HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip,

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk dalam kriteria sangat masam dengan nilai ph 4.30. Tabel 2 Hasil analisis contoh tanah di lokasi percobaan Parameter Nilai Kriteria Metode ekstraksi ph H 2 O 4.3 Sangat Masam KCl 3.8 Sangat Masam Bahan Organik C (%) 1.19 Rendah Walkey and Black N (%) 0.11 Rendah Kjeldahl C/N 11 Sedang P 2 O 5 (mg/100g) 54 Sangat Tinggi HCl 25% K 2 O (mg/100g) 7 Sangat Rendah HCl 25% Nilai Tukar Kation NH4-Acetat 1N. ph7 Ca (cmol (+) /kg) 4.02 Rendah Mg (cmol (+) /kg) 0.46 Rendah K (cmol (+) /kg) 0.14 Rendah Na (cmol (+) /kg) 0.08 Sangat Rendah KTK 12.20 Rendah Kejenuhan Basa (%) 39 Rendah Sumber : Laboratorium Tanah BBSDLP Balai Penelitian Tanah Bogor (2010) Kriteria menurut Balai Penelitian Tanah (2005) Kandungan N 0.11% tergolong rendah, K potensial 7 mg K 2 O/100 g tergolong sangat rendah dan K dd 0.14 cmol (+) /kg tergolong rendah. P potensial 54 mg K 2 O/100 g tergolong sangat tinggi. Kapasitas tukar kation 12.20 tergolong rendah, kejenuhan basa 39% tergolong rendah. Kriteria kandungan hara tanah berdasarkan Balai Penelitian Tanah dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut, secara umum tingkat kesuburan tanah pada lahan percobaan tergolong rendah. Penambahan pupuk diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi katuk.

2 1 Kondisi Umum Selama penelitian berlangsung kondisi curah hujan per bulan cukup tinggi yaitu berkisar antara 177.3 601.0 mm/bulan dengan jumlah hari hujan berkisar antara 18-29 hari. Kondisi suhu berkisar antara 25 27.1 0 C dan kelembaban berkisar antara 77-86%. Data curah hujan, jumlah hari hujan, suhu dan kelembaban pada saat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Selama percobaan dijumpai hama yang menyerang tanaman katuk. Hama yang menyerang tanaman katuk adalah ulat pemakan tangkai daun katuk. Pengendalian dilakukan secara mekanis dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang hama. Tanaman katuk pada percobaan ini juga terserang hama rayap. Untuk mengurangi serangan rayap diaplikasikan Furadan 3G. Percobaan I : Pengaruh Pemupukan Nitrogen Pengaruh Nitrogen terhadap pertumbuhan vegetatif Hasil pengamatan tinggi tanaman (Tabel 3) pada minggu ke-2 sampai minggu ke-8 menunjukkan aplikasi pupuk N tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, dimana tinggi tanaman masih terus bertambah pada semua perlakuan. Perlakuan dosis pupuk N tidak meningkatkan tinggi tanaman secara linier maupun kuadratik dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan. Aplikasi pemupukan N juga tidak berpengaruh terhadap jumlah daun katuk (Tabel 4). Hal ini diduga karena kandungan N dalam tanah yang rendah berdasarkan hasil analisis, sehingga range dosis N yang digunakan pada percobaan ini tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman maupun jumlah daun katuk. Tabel 3 Pengaruh pemberian dosis Nitrogen terhadap tinggi tanaman katuk Dosis Nitrogen Waktu Pengamatan (kg N ha -1 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST cm 0 26.42 37.42 51.47 75.33 50 25.08 35.50 47.00 63.98 100 24.63 35.57 48.80 68.89 150 25.60 35.55 49.17 70.08 200 25.72 33.91 47.73 67.18 Pola Respon ŧ tn tn tn tn Keterangan: tn : tidak nyata; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk

2 2 Tabel 4 Pengaruh pemberian dosis Nitrogen terhadap jumlah daun tanaman katuk Dosis Nitrogen Waktu Pengamatan (kg N ha -1 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST helai 0 6.43 8.88 14.72 26.50 50 5.56 8.18 14.28 24.38 100 5.87 9.00 14.97 24.25 150 5.85 8.63 15.25 28.28 200 6.00 8.94 15.10 29.44 Pola Respon ŧ tn tn tn tn Keterangan: tn : tidak nyata; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk Perlakuan N yang tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman katuk diduga disebabkan pula oleh rendahnya bahan organik di lahan percobaan tersebut yang menyebabkan penyerapan unsur hara kurang optimal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 dimana nilai C organik termasuk kriteria rendah. Menurut USDA (1996), bahan organik adalah komponen esensial bagi tanah karena dapat menyediakan sumber energi dan karbon untuk mikroba tanah, membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki kemampuan tanah untuk menyimpan dan mengalirkan udara dan air, menyimpan dan mensuplai unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan sulfur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan organisme tanah, menahan unsur hara dengan menyediakan kapasitas tukar kation dan anion, dan menjaga tanah dalam kondisi gembur dengan bulk density yang lebih rendah. Pengaruh Nitrogen terhadap hasil panen Perlakuan N tidak berpengaruh terhadap bobot per tanaman pada panen pertama, namun memberikan respon secara linier pada bobot per petak. Pada panen kedua, perlakuan N tidak berpengaruh terhadap bobot per tanaman maupun bobot per petak. Perlakuan N berpengaruh pada total bobot per petak dan memberikan respon secara linier seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk N yang diberikan (Tabel 5). Perlakuan pupuk N juga memberikan respon linier pada persentase bagian tanaman yang dapat dimakan pada periode panen kedua (Tabel 6). Peningkatan secara linier menunjukkan penambahan pupuk dosis 0-200% masih meningkatkan hasil tanaman, belum terdapat angka maksimal yang dicapai. Artinya range dosis N yang digunakan masih bisa ditambah. Namun jika

2 3 dilihat dari aspek keseimbangan unsur hara dan juga kelestarian lingkungan, penambahan N terus menerus akan menyebabkan toksisitas tanaman, menurunkan efisiensi pemupukan, pencemaran terhadap air dan tanah melalui pencucian serta pemborosan. Tabel 5 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk Nitrogen berbeda Dosis Nitrogen Panen pertama Panen kedua Total (kg N ha -1 ) Bobot per tanaman Bobot per petak Bobot per tanaman Bobot per petak Bobot per petak (g/tan) (g/7.5 m 2 ) (g/tan) (g/7.5 m 2 ) (g/7.5 m 2 ) 0 40.22 1000.8 28.74 891.9 1892.7 50 36.85 1020.5 17.10 655.6 1676.1 100 39.20 1103.9 16.06 749.8 1853.7 150 47.96 1265.0 30.21 1095.7 2360.7 200 46.54 1226.7 26.85 816.9 2043.6 Uji F tn * tn tn * Pola Respon ŧ tn L* tn tn L* Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk; L : Linier. Tabel 6 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada perlakuan pupuk Nitrogen berbeda Nitrogen Bagian yang dapat dimakan (%) (kg N ha -1 ) Panen pertama Panen kedua 0 63.18 55.68 50 62.94 53.24 100 61.81 57.13 150 62.88 50.98 200 61.27 50.12 Uji F tn * Pola respon ŧ tn L Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk; L : Linier. Berdasarkan data pada Tabel 5 tersebut, terlihat bahwa hasil panen kedua cenderung lebih rendah dibandingkan dengan panen pertama. Demikian pula halnya dengan persentase bagian yang dapat dimakan (Tabel 6), pada periode panen kedua persentasenya lebih rendah dari panen pertama. Hal tersebut diduga ada kaitannya dengan perlakuan yang diberikan. Pada panen pertama yaitu 9 MST, efek dari perlakuan diduga masih tinggi, sedangkan pada panen kedua, 13 MST, efek perlakuan kemungkinan tidak lagi optimal. Hal ini dimungkinkan pula akibat curah hujan yang tinggi pada saat penelitian, yang dapat menyebabkan

