JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-95

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan kota dan tuntutan akan keberadaan ruang terbuka. Pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar mengakibatkan jumlah ruang

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

Revitalisasi Desa Bungaya sebagai Desa Wisata Budaya di Kabupaten Karangasem

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG STANDARISASI PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

Eksistensi Kulkul Sebagai Media Komunikasi Tradisional

Konservasi Puri Smarapura di Klungkung, Bali

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan.

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Perancangan Perpustakaan Umum dengan Pendekatan Arsitektur Hybrid

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism

Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar

II. TINJAUAN PUSTAKA

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

DESA PAKRAMAN UBUNG KECAMATAN DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR Alamat : Jl. Cokroaminoto, No. 125 Denpasar, Telp. (0361)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

BAB II POTENSI DAN PERMASALAHAN KAWASAN OBYEK WISATA CEKING TERRACE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WISATA KULINER Atribut Baru Destinasi Ubud

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli

BAB I PENDAHULUAN. Redesain Pasar Umum Sukawati. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN RUMAH TUMBUH TIPE KPR BTN DI KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

Bagian II Pelaksanaan Kegiatan Program IAI Daerah Bali (Periode )

Kriteria Pengembangan Kawasan Wisata Alam Air Terjun Madakaripura, Kabupaten Probolinggo

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

Faktor Penentu Pengembangan Industri Pengolahan Perikanan Di Kabupaten Sidoarjo melalui Pengembangan Ekonomi Lokal

BAB II KAJIAN TEORI...

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit.

