BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA Pada bagian metodologi penelitian telah dijelaskan bahwa adanya ketidaksamaan satuan antara variabel ekspor CPO dengan variabel lain menyebabkan estimasi model dilakukan dalam bentuk logaritma natural (ln). Oleh karena itu, model persamaan rekusif dapat dispesifikasikan sebagai berikut: Persamaan Struktural 1: Faktor Determinan Ekspor CPO Indonesia LnX = β 0 + β 1 LnPE + β 2 LnKURS + β 3 LnP_CPO + e i (5.1) dimana, Persamaan Struktural 2: Faktor Harga CPO di Pasar Dunia LnP_CPO = β 4 + β 5 LnP_SOY + β 6 LnP_SUN + β 7 LnP_PET + e j (5.2) Akibat spesifikasi model dengan bentuk logaritma natural (ln), nilai masing-masing koefisien (β) variabel bebas menjelaskan besarnya elastisitas, yaitu besar persentase perubahan variabel terikat akibat kenaikan satu persen nilai variabel bebas. Kedua persamaan struktural pada model persamaan rekursif ini diestimasi dengan metode Two Stages Least Squares (2SLS) yang dilakukan secara terpisah atau persamaan tunggal (limited information method). Hal ini bertujuan agar apabila terjadi masalah atau 39
pelanggaran kriteria pengujian pada salah satu persamaan, masing-masing dapat memperhitungkan setiap pembatasan yang ditempatkan atau melakukan penganganan dengan baik, tanpa memperhatikan pembatasan atas persamaan lainnya. 5.1. Hasil Estimasi Persamaan Faktor Determinan Ekspor CPO Indonesia Estimasi persamaan faktor determinan ekspor CPO Indonesia dengan metode Two Stages Least Squares (2SLS) secara terpisah menunjukkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.1 Hasil Estimasi Persamaan Faktor Determinan Ekspor CPO Indonesia Variabel Coefficient Std. Error t-statistic Prob. LNPE 0.136420 0.045267 3.013671 0.0036 LNKURS 1.536737 0.819565 1.875066 0.0651 LNP_CPO 1.892455 0.319070 5.931158 0.0000 C -9.118512 8.535920-1.068252 0.2892 R-squared 0.606988 Mean dependent var 19.39297 Adjusted R-squared 0.589650 S.D. dependent var 0.478395 S.E. of regression 0.306453 Sum squared resid 6.386132 F-statistic 36.88401 Durbin-Watson stat 1.780106 Prob(F-statistic) 0.000000 Sehingga, diperoleh bentuk persamaan: LnX = -9.118512 + 0.136420 LnPE + 1.536737 LnKURS + 1.892455 LnP_CPO 5.1.1. Pengujian Kriteria Statistik Faktor Determinan Ekspor CPO Indonesia Uji t-statistik 40
Dengan menggunakan tingkat signifikansi (α ) sebesar 10%, hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat keyakinan 90% setiap variabel bebas secara individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilita t-statistik (p-value) pada setiap variabel bebas yang berada di bawah nilai α, yaitu 0.1. Itu berarti, baik variabel pungutan ekspor, nilai tukar, dan harga CPO di pasar dunia masing-masing memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perubahan volume ekspor CPO Indonesia. Setiap terjadi 1% kenaikan pada harga CPO di pasar dunia, maka volume ekspor CPO Indonesia akan bertambah sebesar 1.892455% (peningkatan volume ekspor ini ditunjukkan dengan nilai koefisien yang positif). Perubahan ini searah dengan teori yang menjelaskan bahwa peningkatan harga akan berpengaruh pada penambahan jumlah penawaran yang terefleksikan dari volume ekspor. Di samping itu, pengaruh yang searah juga ditunjukkan oleh hubungan antara nilai tukar dan volume ekspor ini, di mana kenaikan 1% nilai tukar rupiah-dolar Amerika Serikat berdampak pada meningkatnya volume ekspor CPO Indonesia sebesar 1.536737%. Peningkatan nilai tukar rupiah menunjukkan kondisi rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar. Harga-harga barang ekspor Indonesia di pasar dunia menjadi relatif lebih murah dan akibatnya permintaan akan ekspor CPO pun meningkat. Hasil