2 4 hilangnya nitrogen. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat (NO - 3 ) atau amonium (NH + 4 ), yang keduanya merupan ion yang larut dalam air. Ion nitrat merupakan ion yang larut dalam air. Ion nitrat diserap dengan cepat oleh akar tanaman tetapi tercuci dengan mudah dari tanah dengan adanya curah hujan yang tinggi atau irigasi berlebihan (Hardjowigeno 2003). Percobaan II : Pengaruh Pemupukan Fosfor Pengaruh Fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif Hasil pengamatan tinggi tanaman pada perlakuan pupuk P menunjukkan bahwa aplikasi pupuk P berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-4 dan 6 (Tabel 7), namun selanjutnya pada minggu ke-8 tidak menunjukkan pengaruh. Perlakuan pupuk P meningkatkan tinggi tanaman secara kuadratik pada pengamatan minggu ke-4 dan ke-6. Sementara terhadap jumlah daun, perlakuan pupuk P tidak berpengaruh pada seluruh pengamatan (Tabel 8). Hal ini diduga akibat belum seragamnya pertumbuhan tanaman katuk. Tabel 7 Pengaruh pemberian dosis Fosfor terhadap tinggi tanaman katuk Dosis Fosfor Waktu Pengamatan (kg P 2 O 5 ha -1 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST cm 0 24.21 36.50 50.15 67.54 67.5 22.05 31.40 42.60 58.98 135.0 22.55 32.35 44.71 63.14 202.5 22.34 32.12 47.63 70.75 270.0 23.48 34.26 47.07 66.30 Uji F tn * * tn Pola Respon ŧ tn Q* Q* tn Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk; Q : kuadratik. Tabel 8 Pengaruh pemberian dosis Fosfor terhadap jumlah daun tanaman katuk Dosis Fosfor Waktu Pengamatan (kg P 2 O 5 ha -1 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST helai 0 5.87 11.50 16.19 26.63 67.5 5.28 9.41 15.31 25.97 135.0 6.22 10.12 16.25 24.75 202.5 5.72 10.31 16.47 26.70 270.0 5.12 9.31 16.38 29.43 Pola Respon ŧ tn tn tn tn Keterangan: tn: tidak nyata; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk.

2 5 Pengaruh Fosfor terhadap hasil panen Perlakuan P tidak memberikan pengaruh terhadap bobot per tanaman maupun bobot per petak, baik pada panen pertama maupun panen kedua. Demikian pula halnya, perlakuan P tidak memberikan pengaruh terhadap total bobot per petak (Tabel 9). Terhadap persentase bagian yang dapat dimakan, perlakuan pupuk P juga tidak memberikan pengaruh nyata baik pada periode panen pertama, maupun pada periode panen kedua (Tabel 10). Tabel 9 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk Fosfor berbeda Panen pertama Panen kedua Total Dosis Fosfor (kg P 2 O 5 ha -1 Bobot Bobot per Bobot Bobot per Bobot per ) per tanaman petak per tanaman petak petak (g/tan) (g/7.5 m 2 ) (g/tan) (g/7.5 m 2 ) (g/7.5 m 2 ) 0 54.05 1398.6 25.80 825.2 2223.8 67.5 38.76 1026.5 17.63 842.5 1869.0 135.0 42.19 1177.9 22.50 945.1 2122.9 202.5 48.97 1448.9 24.51 1121.1 2570.1 270.0 53.20 1274.6 24.22 842.5 2117.1 Pola Respon ŧ tn tn tn tn tn Keterangan: tn : tidak nyata; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk Tabel 10 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada perlakuan pupuk Fosfor berbeda Fosfor Bagian yang dapat dimakan (%) (kg P 2 O 5 ha -1 ) Panen pertama Panen kedua 0 68.60 55.74 67.5 67.19 55.95 135.0 64.77 53.09 202.5 64.52 52.35 270.0 66.43 55.64 Pola respon ŧ tn tn Keterangan: tn: tidak nyata; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap dosis pupuk. Hara P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak setelah hara N. Unsur P diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan adenosin diphospate (ADP) dan adenosin triphospate (ATP) yang merupakan sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, kecukupan hara P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman, meningkatkan kualitas hasil dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Havlin et al. 2005).