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-95 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kawasan Pusat Kota Ubud yang Mencitrakan Ruang Tradisional Bali Ni Luh Putu Sukma, Ardy Maulidy Navastara Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: ardy.navastara@urplan.its.ac.id Abstrak Perkembangan Ubud yang pesat diikuti oleh semakin meningkatnya jumlah sarana dan prasarana pariwisata menyebabkan pemanfaatan ruang yang berdasarkan pada aturan lokal setempat telah banyak berubah akibat tuntutan ruang untuk kepentingan fasilitas penunjang pariwisata. Fasilitas penunjang pariwisata tersebut menggeser atau menghilangkan ruang bernuansa lokal yang menjadi identitas permukiman setempat dan salah satu daya tarik wisatawan. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pusat kota Ubud yang mencitrakan ruang tradisional Bali. Penelitian ini melakukan dua tahapan analisa. Analisa evaluasi perubahan kawasan pusat kota Ubud menggunakan deskriptif kualitatif dan analisa perumusan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan diperoleh melalui content analysis. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pusat kota Ubud berdasarkan hasil content analysis. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada pempatan agung antara lain faktor penunjang kebutuhan wisatawan dan perubahan aktivitas. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada permukiman antara lain faktor bertambahnya keturunan dalam satu rumah, bertambahnya penduduk dari luar karena pernikahan, dan faktor penunjang kebutuhan wisatawan. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada Pura adalah faktor lemahnya kebijakan dalam mengendalikan fungsi ruang-ruang tradisional. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada Puri yakni faktor politik. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada natah, wantilan, bale banjar, dan bale kulkul yaitu faktor perubahan aktivitas, sosial budaya dan faktor politik. Dan faktor yang mempengaruhi perubahan pada jaringan jalan antara lain faktor kemajuan teknologi sarana transportasi dan faktor meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membeli kendaraan pribadi. Kata Kunci pempatan agung, perubahan pusat kota, ruang tradisional. P I. PENDAHULUAN EMERINTAH Negara Kesatuan Republik Indonesia mencanangkan bahwa wujud pembangunan di Bali berada dalam kerangka pengembangan berwawasan budaya. Keputusan ini dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) Bali yang dimulai di akhir tahun 1960- an. Konsepsi ini telah dijadikan fondasi yang melandasi beragam aktivitas pembangunan, mulai dari penyusunan beragam produk regulasi, implementasi kebijakan, pengendalian, serta evaluasi dari aktivitas-aktivitas pembangunan [1]. Namun tidak terlepas dari perkembangan dan pengaruh budaya luar, berbagai pemanfaatan ruang yang awalnya berpedoman pada prinsip-prinsip tradisional Bali telah mengalami penyimpangan maupun pergeseran yang mengakibatkan keharmonisan antara alam makrokosmos (alam semesta) dengan alam mikrokosmos (badan kasar manusia) sesuai konsep Tri Hita Karana (tiga unsur penyebab kebaikan) akan tidak sesuai lagi dengan filosofi ajaran Agama Hindu [2]. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Gianyar. Meskipun pemerintah setempat masih berpedoman pada konsep catuspatha (simpang empat), Tri Mandala (tiga daerah yang dimiliki oleh setiap pura), serta penataan lansekap dan wujud bangunan berciri arsitektur Bali, seperti yang tertuang dalam pasal 79 dalam Perda 16 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Gianyar, namun diantara peraturan yang mengatur tata ruang Bali tersebut banyak yang disertai dengan tindakan yang tidak konsekuen. Salah satunya karena pemerintah lebih menguntungkan investor, maka bangunan-bangunan didirikan tanpa melihat kelayakan ruang dan lahan persawahan seiring waktu telah berganti fungsi [3]. Pemanfaatan ruang yang berdasarkan pada aturan lokal setempat telah berubah akibat tuntutan ruang untuk kepentingan fasilitas penunjang pariwisata, seperti kios-kios, toko cinderamata, bar, restoran, penginapan, dan fasilitas penunjang lainnya [4]. Pembangunan di kawasan Ubud tidak didukung oleh perencanaan dan penataan infrastruktur yang memadai sehingga berbagai permasalahan timbul diantaranya privatisasi ruang jalan, ketidaknyamanan pejalan kaki, kemacetan lalu lintas, sementara disisi lain masyarakat Ubud dihadapkan pada tradisi budaya yang harus dilestarikan. Dampak lain dari tidak terkendalinya perkembangan kawasan yakni pudarnya bentuk desa tradisional yang terwakili dari pusat kawasan, yakni perempatan agung, puri, pura, alun-alun, dan wantilan, semakin sempitnya areal ruang jalan yang berdampak terhadap peristiwa budaya dan prosesi keagamaan tidak berlangsung dengan baik, privatisasi ruang jalan sebagai area parkir dan komersial, sistem pedestrian yang tidak manusiawi dan tidak terkelolanya sistem sirkulasi [5]. Berdasarkan permasalahan yang telah diurai di atas, maka studi ini secara komprehensif mengkaji identitas dan perubahan pada pusat kota Ubud. Selanjutnya, dalam penelitian ini dilakukan analisa untuk mengevaluasi perubahan pada kawasan pusat kota Ubud, sehingga dapat dirumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pada kawasan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-96 pusat kota Ubud yang mencitrakan ruang tradisional Bali. II. URAIAN PENELITIAN Terdapat sembilan faktor yang mencirikan kawasan pusat kota Ubud yaitu pempatan agung (simpang empat yang memiliki nilai sakral), permukiman, Pura (tempat persembahyangan), Puri (tempat tinggal untuk kasta ksatria yang memegang pemerintahan), natah (halaman), wantilan (bangunan serba guna), bale banjar (bangunan yang diperuntukkan untuk kegiatan warga banjar), bale kulkul (bangunan tempat diletakkannya kulkul/kentongan), dan jaringan jalan. Dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pusat kota dilakukan 2 (dua) proses analisa utama yaitu (1) Analisa evaluasi perubahan kawasan pusat kota Ubud dan (2) Analisa perumusan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pusat kota Ubud. A. Analisa Evaluasi Perubahan Kawasan Pusat Kota Ubud Dalam mengevaluasi perubahan kawasan pusat kota Ubud, digunakan analisa deskriptif kualitatif. Metode analisa deskriptif kualitatif adalah menganalisa, menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil dari wawancara atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti yang terjadi di lapangan [7]. Peneliti kualitatif nantinya akan membuat catatan lapangan yang ekstensif dan menghabiskan banyak waktu bersama responden, selain itu mereka juga memiliki rasa di setiap data pada saat data tersebut dikumpulkan [6]. Analisa deskriptif kualitatif bertujuan untuk menganalisa situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil dari wawancara atau pengamatan terkait indikator-indikator yang mencirikan pusat kota Ubud. Data tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan teori yang relevan, sehingga didapatkan kesesuaian/ketidaksesuaian elemen-elemen pusat kota di Ubud. B. Analisa Perumusan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kawasan Pusat Kota Ubud Dalam analisa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pusat kota Ubud digunakan content analysis. Content analysis adalah teknik analisa untuk membuat pemahaman terhadap teks (atau data bermakna lainnya) mengenai konteks yang sifatnya replicable dan valid [6]. Seperti yang dipaparkan oleh [8] bahwa content analysis memiliki 3 syarat utama, yaitu objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi. Secara umum komponen konseptual dari content analysis yang meliputi (1) teks (data yang menjadi rujukan dalam penyusunan daftar pertanyaan dalam sesi wawancara kepada informan), (2), pertanyaan penelitian (pertanyaan yang diajukan untuk menjawab sasaran kedua, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pusat kota Ubud), (3) konteks (hipotesis terbaik seorang peneliti agar serangkaian teks terkait makna, kutipan, maupun tindakan yang diharapkan muncul dari perekaman data primer), (4) konstruksi analisa (melakukan pengkodean berdasarkan penjelasan/eksplanasi dari informan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pusat kota Ubud), (5) penarikan kesimpulan (penyusunan rangkuman dalam bentuk tabulasi yang berisi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pusat kota Ubud beserta alasannya yang telah disaring peneliti dari hasil transkrip wawancara), dan (6) validasi bukati (justifikasi akhir dari sebuah proses content analysis) [6]. III. HASIL DAN DISKUSI A. Analisa Evaluasi Perubahan Kawasan Pusat Kota Ubud Dalam melakukan evaluasi perubahan pada kawasan pusat kota Ubud digunakan deskriptif kualitatif. Proses analisa deskriptif kualitatif antara lain menganalisa, menggambarkan, dan mengevaluasi berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang dikumpulan dari hasil wawancara dan pengamatan mengenai masalah yang diteliti. Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah mengamati kondisi eksisting dari ruang-ruang tradisional Bali di Ubud yang telah disusun menjadi variabelvariabel. Kondisi ekstisting tersebut dianalisa kesesuaiannya dengan teori yang telah dikaji pada Bab 2 dan dikonfirmasi oleh narasumber I-V. Berdasarkan hasil analisa deskriptif terhadap evaluasi perubahan kawasan pusat kota Ubud, dapat diketahui kesesuaian/ketidaksesuaian elemen-elemen yang terdapat di pusat kota tersebut. Diantara elemen-elemen tersebut yang terdapat ketidaksesuaian adalah penempatan elemen-elemen di Catuspatha, fungsi permukiman, dan fungsi pura. Elemen-elemen di Catuspatha yang tidak sesuai adalah penempatan pasar dan lapangan. Kawasan Pempatan Agung yang merupakan implementasi dari konsep penataan lingkungan Catuspatha dengan segala atribut budaya yang dikandungnya adalah sebagai identitas kota-kota di Bali [9]. Berkaitan dengan hal tersebut, ruang terbuka pada Catuspatha Ubud yang terletak di arah Kelod-Kangin (Tenggara) ditempati Pasar Umum Ubud. Alun-alun desa yang berada di depan Puri terdesak oleh adanya perluasan pasar. Sehingga Catuspatha di Ubud tersebut tidak lagi mencerminkan identitas kota-kota di Bali [10]. Dalam sistem kekerabatan masyarakat adat Bali, keturunan merupakan hal yang penting untuk menurunkan garis keturunan. Keturunan disini adalah anak laki-laki karena Bali menggunakan sistem patrilinieal, sehingga anak laki-laki nantinya akan meneruskan Pura keluarga yang terletak di setiap rumah asal untuk menyembah para leluhurnya [11]. Berkaitan dengan hal tersebut, perumahan yang terdapat di Ubud hingga kini masih ditinggali oleh keturunan, terutama laki-laki yang meneruskan garis keturunan keluarga untuk menjaga Pura keluarga, salah satunya adalah Puri Ubud. Namun, rumah asal masyarakat Ubud yang pada mulanya hanya difungsikan sebagai tempat tinggal, kini telah banyak mengalami perubahan karena perumahan di Ubud memiliki fungsi lain selain tempat tinggal, yakni perdagangan. Dengan adanya penambahan fungsi baru tersebut, maka bentuk rumah yang semula sesuai dengan kaidah sanga mandala, kini turut berubah. Pura merupakan bangunan suci yang dibangun di tempat suci dan berfungsi untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa [12]. Sebagai tempat kontak dan komunikasi kepada Tuhan untuk memohon keselamatan dan kebahagiaan, bangunan suci harus

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-97 terjaga kesucian dan kesakralannya. Sehingga bangunan ini harus dijauhkan dari keadaan kotor (cuntaka) [13]. Di salah satu Pura Kahyangan Tiga yang terdapat di Desa Pakraman Ubud, yakni Pura Dalem, selain berfungsi sebagai tempat persembahyangan, digunakan juga untuk kegiatan komersil pementasan tari yang dilakukan secara berkala. perubahan aktivitas. Perubahan aktivitas dari bertani ke industri pariwisata turut mengakibatkan perubahan ruang tradisional di pempatan agung, yakni elemen lapangan yang sejak tahun 1992 digantikan oleh pasar (yang dibangun untuk mengakomodir kebutuhan wisatawan). Faktor penunjang kebutuhan wisatawan di Ubud berkaitan erat dengan faktor perubahan aktivitas. Dalam kedudukannya sebagai pusat negara, maka salah satu unsur dalam Catuspatha adalah pasar sebagai pusat perdagangan/tempat transaksi (Putra, 2005). Berkaitan dengan hal tersebut, pasar pada Catuspatha Ubud yang sejak awal terletak di arah Kelod-Kangin (Tenggara) semakin menggeser ruang terbuka yang letaknya bersebelahan, sedangkan di arah Kelod-Kauh (Barat Daya) ditempati Kantor Kelurahan Ubud dan kafe. Gambar 1. Kawasan Pusat Kota Ubud Sebelum Kemerdekaan Keterangan : 1. Jaringan jalan hanya di jalan utama dan beberapa di kawasan permukiman 2. Permukiman berkembang di sekitar jalan utama 3. Lapangan terletak di arah Tenggara dari pempatan agung, sedangkan pasar terletak di arah Barat Daya Gambar 2. Kawasan Pusat Kota Ubud Setelah Kemerdekaan Keterangan : 1. Jaringan jalan yang semula hanya di jalan utama, berkembang dengan bertambahnya jalan lingkungan 2. Permukiman menyebar di jalan utama dan jalan tingkatan kedua 3. Lapangan di arah Tenggara pempatan agung diubah menjadi pasar dan pasar yang semula terletak di arah Barat Daya diubah menjadi Kantor Kelurahan dan Kafe B. Analisa Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kawasan Pusat Kota Ubud Berdasarkan hasil analisa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pada kawasan pusat kota Ubud, setiap indikator memiliki faktor yang berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada pempatan agung, antara lain faktor penunjang kebutuhan wisatawan di Ubud dan Lapangan, 1910 Pasar Umum Ubud, 2014 Gambar 3. Pasar Umum Ubud menggantikan Lapangan Pasar Umum Ubud, 2014 Faktor yang mempengaruhi perubahan pada permukiman, antara lain faktor bertambahnya keturunan dalam satu rumah yang sama, bertambahnya penduduk dari luar karena pernikahan, dan faktor penunjang kebutuhan wisatawan di Ubud. Perumahan di Ubud yang semula masih menggunakan kaidah sanga mandala, berangsung-angsur berubah seiring dengan semakin majunya industri pariwisata di Ubud. Berdasarkan hasil wawancara kepada narasumber, masyarakat di Ubud telah banyak mengubah bangunan rumah untuk dijadikan toko sovenir, restoran, penginapan, dan lain sebagainya. Faktor berikutnya yang mendorong adanya perubahan pada permukiman di kawasan pusat kota Ubud yang mencitrakan ruang tradisional Bali adalah faktor bertambahnya keturunan dalam satu rumah dan bertambahnya penduduk dari luar karena pernikahan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap stakeholder kunci, faktor bertambahnya penduduk dari luar terjadi karena tidak keluarnya anak perempuan dari rumah keluarga yang dalam adat Bali penerus rumah keluarga adalah anak laki-laki. (a) (b) Gambar 4. Ambal-Ambal Salah Satu Rumah di Ubud digunakan untuk Sarana Berdagang (a) dan Sempadan Tembok Pekarangan di Salah Satu Rumah di Ubud yang Dimodifikasi Menjadi Tempat Parkir Mobil (b) Faktor yang mempengaruhi perubahan pada Pura, yakni faktor lemahnya kebijakan dalam mengendalian fungsi ruangruang tradisional terkait perkembangan pariwisata. Faktor lemahnya kebijakan dalam mengendalikan fungsi ruang-

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-98 ruang tradisional berkaitan erat dengan kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah setempat terhadap kegiatan seni dan budaya yang sifatnya komersial yang dilakukan di salah satu Pura Kahyangan Tiga, yakni Pura Dalem. Gambar 6. Salah Satu Butik di Ubud dan Penampilan Seni Tari di Wantilan Ubud Gambar 5. Pura Dalem Ubud yang digunakan untuk Kegiatan Komersil Pertunjukan Tari Faktor yang mempengaruhi perubahan pada Puri, yakni faktor politik. Faktor politik berkaitan erat dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemimpin Ubud (Penglingsir yang merupakan keturunan Raja Ubud ) dalam mengembangkan pariwisata di Ubud. Beberapa perubahan yang dilakukan oleh para pemimpin tersebut mengakibatkan kelonggaran pada kaidah ruang tradisional, seperti halnya Puri berperan dalam terjadinya transformasi budaya masyarakat Desa Adat Ubud dari masyarakat agraris ke masyarakat pariwisata dengan dibukanya Puri untuk pariwisata yang juga melibatkan masyarakat dalam segala aspek pariwisata. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada natah, wantilan, bale banjar, dan bale kulkul yaitu faktor perubahan aktivitas, sosial budaya dan faktor politik. Faktor perubahan aktivitas berperan dalam perubahan elemen-elemen ruang tradisional yang saat ini digunakan untuk mengakomodir kegiatan pariwisata, antara lain wantilan, natah, bale banjar, dan bale kulkul. Wantilan dan bale banjar yang memiliki fungsi sebagai sebagai tempat musyawarah atau latihan para sekha (organisasi dengan perkerjaan yang sama), digunakan juga sebagai tempat pertunjukan seni yang sifatnya komersil, sehingga ruang-ruang tradisionalnya dibentuk menjadi bangunan modern agar dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Ubud. Faktor sosial budaya berkaitan dengan sosial dan budaya yang semakin berkembang seiring adanya globalisasi, yakni perubahan yang dilakukan secara instan pada ruang-ruang tradisional agar bernilai ekonomis, sistem gotong royong yang semakin hilang karena tuntutan hidup yang tinggi, Natah yang semula digunakan sebagai tempat upacara adat, kemudian tahun 1992 dibangun pasar. Faktor yang terakhir adalah faktor politik, dimana Puri Ubud memiliki kapabilitas internal dan eksternal yang kuat dalam memainkan tidak hanya peran politik, namun juga peran ekonomi dan kultural. Perubahan-perubahan yang dilakukan pada ruang tradisional adalah mengadakan pertunjukan di Puri, Pura, dan Bale Banjar. Kebijakan-kebijakan yang memberikan ruang gerak bagi pelaku ekonomi otomatis akan mempengaruhi tata ruang di Ubud, hingga terjadi perubahan pada ruang tradisionalnya. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada jaringan jalan, yakni faktor kemajuan teknologi sarana transportasi dan faktor meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membeli kendaraan pribadi. Faktor kemajuan teknologi sarana transportasi memicu adanya perubahan pada kawasan pusat kota Ubud yang mencitrakan ruang tradisional Bali. Berdasarkan hasil wawancara terhadap stakeholder kunci, faktor kemajuan teknologi berkaitan dengan perkembangan sarana transportasi yang semakin pesat, namun tidak didukung oleh volume jalan, sehingga yang terjadi adalah kemacetan. Selain itu juga dipengaruhi meningkatnya kemampuan beli masyarakat, dimana masyarakat di Ubud kini telah memiliki kendaraan pribadi, kemudian diperlukan tempat khusus di dalam rumah untuk menampung kendaraan pribadi tersebut. Konsekuensinya masyarakat Ubud mengubah angkul-angkul (pintu keluar masuk rumah) agar kendaraan roda empat dan roda dua dapat masuk rumah. Gambar 7. Pusat Perdagangan di Jalan Monkey Forest dan Jalan Raya Ubud IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Banyak ditemukannya perubahan pada ruang-ruang tradisional di kawasan pusat kota Ubud, menunjukkan peran Ubud sebagai kawasan pusat kota bergeser, sehingga mengabaikan peran aturan pengendalian ruang berdasarkan kosmologis Hindu di masa lampau yang telah membentuk identitas pusat kota. Berdasarkan evaluasi perubahan kawasan pusat kota Ubud, terdapat ketidaksesuaian yang diindikasikan sebagai perubahan pada ruang-ruang tradisional Bali di Ubud. Ketidaksesuaian tersebut terletak pada (1) Pasar pada Catuspatha Ubud yang sejak awal terletak di arah Kelod- Kangin (Tenggara) semakin menggeser ruang terbuka yang letaknya bersebelahan, sedangkan di arah Kelod-Kauh (Barat Daya) ditempati Kantor Kelurahan Ubud dan kafe, (2) Rumah asal masyarakat Ubud yang pada mulanya hanya difungsikan sebagai tempat tinggal, kini telah banyak diubah menjadi rumah campuran antara rumah tinggal dan penginapan ataupun toko, dan (3) Pura Dalem difungsikan sebagai tempat persembahyangan dan kegiatan komersil pementasan tari yang dilakukan secara berkala. Faktor-faktor perubahan kawasan pusat kota Ubud dirinci berdasarkan indikator. Faktor yang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-99 mempengaruhi perubahan pada pempatan agung antara lain faktor penunjang kebutuhan wisatawan dan perubahan aktivitas. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada permukiman antara lain faktor bertambahnya keturunan dalam satu rumah, bertambahnya penduduk dari luar karena pernikahan, dan faktor penunjang kebutuhan wisatawan. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada Pura adalah faktor lemahnya kebijakan dalam mengendalikan fungsi ruang-ruang tradisional. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada Puri yakni faktor politik. Faktor yang mempengaruhi perubahan pada natah, wantilan, bale banjar, dan bale kulkul yaitu faktor perubahan aktivitas, sosial budaya dan faktor politik. Dan faktor yang mempengaruhi perubahan pada jaringan jalan antara lain faktor kemajuan teknologi sarana transportasi dan faktor meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membeli kendaraan pribadi. DAFTAR PUSTAKA [1] Suartika, G.A.M. Vanishing Paradise: Planning and Conflict in Bali. A thesis submitted in fulfillment of the requirements for the degree of Doctor Philosophy. Sidney: University of New South Wales (2005). [2] Salain, Nyoman. Pengelolaan Konservasi pada Puri Agung, Gianyar sebagai Obyek Wisata Budaya. Tesis S2, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. Belum dipublikasikan (2011). [3] Bali Post. (2006, Juni) Tata Ruang Dikorbankan Demi Kepentingan Investor. [Online] Available: http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/6/26/b1.htm [4] Pujaastawa, Ida Bagus. Pariwisata Terpadu Alternatif Pengembangan Pariwisata Bali Tengah. Denpasar: Universitas Udayana (2005). [5] Darma, I Wayan. Faktor-Faktor Pembentuk Ruang Jalan di Kawasan Ubud, Studi Kasus: Penggal Jalan Raya Ubud (Perempatan Agung- Pertigaan Andong). Tesis S2. Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Belum dipublikasikan (2013). [6] Supriharjo, Rimadewi; Rahmawati, Dian; Pradinie, Karina. Diktat Metodologi Penelitian. Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (2013). [7] Wirartha, I Made. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi Offset (1996) [8] Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada (2010) [9] Mayun, A.A.I.A. Kriteria-Kriteria Pemanfaatan Ruang Kota Berlandaskan Tata Nilai Tradisional Bali di Kawasan Warisan Budaya di Pusat Kota Denpasar. Tesis S2, Program Studi Magister Teknik Pembangunan Kota, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Belum dipublikasikan (2002). [10] Sukawati, Tjokorda. Ubud Desa Global: Kajian Perubahan Tata Ruang Bangunan Tradisional Bali. Denpasar: Bali Media Adhikarsa (2014). [11] Hasikusuma, Hilman. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Mandar Maju (2003). [12] Gelebet, I Nyoman. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Bali (2002). [13] Dwijendra, Ngakan. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-Kolali. Denpasa: Udayana University Press (2010).