BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku, bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal kedaluwarsa, isi produk, dan keterangan legalitas. 1 Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang barang tersebut atau penjualannya. Labelisasi Halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. 2 Labelisasi Halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.. 3 Produk halal adalah produk pangan, obat, kosmetika dan produk lain yang tidak mengandung unsur atau barang haram dalam proses pembuatanya serta dilarang untuk dikonsumsi umat Islam. Gambar 2.1 Logo Halal yang biasa digunakan oleh perusahaan 1 Anton Apriyantono dan Nurbowo, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal, Jakarta: Khairul Bayan, 2003, hlm 68-69. 2 Basu Swastha, Azas-Azas Marketing, Yogyakarta: Liberty : Yogyakarta, 2007, hlm. 141 3 http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/ 14/Sertifikasi_dan_Labelisasi_Halal, diakses bulan juli tanggal 06 th 2014
2.1.2. Pengertian Religiusitas Ada 5 unsur atau 5 aspek dalam dimensi religiusitas : 1. Dimensi Keyakinan (ideologis) ; Dimensi ini berisi pengharapan-pengaharapan di mana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. 2. Dimensi Praktik agama (Ritualistik) ; Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. 3. Dimensi Pengalaman (Experensial) ; Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsipersepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau diidentifikasikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan. 4. Dimensi Pengetahuan Agama (Intelektual); yaitu sejauh mana individu mengetahui, memahami tentang ajaranajaran agamanya, terutama yang ada dalam kitab suci dan sumber lainnya. 5. Dimensi Pengamalan (Konsekuensi); yaitu sejauh mana perilaku individu dimotivasi oleh ajaran agamanya didalam kehidupan sosial. 4 4 Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam,2002, Mengembangkan kreativitas dalam perspektif psikologi islam, yogyakarta: menara kudus, hlm.70-71
Dalam bukunya Ismail, relegare berarti melakukan sesuatu perbuatan dengan penuh penderitaan, yakni jenis laku peribadatan yang dikerjakan berulang-ulang dan tetap. 5 Agama sebagai suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi untuk disebut agama yang terdiri dari tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik yang mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka yang didalamnya mengandung komponen ritual. Sedangkan pengertian agama menurut Quraish Shihab adalah ketepatan ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Karakteristik agama adalah hubungan makhluk dengan Sang Pencipta, yang terwujud dalam sikap batinnya, tampak dalam ibadah yang dilakukannya serta tercermin dalam perilaku kesehariannya. Dengan demikian agama meliputi tiga pokok persoalan yaitu tata keyakinan, tata peribadatan dan tata kaidah. 6 Religiusitas dalam islam mencakup lima hal di antaranya adalah akidah, ibadah, amal, akhlak (ikhsan) dan pengetahuan. Seorang Muslim yang religius akan memiliki ciri utama berupa akidah yang kuat. Akidah menyangkut keyakinan kepada Allah, Malaikat, Rosul, dan hubungan manusia dengan tuhan. Inti dimensi akidah dalam islam adalah tauhid. 7 Ibadah menyangkut pelaksanaan hubungan antar manusia dengan Allah (ibadah). Menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhanmuslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan di anjurkan oleh agamanya. Dalam berislam dimensi peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, zakat, puasa, haji, membaca al-qur an, do a,zikir dan sebagainya. Amal (akhlak) menyangkut pelaksanaan hubungan manusia 5 Faizal Ismail, Paradigma kebudayaan islam: studi kritis dan refleksi historis, Yogyakarta: titian ilahi press, 1997, hlm.28 6 Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam,2002, Mengembangkan kreativitas dalam perspektif psikologi islam, yogyakarta: menara kudus, hlm.70-71 7 Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Opcit., hlm.77
