BAB. Kinerja Pengujian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D

PENGUAT AUDIO KELAS D TANPA TAPIS LC DENGAN MODULASI TIGA ARAS

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

MODULASI TIGA ARAS. oleh Suryo Santoso

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

PENGUAT AUDIO KELAS D DENGAN UMPAN BALIK TIPE BUTTERWORTH

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Tipe op-amp yang digunakan pada tugas akir ini adalah LT-1227 buatan dari Linear Technology dengan konfigurasi pin-nya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE BAND PASS FILTER UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SINYAL FREKUENSI RENDAH; STUDI KASUS : SINYAL EEG

BAB IV PENGUJIAN SISTEM PENYUARA

BAB II LANDASAN TEORI

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

Mono Amplifier Class D menggunakan Semikron SKHI 22B dan IGBT Module Semikron SKM75GB128DN

Perancangan Sistem Modulator Binary Phase Shift Keying

BAB IV Pengujian. Gambar 4.1 Skema pengujian perangkat keras

3.1. Gambaran Sistem Penyuara dan Kotak yang Digunakan

penulisan ini dengan Perancangan Anti-Aliasing Filter Dengan Menggunakan Metode Perhitungan Butterworth. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Sampling Teori Sampl

BAB III PERANCANGAN SISTEM PENYAMA

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BALIKAN (FEEDBACK) V I. BALIKAN. GAMBAR 15.1 SKEMA RANGKAIAN DASAR BALIKAN

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER

DEMODULASI DELTA. Budihardja Murtianta

Lampiran A. Praktikum Current Feedback OP-AMP. Percobaan I Karakteristik Op-Amp CFA(R in,vo max. Slew rate)

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN DAN PENGUKURAN

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir yang berjudul Sistem Penyama Adaptif dengan Algoritma Galat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET INSTRUMENTASI

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Penguat Kelas-D dengan RWDM

BAB 4 UJICOBA DAN ANALISIS

Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda.

PEREDAMAN SUATU SALURAN TRANSMISI 3.4 KM DENGAN PUPIN, DENGAN DAN TANPA SUB-DIVISI

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB IV PENGUJIAN ALAT

CRO (Cathode Ray Oscilloscope)

ALAT UKUR INTENSITAS CAHAYA DAN SUARA PORTABEL. oleh. Kiki Dhanuvianto NIM :

Modul 02: Elektronika Dasar

SINYAL. Adri Priadana ilkomadri.com

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret - Mei 2015 dan tempat

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

LAPORAN PRAKTIKUM ALAT UKUR DAN PENGUKURAN MENGUKUR TEGANGAN AC DAN DC DENGAN OSILOSKOP. 13 Desember 2012

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI

Laboratorium Dasar Teknik Elektro - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

BAB IV METODE-METODE UNTUK MENURUNKAN NILAI PAPR

hubungan frekuensi sumber tegangan persegi dengan konstanta waktu ( RC )?

Materi-2 SENSOR DAN TRANSDUSER (2 SKS / TEORI) SEMESTER 106 TA 2016/2017

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR. Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM

PRAKTIKUM II PENGKONDISI SINYAL 1

PENINGKAT HARMONISA, APLIKASI PENGOLAHAN SINYAL PADA AUDIO

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

BAB I 1. BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI TRANSMI DIGIT SI AL DIGIT

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan

BAB III PERANCANGAN SISTEM

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL PRAKTIKUM INSTRUMENTASI KENDALI PENGENALAN NI ELVIS MEASUREMENT INSTRUMENT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODUL 2 PENGHITUNGAN ENERGI PADA SINYAL WICARA

SCOPE METER 700S PENGENALAN TOMBOL

Pemancar dan Penerima FM

ALAT PENGGAMBAR TANGGAPAN MAGNITUDO TAPIS DALAM RENTANG FREKUENSI AUDIO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

MODUL 06 PENGUAT DAYA PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan Switching Amplifier ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu. Noise Shaping

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II

Politeknik Negeri Bandung

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran

Pengukuran dengan Osiloskop dan Generator Sapu

PRAKTIKUM RANGKAIAN RLC DAN FENOMENA RESONANSI

PENGENALAN ALAT UKUR DAN PENGUKURAN. Laporan Praktikum. yang diampu oleh Drs. Agus Danawan, M.Si

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

MATERI PENGOLAHAN SINYAL :

