16

Yang dipotong Dasar Pengenaan Pajak sebulan atau Rp 6.000.000,00 setahun; b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Dikurangi PTKP Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp. 4.500.000 Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto Dikurangi PTKP Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi Rp 450.000 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 17

Yang dipotong Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000 belum melebihi Rp 8.200.000 Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 8.200.000 Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan dan memenuhi syarat Bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan Selain di atas Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi PTKP sebenarnya (PTKP yang sebenarnya adalah adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.) Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto (disetahunkan) dikurangi PTKP Penghasilan Kena Pajak = 50% dari jumlah penghasilan bruto Dikurangi PTKP perbulan 50% dari jumlah penghasilan Bruto Jumlah penghasilan bruto Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 18

Pajak Penghasilan Pasal 22 Objek PPh Pasal 22 adalah pembayaran yang berkenaan dengan penyerahan barang yang dibeli dari sumber dana APBN/APBD Pengecualian pembayaran yang dikenakan PPh pasal 22 Objek PPh Pasal 22 adalah pembayaran yang berkenaan dengan penyerahan barang yang dibeli dari sumber dana APBN/APBD. Namun terdapat pengecualian pembayaran atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah/ KPA/Penerbit SPM/Bendahara Pengeluaran lain antara lain a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos; dan pemakaian air dan listrik; c. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). d. Pembayaran kepada pengusaha dengan jumlah peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. g. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenakan pungutan PPh atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. h. Pembelian gabah dan/atau beras Tarif PPh pasal 22 yang dipungut Bendahara Pengeluaran termasuk oleh KPA Tarif PPh Pasal 22 1,5% X Harga Pembelian Barang (harga tidak termasuk PPN) Wajib Pajak PPh Pasal 22 yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif lebih tinggi sebesar 100%. Dengan demikian, tarif PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah 1,5% ditambah 1,5% = 3%. Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 19

Apabila rekanan/penyedia barang/jasa tidak memiliki NPWP, maka penulisan NPWP dalam SSP dapat dilakukan dengan cara: a. 01.000.000.0-xxx.000 untuk Wajib Pajak badan Usaha; dan b. 04.000.000.0-xxx.000 untuk Wajib Pajak orang pribadi. xxx diisi dengan Nomor Kode Kantor Pelayanan Pajak domisili bendahara terdaftar. CONTOH 1. Bendahara Universitas Negeri Jakarta membayarkan pembelian buku pelajaran umum dari UD Buku Pintar (ber NPWP) dengan harga Rp. 2.500.000,00. Maka besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut bendahara adalah: Rp. 2.500.000,00 1,5% = Rp. 37.500,00 Catatan : Buku pelajaran umum merupakan salah satu jenis barang kena pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Sehingga bendahara tidak memungut PPN (penjelasan lebih lanjut tentang PPN dibahas di bab III) CONTOH 2 Perhitungan PPh pasal 22 Sekolah Dasar Negeri 11 Jakarta Selatan mengadakan pengadaan komputer senilai Rp.10.000.000,00. Pembayaran dilaksanakan dengan dana BOS, maka berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010, tidak dipungut PPh Pasal 22. Pajak Penghasilan Pasal 23 A. Objek PPh Pasal 23 adalah: 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan bangunan; 2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 20

B. Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta 1. Merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati. 2. Saat terutangnya adalah pada saat pembayaran dan jatuh tempo. C. Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain 1. Jasa teknik merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi : a. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik; b. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambargambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau c. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa. 2. Jasa manajemen merupakan pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen. 3. Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya. Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 21

4. Jenis-jenis jasa lain, antara lain: 1. Jasa penilai (appraisal); 2. Jasa aktuaris; 3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; 4. Jasa hukum 5. Jasa arsitektur 6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape 7. Jasa perancang (design); 8. Jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); 9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas) 10. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; 11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; 12. Jasa penebangan hutan; 13. Jasa pengolahan limbah ; 14. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga hli (outsourcing services) 15. Jasa perantara dan/atau keagenan ; 16. Jasa di bidang perdagangan surat berharga (kecuali Bursa efek,ksei dan KPEI) 28. Jasa maklon; 29. Jasa penyelidikan dan keamanan; 30. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; 31. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa,media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi ; 32. Jasa pembasmian hama ; 33. Jasa kebersihan/cleaning Service; 34. Jasa sedot septic tank 35. Jasa pemeliharaan kolam; 36. Jasa katering atau tata boga; 37. Jasa freight faro.jarding; 38. J asa logistik; 39. Jasa pengurusan dokumen; 40. Jasa pengepakan; 41. J asa loading dan unloading; 42. Jasa laboratorium dan/ atau dilakukan oleh lembaga atau rangka perielitian akademis; 43. Jasa pengelolaan parkir; 44. Jasa penyondiran tanah; 45. Jasa penyiapan dan/ atau pengolahan lahan; 46. Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit; 47. Jasa pemeliharaan tanaman; Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 22

17. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipa n, kecuali yang dilakukan oleh KSEI 18. Jasa pengisian suara (dubing); 19. Jasa mixing film; 20. Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner, pamflet, baliho dan folder 21. Jasa sehubungan dengan software komputer (termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan); 22. Jasa pembuatan dan atau pengelolaan website; 23. Jasa internet termasuk sambungannya; 24. Jasa penyimpanan, pengolahan dan atau penyaluran data, informasi dan atau program 25. Jasa instalasi/pemasangan AC, mesin, peralatan, listrik, telepon, TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi; 26. Jasa perawatan/perbaikan/pemelihar aan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,gas, AC. TV kabel, 48. Jasa pemanenan; 49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/ atau perhutanan; 50. Jasa dekorasi; 51. Jasa pencetakan/penerbitan; 52. Jasa penerjemahan; 53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang- Undang Pajak Penghasilan; 54. Jasa pelayanan kepelabuhanan; 55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa; 56. Jasa pengelolaan penitipan anak; 57. Jasa pelatihan dan/ atau kursus; 58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM; 59. Jasa sertifikasi; 60. Jasa survey; 61. Jasa tester, dan 62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 23

alat transportasi/kendaraan dan atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang Lingkupnya di bidang Konstruksi; 27. Jasa perawatan kendaraan dan atau transportasi darat laut dan udara Belanja Daerah D. Tarif yang ditetapkan adalah sebesar 2% dari penghasilan bruto (nilai pembayaran atas jasa yang tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai). Dalam hal wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka dikenakan tarif lebih tinggi 100% dari tarif yang dikenakan terhadap wajib pajak yang memiiki NPWP, yaitu menjadi 4% dari jumlah bruto CONTOH 1. Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayar jasa service kendaraan pada bengkel mobil Tokcer (ber NPWP) untuk memperbaiki kendaraan dinas. Besarnya biaya yang dikeluarkan Rp 900.000,00 (belum termasuk PPN) pembayaran tersebut sudah termasuk penggantian suku cadangnya. Terhadap transaksi tersebut Bendahara memungut PPh Pasal 23 sebesar : Rp 900.000,00 2% = Rp. 18.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 26 A. Objek pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain Badan Usaha Tetap. B. Tarif PPh Pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20% Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 24

Contoh Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayarkan honorarium kepada Mr. Paul Lambert seorang narasumber yang berasal dari Australia dalam pelaksanaan Diklat Logic Model sebesar 3000 US $ (catatan kurs 1US $ = 15.000,00 Terhadap pembayaran tersebut bendahara memotong PPh pasal 26 sebesar (3000 US $ x Rp.15.000,00) x 20% = Rp.9.000.000,00 Pajak Penghasilan Pasal Pasal 4 Ayat 2 A. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau Bangunan 1. Persewaan tanah dan/atau bangunan adalah sewa berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan termasuk bagian-bagiannya, gedung dan bangunan industri termasuk areal baik di dalam maupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut. 2. Tarif PPh (final) = 10% x Bruto Contoh Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembayaran kepada CV Maju Hidayat untuk sewa gedung dalam rangka penyelenggaraan Diklat Teknis Umum dengan harga Rp 6.600.000,00. (termasuk PPN) pada tanggal 19 Juli 2016. Bagaimana kewajiban perpajakan bendahara. Pemotongan PPh pasal 4 (2) Terhadap pembayaran tersebut bendahara memotong PPh final sebesar : Dasar Pengenaan Pajak Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 25

Rp 6.000.000,00 x 100/110 = Rp 6.000.000,00 PPh pasal 4 (2) = Rp.6.000.000,00 x 10% = Rp.600.000,00 Pemungutan PPN Atas pembayaran sewa wajib dipungut PPN dengan tarif 10% PPN = Rp.6.000.000,00 x 10% = Rp.600.000,00 Kewajiban Bendahara a. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak PT Maju Hidayat, dan membubuhi cap disetor tanggal serta membubuhi tanda tangan; b. membuat bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama PT Maju Hidayat; c. membuat bukti setor elektonik PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN atas nama PT Maju Hidayat; d. menyerahkan fotokopi bukti setor elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN, Faktur pajak lembar ke-2; dan bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2), kepada PT Maju Hidayat; e. melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 20 Agustus 2016; f. melaporkan SPT Masa PPN ke KPP Pratama Manado paling lama tanggal 31 Agustus 2016. B. PPh Final atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 1. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: a. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; b. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; dan Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 26

c. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus 2. Tarif PPh (final) = 5% x Bruto CONTOH: Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan akan membuka kantor Balai Diklat Keuangan. Untuk kegiatan tersebut dilakukan pembayaran atas pembebasan tanah dengan nominal pembayaran Rp5.000.000.000,00. Kepada bapak Nasrun (ber NPWP) pada tanggal 25 Maret 2016 Pemotongan PPh pasal 4 (2) PPh final yang harus dipungut/dipotong dan disetor oleh Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan atas pembayaran tersebut adalah: Rp 5.000.000,00 x 5% = Rp 25.000.000,00 Pemungutan PPN PPN tidak dipungut oleh bendahara pemerintah dalam hal pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali atas pengadaan tanah dari real estate atau industrial estate. Kewajiban Bendahara b. membuat bukti penyetoran elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama Bapak Nasrun c. menyerahkan fotokopi bukti setor elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2) d. melaporkan pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 20 April 2016. e. menyerahkan fotokopi bukti setor elektronik PPh Final Pasal 4 ayat (2) f. melaporkan pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal 20 April 2016. Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 27

