BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat pada dua dekade terakhir [14]. Dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini, lebih dari 46% bekerja di sektor pertanian. Kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1911, dibawa oleh Adrien Hallet yang berkebangsaan Belgia. Empat pohon sawit pertama dibawa dari Kongo, untuk kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor untuk melihat kecocokannya dengan iklim dan tanah di Indonesia. Hasil perkembangbiakan dari tanaman induk inilah yang kemudian menjadi cikal bakal perkebunan sawit pertama di Sumatera [1]. Kelapa sawit merupakan tanaman pohon tropis yang terutama ditanam untuk menghasilkan minyak. Ditanam dan dipanen di daerah yang luas (3.000 sampai ha) disekitar pabrik minyak sentral untuk memungkinkan penanganan industri yang pesat [15]. Seiring dengan berkembangnya industri sawit di Indonesia, luas areal perkebunan sawit juga semakin bertambah yang dirangkum dalam Tabel 2.1 berikut, mulai dari tahun 2009 sampai Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia [16] Tahun Luas areal (ha) Perkebunan Besar Perkebunan Rakyat Total (ha) Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar berada di Pulau Sumatera seluas Ha diikuti oleh Kalimantan seluas Ha, Sulawesi seluas Ha, Papua seluas Ha dan Jawa seluas Ha [16, 17]. Gambar 2.1 berikut merupakan luas lahan sawit berbagai provinsi di Indonesia. 7

2 381,5 1222,9 2139,8 38,46 897,9 789,4 142,6 39,0 355,9 696,8 290,2 898,2 160,6 19,9 190,4 1126,5 497,7 95,1 60,6 95,1 50,7 10,9 Gambar 2.1 Luas Lahan Sawit (dalam 10 3 Ha) pada Tahun 2012 [16] Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan sosial yang signifikan di Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan memajukan pembangunan ekonomi [2, 17]. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah Minyak Sawit Mentah (MSM) seperti Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) [18]. Minyak sawit merupakan minyak yang berasal dari proses ekstraksi tandan buah segar kelapa sawit. Dapat digunakan untuk konsumsi makanan maupun non konsumsi. Peningkatan permintaan untuk minyak sawit didorong oleh meningkatnya konsumsi minyak nabati karena perkembangan populasi manusia [19]. Tabel 2.2 berikut merupakan produksi minyak kelapa sawit dunia. Tabel 2.2 Produksi Minyak Kelapa Sawit Dunia, dalam Jutaan Ton [20] 2010/ / / /15 Nov 2014/15 Des 2014/15 Indonesia 23,600 26,200 28,500 30,500 33,500 33,000 Malaysia 18,211 18,202 19,321 20,161 21,250 21,250 Thailand 1,832 1,892 2,135 2,150 2,250 2,250 Colombia ,042 1,070 1,070 Nigeria Lainnya 3,590 4,022 4,129 4,276 4,293 4,293 Total 48,836 52,111 55,969 59,059 63,293 62, LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) Sumber Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Perkembangan pesat pada industri kelapa sawit setiap tahunnya telah memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan dengan dihasilkan 8

3 sejumlah besar residu dari proses di pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses ekstraksi minyak sawit dari tandan buah segar di pabrik kelapa sawit. Proses produksi pada industri sawit menghasilkan limbah padat dan cair. Limbah padat terdiri dari tandan kosong buah, serat mesocarp buah dan cangkang kelapa sawit, digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap dan listrik di pabrik [3, 5]. Limbah cair dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit dari proses basah di dekanter. Limbah cair ini dikombinasikan dengan limbah dari air pendingin dan sterilizer yang disebut sebagai LCPKS [3]. Gambar 2.1 berikut merupakan diagram alir proses ekstraksi minyak sawit pada industri kelapa sawit, dilengkapi dengan limbah yang dihasilkan beserta sumbernya. Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Ekstraksi Minyak Sawit dan Limbah yang Dihasilkan [21] 9

4 Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa terdapat tiga sumber utama limbah cair yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit konvensional yaitu sterilizer kondensat, pemisah lumpur dan limbah hidrosiklon dengan perbandingan sekitar 0,9 : 1,5 : 0,1 m 3 [22, 23]. Produksi 1 juta ton minyak sawit mentah membutuhkan 5 juta ton tandan buah segar (TBS). Rata-rata pengolahan 1 juta ton TBS di Pabrik Kelapa Sawit menghasilkan ton tandan kosong buah (TKS) dan ton LCPKS sebagai residu [20] Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) LCPKS adalah suspensi koloid berwarna kecoklatan yang mengandung 95-96% air, 0,6% minyak dan 0,7% lemak, dan 4-5% dari total padatan, memiliki konsentrasi COD yang tinggi karena memiliki jumlah karbon rendah (8-20) dari asam amino dan asam lemak yang terlarut, mengandung padatan dan minyak, bersifat asam, mengandung bahan organik tinggi yang tidak beracun karena tidak ada bahan kimia yang ditambahkan selama proses ekstraksi minyak dan mengandung zat hara yang cukup untuk tanaman [4, 24, 25]. Adanya kandungan COD yang tinggi, menyebabkan LCPKS berpotensi menjadi polutan, namun karena kandungan organiknya juga tinggi, maka LCPKS dapat diuraikan secara biologis. Gambar 2.3 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) [26] Karakteristik LCPKS dapat berbeda untuk operasi yang berbeda setiap harinya dari pabrik-pabrik industri kelapa sawit, tergantung pada teknik pengolahan, usia atau jenis buah, iklim dan kondisi pengolahan kelapa sawit [21]. Tabel 2.3 berikut merupakan karakteristik LCPKS secara umum. 10