MODUL 5 RANGKAIAN AC

Spektrum dan Domain Sinyal

BAB 2 LANDASAN TEORI. input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan pada : : Laboratorium Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro. Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. PSD Bab I Pendahuluan 1

MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK. Intisari

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

Pada saat pertama kali penggunaan atau ketika alat pemutus daya siaga digunakan pada perangkat elektronik yang berbeda maka dibutuhkan kalibrasi

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

MODUL MODULATOR-DEMODULATOR BINARY PHASE SHIFT KEYING (BPSK) MENGGUNAKAN METODE COSTAS LOOP

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 5 Modulasi Pulsa

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A

Transkripsi:

BAB IV PENGUJIAN PENGUAT KELAS D TANPA TAPIS LC Bab ini akan menjelaskan pengujian dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang dibuat.pengujian ini terdiri dari dua utama yaitupengujian untuk mengetahui kinerja modulator dan pengujian untuk menentukan sejauh mana spesifikasi penguat kelas Dtanpa tapis LC yang telah dibuat memenuhi target yang diinginkan. Subbab 4.1 akanmenjelaskan pengujian kinerja modulator. Pada pengujian ini akan diketahuitanggapan frekuensi darinoise transfer function (NTF) dan signal transfer function (STF)hasil perancangan. Selain itu, akan dilakukan pengujian pula pada kestabilan modulator yang dapat dilihat pada keterbatasan isyarat error keluaran dari tapis.selanjutnya, penulis akan menguji pembentukan spektral derauyang terjadi pada bagian keluaran dari penguat kelas D yang telah dibuat. Pada subbab 4.2 penulis akan menjelaskan pengujian kinerja penguat kelas D tanpa tapis LC secara keseluruhan untuk mengetahui sejauh mana spesifikasi dari penguat kelas D yang telah dibuat tercapai. 4.1. Pengujian Kinerja Modulator Pada subbab 4.1.1akan menjelaskan mengenai pengujian tanggapan frekuensintf dan STF yang telah dirancang. Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah tanggapan frekuensi NTF dan STF telah sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan. Kemudian, pada subbab 4.1.2 penulis akan menjelaskan pengujian kestabilan dari modulator untuk melihat apakah modulator yang telah dibuat stabil. Untuk menguji kestabilan dari modulator yang dibuat, penulis akan melihatkeluaran dari tapis yaitu isyarat error ( ). Jika modulator yang dibuat stabil isyarat error ( ) ini akan mempunyai nilai yang terbatas (kurang dari tegangan catu daya yang digunakan). Subbab 4.1 ini akan diakhiri oleh subbab 4.1.3 yang akan memperlihatkan pengujian dari pembentukan spektral derau pada bagian keluaran penguat kelas D yang telah penulis rancang untuk mengetahui apakah spektral derau pada keluaran penguat telah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. 48

4.1.1. Pengujian Tanggapan FrekuensiNTF dan STF Bab 4.1.1 ini akan terbagi menjadi dua pengujian yaitu pengujian NTF yang akan dijelaskan pada subbab 4.1.1.1 dan pengujian STF yang akan dijelaskan pada subbab 4.1.1.2. 4.1.1.1. Pengujian Tanggapan Frekuensi NTF Pengujian ini untuk melihat apakah tanggapan frekuensi dari NTF yang telah direalisasikan sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan.pada perancangan, NTF mempunyai tanggapan frekuensi lolos atas dengan frekuensi penggal ada pada 40 khz. Diagram kotak dari pengujian tanggapan NTF ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini dengan W(s) merupakan tapis W(s) yang telah direalisasikan dengan rangkaian RC-Opamp seperti yang telah penulis jelaskan pada bagian perancangan. Gambar 4.1. GambaranPengujianTanggapan Frekuensi NTF. Pengukuran dari tanggapan frekuensi NTF dilakukan dengan prosedur sebagai berikut, 1. Susun tapis W(s) sesuai dengan Gambar 4.1. 2. Ukur besarnya tegangan isyarat masukan yang berasal dari function generator (U1). Pada pengukuran ini diberikan tegangan isyarat masukan sinus U1 sebesar 1 Vp. 3. Variasikan frekuensi isyarat U1 secara bertahap dengan besarnya amplitude isyarat U1 dijaga tetap konstan. Ukur besarnya amplitudo isyarat keluaran (U2) dengan osiloskop pada setiap frekuensi. Besarnya frekuensi yang diberikan dari 20 Hz 40 khz. 49