2 6 Penambahan hara P ke dalam tanah melalui pemupukan menyebabkan ketersediaan hara P bagi tanaman meningkat. Pada penelitian ini, penambahan pupuk P ke dalam tanah hanya memberikan pengaruh pada tinggi tanaman tetapi tidak terhadap hasil. Hal ini diduga karena unsur P yang tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman dikarenakan ph tanah pada lokasi percobaan sangat masam (4.3). ph tanah sangat terlibat dalam ketersediaan unsur hara. ph tanah sangat masam disebabkan oleh kandungan H + yang lebih tinggi yang menyebabkan unsur P dalam keadaan tak larut. Selain itu, lahan percobaan yang digunakan termasuk ke dalam jenis Ultisol, dimana salah satu cirinya adalah banyak mengandung liat, Al dan Fe. Pada ph rendah ion-ion fosfat bereaksi dengan aluminium hidroksida yang sangat aktif pada ph dibawah 4-5, sehingga menyebabkan P menjadi tidak tersedia (Fitter dan Hay 2002). Hal ini pula yang diduga menyebabkan P tanah terikat pada koloid liat dan membentuk ikatan Al-P. Ketersediaan unsur P merupakan faktor pembatas bagi tanaman yang dibudidayakan. Beberapa penelitian menunjukkan, unsur P merupakan pembatas pada pertumbuhan tanaman jagung (Nursyamsi 2002), kedelai (Nursyamsi dan Widayati 2004), buncis, kangkung, terong, cabai dan tomat (Kartika dan Susila 2008). Bahan organik dan karakteristik tanaman diduga pula mempengaruhi terhadap hasil penelitian ini. Cassagne et al. (2000) menyatakan bahwa pergerakan unsur hara P tergantung kandungan bahan organik dan mineral di dalam tanah. Karakteristik tanaman katuk yang tergolong ke dalam jenis sayuran indigenous diduga termasuk jenis tanaman yang merespon lambat atau tidak merespon sama sekali terhadap pemupukan. Beberapa penelitian terhadap tanaman katuk menunjukkan pemupukan tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif maupun hasil panen (Lestari 2008; Rahanita 2009; Purwoko et al. 2009).

2 7 Percobaan III : Pengaruh Pemupukan Kalium Pengaruh Kalium terhadap pertumbuhan vegetatif Aplikasi pupuk K berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada awal pengamatan (2 MST) dengan pola respon kuadratik namun selanjutnya tidak memberikan pengaruh hingga 8 MST (Tabel 11). Demikian pula pada jumlah daun katuk, perlakuan pupuk K hanya berpengaruh pada 2 MST (Tabel 12), namun selanjutnya perlakuan pupuk K tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah daun hingga 8 MST. Tabel 11 Pengaruh pemberian dosis Kalium terhadap tinggi tanaman katuk Dosis Kalium Waktu Pengamatan (kg K 2 O ha -1 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST cm 0 22.45 32.67 46.60 68.56 67.5 23.73 32.71 47.73 70.00 135.0 25.15 35.01 51.58 73.39 202.5 24.11 35.32 53.21 71.97 270.0 23.55 35.11 52.42 71.83 Uji F * tn tn tn Pola Respon ŧ Q* tn tn tn Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk; Q : kuadratik; Tabel 12 Pengaruh pemberian dosis Kalium terhadap jumlah daun tanaman katuk Dosis Kalium Waktu Pengamatan (kg K 2 O ha -1 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST helai 0 5.72 8.62 14.38 26.69 67.5 6.88 9.40 17.50 29.53 135.0 6.75 9.00 15.94 30.88 202.5 6.31 7.87 15.91 28.78 270.0 5.59 8.25 15.63 25.81 Uji F * tn tn tn Pola Respon ŧ Q* tn tn tn Keterangan: tn:tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap dosis pupuk; Q:kuadratik. Hal ini diduga lebih dikarenakan oleh faktor bibit tanaman katuk dalam merespon pupuk yang diberikan di awal tanam, sebagai akibat dari faktor stek tanaman katuk yang tidak seluruhnya sama dan seragam.

