BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan penduduknya yang cukup besar namun juga mendominasi kegiatan ekspor negara [1]. Kelapa sawit adalah produk pertanian paling sukses kedua di Indonesia setelah padi, dan merupakan ekspor pertanian terbesar [2]. Di sisi input, pabrik pengolahan kelapa sawit menggunakan sejumlah besar air dan energi dalam proses produksi. Sedangkan di sisi output, proses manufaktur akan menghasilkan sejumlah besar limbah padat, limbah cair dan polusi udara. Limbah cair pada pabrik pengolahan kelapa sawit dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit pada proses di dekanter, dikombinasikan dengan limbah dari air pendingin dan sterilizer yang disebut sebagai Palm Oil Mill Effluent (POME) atau Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) [3]. LCPKS mentah mengandung 0,6-0,7% minyak residu dan 2-4% padatan tersuspensi, terutama dari bagian mesocarp buah, berupa suspensi koloid berwarna kecoklatan dan ditandai dengan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 50.000 mg/l, Biological Oxygen Demand (BOD) sebesar 25.000 mg/l dan 4-5% total padatan [4, 5]. Limbah yang masih mengandung senyawa organik dapat dimanfaatkan untuk menjadi energi. LCPKS mengadung senyawa organik, sehingga berpotensi untuk dikonversikan dalam bentuk energi. Salah satu pemanfaatan LCPKS adalah dapat dikonversikan menjadi biogas. Biogas merupakan produk yang diperoleh dari proses digestasi anaerobik, yaitu proses penguraian dari substrat-substrat organik tanpa kehadiran oksigen, melalui aktivitas mikroorganisme, berupa campuran metana (50-75%), karbon dioksida (30-40%) dan sedikit komponen-komponen lain seperti hidrogen, hidrogen sulfida, siloksan dan lain-lain. Biogas merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan 1
semakin menipisnya persediaan sumber energi. Tahapan metabolisme untuk memproduksi metana dari limbah cair terdiri dari 4 tahapan yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [6]. Karena nutrisi dan kebutuhan pertumbuhan antara mikroorganisme asam dan metana berbeda, maka sistem dua tahap dapat dioperasikan untuk memberikan kondisi yang optimal bagi mikroorganisme dalam setiap tahap. Tahap pertama adalah tahap fermentasi asam, sedangkan tahap kedua adalah tahap pembentukan metana [7]. Berdasarkan penelitian terhadap limbah cair olahan keju yang dilakukan oleh Elizabeth, 2003 [7], pada reaktor metanogenik dalam sistem dua tahap dihasilkan biogas dengan kandungan metana yang lebih tinggi dibandingkan dengan biogas yang dihasilkan dalam sistem satu tahap, sedangkan penelitian WC Solomon, et al, 2013 [8] dengan menggunakan kotoran sapi pada temperatur ambient diperoleh hasil bahwa pada temperatur ambient dapat menghasilkan biogas meskipun hasil gas yang diperoleh masih rendah, hal ini membutuhkan penelitian tambahan yang harus dilakukan mengingat terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil biogas, seperti konsentrasi asam Volatile Fatty Acid (VFA), rasio karbon/nitrogen (C/N), bahkan penambahan CaOH atau senyawa lainnya untuk menstabilkan ph sehingga akan meningkatkan hasil biogas. VFA merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan dari proses digestasi anaerobik tahap pertama (asidogenesis) yang dibutuhkan oleh mikroorganisme metana dalam tahapan kedua (metanogenesis). HRT dan ph merupakan parameter penting dalam pemantauan dan pengendalian digestasi anaerobik. HRT harus cukup panjang untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang mati pada proses pengolahan limbah cair tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme yang direproduksi [9] sedangkan ph yang rendah pada proses digestasi anaerobik dapat menghambat aktivitas mikroorganisme [6]. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mendapatkan HRT yang akan digunakan dalam operasi target dan ph terbaik pada proses asidogenesis dengan menggunakan LCPKS pada keadaan ambient untuk meningkatkan VFA yang dihasilkan. Tabel 1.1 berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan untuk menghasilkan VFA dari proses asidogenesis. 2
Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu untuk Menghasilkan VFA dari Proses Asidogenesis Peneliti (Tahun) Metode Hasil Bambang Trisakti, Veronica Manalu, Irvan, Taslim, Muhammad Turmuzi (2015) [10] Margarita Andreas Dareioti, Aekaterini Ioannis Vavouraki, Michael Kornaros (2014) [11] Dhanalakshmi Sridevi V dan Srinivasan SV (2014) [12] Jianguo Jiang, Yujing Zhang, Kaimin Li, Quan Wang, Gong Changxiu, Menglu Li (2013) [13] Menggunakan limbah cair pabrik kelapa sawit, dilangsungkan dalam reaktor Continous Stirred Tank Reactor, pada variasi HRT digunakan HRT 6,7; 5 dan 4 hari dengan laju pengadukan 50 rpm, ph 6 dan temperatur ruangan, sedangkan pada variasi ph digunakan ph 5; 5,5; 6, dengan laju pengadukan 100-110 rpm pada temperatur 55 C Menggunakan campuran air limbah industri pertanian (limbah pabrik zaitun, limbah pabrik keju dan kotoran sapi cair), operasi batch dengan volume reaktor 1 L, rentang ph 4,5-7,5, temperatur mesofilik (37 C) dan kecepatan pengadukan 150 rpm Menggunakan limbah pasar sayur, dilangsungkan pada reaktor semikontinu dengan volume 2 L, HRT 25 hari, variasi temperatur ambient dan 35 C, serta OLR 0,5 