BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara berkembang (developing country) pada tiga dekade terakhir. Hal ini jelas terlihat dari banyaknya destinasi wisata yang dibangun, dikembangkan, dan dipromosikan secara besar-besaran melalui berbagai media dan alat promosi oleh negara-negara berkembang. Masing-masing negara dengan berbagai strategi saling berlomba untuk memenangkan persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke destinasi-destinasi pariwisata yang ada dinegaranya. Bagi Indonesia, industri pariwisata merupakan suatu komoditi prospektif yang di pandang mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional. Sejak tahun 1978, Indonesia terus berusaha mengembangkan kepariwisataan, seperti yang tertuang dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 yang menyatakan bahwa pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja, dan memperkenalkan kebudayaan. Pada masa sekarang, politik pembangunan Indonesia seperti yang tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dengan tegas mengariskan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan harus dilakukan secara sistematis, berencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan kepada perlindungan terhadap 1
2 nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta kepentingan nasional. Pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi daerah telah merubah paradigma pembanguan dari era sentralisasi menjadi desentralisasi, seperti tertuang dalam konsep otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah memberi konsekuensi pada daerah untuk dapat menggali dan memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki termasuk pariwisata sebagai penerimaan daerah yang dapat digunakan sebagai modal pembangunan tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat. Pada saat ini terdapat kecenderungan, pengembangan pariwisata dilakukan secara parsial, artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan dan bahkan menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya maupun propinsi/kabupaten/kota terdekat, bahkan cenderung meningkatkan persaingan antar wilayah yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Padahal, pengembangan pariwisata seharusnya lintas propinsi atau lintas kabupaten/kota, bahkan tidak lagi mengenal batas karena kemajuan teknologi informasi. Oleh karena itu, perlu diketahui dan dipahami apa saja faktor-faktor yang secara faktual memegang peranan penting dalam pengembangan industri pariwisata daerah, sehingga pada akhirnya pengembangan industri pariwisata daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mendorong program pembangunan daerah.
3 Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia sangat tergantung dari pariwisata, sumbangan sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah cukup besar. Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (tabel 1.1) penerimaan dari subsektor pariwisata menunjukan trend kenaikan, dari tahun 2007 hingga tahun 2010 mengalami kenaikan dari Rp 56.698.920.104,- pada tahun 2007 menjadi Rp 95.638.242.777,- pada tahun 2010 atau mengalami kenaikan sebesar Rp 38.939.322.673,- (68,68%). Kontribusi terbanyak berasal dari kunjungan wisatawan lokal, kemudian ditambah dengan kunjungan wisatawan mancanegara. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah PAD Sub Sektor Pariwisata se-diy Tahun 2006 2010 NO KABUPATEN/KOTA 2007 2008 2009 2010 JUMLAH/RP JUMLAH/RP JUMLAH/RP JUMLAH/RP 1. KOTA YOGYAKARTA 31.935.982.459 39.341.021.095 46.541.889.348 50.427.624.960 2. KAB. SLEMAN 21.180.072.670 34.624.437.759 31.568.235.916 36.634.676.263 3. KAB.BANTUL 2.128.564.400 2.273.648.275 4.558.527.130 5.098.131.002 4. KAB. KULONPROGO 423.913.550 541.467.760 523.516.100 1.610.886.594 5. KAB. GUNUNG KIDUL 1.030.387.025 1.397.507.760 1.699.185.380 1.845.743.858 6. PEMDA PROV. DIY 13.139.085 11.000.000 19.000.000 21.180.100 JUMLAH 56,698,920,104 78.189.082.649 84.910.353.874 95.638.242.777 Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2012 Secara geografis Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terlalu luas apabila dibandingkan dengan propinsi lain. Hanya terdiri dari 5 daerah Kabupaten/Kota yaitu; Sleman, Kota Yogyakarta, Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo.