4. Perbandingan tegangan keluaran U2 dengan tegangan isyarat masukan U1 pada setiap frekuensi diekspresikan dalam decibels yaitu. 5. Gambar hasil perbandingan dalam decibels dalam fungsi frekuensi. Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan frekuensi NTF yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2. Hasil Pengujian TanggapanFrekuensi NTF. Gambar 4.2 menunjukkan grafik tanggapan frekuensi NTF yang dirancang.dari gambar di atas dapat dilihat frekuensi penggal dari NTF ada pada frekuensi 34 khz.nilai frekuensi penggal meleset dari nilai yang diharapkan yaitu 40 khz.hal ini dapat dianalisa karena penguatan yang terjadi pada komponen integrator pada tapis mempunyai penguatan yang sangat besar ( hingga ) dan berpengaruh pada lebar pitadari rangkaian Opamp yang digunakan. Penguatan yang besar akan menyebabkan berkurangnya lebar pita pada tiap rangkaian integrator yang digunakan. 4.1.1.2 1.2. Pengujian Tanggapan Frekuensi STF Pengujian ini dilakukan untuk melihat tanggapan frekuensi STFyang telah direalisasikan sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan. STF diharapkan 50

mempunyai penguatan yang rata pada frekuensi 20 20 khz karena STF akan menentukan tanggapan frekuensi dari keseluruhan penguat kelas D yang dirancang. Diagram kotak dari pengujian tanggapan STF ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini Gambar 4.3. GambaranPengujianTanggapan FrekuensiSTF. Pada pengujian STF akan digunakan alat bantu berupa perangkat lunak SpectraLAB. Hal ini dapat dilakukan karena frekuensi pengukuran hanya pada rentang frekuensi 20 Hz 20 khz saja sehingga dapat digunakan alat bantu perangkat lunak pada komputer/pc (kartu suara komputer dapat menjangkau frekuensi ini). Langkah-langkah pengujian denganperangkat lunak SpectraLAB adalah sebagai berikut : 1. Menghubungkan kanal kiri keluaran kartu bunyi dengan kanal masukan rangkaian yang akan diuji dan keluaran rangkaian uji dengan masukan kanal kiri kartu bunyi. Sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi akan dihubungkan dengan kanal kanan masukan kartu bunyi (kanal kanan kartu bunyi di-loopback). Kanal kiri keluaran kartu bunyi digunakan sebagai masukan ke rangkaian uji sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi digunakan sebagai isyarat acuan. Keluaran darirangkaian uji dimasukkan ke kanal kiri masukan kartu bunyi dan dibagi dengan isyarat acuan pada kanal kanan masukan kartu bunyi yang besarnya sama dengan isyarat masukan ke rangkaian uji untuk mencari 51

tanggapan frekuensi rangkaian uji. Pembagian ini dilakukan dalam ranah frekuensi. 2. Mengatur pengaturan perangkat lunak SpectraLab dengan pengaturan sebagai berikut. - Ragam : real time - FFT : 4096 - Averaging : infinite - Peak hold : off - Smoothing window : Hanning - Dual channel spectral processing : real transfer function left/ right - Amplitudo scalling : logaritmic - Spectral weighting : flat 3. Mengaktifkan derau putih dan merekam kedua masukan pada jalur masukan kartu bunyi (isyarat acuan dan keluaran penguat daya audio). 4. Menampilkan hasil pengujian dalam bentuk grafik magnitudo tanggapan frekuensi rangkaian uji sebagai fungsi frekuensi (tanggapan frekuensi STF). Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan frekuensi STF yang dapat dilihat pada Gambar 4.4. 52

Gambar 4.4.Hasil Pengujian TanggapanFrekuensiSTF. Gambar 4.4 menunjukkan grafik tanggapan frekuensi STF yang dirancang. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa STF mempunyai tanggapan frekuensi yang relatif rata pada frekuensi 20 Hz 20 khzdengan toleransi 0,38 db. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu tanggapan frekuensi STF akan mempunyai penguatan yang rata pada frekuensi audio (20 Hz 20 khz) dengan toleransi 0,5 db. 4.1.2. Pengujian Kestabilan Modulator Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah modulator yang dibuat stabil atau tidak.modulator akan dikatakan stabil ketika isyarat error keluaran ( ) mempunyai nilai yang terbatas [5]. Isyarat yang terbatas dapat ditunjukkan dengan melihat apakah isyarat terbatas nilainya, tidak terpotong (clipping) pada aras tegangan catu daya yang digunakan. Pada metode noise-shaping coding, setiap proses pencuplikan, isyarat akan diarahkan untuk menuju 0, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.5 [18].Hal ini menyebabkan keterbatasan dari isyarat error dan menyebabkan modulator stabil. Keterbatasan dari isyarat error ini akan mempunyai nilai maksimal sesuai dengan persamaan 2.17 yaitu, dimana dan adalah matriks masukan dan keluaran dari persamaan state variable tapis yang telah dirancang dan adalah periode dari frekuensi sampling yang digunakan. Gambar 4.5. Ilustrasi Keterbatasan Isyarat [18]. Pada perancangan yang telah dilakukan, didapatkan nilai matriks dan adalah, 53