penelitian terhadap kedua variabel ini menunjukkan hasil yang serupa dengan model penelitian Lordkipanidze, Epperson, dan Ames (1996) di mana kedua variabel, yaitu variabel harga minyak kanola dan nilai tukar dolar Amerika Serikat-Kanada juga berpengaruh secara signifikan terhadap impor minyak kanola di Amerika Serikat. Di lain pihak, pengaruh pungutan ekspor terhadap ekspor CPO di Indonesia ternyata tidak sesuai dengan teori yang telah dikemukakan. Seharusnya, kenaikan pungutan ekspor akan menyebabkan berkurangnya volume ekspor CPO. Namun, dalam hasil estimasi ini 41
ditunjukkan bahwa kenaikan 1% penerimaan pungutan ekspor atas komoditas CPO justru menyebabkan volume ekspor CPO meningkat sebesar 0.136420%. Kondisi ini diperkirakan terjadi karena adanya respon dari eksportir CPO yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Pada dasarnya kebijakan pungutan ekspor merupakan disinsentif bagi ekspor CPO. Peningkatan pungutan ekspor akan menambah biaya ekspor sehingga harga komoditas itu sendiri menjadi tidak kompetitif di pasar dunia. Sesuai dengan tujuan kebijakan, para eksportir pun kemudian mengalihkan supplynya ke pasar domestik. Dalam jangka pendek, kondisi tersebut mengakibatkan harga di pasar domestik menurun karena adanya oversupply (pasar domestik tidak mampu menyerap seluruh supply yang ada). Di sisi lain, harga CPO di pasar dunia yang cenderung mengalami peningkatan menyebabkan eksportir terus mengejar keuntungan dengan melakukan ekspor. Meskipun nilai pungutan ekspor yang harus ditanggung juga bertambah, tetapi pertambahan beban ini diperkirakan tidak lebih besar dari keuntungan yang mereka dapatkan dengan terus melakukan ekspor. Kedua kondisi itulah yang menyebabkan eskportir terus melakukan ekspor CPO meskipun nilai pungutan ekspor meningkat. Terlebih lagi, secara tidak langsung justru petani sawitlah yang seolah-olah menanggung beban ini. Peningkatan pungutan ekspor berdampak pada penurunan daya saing CPO Indonesia di pasar dunia. Untuk mempertahankan harga di tingkat yang kompetitif, tentunya eksportir harus melakukan penekanan harga. Hal ini dilakukan dengan cara menekan harga tandan buah segar yang dibeli dari tingkat petani. Karenanya, eksportir seakan menanggung beban yang lebih kecil atas peningkatan pungutan ekspor ini. Kondisi ini pula yang dikritisi oleh Larson dalam penelitiannya, bahwa meskipun efektif untuk mengendalikan harga di pasar domestik, namun pajak ekspor justru akan berdampak negatif terhadap transfer pendapatan para petani sawit di Indonesia. 42
Uji F-statistik Dengan mengacu pada hipotesa yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan semua variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilita F-statistik yang lebih kecil dari α (p-value = 0.000000). Itu berarti, dengan tingkat keyakinan 90% secara bersama-sama faktor-faktor determinan ekspor CPO seperti nilai tukar, pungutan ekspor, dan harga CPO Indonesia berpengaruh terhadap volume ekspor CPO Indonesia secara signifikan. Uji Determinasi (R 2 ) Nilai R 2 sebesar 0.606988 menggambarkan bahwa variabel-variabel bebas dalam model mampu menjelaskan sampai dengan 60.6988 persen faktor yang mempengaruhi variabel terikatnya. Sehingga, faktor-faktor determinan ekspor CPO dalam model ini seperti nilai tukar, pungutan ekspor, dan harga CPO di pasar dunia mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap volume ekspor CPO Indonesia sebesar 60.6988 persen; sedangkan sisanya (39.9012 persen) menjelaskan bahwa masih terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi besarnya volume ekspor CPO Indonesia namun tidak disertakan dalam model ini. 5.1.2. Pengujian Kriteria Ekonometri Faktor Determinan Ekspor CPO Indonesia Multikolinieritas (Multicollinearity) Pengujian masalah multikolinearitas dengan menggunakan matriks koefisien korelasi di bawah ini menunjukkan bahwa antar faktor-faktor determinan ekspor CPO Indonesia tidak terdapat hubungan linear. Hal itu terlihat dari besaran koefisien antar variabel bebas 43