4 Masing-masing daerah memiliki berbagai macam potensi wisata yang dapat terus dikembangkan, mulai dari wisata geologi dan vulkanologi di Gunung Merapi, wisata agro di lereng Gunung Merapi, wisata sejarah di Candi Prambanan, Ratu Boko dan sekitarnya, wisata keluarga di Kaliurang, wisata belanja di kawasan Malioboro dan Pasar Beringharjo, wisata budaya di Keraton Kesultanan dan Pakualaman, wisata kerajinan di Bantul, wisata Karst di Gunung Kidul, wisata pantai di pesisir selatan, sampai wisata seni di berbagai museum dan galeri seni yang tersebar seantero Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan propinsi di Indonesia yang menyandang status Daerah Istimewa. Dengan menyandang gelar sebagai Daerah Istimewa sebenarnya sudah merupakan sebuah kekuatan tersendiri bagi Yogyakarta. Ada sebagian masyarakat Indonesia, bahkan dunia, tentu akan bertanya, apa istimewanya Yogyakarta? Sampai-sampai diberikan gelar yang berbeda dengan propinsi yang lain di Indonesia. Disinilah salah satu titik awal bagi semua stakeholder industri pariwisata untuk memulai promosi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai potensi wisata yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta adalah modal dasar pembangunan pariwisata. Namun, mengandalkan kekayaan alam, budaya, dan kesenian saja belum cukup untuk mendongkrak angka kunjungan wisatawan. Diperlukan organisasi pariwisata yang kuat dan langkah strategis untuk mengembangkan dan merancang pola pembangunan pariwisata. Peranan para pemangku kepentingan mulai dari pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, asosiasi pariwisata, para pemerhati
5 dan peneliti pariwisata serta masyarakat umum yang secara langsung maupun tidak langsung ikut terlibat dalam kegiatan pariwisata memiliki peran yang berbeda-beda dalam mensukseskan rencana-rencana pembangunan pariwisata daerah Keberhasilan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pengelolaan destinasi wisata dapat terlihat dari Tabel 1.2 tentang jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara ke tempat-tempat wisata di daerah tujuan wisata yang ada di kabupaten/kota Daerah Istimewa Yogyakarta yang selalu menunjukan kenaikan signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui jumlah wisatawan yang datang ke Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 6.270.155 orang atau bertambah 120%. Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Daya Tarik Wisata Per Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007-2011 NO DTW KOTA/ 2007 2008 2009 2010 2011 KABUPATEN JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH 1. KOTA YOGYAKARTA 1,175,161 2,467,383 3,428,324 3,538,139 3,463,661 2. KAB. SLEMAN 2,135,438 2,588,229 3,593,665 2,499,877 4,275,574 3. KAB.BANTUL 1,073,941 1,417,038 1,447,546 1,300,042 2,521,303 4. KAB. KULON PROGO 530,329 543,821 421,951 444,125 545,743 5. KAB. GUNUNG KIDUL 309,662 427,071 529,319 88,805 688,405 JUMLAH 5,224,531 7,443,542 9,420,805 8,270,988 11,494,686 Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2012
6 Berdasarkan data Dinas Pariwisata DIY tahun 2012 diketahui bahwa Kabupaten Kulon Progo mengandalkan wisata bahari/pantai sebagai obyek wisata unggulan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat tiga kabupaten yang memiliki daerah tujuan wisata pantai yaitu Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul. Berdasarkan data Dinas Pariwisata DIY tahun 2012 yang sudah dimodifikasi sesuai keperluan penelitian (lihat tabel 1.3), hasil penggabungan data tingkat kunjungan wisatawan ke seluruh daerah tujuan wisata di ketiga kabupaten dapat diketahui bahwa daerah tujuan wisata pantai menjadi tempat yang paling ramai dikunjungi sehingga wajar apabila dijadikan sebagai unggulan di masing-masing kabupaten. Hal tersebut dapat diketahui dari 4 besar tingkat kunjungan wisatawan dari hasil pengabungan di ketiga kabupaten. Posisi pertama adalah Pantai Parangtritis di Kabupaten Bantul sebanyak 2.072.085 wisatawan, kemudian posisi kedua Pantai Baron di Kabupaten Gunung Kidul sebesar 501.197 wisatawan, posisi ke tiga Pantai Kwaru di Kabupaten Bantul dengan tingkat kunjungan 272.850 wisatawan. dan Pantai Glagah di Kabupaten Kulon Progo sebesar 262.312 berada di posisi ke empat.
7 Tabel 1.3 Posisi 4 Besar Tingkat Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul Propinsi DIY Tahun 2007-2011 NO NAMA DTW TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011 1. Pantai Parangtritis 949,621 1,196,771 1,323,857 1,174,872 2,072,085 2. Pantai Baron 245,648 351,276 430,422 391,031 501,197 3. Pantai Kwaru - - - - 272,850 4. Pantai Glagah 153,356 169,587 198,505 256,966 262,312 Sumber: Diolah dari Dinas Pariwisata DIY, 2012 Jika dilihat dari data Tabel 1.2 tentang tingkat kunjungan wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, posisi Kabupaten Kulon Progo berada diperingkat terakhir dari 4 kabupaten dan 1 kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Obyek wisata unggulan Kabupaten Kulon Progo, yaitu Pantai Glagah yang telah ada sejak beberapa puluh tahun lalu, bahkan kalah bersaing (dalam tingkat kunjungan wisatawan) dengan Pantai Kuwaru di Kabupaten Bantul, yang baru berumur beberapa tahun (tabel 1.3). Padahal jika dilihat dari atraksi wisata yang dimiliki, Pantai Glagah lebih lengkap dari Pantai kuwaru, karena di Pantai Glagah memiliki daya tarik wisata; pantai, sungai, muara, laguna buatan, kebun buah naga, wisata kuliner; dan aksesibilitas (dekat dengan jalan utama). Begitu pula jika dibandingkan dengan Pantai Baron, yang merupakan unggulan di Kabupaten Gunung Kidul, tingkat kunjungan Pantai Glagah tertinggal hampir 2 kali lipat (tabel 1.3).
8 Pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholder kepariwisataan, melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pariwisata dalam hubungannya dengan kepariwisataan daerah merupakan organisasi pemerintah daerah yang menjalankan fungsi dibidang pemerintahan dengan tugas menyelenggarakan kegiatan di bidang pariwisata. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dalam bentuk Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (RIPPARDA Kabupaten), Rencana Strategis Dinas Pariwisata Daerah (Renstra-SKPD), Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas Pariwisata Daerah (DPA-SKPD), dan lain-lain merupakan produk-produk kebijakan yang memberi arah dan strategi yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Setelah dilaksanakan, untuk melihat kesesuaian antara rencana dan implementasi, semua kegiatan/program yang telah dilaksanakan harus dievaluasi dan dibuat laporan pertanggungjawabannya berbentuk LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Rencana Strategis Dinas Pariwisata Daerah (Renstra-SKPD) merupakan salah satu produk kebijakan yang memberi arah pembangunan pariwisata daerah untuk jangka 5 tahunan. Renstra-SKPD berisi tentang tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan dalam pembangunan pariwisata daerah yang dibuat oleh SKPD dan menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode 1 tahun. Keterwakilan para pemangku kepentingan telah terwakili melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrembang) yang merupakan forum para pelaku pariwisata dalam rangka menyusun rencana pembangunan pariwisata daerah.
9 Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Implementasi Strategi Pemasaran Pariwisata Pada Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah; 1. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo yang berada pada peringkat terakhir dari 5 Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Persentase kenaikan tingkat kunjungan wisatawan selama lima tahun, sejak tahun 2007-2011 cenderung naik, namun dengan persentase yang relatif rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten-Kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.3 Petanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan di Kabupaten Kulon Progo? 2. Bagaimanakah implementasi strategi pemasaran yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kulon Progo, untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?
10 3. Bagaimana strategi pemasaran alternatif yang dapat dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang menjadi pertanyaan peneliti, yaitu: 1. Untuk mendeskrepsikan variabel (produk, harga, promosi, tempat/distribusi) yang mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo. 2. Mendeskrepsikan implementasi strategi pemasaran wisata dan faktor-faktor yang mempengaruh melalui program/kegiatan pemasaran wisata pada Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, 3. Untuk merumuskan strategi pemasaran alternatif yang dapat dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo sesuai program dan kegiatan yang dimiliki. 1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan dapat dimanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para mahasiswa Magister Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada.
11 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi kebijakan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Kulon Progo serta Kabupaten lainnya di Indonesia.