5 Tabel 2.3 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) [23, 27] Parameter Satuan Nilai ph 4 6 Suhu C Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg/l Chemical Oxygen Demand (COD) mg/l Total Solids (TS) mg/l Total Suspended Solids (TSS) mg/l Volatile Solids (VS) mg/l Minyak dan Lemak mg/l Total nitrogen mg/l Ammoniacal nitrogen(nh 3 N) mg/l 4 80 Total P mg/l Total K mg/l Total Ca mg/l Total Mg mg/l Sistem pengolahan LCPKS pada dasarnya terdiri dari proses anaerobik dan proses aerobik. Tiga sistem pengolahan yang paling umum digunakan adalah kolam stabilisasi, digester tangki terbuka dengan aerasi diperpanjang, dan digester tangki tertutup yang menghasilkan biogas dan sistem aplikasi tanah [28]. Sistem kolam stabilisasi adalah metode anaerob konvensional yang paling sering digunakan untuk pengolahan LCPKS [4]. LCPKS merupakan limbah yang sangat polutan. Limbah cair yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan polusi berupa ancaman besar bagi daerah sekitar aliran sungai dan badan air serta menimbulkan bau busuk pada daerah sekitar pabrik, ditambah dengan nilai BOD yang tinggi dan ph yang rendah, menyebabkan LCPKS sangat sulit untuk diolah dengan metode konvensional [28]. Oleh karena itu, dibutuhkan pengolahan sebelum LCPKS dibuang ke lingkungan. Tabel 2.4 berikut merupakan baku mutu limbah cair industri minyak sawit yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Tabel 2.4 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [29] Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton) BOD ,5 COD 500 3,0 TSS 300 1,8 Minyak dan Lemak 30 0,18 Amonia Total (sebagai NH 3 -N) 20 0,12 ph 6,0 9,0 Debit Limbah Maksimum 6 m 3 ton bahan baku 11

6 2.3 PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) SEBAGAI SUBSTRAT DALAM PROSES DIGESTASI ANAEROBIK Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi diolah di instalasi pengolahan air limbah. Untuk penanganannya perlu dibangun kolam limbah dengan kapasitas yang dapat menampung limbah cair dengan kapasitas olah pabrik brondolan sawit/jam. Tahapan proses pengolahan air limbah terdiri atas: (1) Deoling Pond, (2) Kolam Pendingin, (3) Primary Anoerbic Pond, (4) Secondary Anaerobic Pond dan (5) Aeration Pond. Waktu tinggal limbah pada kolam keseluruhan adalah 109 hari, maka perluasan kolam limbah harus dilakukan sejalan dengan pengembangan kapasitas produksi [30]. Pengolahan secara konvensional ini membutuhkan waktu yang lama dan lahan yang luas, sedangkan LCPKS merupakan sumber pencemar potensial yang dapat memberikan dampak serius bagi lingkungan, sehingga pabrik kelapa sawit dituntut untuk menangani limbah ini melalui peningkatan teknologi pengolahan (end of pipe) [31]. Peningkatan permintaan konsumen minyak sawit berbanding lurus dengan produksi pabrik kelapa sawit sehingga berakibat pada peningkatan LCPKS yang mengandung konstituen biodegradable atau dapat diuraikan secara biologis dengan rasio BOD/COD sebesar 0,5 [32]. Biogas atau biometana adalah pilihan yang efisien untuk mencegah dan mengurangi polusi serta memberikan energi yang berkualitas tinggi untuk bahan bakar kendaraan, pembangkit listrik, dan pemanas [33]. Komposisi biogas bervariasi sangat tergantung pada bahan organik dan proses biologis yang digunakan [34]. Tabel 2.5 berikut merupakan karakteristik biogas secara umum. Tabel 2.5 Karakteristik Biogas [6, 35, 36] Parameter Komposisi Metana (CH 4 ) 50 75% Karbon dioksida (CO 2 ) 30 40% Nitrogen (N 2 ) 0,4 1,2% Oksigen (O 2 ) 0 0,4% Hidrogen Sulfida (H 2 S) 0,02 0,4% Kandungan Energi 6,0 6,5 kwh/m 3 Kesetaraan Bahan Bakar 0,60 0,65 liter minyak/m 3 udara Batas Ledakan 6 12% biogas di udara Temperatur Nyala C Tekanan Kritis bar 12

7 Parameter Komposisi Temperatur Kritis 82,5 C Densitas Normal 1,2 kg/m 3 Massa Molar 16,043 kg/kmol -1 Salah satu keuntungan utama dari produksi biogas adalah kemampuan untuk mengubah limbah menjadi sumber daya yang berharga, dengan menggunakannya sebagai substrat untuk proses digestasi anaerobik [9]. Secara umum, bahan baku substrat untuk pembuatan biogas harus mengandung tiga jenis makromolekul yaitu karbohidrat, protein dan lipid [37]. Kandungan karbohidrat, protein, senyawa nitrogen, lipid dan mineral yang tinggi dalam LCPKS menjadikan LCPKS sebagai substrat yang baik untuk biokonversi melalui berbagai proses bioteknologi [38]. Jika substrat untuk proses digestasi anaerobik terdiri atas campuran homogen dari dua atau lebih jenis bahan baku (misalnya lumpur kotoran hewan dan limbah organik dari industri makanan), proses ini disebut co-digestion dan umum digunakan dalam pembuatan biogas [9]. Tabel 2.6 berikut merupakan potensi biogas yang dihasilkan oleh beberapa substrat. Tabel 2.6 Potensi Biogas yang Dihasilkan oleh Beberapa Substrat [42] Komponen Biogas Komposis Biogas (m 3 /kg VS) (CH 4 : CO 2 ) Karbohidrat Lemak Protein 0,38 1,00 0,53 50 : : : PROSES DIGESTASI ANAEROBIK Beberapa spesies mikroba telah dikenal karena kemampuan mereka untuk memecah bahan organik yang ada dalam limbah dengan memproduksi suatu produk bernilai tambah [38]. Biogas merupakan produk gas dari proses digestasi anaerobik, yaitu proses biokimia dimana bahan organik yang kompleks terurai dalam ketiadaan oksigen dengan memanfaatkan aktivitas berbagai jenis mikroorganisme [39]. Selama proses tersebut, bahan organik diubah terutama untuk menjadi metana (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ), dan biomassa. Nitrogen dilepaskan dari senyawa organik dan dikonversi menjadi amonia [40]. Proses anaerobik digunakan untuk mengolah limbah cair dengan kandungan organik yang tinggi (BOD>500mg/l), bertujuan untuk pengolahan lebih lanjut dari lumpur 13