dan, dan frekuensi cuplik yang digunakan sebesar 1 MHz sehingga didapatkan. Sehingga dari persamaan 2.17 akan didapatkan. Isyarat error ( ) ini dapat dilihat pada keluaran dari tapis G(s) setelah tapis G(s) diimplementasikan ke dalam penguat kelas D tanpa tapis LC yang dirancang seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. PengujianIsyarat padakeseluruhanpenguat Kelas D yang Telah Dibuat. Isyarat ini akan diamati menggunakan osiloskop sesuai dengan Gambar 4.6. Pengamatan isyarat ini akan dilakukan dengan kondisi isyarat masukan dinolkan atau dihubungkan ke tanah (ground). Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.7. 54

Gambar 4.7. Keterbatasan Isyarat yang Diamati dengan Osiloskop (besarnya Volts/div = 2 Volt). Dari Gambar 4.7 dapat dilihat Volt. Nilai ini cukup jauh dengan nilai hasil perhitungan, yaitu 0,81.Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian frekuensi respon yang dihasilkan oleh rangkaian tapis dengan perancangan yang telah dibuat.namun, hal ini tidak menjadi masalah karena dapat dilihat bahwa isyarat mempunyai nilai yang terbatas meskipun tidak sesuai dengan perhitungan.ini menunjukkan bahwa modulator yang dibuat telah stabil. 4.1.3. Pengujian Pembentukan Derau (Noiseoise-Shaping) yang Terjadi pada Bagian Keluaran Penguat Teknik penyandian noise-shaping yang dipakai dalam perancangan penguat kelas D bertujuan membentuk spektral derau pada bagian keluaran dengan menekan derau pada frekuensi audio (20 20 khz) dan memindahkannya ke frekuensi yang lebih tinggi dari frekuensi audio. Pada perancangan, derau pada keluaran akan dibentuk dengan tanggapan frekuensi lolos atas dengan frekuensi penggal sebesar 40 khz seperti yang telah penulis jelaskan pada subbab 3.1. Derau yang terbentuk pada keluaran penguat diamati dengan menggunakan spectrum analyzer (SR760 FFT Spectrum Analyzer) dengan kondisi masukan dinolkan (dihubungkan dengan terminal ground).gambaran pengujian dapat dilihat seperti pada Gambar 4.8. 55

Gambar 4.8.Gambaran Pengujian Pembentukan Derau yang Terjadi pada Bagian Keluaran Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC yang Telah Dibuat. Hasil dari pengujian pembentukan spektral derau yang terjadi pada penguat kelas D tanpa tapis LC yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.9 di bawah ini. Gambar 4.9. Spektral Derau yang Terbentuk pada Keluaran Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC yang Dirancang. Dapat dilihat dari Gambar 4.9 bahwa spektrum keluaran dari penguat kelas D yang penulis rancang telah dapat menekan derau hingga -45 db pada frekuensi 20 Hz hingga frekuensi sekitar 10 khz kemudian spektrum derau akan mulai meningkat hingga -25 db pada frekuensi 20 khz. Bentuk dari spektrum keluaran pada frekuensi 20 Hz 40 khz telah 56