yang seluruhnya kurang dari 0.8. Pembuktian ini didukung pula dengan nilai R 2 yang cukup besar yaitu 0.606988 dan nilai probabilitas-t masing-masing variabel bebas yang signifikan (seluruh p-value < α ). Itu berarti tidak ada indikasi masalah multikolinearitas pada model ini. Tabel 5.2 Matriks Koefisien Korelasi Faktor-Faktor Determinan Ekspor CPO Indonesia LnX LnPE LnKURS LnP_CPO LnX 1.000000 0.558125-0.256558 0.679726 LnPE 0.558125 1.000000 0.164420 0.288647 LnKURS -0.256558 0.164420 1.000000-0.671526 LnP_CPO 0.679726 0.288647-0.671526 1.000000 Autokorelasi (Autocorrelation) Hasil estimasi menunjukkan bahwa DW-stat bernilai 1.780106 atau mendekati 2. Hal ini mengindikasikan tidak adanya serial correlation pada model tersebut. Akan tetapi, perlu dibuktikan lebih lanjut mengenai masalah autokorelasi ini. Untuk itu, dilakukan pengujian dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hasilnya, diketahui bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared (p-value) adalah sebesar 0.441162 atau lebih besar dari α (10%). Sehingga, hipotesa nol yang menyatakan adanya masalah autokorelasi pun ditolak. Kenyataan akan tidak adanya masalah autokorelasi pada model juga diperkuat dengan pengujian Colleogram-Q-Statistics, yang menunjukkan bahwa tidak ada nilai autocorrelation ataupun partial correlation yang melebihi garis batas pada grafik batang. Dan itu berarti, persamaan model faktor determinan ekspor CPO Indonesia tidak dipengaruhi oleh error term tahun sebelumnya. 44
Heteroskedastisitas (Heterocedasticity) Karena jumlah variabel bebas dalam persamaan faktor-faktor determinan ekspor CPO Indonesia tidak banyak, maka pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity cross term (ada interaksi antar variabel bebas). Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared (p-value) adalah sebesar 0.164071 atau lebih besar dari α (0.1). Itu berarti model tersebut tidak memiliki masalah heteroskedastisitas. 5.2. Hasil Estimasi Persamaan Faktor Harga CPO di Pasar Dunia Seperti yang dilakukan pada estimasi model persamaan sebelumnya, persamaan ini pun dilakukan dalam bentuk logaritma natural (ln) dengan menggunakan metode Two Stages Least Squares (2SLS) secara terpisah. Berikut adalah hasil estimasinya: Tabel 5.3 Hasil Estimasi Persamaan Faktor Harga CPO di Pasar Dunia Variabel Coefficient Std. Error t-statistic Prob. LNP_SOY 0.757060 0.064540 11.73011 0.0000 LNP_SUN 0.261121 0.095923 2.722187 0.0082 LNP_PET -0.038393 0.023026-1.667399 0.1000 C -0.246257 0.349546-0.704506 0.4835 R-squared 0.914193 Mean dependent var 6.005962 Adjusted R-squared 0.910408 S.D. dependent var 0.203639 S.E. of regression 0.060953 Sum squared resid 0.252639 F-statistic 241.4933 Durbin-Watson stat 0.794712 Prob(F-statistic) 0.000000 45
Sehingga diperoleh bentuk persamaan dengan spesifikasi: LnP_CPO = 0.246257 + 0.757060LnP_SOY + 0.261121LnP_SUN 0.038393LnP_PET 5.2.1. Pengujian Kriteria Ekonometri Persamaan Faktor Harga CPO di Pasar Dunia Autokorelasi (Autocorrelation) Hasil estimasi terhadap model harga CPO di pasar dunia ini menunjukkan nilai DWstat yang sangat kecil, yaitu 0.794712. Hal ini tentunya mengindikasikan adanya serial correlation pada model tersebut. Oleh karena itu, perlu dibuktikan lebih lanjut dengan melakukan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hasilnya, diketahui bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared (p-value) adalah sebesar 0.000001 atau lebih kecil dari α (10%). Sehingga, hipotesa nol diterima, dan itu berarti memang ada masalah autokorelasi pada model ini. Kenyataan akan adanya masalah autokorelasi pada model juga diperkuat dengan pengujian Colleogram-Q-Statistics yang menunjukkan adanya nilai autocorrelation ataupun partial correlation yang melebihi garis batas. Ini terjadi pada ordo pertama bagi keduanya. Dan itu berarti, model faktor harga CPO di pasar dunia ini dipengaruhi oleh error term satu tahun sebelumnya. Karena itu, diperlukan penanganan (treatment) agar masalah autokorelasi ini bisa teratasi. Dari grafik batang Colleogram-Q-Statistics terlihat bahwa pelanggaran garis batas terjadi pada ordo pertama (satu) Autocorrelation dan Partial Correlation. Itu berarti penanganan masalah ini dilakukan dengan menambahkan nilai masa lalu variabel harga CPO tepatnya satu tahun sebelumnya atau AR(1), dan juga menambahkan nilai masa lalu residualnya, tepatnya satu tahun sebelumnya atau MA(1). 46
Setelah dilakukan langkah penanganan ini, diperoleh hasil estimasi dengan spesifikasi sebagai berikut: LnP_CPO = 0.036464 + 0.527320LnP_SOY + 0.413163LnP_SUN + 0.011600LnP_PET + 0.495915 AR(1) + 0.477513 MA(1) Tabel 5.4 Hasil Treatment Masalah Autokorelasi dengan AR-MA Variabel Coefficient Std. Error t-statistic Prob. LNP_SOY 0.527320 0.094019 5.608671 0.0000 LNP_SUN 0.413163 0.137082 3.013978 0.0037 LNP_PET 0.011600 0.043535 0.266455 0.7907 C 0.036464 0.665874 0.054761 0.9565 AR(1) 0.495915 0.144005 3.443730 0.0010 MA(1) 0.477513 0.142620 3.348153 0.0014 R-squared 0.942455 Mean dependent var 6.020281 Adjusted R-squared 0.937959 S.D. dependent var 0.187489 S.E. of regression 0.046700 Sum squared resid 0.139575 F-statistic 209.6338 Durbin-Watson stat 2.031842 Prob(F-statistic) 0.000000 Inverted AR Roots.50 Inverted MA Roots -.48 Hasil penanganan (treatment) masalah serial correlations dengan penambahan variabel nilai masa lalu variabel harga CPO dan nilai residual masa lalunya, menunjukkan bahwa masalah tersebut berhasil diatasi. Hal ini terlihat dari nilai DW-Stat yang mendekati 2, dan juga nilai R 2 yang semakin besar, yaitu 94.2455%. Artinya, dengan penambahan kedua variabel tersebut, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel harga CPO di pasar dunia pun makin dapat terjelaskan. Teratasinya masalah ini juga dapat dibuktikan dengan kembali melakukan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Dari hasilnya diketahui bahwa nilai 47
probabilitas Obs*R-squared (p-value) adalah sebesar 0.322083, lebih kecil dari α (0.1). Sehingga, hipotesa nol ditolak dan itu berarti tidak ada lagi masalah autokorelasi pada persamaan model ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model persamaan ini, harga CPO di pasar dunia tidah saja dipengaruhi oleh komoditas substitusinya, tetapi juga dipengaruhi oleh harga CPO di bulan sebelumnya dan juga nilai residual bulan sebelumnya. Multikolinieritas (Multicollinearity) Dengan menggunakan matriks koefisien korelasi berikut, diketahui adanya hubungan linear antara variabel bebas yang mempengaruhi harga CPO. Hal itu terlihat dari besar nilai koefisien korelasi antara variabel harga minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari yang melebihi 0.8 (yaitu 0.859184). Akan tetapi, melihat indikasi lainnya berupa signifikansi t-statistik yang baik 23, nilai R 2 yang semakin besar yaitu 94.2455%, dan juga adanya teori yang memang menjelaskan adanya hubungan substitusi antara variabel bebas tersebut, maka masalah multikolinearitas ini dapat diabaikan. Tabel 5.5 Matriks Koefisien Korelasi Faktor Harga CPO di Pasar Dunia LNP_CPO LNP_SOY LNP_SUN LNP_PET LNP_CPO 1.000000 0.950432 0.860504 0.506804 LNP_SOY 0.950432 1.000000 0.859184 0.567038 LNP_SUN 0.860504 0.859184 1.000000 0.579472 LNP_PET 0.506804 0.567038 0.579472 1.000000 23 Kedua variabel bebas itu memiliki pengaruh yang signifikan pada perubahan harga CPO, sebab p-value minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari masing-masing adalah sebesar 0.0000 dan 0.0037 atau lebih kecil dari α. 48