8 primer dan sekunder dari pengolahan air limbah konvensional [41]. Gambar 2.4 berikut merupakan skema digester anaerobik dengan sistem batch dan kontinu. Gambar 2.4 Skema Digester Anaerobik (A) Batch dan (B) Kontinu [42] Terdapat beberapa keuntungan dari proses digestasi yaitu mampu mengolah limbah dengan kandungan senyawa organik yang tinggi, tidak membutuhkan peralatan aerasi, investasi energi rendah dan jumlah lumpur yang dihasilkan jauh lebih rendah dari proses aerobik [43]. Gambar 2.5 berikut merupakan tahapan proses digestasi anaerobik. Gambar 2.5 Tahapan Proses Digestasi Anaerobik [44] 14

9 2.4.1 Hidrolisis Hidrolisis adalah tahapan ekstraseluler enzim-dimediasi yang melarutkan partikulat dan substrat yang tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme anaerobik [40]. Pada hidrolisis terjadi degradasi bahan organik dan senyawa dengan berat molekul tinggi seperti lipid, polisakarida, dan protein menjadi molekul kecil dan substrat organik terlarut (misalnya, glukosa asam lemak pasir, asam amino), yang cocok untuk digunakan sebagai sumber energi dan sel karbon [45]. Senyawa yang terbentuk selama hidrolisis digunakan selama tahapan asidogenesis Hidrolisis Polisakarida Reaksi yang terjadi adalah [9]: enzim selulosa, selobiase, xilanase, Polisakarida amilase monosakarida Polisakarida adalah senyawa yang mengandung rantai gula terkait. Polisakarida yang umum adalah selulosa, hemiselulosa, pati, pektin, dan glikogen. Hidrolisis selulosa hasil dalam pembentukan selobiosa (dua molekul glukosa yang saling berhubungan) dan glukosa. Pati dan glikogen dipecah menjadi unit glukosa, dan beberapa gula yang berbeda terbentuk dari hemiselulosa dan pektin. Organisme yang aktif dalam proses biogas selama hidrolisis polisakarida termasuk berbagai kelompok bakteri dalam, misalnya, Bacteriodes genera, Clostridium, dan Acetivibrio [42] Hidrolisis Protein Reaksi yang terjadi adalah [9]: Protein enzim protease asam amino Protein adalah rantai asam amino yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi. Asam amino adalah produk primer akhir hidrolisis protein dan peptida. Selain asam amino, dekomposisi glikoprotein juga memproduksi berbagai karbohidrat. Organisme proteolitik dalam proses biogas antara lain, genera Clostridium, Peptostreptococcus, dan Bifidbacterium [42]. 15

10 Hidrolisis Lemak Reaksi yang terjadi adalah [9]: Lemak enzim lipase asam lemak, gliserol Umumnya lemak terdiri dari gliserol (alkohol) dan asam lemak yang berbeda, yang semuanya dirilis oleh biodegradasi. Enzim yang memecah lemak disebut lipase. Sebagian besar lipase diketahui diproduksi oleh mikroorganisme aerobik aerobik atau fakultatif. Mikroorganisme anaerobik yang banyak mengeluarkan lipase antara lain, genus Clostridium [42] Asidogenesis Selama asidogenesis, produk hidrolisis diubah oleh bakteri asidogenik menjadi substrat untuk metanogen [9]. Bahan molekul kecil dan substrat organik terlarut didegradasi menjadi VFA (misalnya asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam suksinat, asam laktat dan lain-lain), alkohol, ammonia, CO 2 dan H 2 [42]. Gula sederhana, asam amino dan asam lemak terdegradasi menjadi asetat, karbon dioksida dan hidrogen (70%) serta menjadi VFA dan alkohol (30%) [9]. Pada tahapan ini, mikroorganisme asidogenesis menyediakan substrat yang penting bagi mikroorganisme asetogenesis dan mikroorganisme metanogenesis. Banyak mikroorganisme yang berbeda, aktif selama tahap ini lebih dari pada tahap lain. Mikoorganisme pada tahap ini sama dengan tahap hidrolisis, namun organisme lain juga aktif, misalnya Enterobacterium, Bacteriodes, Acetobacterium, Eubacterium, Clostridium, Ruminococcus, Butyribacterium, Propionibacterium, Lactobacillus, Streptococcus, Pseudomonas, Desulfobacter, Micrococcus, Bacillus dan Escherichia. Para anggota fakultatif kelompok ini juga membantu melindungi metanogen yang sensitive terhadap oksigen dengan mengkonsumsi jejak oksigen yang dapat masuk dalam umpan [42, 46] Asetogenesis Produk dari asidogenesis, yang tidak dapat langsung diubah menjadi metana oleh bakteri metanogen, diubah menjadi substrat metanogen selama asetogenesis [9]. Asetogenesis merupakan tahapan dimana asam organik yang lebih tinggi dan zat-zat lain yang dihasilkan oleh asidogenesis selanjutnya dicerna 16