dengan sesama makhluk. Misalnya: menolong orang lain, membela orang yang lemah dan bekerja. Wujud religiusitas yang semestinya dapat diketahui adalah perilaku sosial seseorang. Kalau seseorang selalu melakukan perilaku yang positif dan konstruktif kepada orang lain, dengan di motivasi agama, maka itu adalah wujud religiusitas. 2.1.3. Theory Of Planned Behavior Teori ini yang awalnya dinamai Theory of Reasoned Action (TRA), dikembangkan di tahun 1967, selanjutnya teori tersebut terus direvisi dan diperluas oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. Mulai tahun 1980 teori tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku manusia dan untuk mengembangkan intervensi-intervensi yang lebih mengena. Pada tahun 1988, hal lain ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada tersebut dan kemudian dinamai Theory of Planned Behavior (TPB), untuk mengatasi kekurang dekatan yang ditemukan oleh Ajzen dan Fishbein melalui penelitian-penelitian mereka dengan menggunakan TRA. 8 Teori perilaku terencana memiliki 3 variabel independen. Pertama adalah sikap terhadap perilaku dimana seseorang melakukan penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Kedua adalah faktor sosial disebut norma subyektif, hal tersebut mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Ketiga anteseden niat adalah tingkat persepsi pengendalian perilaku yang, seperti yang kita lihat sebelumnya, mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi hambatan dan rintangan. Teori perilaku terencana membedakan antara tiga jenis kepercayaan (belief) yaitu behavioral belief, normative belief, dan control belief, dimana hal tersebut terkait dengan konstruksi sikap (attitude), norma subyektif (subjective norm), dan kontrol perilaku yang dirasakan (perceived behavior control). Perlunya perbedaan ini, terutama perbedaan antara 8 Ajzen, I Opcit, hal. 200
attitude dan normative beliefs. Hal tersebut cukup bisa dikatakan bahwa semua keyakinan mengasosiasikan perilaku menarik dengan atribut dari beberapa jenis, baik itu suatu hasil, harapan normatif, atau sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku. Dengan demikian mungkin untuk mengintegrasikan semua keyakinan tentang perilaku yang diberikan untuk mendapatkan ukuran keseluruhan perilaku disposisi. Keberatan utama untuk pendekatan seperti itu adalah bahwa hal itu mengaburkan perbedaan yang menarik, baik dari teori dan dari sudut pandang praktis. Secara teoritis, evaluasi pribadi dari perilaku (attitude), perilaku sosial yang diharapkan (norma subyektif), dan self-efficacy dengan perilaku (perceived behavioral control) adalah konsep yang sangat berbeda masing-masing memiliki tempat yang penting dalam penelitian sosial dan perilaku. 2.1.4. Kontribusi Sikap Sikap (attitude) sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yangmenempatkan individual pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju atau menolak, dan lainnya. 9 Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Kepercayaankepercayaan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral beliefs).pada umumnya definisi sikap memiliki kesamaan bahwa sikap diartikan sebagai evaluasi dari seseorang. 2.1.5 Norma Subyektif 9 Ajzen, I.Opcit, hal, 210
Norma subyektif yaitu keyakinan seseorang bahwa orang orang tertentu atau kelompk tertentu menerima jika perilaku ditampilkan. 10 Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Norma subjektif merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaankepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). 2.1.6 Persepsi Kontrol Perilaku Persepsi konsumen berkaitan erat dengan kesadarannya yang subjektif mengenai realitas, sehingga apa yang dilakukan seorang konsumen merupakan reaksi terhadap persepsi subjektifnya, bukan berdasarkan realitas yang objektif. Jika seorang konsumen berpikirmengenai realitas, itu bukanlah realitas yang sebenarnya, tetapi merupakan pikirannya mengenai realitas yang akan mempengaruhi tindakannya, seperti keputusan membeli, pentingnya persepsi dibenak konsumen, sehingga bermacam-macam strategi dirancang perusahaan supaya produk atau mereknya bisa menjadi nomor satu di benak konsumen. 11 Kontrol perilaku persepsian yang telah berubah akan memengaruhi perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan. Persepsi pengendalian perilaku memainkan peran penting dalam teori direncanakan perilaku. Bahkan, teori perilaku terencana berbeda dari teori tindakan beralasan selain atas persepsi pengendalian perilaku. 10 Ajzen, I.Opcit, hal, 211 11 Ristiyanti prasetijo, John J.O.I Ihalauw, Perilaku Konsumen, Yogyakarta: ANDI, 2005, hal.67
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang: Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi orang. Faktor-faktor itu adalah: 12 1.Faktor internal a. Pengalaman. b. Kebutuhan saat itu. c. Nilai-nilai yang dianutnya. d. Ekspektasi/pengharapannya. 2. Faktor eksternal a. Tampilan produk. b. Sifat-sifat stimulus. c. Situasi lingkungan. 12 Ibid. hlm. 68