2 8 Pengaruh Kalium terhadap hasil panen Perlakuan K secara nyata berpengaruh terhadap bobot per tanaman pada panen pertama dan bobot per petak panen kedua dengan pola respon kuadratik. Demikian pula pada total bobot per petak respon yang ditunjukkan adalah pola respon kuadratik (Tabel 13). Namun pada persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan, perlakuan K tidak memberikan pengaruh nyata pada panen pertama maupun kedua (Tabel 14). Tabel 13 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk Kalium berbeda Panen pertama Panen kedua Total Dosis Kalium (kg K 2 O ha -1 Bobot Bobot per Bobot Bobot per Bobot per ) per tanaman petak per tanaman petak petak (g/tan) (g/7.5 m 2 ) (g/tan) (g/7.5 m 2 ) (g/7.5 m 2 ) 0 38.50 1296.3 20.17 1007.6 2303.9 67.5 56.18 1424.0 35.83 1205.7 2629.6 135.0 52.03 1335.6 34.65 1557.6 2893.2 202.5 56.88 1437.7 21.68 1060.5 2498.2 270.0 51.51 1338.9 33.34 1076.1 2415.0 Uji F * tn tn * * Pola Respon ŧ Q* tn tn Q* Q* Keterangan: tn:tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap dosis pupuk; Q:kuadratik. Peningkatan secara kuadratik menunjukkan penambahan dosis pupuk K dengan range dosis 0-200% memiliki nilai maksimal pada suatu titik antara dosis 0-200%, setelah titik maksimal tersebut, total bobot per petak akan turun. Sebagai contoh pada Tabel 13, hasil total bobot per petak yang menunjukkan respon kuadratik, nilai maksimal bobot per petak terletak pada dosis pupuk K 135 kg K 2 O ha -1. Tabel 14 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada perlakuan pupuk Kalium berbeda Kalium Bagian yang dapat dimakan (%) (kg K 2 O ha -1 ) Panen pertama Panen kedua 0 65.89 59.32 67.5 65.99 58.57 135.0 62.18 56.28 202.5 65.34 56.74 270.0 64.19 56.30 Pola Respon ŧ tn tn Keterangan: tn: tidak nyata; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap dosis pupuk.

2 9 Hasil analisis K tanah menunjukkan bahwa nilai K tanah sangat rendah. Ketersediaan K yang rendah menyebabkan pemupukan K pada kondisi tersebut memberikan respon yang signifikan terhadap hasil. Penambahan K ke dalam tanah menyebabkan peningkatan kandungan hara K tanah, sehingga kebutuhan hara K untuk pertumbuhan tanaman tercukupi. Tercukupinya hara K menyebabkan fungsi hara K dapat berfungsi dengan baik. Fungsi K antara lain dapat mengaktifkan sejumlah enzim yang terlibat dalam proses fotosintesis, sehingga mempercepat pertumbuhan dan juga dapat meningkatkan produksi (Havlin et al. 2005). Pembahasan Umum Hasil percobaan pemupukan N, P dan K pada tanaman katuk menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk hasil panen pada perlakuan P, sementara pada perlakuan N, pola respon yang didapat adalah linier dan pada perlakuan K secara nyata berpengaruh terhadap hasil panen dengan pola respon kuadratik. Hal tersebut terjadi diduga dikarenakan oleh pengaruh beberapa hal, diantaranya adalah kandungan unsur hara yang terdapat di lokasi percobaan (Tabel 2). Penampilan tanaman pada umur 13 MST dapat dilihat pada Lampiran 3. Bahan organik diduga juga berperan terhadap hasil panen. Hasil analisis tanah di lokasi percobaan menunjukkan rasio C/N termasuk kriteria sedang dengan nilai 11. Bahan organik adalah komponen esensial bagi tanah karena dapat menyediakan sumber energi dan karbon untuk mikroba tanah, membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki kemampuan tanah untuk menyimpan dan mengalirkan udara dan air. Faktor lain yang diduga mempengaruhi terhadap hasil penelitian ini adalah mulsa. Jarak antar tanaman yang cukup lebar dan tidak diberi mulsa menyebabkan lebih mudah terjadinya evaporasi dikarenakan penanaman katuk dilakukan di lahan terbuka. Curah hujan yang tinggi pada saat penelitian diduga juga mempengaruhi hasil penelitian ini. Curah hujan tinggi dapat menyebabkan hilangnya nitrogen. Ion nitrat diserap dengan cepat oleh akar tanaman tetapi tercuci dengan mudah dari tanah dengan adanya curah hujan yang tinggi atau irigasi berlebihan. Faktor selanjutnya yang diduga berpengaruh adalah karakteristik tanaman katuk yang merupakan golongan tanaman indigenous dan terrmasuk kedalam tanaman