11 oleh asetogen untuk menghasilkan asam asetat, CO 2 dan hidrogen yang dapat digunakan oleh metanogen untuk produksi metana [46]. VFA dengan rantai karbon lebih panjang dari dua unit, dan alkohol dengan rantai karbon lebih panjang dari satu unit, dioksidasi menjadi asetat dan hidrogen [9]. Konversi substrat menjadi asetat mengikuti reaksi berikut [47]: Reaksi sintrofik asetogenik: Propionat - + 3H 2 O asetat - + HCO H + + 3H 2 Butirat - + 2H 2 O 2 asetat - + H + + 2H 2 Propionat - + 2HCO - 3 asetat format - + H + Butirat - + 2HCO asetat format - + H + Reaksi homoasetogenik: Laktat - 1 ½ asetat - + ½ H + Etanol - + HCO ½ asetat - + H 2 O + ½ H + Metanol - + ½ HCO - 3 ¾ asetat - + H 2 O 4H 2 + 2HCO H + asetat - + 4H 2 O Syntrophomonas, Syntrophus, Clostridium, dan Syntrobacter adalah contoh genus dari mikroorganisme yang dapat melakukan oksidasi anaerobik yang bersintrofik dengan mikroorganisme untuk menguraikan gas hidrogen. Banyak organisme ini dikenal sebagai asetogens, yaitu selain gas hidrogen dan karbon dioksida mereka juga membentuk asetat sebagai produk utama [42] Metanogenesis Metanogenesis adalah tahapan mengubah senyawa antara menjadi produk akhir yang lebih sederhana, terutama CH 4 dan CO 2 oleh dua kelompok mikroorganisme metanogen: kelompok pertama mengkonversi asetat menjadi metana dan karbon dioksida (methanogen aceticlastic) dan kelompok kedua menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO 2 sebagai akseptor untuk menghasilkan metana (methanogen hydrogenotrophic). Sekitar 72% dari metana yang dihasilkan dalam pencernaan anaerobik adalah dari asetat; dan 28% dari metana berasal dari hidrogen [6, 45]. Reaksi yang terjadi yaitu [47]: Hidrogen : 4 H 2 + CO 2 CH H 2 O Asetat : CH 3 COOH CH 4 + CO 2 17

12 Metanol : 4 CH 3 OH 3 CH 4 + CO H 2 O Metanogenesis merupakan tahapan kritis dalam seluruh proses pencernaan anaerobik, karena merupakan reaksi biokimia yang paling lambat [9]. Saat ini hanya ada dua kelompok yang diketahui dari metanogen yang memecah asetat yaitu Methanosaeta dan Methanosarcina, sementara yang memecah gas hidrogen yaitu Methanobacterium, Methanococcus, Methanogenium dan Methanobrevibacter [42]. 2.5 PROSES DIGESTASI ANAEROBIK DUA TAHAP Tiga kelompok bakteri yang berbeda (fermentasi, asetogenik dan metanogen) terlibat dalam proses digestasi anaerobik dan bakteri ini secara luas berbeda satu sama lain dalam fisiologi dan kebutuhan gizi. Ketika substrat mudah terhidrolisis seperti pati terlarut diperlakukan anaerob, proses ini memiliki masalah pada tingkat pembebanan yang tinggi karena ketidakseimbangan antara asam dan pembentukan metana [48]. Untuk mengatasi masalah ini, banyak upaya telah dilakukan untuk memisahkan proses menjadi dua tahap yang berbeda yang pertama untuk tahap hidrolisis dan asidogenesis sedangkan tahap kedua untuk metanogenesis. Proses digestasi anaerobik dua tahap dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.6 Digestasi Anaerobik Dua Tahap [46] Ide dari proses digestasi anaerobik dua tahap pada awalnya diusulkan oleh Pohland dan Ghosh (1971). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan biodegradasi anaerob melalui pemisahan yang terkendali dari reaksi utama [46]. Pada proses 18

13 digestasi dua tahap, substrat dimasukkan ke dalam reaktor tahap pertama, cairan yang mengandung senyawa antara, terutama VFA secara terus menerus dikeluarkan dan dimasukkan ke reaktor tahap kedua yaitu tahap metanogen. Dengan cara ini, kondisi masing-masing tahap dapat dioptimalkan, kemudian senyawa antara seperti VFA yang dapat menghambat kelompok mikroorganisme dalam konsentrasi tinggi, terus-menerus dapat dicuci dari reaktor tahap pertama [49]. Mikroorganisme yang terkait dengan hasil tahap pertama memiliki tingkat pertumbuhan dan aktivitas tertinggi, maka reaktor asidogenik akan selalu lebih kecil dari reaktor metanogen [46]. Tujuan dari proses digestasi anaerobik dua tahap tidak hanya untuk lebih mendegradasi limbah, tetapi juga untuk mengekstrak energi lebih bersih dari sistem [50]. Penelitian JE Hernandez dan RGJ Edyvean, 2011 [51] menggunakan twostage (asidogenesis dan metanogenesis) anaerobic digestion (TSAD) yang dibandingkan dengan single-stage anaerobic digestion (SSD) untuk mengolah air limbah sintetis yang terkontaminasi fenol. Kedua sistem dioperasikan dalam batch-dilution dan semi kontinu pada 35 C. TSAD memiliki produksi biogas lebih besar, pada reaktor asidogenesis lebih mudah terjadi penguraian tanpa hambatan oleh akumulasi fenol (sampai mg/l). Reaktor asidogenesis juga mencegah penghambatan pembentukan biogas di tahap kedua (metanogen), dengan menghambat fenol dan dihasilkan asam organik dengan cepat. Sistem ini meningkatkan produksi biogas dan memungkinkan kontrol yang lebih baik dari tahap asidogenesis dan metanogen. Penelitian Noha et al, 2012 [50] mengevaluasi proses digestasi anaerobik satu tahap dan dua tahap untuk produksi biometana dan biohidrogen menggunakan thin stillage, hal ini dilakukan untuk menilai dampak dari memisahkan tahap asidogenesis dan metanogenenesis pada digestasi anaerobik. Thin stillage merupakan produk sampingan dari produksi etanol, ditandai dengan TCOD yang tinggi mulai dari 122 g/l dan TVFA mulai dari 12 g/l. Dihasilkan metana maksimum sebesar 0,33 L CH 4 /g COD added pada proses dua tahap sementara proses satu tahap mencapai hasil maksimum hanya sebesar 0,26 L CH 4 /g COD added. Pemisahan tahap pengasaman meningkatkan TVFA untuk rasio TCOD dari 10% pada thin stillage mentah menjadi 54% karena konversi 19