C. Usaha Jasa Kontruksi 1. Jasa konstruksi merupakan layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi 2. Tarif JASA KONSTRUKSI PPh Bersifat Final Pelaksana Kontruksi Perencana/Pengawas Kontruksi Mempunyai kualifikasi usaha Tidak Mempunyai kualifikasi usaha Dengan kualifikasi usaha Tanpa kualifikasi usaha Kecil Non Kecil 2 % 3 % 3 % 4 % 6 % Gambar 2.7 Tarif Usaha Jasa Konstruksi 3. Dasar pengenaan pajak untuk jasa kontruksi adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh bendahara, tidak/belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Perhitungannya dapat dilakukan dengan cara: PPh = Jumlah Pembayaran (tidak/belum termasuk PPN) x Tarif Contoh Pada Tanggal 10 Mei 2016 dilakukan pembayaran termin I atas kegiatan pembangunan Asrama Melati Barat kepada rekanan PT. Karya Persada, NPWP 01.399.222.1-396.000, Tanggal Pengukuhan PKP 20 Juni 1998, Alamat Jl. Puncak No.27 Bogor sebesar Rp. Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 28

2.200.000.000,00. (termasuk PPN) PT. Karya Persada merupakan pelaksana konstruksi yang tergolong usaha kecil dan memiliki kualifikasi. PT Karya Persada menerbitkan Faktur Pajak bernomor seri 000.000.09.00000036 tertanggal 8 Mei 2016. Bagaimana perhitungan pajak yang harus dikenakan? Pemungutan PPN Nilai Pembayaran Termin I = Rp 2.200.000.000,00 (termasuk PPN) Dasar Pengenaan Pajak : Rp 2.200.000.000,00 x 100/110 = Rp 2.000.000.000,00 Nilai PPN = Rp 2.000.000.000,00 x 10% = Rp 200.000.000,00 Pemungutan PPh pasal 4 ayat (2) = 2% x (Rp 2.000.000.000,00) = Rp 40.000.000,00 Mata Anggaran Penerimaan dan Kode Jenis Setoran Mata Anggaran Penerimaan Tabel 2.6 Mata Anggaran Penerimaan Jenis Pajak 411121 Pajak Penghasilan Pasal 21 411122 Pajak Penghasilan Pasal 22 411123 Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor 411124 Pajak Penghasilan Pasal 23 411125 Pajak Penghasilan Pasal 25/29 Orang Pribadi 411126 Pajak Penghasilan 25/29 Badan 411127 Pajak Penghasilan Pasal 26 411128 Pajak Penghasilan Final dan Fiskal Luar Negeri 411129 Pajak Penghasilan Non Migas Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 29

A. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran terkait dengan tugas perpajakan Bendahara Pengeluaran. 1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 Tabel 2.7 Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 Kode Jenis Setoran Jenis Setoran 100 Masa PPh Pasal 21 402 PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya Keterangan untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21 termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan. untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya. 2. Kode Akun Pajak 411122 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22 Tabel 2.8 Kode Akun Pajak 411122 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22 Kode Jenis Setoran Jenis Setoran 100 Masa PPh Pasal 22 900 Pemungut PPh Pasal 22 non bendahara 910 Pemungut PPh pasal 22 Bendahara APBN 920 Pemungut PPh pasal 22 Bendahara APBD 930 Pemungut PPh pasal 22 Bendahara Dana Desa Keterangan untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan. untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut selain bendahara untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut bendahara APBN untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut bendahara APBD untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut bendahara dana desa Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 30

3. Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23 Tabel 2.9 Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23 Kode Jenis Setoran Jenis Setoran Keterangan 100 Masa PPh Pasal 23 untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor (selain PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23 termasuk SPT pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan. 104 PPh Pasal 23 atas Jasa untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23. 4. Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final Tabel 2.10 Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final Kode Jenis Setoran Jenis Setoran 402 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 403 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 409 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi 410 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran Dalam Negeri 411 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran dan/atau Keterangan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi. untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa pelayaran dalam negeri. untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri. Penerbangan Luar Negeri 499 PPh Final Lainnya untuk pembayaran PPh Final lainnya Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 31

5. Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri Tabel 2.11 Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri Kode Jenis Setoran 100 910 920 930 Jenis Setoran Pemungut PPN Dalam Negeri non Bendahara Pemungut PPN Dalam Negeri bendahara APBN Pemungut PPN Dalam Negeri Bendahara APBD Pemungut PPN dalam Negeri Bendahara Dana Desa Keterangan untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh pemungut selain bendahara untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh pemungut bendahara APBN untuk pembayaran PPN dalam Negeri yang dipungut oleh Pemungut bendahara APBD untuk pembayaran PPN dalam Negeri yang dipungut oleh Pemungut bendahara dana desa Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 32