membentuk tanggapan tapis lolos tinggi, namun frekuensi penggalnya tidak sesuai dengan tanggapan frekuensi NTF seperti yang telah diuji pada subbab 4.1.1.1.Pada pengujian ini didapatkan frekuensi penggalnya ada pada frekuensi 22 khz, tidak sesuai dengan tanggapan NTF yang terukur yaitu 34 khz.hal ini disebabkan tapis telah diimplementasikan ke dalam rangkaian penguat secara keseluruhan. Keterbatasan dari GBW opamp yang digunakan menyebabkan berubahnya frekuensi penggal dari tanggapan NTF. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pada bagian integrator dari tapis yang dirancang mempunyai penguatan yang sangat besar (dapat mencapai 10 6 ) dan setelah diimplementasikan ke dalam rangkaian, tapis akan mengolah isyarat dengan frekuensi hingga 1 MHz, sehingga dibutuhkan opamp dengan GBW yang besar. 4.2. Pengujian Kinerja Keseluruhan Penguat Pengujian terhadap penguat kelas D tanpa tapis LC dengan modulasi tiga aras yang dirancang meliputi [12], [13]: 1. Pengukuran daya keluaran maksimum 2. Pengukuran (Total Harmonics Distortion) THD 3. Pengukuran tanggapan frekuensi 4. Pengukuran kepekaan penguat 5.Pengukuran Signal to Noise Ratio (SNR) 6.Pengukuran efisiensi penguat Masing-masing pengukuran di atas akan diuraikan lebih lanjut pada subbab-subbab bawah ini. 4.2.1.Pengukuran Daya Keluaran Maksimum Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur daya keluaran maksimum yang dapat dihasilkan oleh penguat yang telah dibuat. Penguat audio yang dirancang diharapkan mampu menghasilkan daya keluaran maksimum sebesar 20 Watt. Adapun pengukuran ini dilakukan dengan gambaran sebagai berikut: 57

Gambar 4.10.Gambaran Pengukuran Daya Keluaran dari Penguat Audio. Untuk mengukur besarnya tegangan isyarat masukan digunakan peranti spectrum analyzer (SR760 FFT Spectrum Analyzer). Masukan isyarat uji akan berupa isyarat sinus dari function generator(gfg-813function Generator). Pengukuran THD dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10. 2.Penguat diberikan isyarat masukan sinus dengan frekuensi 1 khz. Amplitudo isyarat masukan dinaikkan hingga terjadi distorsi pada keluaran yang akan diamati dengan spektrum analyzer. Isyarat keluaran sebelum terjadinya distorsi ini merupakan amplitudo maksimum yang dihasilkan penguat (catat sebagai Vmax). 3. Daya keluaran dapat dihitung sebagai berikut. Gambar 4.11 di bawah ini menunjukkan spektrum keluaran dari penguat sebelum terjadi distorsi (a) dan sesudah terjadi distorsi (b). 58

(a) (b) Gambar 4.11. (a). Spektrum Keluaran Penguat Ketika Tegangan Keluaran Sebesar 5,3 Volt. (b) Spektrum Keluaran Penguat Ketika Tegangan Keluaran Sebesar 5,7 Volt. Dari hasil pengujian, amplitudo maksimum penguat sebelum terjadinya distorsi pada keluaran adalah sebesar Vmax = 5.3 Volt. Ketika tegangan masukan dinaikkan sehingga tegangan pada keluaran lebih dari 5,3 Volt, terjadi distorsi pada keluaran seperti dapat dilihat pada gambar 4.11 (b) untuk tegangan keluaran penguat sebesar 5,7 Volt akan terjadi kenaikan spektrum pada daerah frekuensi tinggi (dapat dilihat pada gambar (b) yang dilingkari oleh garis putih) yang mengakibatkan kenaikan THD dari penguat kelas D. Sehingga daya keluaran maksimum akan terjadi saat tegangan keluaran sebesar 5,3 Voltatau daya keluaran maksimum penguat sebesar 7 Watt. Pada spesifikasi diharapkan daya keluaran yang dapat dicapai penguat adalah sebesar 20 Watt. Hasil pengujian yang jauh dari spesifikasi ini disebabkan faktor keterbatasan nilai masukan pada teknik penyandian noise-shaping yang tidak disadari oleh penulis dalam perancangan. Teknik penyandian noise-shaping akan mempunyai keterbatasan rentang nilai masukan yang juga berarti akan mempunyai keterbatasan rentang nilai keluaran pula. Keterbatasan nilai masukan dari teknik penyandian noise-shaping adalah [18],, untuk tingkat kuantisasi ternormalisasi ( ). dimana, rentang nilai masukan penyandi noise-shaping periode dari frekuensi pencuplikan dan merupakan koefisien polinomial dari tapis yang dirancang dimana, 59