14 karbohidrat menjadi hidrogen dan VFAs. Perbandingan dari dua proses berdasarkan hasil akhir energi menunjukkan bahwa peningkatan terbesar 18,5% pada keseluruhan untuk menghasilkan energi dicapai dengan menggunakan digestasi anaerobik dua tahap. Penelitian Prawit et al, 2014 [52] menggunakan reaktor UASB yang dioperasikan pada kondisi termofilik dan digunakan untuk menyelidiki proses anaerobik dua tahap untuk memproduksi hidrogen dan metana secara kontinu dari skim lateks serum (SLS). Reaktor tahap pertama untuk memproduksi hidrogen dioperasikan dengan umpan 38 g-vs/l-sls dengan variasi HRT dari 60, 48, 36, dan 24 jam. Produksi yield hidrogen optimum adalah 2,25±0,09 L-H 2 /L-SLS dicapai pada HRT 36 jam. Effluent yang mengandung asetat diumpankan ke reaktor UASB kedua untuk produksi metana pada HRT 9 hari dan dihasilkan konversi metana 6.41±0.52 L-CH 4 /L-SLS. Efisiensi removal bahan organik yang diperoleh dari proses dua tahap ini adalah 62%. Penelitian ini menunjukkan bahan bakar gas bernilai tinggi dalam bentuk hidrogen dan metana dapat berpotensi dihasilkan dengan menggunakan proses anaerobik dua tahap terus menerus, di mana bahan organik yang tersedia secara bersamaan terdegradasi. 2.6 PARAMETER YANG PENTING DALAM PROSES DIGESTASI ANAEROBIK Proses digestasi anaerobik harus dipantau untuk memastikan keberhasilan dari proses ini. Beberapa parameter yang penting dalam proses digestasi anaerobik yaitu: Parameter Digestasi Anaerobik ph ph merupakan parameter penting dalam pemantauan dan pengendalian digestasi anaerobik [6]. Proses anaerobik sangat sensitif terhadap ph. Dalam kebanyakan kasus, degradasi anaerobik bahan organik dicapai paling efisien pada ph netral. Namun, banyak juga yang dapat tumbuh pada ph yang lebih rendah atau lebih tinggi [51]. Pembentukan metana berlangsung pada kisaran ph 5,5-8,5, dengan ph optimum untuk metanogenik adalah 7,0-8,0 [9]. ph mengontrol fraksi 20

15 VFA terdisosiasi yang dianggap bebas menembus membran sel mikroorganisme. Setelah menyerap membran, asam lemak internal terpisah sehingga menurunkan ph sitoplasma dan mempengaruhi metabolisme bakteri [6]. Nilai ph pada proses anaerobik akan mengalami penurunan dengan diproduksinya asam volatil dan akan meningkat dengan dikonsumsinya asam volatil oleh bakteri pembentuk metana [54]. Mikroorganisme asidogenik dapat tumbuh dan terus menghasilkan asam pada ph rendah (5-6) [53]. Tingkat ph optimal untuk kelompok fungsional biokimia pada proses anaerob yaitu [40]: 1) Hidrolisis, biasanya optimal di atas ph 6 tetapi memungkinkan hingga ph 5. 2) Asidogenesis, optimal antara ph 5,5 dan 8, tetapi memungkinkan hingga ph 4. 3) Asetogenesis/hidrogen memanfaatkan metanogen, optimal antara ph 6,5 dan 8 tetapi memungkinkan hingga ph 5. 4) Metanogenenesis, optimal antara ph 7 dan 8, tetapi memungkinkan hingga ph Alkalinitas Alkalinitas adalah ukuran dari jumlah alkali (dasar) zat dalam proses biogas. Semakin tinggi alkalinitas, semakin besar kapasitas buffer dalam proses, yang akan menstabilkan nilai ph. Alkalinitas terutama terdiri dari ion bikarbonat yang berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Karbon dioksida dan ion karbonat juga berkontribusi terhadap alkalinitas. Dekomposisi substrat kaya nitrogen dengan proporsi yang tinggi protein dan asam amino dapat meningkatkan alkalinitas, karena amonia dirilis dapat bereaksi dengan karbon dioksida terlarut membentuk amonium bikarbonat. Berikut merupakan reaksi dari karbon dioksida dalam kesetimbangan dengan asam karbonat dan karbonat [42]: CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 HCO H + CO H + Kapasitas buffer sering disebut sebagai alkalinitas. Kapasitas buffer sebanding dengan konsentrasi bikarbonat. Kapasitas buffer adalah metode yang dapat diandalkan untuk mengukur ketidakseimbangan digester. Peningkatan kapasitas buffer yang rendah, paling baik dilakukan dengan mengurangi organic loading rate, meskipun pendekatan yang lebih cepat adalah penambahan basa kuat atau garam karbonat untuk menghilangkan karbon dioksida dari ruang gas 21