gvs/l/hari Menggunakan campuran limbah makanan (35% nasi, 45% kubis, 16% babi dan 4% tofu), operasi batch dengan volume 4,5 L, variasi ph 5, 6, 7 dan tidak dikontrol 35 C, kecepatan pengadukan 250 rpm VFA yang diidentifikasi terdiri dari asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Konsentrasi VFA maksimum (5.622,72 mg/l) pada HRT 4 hari dan ph 6 Produk akhir yang teridentifikasi adalah asetat, propionat, butirat, laktat, dan etanol. Konsentrasi VFA maksimum (13,43 g/l) diperoleh pada ph 6,5 Rasio total VFA dan alkalinitas serta asam propionat menjadi asam asetat ditemukan pada rentang nilai antara 0,25-0,4 dan 0,34-1,38 VFA yang teridentifikasi terdiri dari asetat, propionat, iso-butirat, n- butirat, iso-valerat dan n- valerat. Dihasilkan yields VFA tertinggi (39,46 g/l dari 0,316 g/g VS fed ) pada ph 6 1.2 PERUMUSAN MASALAH Proses digestasi anaerobik umumnya dilangsungkan pada keadaan mesofilik dan termofilik. Menurut WC Solomon, et al, 2013 [8], proses digestasi anaerobik dapat dilangsungkan pada keadaan ambient dengan mempertimbangkan faktorfaktor lain yang dapat meningkatkan kinerja proses digestasi anaerobik. Dalam melangsungkan proses digestasi anaerobik diperlukan proses loading up yang 3
bertujuan untuk proses pertumbuhan dan adaptasi mikroorganisme dengan cara memvariasikan HRT. Pada proses digestasi anaerobik diharapkan mikroorganisme mampu efektif bekerja pada HRT yang rendah karena limbah yang akan diolah berjumlah lebih banyak dan waktu pengolahan juga lebih singkat dibandingkan dengan pengolahan pada HRT tinggi. Pada penelitian ini proses digestasi anaerobik yang dilakukan dibatasi hingga tahapan asidogenesis dengan VFA sebagai produk intermediet, dimana terdapat rentang ph untuk pertumbuhan mikroorganisme asidogenik sehingga diperlukan variasi ph untuk mendapatkan konsentrasi VFA yang tertinggi. Oleh karena itu, beberapa masalah yang perlu diselesaikan dalam penelitian ini adalah: (i) Berapa HRT terbaik dalam proses asidogenesis menggunakan LCPKS pada keadaan ambient dan (ii) Berapa ph terbaik dalam proses asidogenesis menggunakan LCPKS pada keadaan ambient yang dilangsungkan pada HRT yang terendah. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan HRT terbaik dalam proses asidogenesis menggunakan LCPKS pada keadaan ambient. 2. Mendapatkan ph terbaik dalam proses asidogenesis menggunakan LCPKS pada keadaan ambient yang dilangsungkan pada HRT terendah. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi HRT dan HRT terbaik dalam proses asidogenesis menggunakan LCPKS pada keadaan ambient. 2. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi ph dan ph terbaik dalam proses asidogenesis menggunakan LCPKS pada keadaan ambient yang dilangsungkan pada HRT terendah. 3. Memberikan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis atau yang berhubungan. 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,, Medan. Penelitian dilakukan menggunakan proses asidogenesis digestasi anaerobik menggunakan digester jenis Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) dengan volume 2 liter. Adapun variabelvariabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel tetap: a. Starter yang digunakan berasal dari hasil olahan penelitian sebelumnya yaitu proses digestasi anaerobik tahapan asidogenesis, dimana starter yang digunakan paling awal berasal dari kolam pengasaman Pabrik Kelapa Sawit Torgamba PTPN III. b. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan: LCPKS dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV. c. Kecepatan pengadukan fermentor: 250 rpm. d. Kecepatan pengadukan tangki umpan: 150 rpm. e. Temperatur fermentor: temperatur ambient. f. ph pada variasi HRT: ph 6. g. HRT pada variasi ph: HRT 4 hari. h. Waktu untuk setiap variasi: 15 hari. 2. Variabel divariasikan: a. HRT yaitu 20; 15; 10; 5 dan 4 hari. b. ph dari fermentor divariasikan 4,5; 5; 5,5 dan 6. Analisis yang akan dilakukan didalam penelitian ini meliputi analisis pada bahan baku yang digunakan yaitu LCPKS dengan influent limbah dan effluent limbah. Adapun analisis cairan ini terdiri dari: 1. Analisis ph 2. Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi) 3. Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat) 4. Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat) 5. Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat) 6. Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat) 7. Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka) 5
8. Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) (Metode Kromatografi) Adapun analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas CO 2 dan H 2 S. Analisis ph, M-Alkalinity, TS, dan VS dilakukan setiap hari, sedangkan analisis TSS, VSS, COD dan VFA dilakukan tiga kali dalam 15 hari yaitu hari ke 10, 13 dan 15. Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Analisis bahan baku LCPKS sebagai influent. 2. Loading up dilakukan sebagai proses adaptasi mikroba terhadap influent yang diumpankan sebagai substrat bagi pertumbuhan mikroba, dilakukan dengan cara memvariasikan HRT mulai dari HRT 20, 15, 10, 5 dan 4 hari. 3. Operasi target dilakukan dengan cara memvariasikan ph mulai dari ph 6; 5,5, 5 dan 4,5. 4. Pengujian sampel dari fermentor sebagai effluent. 6