Pada perancangan, tapis W(s) akan mempunyai tanggapan frekuensi sebagai berikut,.. Sehingga, dari hasil perhitungan akan didapatkan rentang masukan adalah sebesar,. Pada penguat kelas D yang dirancang besarnya tingkat kuantisasi adalah 10V. Sehingga keluaran maksimum dari penguat adalah sebesar (0,59)(10 V) = 5,9 V dan didapatkan daya keluaran maksimum sebesar. Pada hasil pengukuran kenaikan THD secara drastis dimulai pada daya keluaran sebesar 7 Watt atau tegangan pada keluaran adalah sebesar. Perbedaan hasil perhitungan dan ini disebabkan oleh realisasi dari tapis tidak menghasilkan tanggapan frekuensi yang persis sama dengan tanggapan frekuensi yang ditetapkan pada perancangan. 4.2.2. Pengukuran THD Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur THD dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang telah dirancang. Penguat audio yang dirancang diharapkan dapat menghasilkan THD < 0.5%. Adapun pengukuranini dilakukan dengan gambaran sebagai berikut: 1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10. 2. Berikan isyarat masukan berupa isyarat sinusoidal sehingga menghasilkan keluaran maksimum pada keluaran penguat. Frekuensi isyarat masukan akan divariasikan pada frekuensi rendah 20 Hz hingga 100 Hz karena penguat akan mempunyai THD yang bernilai besar pada frekuensi rendah (semakin banyak harmonik yang terukur pada keluaran penguat). 3. Catat besarnya THD keluaran penguat ( ) dan yang dihasilkan spectrum analyzer untuk masing-masing frekuensi uji. Catat pula besarnya THD isyarat 60

masukan ( ) yang berasal dari function generator untuk masing-masing frekuensi uji. 4. THD dari penguat dapat dicari yaitu,. 5. Gambarkan hasil THD dari penguat yang telah didapat terhadap frekuensi. Dengan langkah-langkah di atas akan diperoleh hasil pengukuran THD penguat adalah sebagai berikut : 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 X: 42.97 Y: 0.976 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Gambar 4.12. Grafik THD vs frekuensi. Dari hasil pengukuran, THD terbesar yang terukur adalah sebesar 0.976% pada frekuensi 40 Hz. THD dari penguat akan mempunyai nilai paling besar pada frekuensi rendah dikarenakan semakin banyaknya harmonik-harmonik yang terukur pada rentang frekuensi audio. Oleh karena itu, karakteristik THD dari penguat secara keseluruhan dapat dilihat dari karakteristik THD penguat pada frekuensi rendah. Dari hasil pengukuran, didapatkan karakteristik THD penguat adalah < 0.976% yang diukur pada daya maksimumnya (7 Watt). 61

THD dari penguat tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (< 0.5%). Hal ini dimungkinkan oleh pemberian waktu tunda (dead-time) pada rangkaian switching logic yang berguna untuk mencegah terjadinya kondisi shoot-through pada MOSFET yang dikonfigurasikan ke dalam rangkaian jembatan penuh. Dengan memberikan dead-time akan berpengaruh kepada kenaikan THD dari penguat kelas D [20]. 4.2.3. Pengukuran Tanggapan Frekuensi Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur tanggapan frekuensi dari penguat kelas D yang dirancang.adapun pada pengukuran diinginkan penguat mempunyai tanggapan frekuensi yang rata pada frekuensi 20 20kHz dengan toleransi 0.5 db. Keluaran dari penguat kelas D yang dirancang terdiri dari komponen frekuensi audio masukan dan frekuensi tinggi hasil modulasi. Pada pengukuran ini, tapis lolos rendah setelah keluaran dari penguat diperlukan untuk menapis frekuensi tinggi yang berasal dari derau yang terbentuk pada frekuensi tinggi proses dari pensaklaran [16]. Tapis lolos rendah yang digunakan merupakan tapis aktif lolos rendah orde 4 dengan tanggapan Butterworth dengan frekuensi penggal 30 khz.tanggapan dipilih Butterworth karena tanggapan Butterworth mempunyai tanggapan yang rata pada pita lolosnya. Sedangkan frekuensi penggal diatur di atas 20 khz agar didapat tanggapan frekuensi yang rata pada 20 20 khz [16]. Penguat kelas D yang dirancang mempunyai keluaran BTL (Bridge-Tied Load), sehingga akan ditambahkan untai penguat selisih pada bagian keluaran dari penguat. Hal ini bertujuan agar keluaran dari penguat menjadi single-ended sehingga isyarat keluaran dapat dimasukkan ke jalur masukan komputer untuk dilakukan analisis dengan program SpectraLAB. Pada penguat selisih diberikan penguatan sebesar 0,1 kali. Hal ini dikarenakan aras tegangan keluaran dari penguat terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam bunyi suara komputer. Oleh karenanya diberikan pelemahan sebelum masuk ke dalam kartu bunyi pada komputer. Gambaran rangkaian pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.13. Untuk gambar rangkaian dari tapis lolos rendah serta penguat selisih yang digunakan dapat dilihat pada lembar lampiran. 62

Gambar 4.13. Skema Rangkaian yang Digunakan untuk Pengujian Tanggapan Frekuensi. Pengukuran tanggapan frekuensi akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer SpectraLAB. Gambaran metode pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.13. Gambar 4.14.Gambaran Metode Pengukuran Tanggapan Frekuensi dari Penguat Kelas D. Langkah-langkah dengan menggunakan perangkat lunak SpectraLAB adalah sebagai berikut. 1. Menghubungkan kanal kiri keluaran kartu bunyi dengan kanal masukan penguat audio yang akan diuji dan keluaran rangkaian pengujian dengan masukan kanal kiri kartu bunyi. Sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi akan dihubungkan dengan kanal kanan masukan kartu bunyi (kanal kanan kartu bunyi di- 63

loopback). Kanal kiri keluaran kartu bunyi digunakan sebagai masukan ke penguat isyarat audio sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi digunakan sebagai isyarat acuan. Keluaran penguat daya dimasukkan ke kanal kiri masukan kartu bunyi dan dibagi dengan isyarat acuan pada kanal kanan masukan kartu bunyi yang besarnya sama dengan isyarat masukan ke penguat audio untuk mencari tanggapan frekuensi penguat daya. Pembagian ini dilakukan dalam ranah frekuensi. 2. Mengatur pengaturan perangkat lunak SpectraLab dengan pengaturan sebagai berikut. - Ragam : real time - FFT : 4096 - Averaging : infinite - Peak hold : off - Smoothing window : Hanning - Dual channel spectral processing : real transfer function left/ right - Amplitudo scalling : logaritmic - Spectral weighting : flat 3. Mengaktifkan derau putih dan merekam kedua masukan pada jalur masukan kartu bunyi (isyarat acuan dan keluaran penguat daya audio). 4. Menampilkan hasil pengujian dalam bentuk grafik magnitudo tanggapan frekuensi penguat daya audio sebagai fungsi frekuensi pada jendela spectrum pada program SpectraLAB. Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan frekuensi dari penguat kelas D yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.15. 64

Gambar 4.15. Grafik Tanggapan Frekuensi Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC yang Dirancang. Dari hasil pengukuran, didapat tanggapan frekuensi dari penguat yang telah dibuat mempunyai tanggapan frekuensi 20 Hz 20 khz dengan toleransi 0,53 db. Hal inicukup sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. 4.2.4. Pengukuran Kepekaan Penguat Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik penguat terhadap seberapa besar isyarat masukan yang masuk ke penguat sehingga dihasilkan daya tertentu. Pada perancangan diberikan spesifikasi kepekaan penguat sebesar 0.1 V/W. penguat akan mampu menghasilkan daya keluaran 1 Watt pada beban 4 Ohm dengan isyarat masukan sebesar 0.1 V. pengukuran kepekaan penguat kelas D dilakukan dengan gambaran seperti di bawah ini. Pengukuran kepekaan dari penguat dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10. 2. Atur isyarat masukan yang berasal dari function generator(gfg-813 Function Generator) sehingga diperoleh isyarat keluaran pada penguat sebesar 2 Vp yang merupakan representasi untuk daya keluaran 1 Watt. 65

3. Ukur besarnya isyarat masukan dengan osiloskop. Besarnya tegangan isyarat masukan tersebut menunjukkan kepekaan dari penguat. Dengan metode di atas, diperoleh hasil pengukuran kepekaan dari penguat kelas D yang telah dibuat yaitu saat diberikan isyarat masukan gelombang sinus dengan amplitudo puncak sebesar 0,1 V pada frekuensi 1 khz, penguat menghasilkan keluaran isyarat sinus dengan amplitudo 2V sehingga dihasilkan daya keluaran sebesar 1 Watt pada beban4 Ohm. 4.2.5. Pengukuran Signal to Noise Ratio (SNR) Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik penguat kelas D tanpa tapis LC yang telah dibuat dalam kaitan dengan derau yang timbul pada penguat.besarnya SNR penguat kelas D yang diinginkan adalah sebesar > 97 db. Gambar 4.16 di bawah ini menunjukkan gambaran pengujian SNR dari penguat. Tapis lolos rendah diperlukan pada pengukuranuntuk menapis frekuensi tinggi yang berasal dari derau yang terbentuk pada frekuensi tinggi proses dari pensaklaran [16].Tapis lolos rendah yang digunakan merupakan tapis aktif lolos rendah orde 4 dengan tanggapan Butterworth dengan frekuensi penggal 30 khz. Gambar 4.16.Gambaran Pengujian SNR dari Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC. Tahapan-tahapan pengukuran SNR penguat kelas D tanpa tapis LC adalah sebagai berikut, 66

1. Berikan isyarat masukan sinus pada frekuensi 1 khz pada terminal masukan dari penguat sehingga menghasilkan isyarat keluaran dengan penguatan maksimum. 2. Ukur besarnya isyarat keluaran tersebut (dalam Vrms). Nyatakan dalam Usignal. 3. Terminal masukan dari penguat dihubungkan dengan ground kemudian ukur besarnya Vrms dari isyarat keluaran tersebut menggunakan multimeter digital (Fluke 26III True RMS Multimeter), nyatakan isyarat keluaran dalam Unoise. 4. SNR diperoleh dengan persamaan,. Pengukuran yang telah dilakukan dengan tahapan seperti di atas dan diperoleh besarnya Usignal = 4.17Vrms dan besarnya Unoise = 150mVrms. Sehingga besarnya SNR dari penguat yang dirancang sebesar SNR =28.88 db. Dari hasil pengujian SNR di atas didapatkan penguat memberikan SNR yang jauh lebih rendah dari spesifikasi yang diinginkan.hal ini disebabkan oleh derau yang dapat ditekan oleh penguat hanya dapat mencapai -45 db pada frekuensi (20 Hz 10 khz) dan meningkat hingga -25 db pada 20 khz, seperti yang telah disebutkan pengujian pada subbab 4.1.3. Oleh karena itu, didapatkan nilai SNR yang jauh dari yang diharapkan. 4.2.6. Pengukuran Efisiensi Penguat Kelas D tanpa Tapis LC Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh efisiensi dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang telah dibuat.pada spesifikasi, diharapkan efisiensi dari penguat > 85%.Metode pengukuran dari efisiensi penguat kelas D tanpa tapis LC dapat dilihat pada Gambar 4.17. 67

Gambar 4.17. Gambaran Pengukuran Efisiensi Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC [19]. Tahapan-tahapan pengukuran efisiensi penguat kelas D tanpa tapis LC adalah sebagai berikut, 1. Berikan isyarat masukan gelombang sinus dengan frekuensi 1 khz pada terminal masukan penguat. 2. Atur isyarat masukan agar pada keluaran didapatkan keluaran maksimum dari penguat. Catat nilai tegangan rms maksimum dari penguat sebagai Vo. 3. Ukur tegangan dan arus rata-rata yang dikeluarkan oleh catu daya untuk mencatu rangkaian penguat kelas D. Catat nilai tegangan rata-rata sebagai Vs dan arus rata-rata sebagai Is. 4. Ukur tegangan rms pada resistor 0.1 Ohm dan catat sebagai Vr. 5. Efisiensi dari penguat kelas D tanpa tapis LC dapat dirumuskan sebagai berikut,. Dari hasil pengukuran, didapatkan Vo = 4.16 Vrms, Vr = 107,6 mvrms, Vs = 10 V dan Is = 0,69 A. Dari hasil perhitungan, didapatkan. Efisiensi dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang telah dibuat tidak dapat mencapai sesuai spesifikasi yang diharapkan yaitu 85%. Hal ini dapat dianalisa adanya 68

derau yang cukup besar pada penguat yaitu sekitar -45 db (dilihat pada spektrum keluaran penguat), sehingga komponen pensaklaran yaitu MOSFET akan melakukan melakukan proses pensaklaran yang disebabkan oleh derau. Hal ini akan meningkatkan besarnya arus rata-rata yang ditarik dari catu daya, sehingga menyebabkan berkurangnya efisiensi dari penguat yang telah dibuat. Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh penggunaan komponen MOSFET yang digunakan. Pada perancangan MOSFET jembatan penuh digunakan MOSFET tipe P dan N. MOSFET tipe P mempunyai Rds(ON) yang jauh lebih besar dari tipe N, sehingga MOSFET tipe P akan menghasilkan disipasi daya yang besar jika dibandingkan dengan MOSFET tipe N. 69