16 dan mengubahnya menjadi bikarbonat, atau bikarbonat dapat ditambahkan secara langsung [6]. Nilai alkalinitas tinggi ( mg/l menggunakan CaCO 3 ) sering diperlukan untuk memastikan ph mendekati netral selama kandungan CO 2 tinggi (30-50%). Tingkat alkalinitas yang dibutuhkan jarang tersedia pada air limbah influen, tetapi dapat dihasilkan oleh degradasi protein dan asam amino [45] juga bisa ditingkatkan menggunakan penambahan senyawa kimia. Tabel 2.7 berikut merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai penyangga. Tabel 2.7 Bahan Kimia yang Biasa Digunakan sebagai Penyangga [36] Bahan Kimia Formula Kation Penyangga Sodium bikarbonat NaHCO 3 Na + Potassium bikarbonat KHCO 3 K + Sodium karbonat Na 2 CO 3 Na + Potassium karbonat K 2 CO 3 K + Kalsium karbonat CaCO 3 Ca 2+ Kalsium hidroksida Ca(OH) 2 Ca 2+ Anhydrous ammonia (gas) NH 3 NH 4+ Sodium nitrat NaNO 3 Na + Parameter yang lebih sensitif untuk memantau digester dan mengukur stabilitas proses adalah VFA/rasio alkalinitas, ketika rasio ini kurang dari 0,35-0,40 (setara asam asetat/setara CaCO 3 ) proses ini dianggap beroperasi menguntungkan tanpa resiko pengasaman [6] Temperatur Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh karena mengontrol aktivitas semua mikroorganisme. Umumnya, kenaikan suhu menyebabkan peningkatan laju reaksi biokimia dan enzimatik dalam sel menyebabkan tingkat pertumbuhan meningkat. Namun, di atas suhu tertentu yang merupakan karakteristik dari masing-masing spesies, hal ini menjadi penghambat dan menjadi tahap kematian mikroorganisme seperti protein dan komponen struktural sel menjadi denaturasi. Terdapat tiga kondisi temperatur yang memungkinkan mikroorganisme anaerobik berkembang, yaitu mesofilik dengan temperatur optimum pada C, termofilik dengan temperatur optimum C dan psikropilik dengan temperatur optimum pada C 22

17 (ambient) [46]. Gambar 2.7 berikut merupakan tingkat pertumbuhan relatif mikroorganisme anaerobik. Gambar 2.7 Tingkat Pertumbuhan Relatif Mikroorganisme Metanogen [9] Kondisi psikropilik sebagian besar terdapat di lingkungan, sementara kondisi mesofilik dan termofilik sebagian besar dalam sistem rekayasa [40]. Dalam prakteknya, temperatur operasi dipilih dengan mempertimbangkan bahan baku yang digunakan dan temperatur proses yang diperlukan dapat disediakan oleh ruangan atau menggunakan sistem pemanas pada digester [9]. Enzim berkembang dalam mikroorganisme setelah penyesuaian yang dapat mentolerir perubahan suhu. Akibatnya ada mikroorganisme yang dapat tumbuh di lebih dari satu rentang suhu. Digestasi anaerobik mesofilik dan termofilik lebih banyak digunakan daripada psikropilik karena laju reaksi tinggi pada rentang suhu tersebut. Namun, suhu psikropilik sering terjadi berdasarkan kondisi iklim setempat dan penting untuk meningkatkan proses dalam kondisi ini [53] Pengadukan Proses start-up anaerobik sering berlangsung 2-4 bulan. Start-up memiliki potensi untuk gagal dimana bioreaktor tidak bekerja dengan baik dan biogas tidak dapat diproduksi. Untuk menghindari masalah ini, ke dalam reaktor hidrolisis dan reaktor metanogenesis sering diinokulasikan lumpur anaerobik dari reaktor fermentasi lainnya. Pencampuran dalam reaktor harus dilakukan dengan sangat hati-hati [36]. Kontak antara bahan organik dan mikroorganisme dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pencampuran, yang menyebabkan kinerja reaktor yang lebih tinggi [46]. Hal ini terutama penting bagi mikroorganisme 23

18 hidrolitik untuk membuat kontak yang baik dengan berbagai molekul bahwa mereka harus mencerna dan enzim mereka dapat didistribusikan di seluruh area permukaan besar dalam substrat. Pengadukan juga mencegah bahan dari terakumulasi di bagian bawah tangki digestasi dan mengurangi risiko berbusa [42] Kebutuhan Nutrisi Nutrisi sangat dibutuhkan dalam proses anaerobik. Nutrisi yang paling penting bagi bakteri adalah karbon dan nitrogen, tapi dua elemen ini harus disediakan dalam rasio yang tepat. Jika tidak, amonia dapat terbentuk ke tingkat yang dapat menghambat mikroorganisme. Rasio karbon/nitrogen (C/N) tergantung pada daya cerna dari sumber karbon dan nitrogen [44]. Nutrisi yang memadai tersedia apabila menggunakan limbah yang kompleks untuk diolah. Penambahan nutrisi diperlukan ketika mengolah limbah industri yang kekurangan unsur hara makro seperti nitrogen dan fosfor. Umumnya kebutuhan nutrisi untuk nitrogen, fosfor, dan sulfur masing-masing berada di kisaran 10-13; 2-2,6; dan 1-2 mg per 100 mg biomassa. Untuk mempertahankan aktivitas maksimum metanogen, sangat diinginkan nilai konsentrasi fasa cair nitrogen, fosfor, dan belerang masing-masing 50, 10 dan 5 mg/l [45]. Kandungan metana dari campuran biogas tergantung pada keadaan oksidatif karbon dalam senyawa yang terdapat dalam bahan baku. Bahan baku juga harus seimbang terhadap rasio karbon dan nitrogen (C:N = 20:30), karena mikroorganisme menggunakan karbon dan nitrogen pada kisaran rasio ini. Terlepas dari C dan N, elemen lain juga penting untuk pertumbuhan mikroorganisme anaerob. Sebagai contoh, Ni (terlibat dalam sintesis koenzim F430), Fe (konstituen pembawa elektron), Mg (menstabilkan membran sel), Ca (menstabilkan dinding sel dan memberikan kontribusi bagi stabilitas termal dari endospora), Co (komponen vitamin B 12 ), Zn (konstituen dari beberapa enzim) dan sebagainya. Jika elemen ini tidak terkandung dalam bahan baku, mereka harus diberikan karena ketidakhadiran mereka berkorelasi dengan penurunan efisiensi [53]. 24