Heteroskedastisitas (Heterocedasticity) Mengingat jumlah variabel bebas dalam persamaan faktor harga CPO tidak banyak, maka pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity cross term (ada interaksi antar variabel bebas). Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared (p-value) adalah sebesar 0.029002 atau lebih kecil dari α. Itu berarti dalam model tersebut terdapat masalah heteroskedastisitas. Untuk itu perlu dilakukan penanganan dengan menggunakan metode White heteroskedasticity-consistent coefficient covariance. Dengan menggunakan metode ini, diasumsikan seluruh masalah heteroskedastisitas dapat teratasi. 5.2.2. Pengujian Kriteria Statistik Persamaan Faktor Harga CPO di Pasar Dunia Uji t-statistik Setelah dilakukan penanganan (treatment) pada pengujian kriteria ekonometri, barulah model ini dapat diuji signifikansinya secara statistik. Dengan menggunakan tingkat signifikansi (α ) sebesar 10%, hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat keyakinan 90%, baik variabel harga minyak kedelai ataupun variabel harga minyak biji bunga matahari secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga CPO di pasar dunia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilita t-statistik (p-value) pada variabel harga minyak kedelai ataupun harga minyak biji bunga matahari yang masing-masing berada di bawah nilai α, yaitu 0.0000 dan 0.0037. Setiap terjadi kenaikan harga minyak kedelai sebesar 1%, maka harga CPO di pasar dunia pun bertambah sebesar 0.527320% (kenaikan harga CPO ini ditunjukkan dengan nilai koefisien yang positif). Perubahan ini searah dengan teori yang menjelaskan bahwa peningkatan harga di suatu barang, akan menyebabkan konsumen beralih ke barang 49
substitusi. Akibatnya, permintaan akan barang substitusi meningkat dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan harga barang substitusi tersebut. Dalam hal ini, kenaikan harga minyak kedelai menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan akan CPO di pasar dunia, yang kemudian berdampak pada terdongkraknya harga CPO. Hal tersebut juga tergambar pada gambar perbandingan harga CPO, harga minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari berikut ini, di mana pergerakan harga komoditas itu memiliki tren yang sama. Gambar 5.1 Perbandingan Harga CPO, Harga Soybean Oil dan Harga Sunflowerseed Oil per Bulan di Pasar Dunia Harga CPO (CIF Rotterdam ) 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Harga Soybean Oil, Harga Sunflowerseed Oil (CIF Rotterdam ) 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Jan 01 Apr 01 Jul 01 Okt Jan 02 Apr 02 Jul 02 Okt Jan 03 Apr 03 Jul 03 Okt Jan 04 Apr 04 Jul 04 Okt Jan 05 Apr 05 Jul 05 Okt Jan 06 Apr 06 Jul 06 Okt Bulan Harga CPO Harga Sunflow erseed Oil Harga Soybean Oil Sumber: Reuters, dikeluarkan oleh Kantor Pemasaran Bersama PTPN Hal yang sama terjadi pada komoditas minyak biji bunga matahari yang juga memiliki hubungan substitusi dengan CPO sebagai salah satu jenis minyak nabati. Kenaikan 1% harga minyak biji bunga matahari berdampak pada pelonjakan harga CPO di pasar dunia sebesar 0.413163%. Meskipun demikian, pengaruh perubahan harga minyak biji bunga matahari terhadap harga CPO tidaklah sebesar pengaruh perubahan harga 50
