BAB II KAJIAN TEORITIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 Tapa kelas VIII 7 dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Tim PPG matematika:2006).

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gejala umum yang terjadi pada peserta didik saat ini adalah malas berpikir

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Winkel

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapaiderajat Sarjana S-I. Program Studi Pendidikan Matematika

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

DAMPAK PEMBELAJARAN KELOMPOK INVESTIGASI DALAM BELAJAR MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

Kata Kunci: Kemampuan Penalaran Matematis, Model Penemuan Terbimbing

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB 1 PENDAHULUAN. bermanfaat dalam kehidupan kita. Hampir di setiap bagian dari hidup kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II. Kajian Teoretis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ARTIKEL CONTOH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH MATEMATIKA SMP KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kelangsungan hidupnya sehari-hari. Bicara mengenai matematika

BAB I PENDAHULUAN. menemukan dan menjelaskan konsep-konsep, prinsip-prinsip dalam biologi.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB II KAJIAN TEORETIK. Sekolah Menengah Pertama Terbuka atau disingkat SMP Terbuka adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MATERI KUBUS DAN BALOK. 1. Pengertian Model Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang semakin pesat baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa, salah satu aspek yang dilihat dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar matematika sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena dalam

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi berdasarkan Standar Isi (SI) memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

belajar matematika karena penalaran matematika sebagai kompetensi dasar matematika. Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No.

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam belajar matematika. Kesulitan siswa tersebut antara lain: kesulitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Desi Suryaningsih et al., Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

Transkripsi:

7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemandirian Belajar Istilah kemandirian (Nurhayati, 2011) menunjukkan adanya kepercayaan terhadap kemampuan diri untuk menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan khusus dari orang lain dan keengganan untuk dikontrol orang lain. Menurut Bernadib (Nurhayati, 2011), kemandirian mencakup secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Menurut Erikson (Desmita, 2011), kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk melepaskan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Pentingnya kemandirian bagi peserta didik, dapat dilihat dari situasi kompleksitas kehidupan dewasa ini, yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kehidupan perserta didik. Dapat dilihat dari fenomena yang menjadi perhatian dunia pendidikan, seperti perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol, dll. Dalam konteks proses belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar, yang dapat mempengaruhi gangguan mental dalam pendidikan lanjutan seperti belajar hanya saat mau ujian, menyontek, dan membolos. 7

8 Sehingga kemandirian belajar adalah suatu aktivitas belajar yang dilakukan siswa tanpa bergantung kepada bantuan dari orang lain baik teman maupun gurunya dalam mencapai tujuan belajar yaitu mengusai materi atau pengetahuan dengan baik dengan kesadarannya sendiri siswa serta dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian belajar diartikan sebagai suatu proses belajar yang terjadi pada diri seseorang, dan dalam usahanya untuk mencapai tujuan belajar orang tersebut dituntut aktif secara individu atau tidak bergantung kepada orang lain, termasuk tidak tergantung pada gurunya. Dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing, contohnya membimbing siswa untuk memecahkan masalah jika mengalami kesulitan dalam belajar. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian: a. Suatu kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri. b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. c. Memiliki kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas-tugasnya. d. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. (Desmita, 2011) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah perilaku siswa yang ditentukan oleh dirinya sendiri dengan melakukan

9 aktivitas atas tanggungjawabnya sendiri tanpa bergantung pada orang lain dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ditentukan, serta mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri. Desmita (2011) Kemandirian biasanya daitandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Berdasarkan uraian diatas, indikator kemandirian belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memiliki kemampuan untuk menetukan nasib diri sendiri b. Kreatif dan inisiatif c. Dapat mengatur tingkah lakunya sendiri d. Bertanggung jawab e. Membuat keputusan-keputusan sendiri f. Mampu mengatasi masalah yang dihadapi. 2. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Surajiyo (2010) penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Shadiq, 2004)

10 Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Wardhani, 2008) tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah: a. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram. b. Kemampuan mengajukan dugaan. c. Kemampuan melakukan manipulasi matematika. d. Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi. e. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan. f. Memeriksa kesahihan suatu argumen. g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Berdasarkan pendapat di atas mengenai kemampuan penalaran matematis maka disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis adalah suatu proses berpikir analitis untuk menarik kesimpulan sebagai pernyataan yang baru yang logis dengan menghubungkan informasi dan fakta-fakta matematika yang sudah diketahui. Indikator kemampuan penalaran matematis yang akan digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut: a. Mengajukan dugaan, merupakan kemampuan siswa dalam merumuskan kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

11 b. Melakukan manipulasi matematika, merupakan kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara sehingga tercapai tujuannya. c. Menyusun bukti terhadap kebenaran solusi dari suatu permasalahan. d. Menarik kesimpulan dari pernyataan, merupakan proses berpikir yang memanfaatkan pengetahuannya sedemikian sehingga menghasilkan kesimpulan. e. Memeriksa kesahihan suatu argumen, merupakan kemampuan siswa dalam menyelidiki tentang kebenaran suatu pernyataan. f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi, merupakan kemampuan siswa dalam menemukan pola atau cara dari suatu pernyataan yang ada sehingga dapat mengembangkannya dalam kalimat matematika. 3. Pembelajaran berbasis masalah Menurut Moffit (Rusman, 2012) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatau pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu kenteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pembelajaran. Menurut Tan (Rusman, 2012) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pembelajaran yang mendorong kemampuan berpikir siswa betulbetul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang

12 sistematis, sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1. Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah 2. Mengorganisasi siswa untuk Membantu siswa belajar mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut 3. Membimbing pengalaman Mendorong siswa untuk individu/kelompok mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4. Mengembangkan dan Membantu siswa dalam menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya 5. Menganalisis dan Membantu siswa untuk mengevaluasi proses melakukan refleksi atau pemecahan masalah evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. a. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Ibrahim dan Nur (Rusman, 2014) mengemukakan tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah. Selain tujuan, Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki kelebihan.

13 1) Realistis dengan kehidupan siswa. 2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa. 3) Memupuk sifat inquiry siswa. b. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah Selain kelebihan tersebut Pembelajaran Berbasis Masalah juga mempunyai kekurangan yaitu: 1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks. 2) Sulitnya mencari problem yang relevan. 3) Sering terjadi miss-konsepsi. 4) Konsumsi waktu, dimana model ini membutuhkan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. c. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah ada beberapa fase yaitu: Fase 1 : Orientasi siswa pada masalah Pada fase ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan dan fasilitas penunjang saat pembelajaran. Guru juga memotivasi siswa untuk aktif dalam pemecahan masalah kontekstual yang diberikan guru. siswa mengamati masalah yang diberikan oleh guru. Fase 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar Pada fase ini siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Kriteria kemampuan dilihat dari hasil ulangan harian, terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji, memecahkan masalah dan menganalisis masalah yang diberikan secara tidak langsung,

14 pembagian kelompok ini akan memberikan bimbingan kepada siswa yang kurang mampu dalam menganalisa suatu masalah. Fase 3: Membimbing pengalaman individu/kelompok Pada fase ini guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan atau stimulus yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dibimbing untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana proses penyelidikan yang benar. Kegiatan ini berguna untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dan kerjasama antar teman. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Pada fase ini guru menyuruh salah seorang dari anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan guru membimbing siswa jika mengalami kesulitan. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Pada fase ini guru membantu siswa menganalisis dan mengevasluasi proses berpikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. 4. Materi Pembelajaran Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap kelas VIII tahun ajaran 2015/2016 pada materi Bangun Ruang. Materi yang digunakan merujuk pada standar kompetensi yang telah ditetapkan, yaitu: 5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya Kompetensi dasar yang telah ditetapkan:

15 5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya. 5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas. 5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas. Kompetensi dasar tersebut digunakan dalam 3 siklus yang mana tiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan. Berdasarkan kompetensi dasar yang ada, maka indikator-indikator pembelajaran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Siklus Pertemuan 1 2 3 1 2 1 2 1 2 Tabel 2.2 Indikator Pembelajaran Indikator 1. Menyebutkan unsur-unsur kubus dan balok: rusuk, bidang sisi, diagonal ruang, bidang diagonal 2. Membuat jaring-jaring kubus dan balok 1. Peserta didik menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok 2. Menghitung luas permukaan kubus dan balok 1. Menentukan rumus volume kubus dan balok 2. Peserta didik menghitung volume kubus dan balok 1. Menyebutkan unsur-unsur prisma dan limas: rusuk, bidang sisi, diagonal bidang, diagonal ruang, bidang diagonal 2. Membuat jaring-jaring prisma tegak dan limas 1. Peserta didik menemukan rumus luas permukaan limas dan prisma tegak 2. Menghitung luas permukaan prisma dan limas 1. Menentukan rumus volume prisma dan limas 2. Peserta didik menghitung volume prisma dan limas

16 B. Penelitian yang relevan Penelitian yang relavan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2013), pembelajaran Problem Based Learning (PBL) meningkatkan kemandirian belajar dan prestasi belajar matematika pada siswa kelas VII D SMP Negeri Rawalo. Adapun hasil penelitiannya adalah dapat meningkatkan kemandirian belajar yang diselenggarakan pada siklus I diperoleh rata-rata presentase kemandirian belajar siswa 72,25%, pada siklus II hasil rata-rata presentase kemandirian belajari siswa 72,5 %, pada siklus III hasil rata-rata presentase kemandirian belajari siswa 75,25 %. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang dilakukan oleh Embarwati (2015), Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Numbered Head Together meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa kelas VII E SMP Negeri 1 Jatilawang Adapun hasil penelitiannya adalah Rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa pada tiap siklus mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I diperoleh rata-rata 62,35, kemudian pada siklus II hasil rata-rata nilai yang diperoleh 64,72, dan pada siklus III rata-rata nilai kemampuan penalaran matematis siswa menjadi 74,86% dengan kategori baik. Penelitian di atas relevan untuk dijadikan bahan informasi dalam penelitian. Tapi dalam penelitian ini peneliti akan meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan penalaran matematika melalui penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

17 C. Kerangka pikir Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan bahwa kemandirian belajar dan kemampuan penalaran matematis siswa kelas VIII A SMP N 1 Kalibagor masih rendah, untuk mengatasinya maka peneliti memberikan alternatif pembelajaran yaitu dengan penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah. Pada Pembelajaran Berbasis Masalah saling menghubungkan indikator kemandirian belajar dan kemampuan penalaran matematis dengan langkah pembelajaran. Dalam Pembelajaran terdapat langkah-langkah sebagai berikut: guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan pembelajaran yang akan digunakan dan fasilitas penunjang saat pembelajaran. Guru juga membimbing siswa untuk aktif dalam memecahkan masalah kontekstual yang diberikan guru. Siswa mengamati masalah yang diberikan oleh guru. Pada tahap ini, dapat meningkatkan indikator sikap kemandirian yaitu memiliki kemampuan untuk menentukan nasib diri sendiri dan indikator kemampuan penalaran matematika siswa yang pertama yaitu mengajukan dugaan. Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah yang kedua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar, siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok dengan jumlah 3-5 siswa per kelompok. Kriteria kemampuan dilihat dari hasil ulangan harian, terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji, memecahkan masalah dan menganalisis masalah yang diberikan oleh guru. Guru mengajukan pertanyaan dan stimulus yang berkaitan dengan masalah. Pada tahap ini,

18 dapat meningkatkan indikator sikap kemandirian yaitu kreatif dan inisiatif dan indikator kemampuan penalaran matematika pertama yaitu mengajukan dugaan. Hal tersebut terjadi karena siswa berkelompok menganalisis masalah yang ada dan mengaitkannya dengan pengetahuan sendiri, dimana setiap kelompok mempunyai jawaban yang berbeda-beda sehingga siswa bernalar dan mengajukan dugaan. Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah yang ketiga yaitu membimbing pengalaman individu/kelompok. Guru membimbing siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber belajar, siswa diberi stimulus dan pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya serta perlu diajarkan apa dan bagaimana proses penyelidikan yang benar. Setiap kelompok dapat membagi tugas untuk masing-masing anggota kelompoknya, dan juga saling membantu jika ada anggota yang belum paham atau kesulitan. Pada tahap ini, dapat meningkatkan indikator sikap kemandirian belajar yaitu dapat mengatur tingkah lakunya sendiri dan bertanggung jawab serta indikator kemampuan penalaran matematika yang pertama, kedua dan ketiga yaitu mengajukan dugaan, melakukan manipulasi matematika dan menyusun bukti terhadap kebenaran solusi. Hal tersebut terjadi karena siswa dapat mengatur dirinya sendiri dalam kelompok, bertanggung jawab atas tugasnya dan menyusun bukti terhadap kebenaran solusi yang didapatkan.

19 Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah yang keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, guru menyuruh salah seorang dari anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil dari pemecahan masalah kelompok dan guru membimbing siswa jika mengalami kesulitan. Kemudian siswa menanggapi hasil presentasi/pendapat temannya. Pada tahap ini, dapat meningkatkan indikator sikap kemandirian belajar yaitu membuat keputusan-keputusan sendiri dan indikator kemampuan penalaran matematika yang keenam menemukan pola atau sifat dari gejala matematis. Dengan memperhatikan, bertanya, ataupun menyampaikan hasil dari diskusi, siswa dapat menemukan pola atau sifat dari gejala matematis. Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah yang kelima yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru membantu siswa menganalisis dan mengevasluasi proses berpikir mereka sendiri, serta guru membimbing siswa untuk menyusun kesimpulan. Pada tahap ini, dapat meningkatkan indikator sikap kemandirian belajar yaitu mampu mengatasi masalah yang dihadapi dan indikator kemampuan penalaran matematis yang keempat, kelima dan keenam yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan, memeriksa kesahihan suatu argumem dan menemukan pola atau sifat dari gejala matemtis. Dengan penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah diharapkan dapat meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan penalaran matematis siswa.

20 D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah pembelajaran matematika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan penalaran matematis siswa kelas VIII A di SMP N 1 Kalibagor.