19 Volatile Fatty Acid (VFA) VFA merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan selama tahapan asidogenesis dengan rantai karbon hingga enam atom [9]. VFA dapat digunakan sebagai indikator stabilitas proses fermentasi metana [55]. Ketidakstabilan proses digestasi anaerobik akan menyebabkan akumulasi VFA di dalam digester yang menyebabkan penurunan nilai ph. Namun, akumulasi VFA akan tidak selalu dinyatakan dengan penurunan nilai ph, karena terdapat kapasitas buffer pada digester yang berasal dari biomassa yang terkandung di dalamnya [9]. Jika ph tinggi, digester dapat bekerja dengan konsentrasi VFA yang tinggi hingga beberapa g/l. Tetapi efisiensi pengolahan akan rendah [56]. Akumulasi VFA mencerminkan pemisahan kinetik antara pembentuk asam dan konsumen serta ciri khas yang disebabkan oleh hidrolik atau organik overloading, variasi suhu tibatiba, adanya senyawa toksik atau penghambat dan beberapa faktor lainnya. Asam asetat biasanya terdapat dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari yang lainnya dalam VFA selama proses digestasi anaerobik, sedangkan asam propionat dan butirat menjadi penghambat aktivitas metanogen [6]. VFA dengan konsentrasi tinggi sering dikaitkan dengan efek toksisitas dan inhibisi [46]. Tabel 2.8 berikut merupakan kandungan dari VFA pada proses digestasi anaerobik. Tabel 2.8 Kandungan VFA yang Umum Terdapat pada Proses Digestasi Anaerobik [46] Asam Format HCOOH Asam Asetat CH 3 COOH Asam Propionat CH 3 CH 2 COOH Asam Butirat CH 3 CH 2 CH 2 COOH Asam Valerat CH 3 CH 2 CH 2 CH 2 COOH Asam Heksanoik CH 3 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 COOH Asam Heptanoik CH 3 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 COOH Asam Oktanoik CH 3 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 COOH Parameter Operasional Beban Organik (Organic Loading Rate) Beban organik merupakan parameter operasional yang penting, yang menunjukkan berapa banyak bahan kering organik dapat dimasukkan ke dalam digester, per volume dan satuan waktu, sesuai dengan persamaan [9]: B R = m c / V R (2.1) 25

20 Keterangan: B R = Beban organik (kg/hari m 3 ) m = Massa substrat umpan per satuan waktu (kg/hari) c = Konsentrasi bahan organik (%) V R = Volume digester (m 3 ) Produksi gas akan meningkat dengan beban organik sampai tahap ketika metanogen tidak bisa bekerja cukup cepat untuk mengkonversi asam asetat menjadi metana. Beban oeganik berhubungan dengan konsentrasi substrat dan HRT, sehingga keseimbangan yang baik antara kedua parameter harus diperoleh untuk operasi digester yang baik. HRT pendek akan mengurangi waktu kontak antara substrat dan biomassa [25] Hydraulic Retention Time (HRT) HRT adalah rata-rata interval waktu ketika substrat disimpan di dalam tangki digester. HRT berkorelasi dengan volume digester dan volume substrat umpan per satuan waktu, sesuai dengan persamaan: HRT = V R / V (2.2) Keterangan: HRT = Hydraulic Retention Time (hari) V R = Volume digester (m 3 ) V = Volume substrat umpan per satuan waktu (m 3 /hari) Menurut persamaan di atas, peningkatan beban organik akan mengurangi HRT. Waktu retensi harus cukup panjang untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang mati pada proses pengolahan limbah cair tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme direproduksi. Tingkat duplikasi bakteri anaerob biasanya 10 hari atau lebih. Sebuah HRT singkat memberikan laju aliran substrat yang baik, tapi hasil gas yang lebih rendah. Hal ini sangat penting untuk menyesuaikan HRT dengan tingkat degradasi spesifik dari substrat yang digunakan [9]. 2.7 ANALISA EKONOMI Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient dengan produk yang diharapkan berupa VFA yang pada tahapan berikutnya dapat dikonversi menjadi 26

21 biogas. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk Peneliti Total VFA (mg/l) Volume Biogas (L/L hari) A.K Kivaisi dan M. Mtila [57] 2.058,85 1,70 Rongpin Li et al [58] 4.020,00 3,97 Cavinato et al [59] 6.896,48 6,00 Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi ph 5,5 dengan jumlah mg/l. Melalui Tabel 2.9 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut. 8 Produksi Biogas (L/L hari) Produksi Biogas Linear (Produksi Biogas) y = 0,0009x + 0, Total VFA (mg/l) Gambar 2.8 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59] Gambar 2.8 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,1043 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah: y = 0,0009 x + 0,1043 = (0,0009) (8.287) + 0,1043 = 7,56 liter biogas/liter LCPKS hari = 7,56 m 3 biogas/m 3 LCPKS hari 27