minyak kedelai. Hal ini dikarenakan minyak kedelai merupakan substitusi utama bagi CPO, baik sebagai pemenuh kebutuhan minyak nabati, maupun sebagai salah satu sumber energi alternatif minyak bumi. Di sisi lain, hasil estimasi menunjukkan bahwa harga minyak bumi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan harga CPO di pasar dunia. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilita t-statistik (p-value) yang berada di atas nilai α, yaitu 0.7907. Meskipun CPO merupakan sumber energi alternatif bagi minyak bumi, namun penyebab utama terjadinya ketidaksignifikanan ini adalah karena minyak bumi bukanlah faktor utama yang mempengaruhi perubahan harga CPO di pasar dunia. Terlebih lagi, ada ketidaksamaan arah dalam perubahan tren pada kedua data variabel tersebut pada saat memasuki periode pertengahan tahun 2005 hingga akhir tahun 2006, di mana pada saat harga minyak bumi meningkat tajam, harga CPO di pasar dunia justru mengalami penurunan, dan sebaliknya. Tren pergerakan harga ini dapat diamati pada gambar berikut. Gambar 5.2 Perbandingan Harga CPO dan Harga Minyak Bumi per Bulan di Pasar Dunia Harga Minyak Bumi Harga CPO (US$/ ton) (US$/Barrel) 600 80,00 500 70,00 60,00 400 50,00 300 40,00 200 30,00 100 0 Jan 01 Apr 01 Jul 01 Okt 01 Jan 02 Apr 02 Jul 02 Okt 02 Jan 03 Apr 03 Jul 03 Harga CPO Okt 03 Jan 04 Apr 04 Jul 04 Okt 04 Harga Minyak Bumi Jan 05 Apr 05 Jul 05 Okt 05 Jan 06 Apr 06 Jul 06 Okt 06 20,00 10,00 - Bulan Sumber: Reuters, dikeluarkan oleh Kantor Pemasaran Bersama PTPN dan International Monetary Fund, www.imf.org/external/np/res/commod/index.asp 51
Di samping itu, perlu dianalisa lebih lanjut bahwa ternyata harga CPO di pasar dunia terpengaruh oleh harga CPO dan nilai residual satu bulan sebelumnya. Dengan nilai probabilita t-statistik (p-value) yang masing-masing berada di bawah nilai α, yaitu 0.0010 dan 0.0014, maka kedua variabel ini dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga CPO. Di mana setiap terdapat kenaikan 1% harga CPO dan residual di bulan sebelumnya, maka harga CPO di pasar dunia saat itu akan meningkat sebesar masing-masing 0.495915 persen dan 0.477513 persen akibat pengaruh kedua variabel tersebut secara berturut-turut. Uji F-statistik Secara keseluruhan, variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilita F-statistik yang lebih kecil dari α (p-value = 0.000000). Itu berarti dengan tingkat keyakinan 90%, secara bersama-sama variabel-variabel bebas seperti harga minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak bumi, harga CPO di bulan sebelumnya, dan juga nilai residual bulan sebelumnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga CPO di pasar dunia. Uji Determinasi (R 2 ) Penanganan masalah ekonometri menghasilkan nilai R 2 yang lebih baik dari estimasi awal, yaitu dari nilai R 2 sebesar 0.914193 menjadi 0.942455. Kenaikan nilai R 2 menandakan bahwa terdapat faktor-faktor lain selain variabel-variabel komoditas substitusi CPO (minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan minyak bumi) yang ternyata turut berpengaruh terhadap harga CPO di pasar dunia dan tidak terjelaskan pada estimasi persamaan awal. Variabel-variabel tersebut adalah harga CPO di bulan sebelumnya dan juga nilai residual bulan sebelumnya. Sehingga, diperoleh kesimpulan bahwa seluruh 52
variabel dalam model persamaan tersebut mampu menjelaskan sampai dengan 94.2455 persen faktor yang mempengaruhi harga CPO di pasar dunia; sedangkan sisanya (5.7545 persen) menjelaskan bahwa masih terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi besarnya harga CPO namun tidak disertakan dalam model ini. 53