3 0 tahunan. Salah satu sifat tanaman indigenous adalah tidak responsif atau merespon lambat terhadap pemupukan. Jika dilihat dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, diduga tanaman katuk termasuk kedalam tanaman yang tidak responsif terhadap pemupukan. Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman katuk Pendekatan multi-nutrient response adalah suatu metode yang dikembangkan untuk menentukan rekomendasi pemupukan menggunakan model kuadratik dari beberapa percobaan. Rekomendasi pemupukan dibuat berdasarkan hasil panen tanaman katuk. Hasil panen dikonversi menjadi hasil relatif, sehingga ketiga percobaan dapat dibandingkan walaupun hasil panen tidak sama besar. Analisis ekonomi dilakukan pada setiap pilihan rekomendasi. Rekomendasi pemupukan katuk didasarkan pada hasil dan nilai ekonomi yang paling menguntungkan.. Pilihan rekomendasi didasarkan pada kurva respon pemupukan N, P dan K pada beberapa tingkat dosis. Kurva tersebut merupakan hasil relatif dari bobot panen. Hasil relatif adalah hasil dari perlakuan dibagi hasil tertinggi yang diperoleh dari setiap percobaan. Terdapat empat pilihan rekomendasi, yang pertama yaitu berdasarkan pemupukan maksimum, sedangkan tiga yang lain berdasarkan ambang batas pemakaian pupuk N, P dan K (aplikasi 0). Apabila semua hasil percobaan menunjukkan pola respon yang sama yaitu pola respon kuadratik, maka ketiga grafik tersebut dapat dibaca bersama-sama untuk menentukan kebutuhan pada ambang batas N, P dan K. Hasil yang diperoleh pada percobaan ini menunjukkan bahwa hasil panen pada perlakuan pemupukan N memperlihatkan pola respon linier (Gambar 1), perlakuan pemupukan P tidak berpengaruh nyata (Gambar 2), sedangkan hanya pada perlakuan pemupukan K memperlihatkan pola respon kuadratik (Gambar 3). Oleh karena itu pendekatan multi-nutrient respon tidak dapat diterapkan pada percobaan ini dan juga tidak dapat ditentukan rekomendasi pemupukan untuk tanaman katuk. Meskipun demikian, hasil percobaan perlakuan pemupukan K yang menunjukkan pola respon kuadratik masih dapat digunakan untuk metode single nutrient yaitu dengan cara menentukan titik maksimum pemupukan.

lis lis 3 1 1 0 0. 0 0 ) (% f ti l a Re Ha 8 0. 0 0 6 0. 0 0 4 0. 0 0 2 0. 0 0 y = 0. 0 7 1 4 x + 6 4. 0 1 2 R ² = 0. 1 7 1 7 0. 0 0 0 5 0 1 0 0 1 5 0 2 0 0 2 5 0 N ( % ) ( 1 0 0 % = 1 3 5 k g N. h a - 1 ) Gambar 1 Kurva pengaruh pemupukan N terhadap hasil relatif katuk berdasarkan hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi. 1 0 0. 0 0 ) (% f ti l a Re Ha 8 0. 0 0 6 0. 0 0 4 0. 0 0 2 0. 0 0 0. 0 0 y = 0. 0 2 8 7 x + 5 0. 4 5 4 R ² = 0. 0 1 6 1 0 5 0 1 0 0 1 5 0 2 0 0 2 5 0 P ( % ) ( 1 0 0 % = 1 3 5 k g P 2 O 5. h a - 1 ) Gambar 2 Kurva pengaruh pemupukan P terhadap hasil relatif katuk berdasarkan hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi.

lis 3 2 1 0 0. 0 0 ) (% f ti l a Re Ha 8 0. 0 0 6 0. 0 0 4 0. 0 0 2 0. 0 0 y = - 0. 0 0 1 2 x 2 + 0. 2 5 2 9 x + 6 8. 0 5 9 R ² = 0. 1 5 1 1 0. 0 0 0 5 0 1 0 0 1 5 0 2 0 0 2 5 0 K ( % ) ( 1 0 0 % = 1 3 5 k g K 2 O. h a - 1 ) Gambar 3 Kurva pengaruh pemupukan K terhadap hasil relatif katuk berdasarkan hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi. Berdasarkan hasil panen bobot total per petak pada perlakuan K, diperoleh persamaan kuadrat untuk K ialah y = -0.0012x 2 +0.2529x+68.059 dengan R 2 = 0.1511. Berdasarkan persamaan tersebut dapat ditentukan titik maksimum pemupukan, dengan cara dicari turunan pertama persamaan sama dengan nol. Nilai pemupukan K untuk memperoleh hasil maksimum sebesar 105 kg K 2 O.ha -1.