22 Ekivalensi 1 m 3 biogas terhadap Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah sebesar 0,465 kg. Sehingga =,, = 3,52 kg LPG/m 3 LCPKS Harga LPG industri adalah Rp /kg [60] sehingga: Harga biogas yang dihasilkan =,.. = Rp ,84/m 3 LCPKS 28

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) Indonesia memproduksi minyak sawit mentah (CPO) sebesar hampir 33 juta metrik ton sawit di 2014/2015 karena tambahan 300.000 hektar perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA Indonesia berada pada posisi terdepan industri kelapa sawit dunia. Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan salah satu hasil perkebunan yang berkembang dengan sangat cepat di daerah-daerah tropis. Semenjak tahun awal tahun 1980 luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya 2.1.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan energi semakin meningkat menyebabkan adanya pertumbuhan minat terhadap sumber energi alternatif.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Bakteri Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Feses Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Data pertumbuhan populasi bakteri anaerob pada proses pembentukan biogas dari

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS Pembentukan biogas dipengaruhi oleh ph, suhu, sifat substrat, keberadaan racun, konsorsium bakteri. Bakteri non metanogen bekerja lebih dulu dalam proses pembentukan biogas untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, baik yang bersumber dari sisa tanaman dan binatang yang terdapat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),

Lebih terperinci

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN A.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, (USU), Medan. A.2 BAHAN DAN PERALATAN A.2.1 Bahan-Bahan

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA Kelapa sawit merupakan tanaman pohon tropis yang terutama ditanam untuk menghasilkan minyak. Ditanam dan dipanen di daerah yang luas (3.000

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, dengan gas yang dominan adalah gas metana (CH 4

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Masyarakat di Indonesia Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia sangat problematik, hal ini di karenakan konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) melebihi produksi dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terdiri atas sabut, tempurung, dan inti atau kernel. Pengolahan tandan buah segar sampai diperoleh minyak sawit kasar (CPO = crude palm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air limbah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat mencemari perairan karena kandungan zat organiknya tinggi, tingkat keasaman yang rendah, dan mengandung unsur hara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jerami padi dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT Dalam 10 tahun terakhir ini, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Sebagian besar lahan-lahan perkebunan non

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Energi Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi dunia yang makin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mencari sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terdiri atas sabut, tempurung dan inti atau kernel. Pengolahan tandan buah segar sampai diperoleh minyak sawit kasar (CPO = crude palm

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( ) Adelia Zelika (1500020141) Lulu Mahmuda (1500020106) Biogas adalah gas yang terbentuk sebagai hasil samping dari penguraian atau digestion anaerobik dari biomasa atau limbah organik oleh bakteribakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UBI KAYU (SINGKONG) Singkong atau yang sering disebut dengan ketela pohon atau ubi kayu berasal dari keluarga Euphorbiaceae dengan nama latin Manihot esculenta. Singkong merupakan

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga Indonesia disebut sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar pada urutan ke-2 di kawasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Pembentukan biogas berlangsung melalui suatu proses fermentasi anaerob atau tidak berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasinya merupakan suatu oksidasi - reduksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO 3 Mulai Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO 3 2,5 g/l

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode

BAB I PENDAHULUAN. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode pengolahan limbah secara biologis yang memiliki keunggulan berupa dihasilkannya energi lewat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian meliputi proses aklimatisasi, produksi AOVT (Asam Organik Volatil Total), produksi asam organik volatil spesifik (asam format, asam asetat, asam propionat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi tinggi sebagai penghasil minyak sayur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor (fermentor) dalam kondisi anaerob

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2006, Indonesia telah menggeser Malaysia sebagai negara terbesar penghasil kelapa sawit dunia [1]. Menurut Gabungan Asosiasi Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI)

Lebih terperinci

Gambar 1. Buah Tandan Kelapa Sawit (Sumber : Hasna,2011)

Gambar 1. Buah Tandan Kelapa Sawit (Sumber : Hasna,2011) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Minyak Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sagu (Metroxylon Spp) merupakan salah satu komoditi yang tinggi kandungan

I. PENDAHULUAN. Sagu (Metroxylon Spp) merupakan salah satu komoditi yang tinggi kandungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sagu (Metroxylon Spp) merupakan salah satu komoditi yang tinggi kandungan karbohidrat sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat disamping beras, jagung,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob. Biogas dapat dihasilkan pada hari ke 4 5 sesudah biodigester

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS 2 PENDAHULUAN Kebijakan Perusahaan Melalui pengelolaan air limbah PMKS akan dipenuhi syarat buangan limbah yang sesuai dengan peraturan pemerintah dan terhindar dari dampak sosial

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) Dalam satu dekade ini, konsumsi dan penghasil minyak kelapa sawit terbesar didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Pada tahun 2014, sebanyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

Lebih terperinci

lebih terkendali selain itu pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar boiler dapat mengurangi pemakaian batubara dan solar sehingga dapat memberikan nila

lebih terkendali selain itu pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar boiler dapat mengurangi pemakaian batubara dan solar sehingga dapat memberikan nila JUS TEKNO Jurnal Sains & Teknologi ISSN 2580-2801 PERANCANGAN BIOREAKTOR DAN MEMBRAN DENGAN PROSES ANAEROB DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT Rudi Rusdiyanto Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik negara maupun swasta. Masing-masing pabrik akan memiliki andil cukup besar dalam

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci