KARAKTERISTIK SAPI MADURA BETINA BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT DI KECAMATAN GALIS DAN KADUR KABUPATEN PAMEKASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

CHARACTERISTIC OF MADURA RACES BULL AT SUMENEP IN DIFFERENT AGE GROUP.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

KARAKTERISTIK DAN KINERJA INDUK SAPI SILANGAN LIMOUSIN-MADURA DAN MADURA DI KABUPATEN SUMENEP DAN PAMEKASAN

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

KARAKTERISTIK SAPI SONOK DAN SAPI KERAPAN PADA UMUR YANG BERBEDA DI KABUPATEN PAMEKASAN PULAU MADURA

Yogyakarta 2 Departmen Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Evaluasi Penyimpangan Bobot Badan...Muhammad Iqbal

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual

SAPI RAMBON (Trinil Susilawati, Fakultas peternakan Universitas Brawijaya)

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

Bibit sapi potong - Bagian 3 : Aceh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

INFLUENCE OF ALTITUDE ON HTC (Heat Tolerance Coefficient) CROSSBREED CATTLE (LIMPO) HEIFER FEMALE BEFORE AND AFTER CONCENTRATE GIVEN ABSTRACT

Bibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

IDENTIFIKASI GRADE PADA BIBIT SAPI ACEH BETINA DI PUSAT PEMBIBITAN INDRAPURI

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Nahl B. Dirgareindo

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos)

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna,

KARAKTERISTIK FENOTIP SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KAMBING KACANG DI KABUPATEN MUNA BARAT. ABSTRAK

Bibit sapi potong - Bagian 4 : Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

Jurnal Penelitian Peternakan Indonesia Vol 1(2):28-32, Agustus 2017 Nandia Thara Dhita et.al

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

PENDUGAAN BOBOT BADAN PADA SAPI ACEH DEWASA MENGGUNAKAN DIMENSI UKURAN TUBUH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

Transkripsi:

KARAKTERISTIK SAPI MADURA BETINA BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT DI KECAMATAN GALIS DAN KADUR KABUPATEN PAMEKASAN Angga Putra Ismu Pradana¹, Woro Busono² dan Sucik Maylinda² ¹Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya ²Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya anggapip93@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sapi Madura betina yang dipelihara di ketinggian tempat yang berbeda di Kabupaten Pamekasan. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Madura betina umur kurang dari 1 sampai 1,5 tahun sebanyak 12 ekor pada dataran rendah, 21 ekor pada dataran tinggi dan sapi Madura betina umur lebih dari 1,5 sampai 2 tahun sebanyak 28 ekor pada dataran rendah, 19 ekor pada dataran tinggi. bahwa sapi Madura betina pada umur dan ketinggian tempat yang berbeda memiliki sifat kualitatif yang sama yakni warna dominan tubuh merah kecoklatan, memiliki tanduk, memiliki warna putih pada kaki, memiliki garis punggung, serta memiliki warna hitam di bagian bawah telinga dan ujung ekor berwarna hitam. Berdasarkan hasil penelitian rataan lingkar dada di dataran tinggi lebih tinggi yaitu 141,1±7,8 cm dibanding dengan rataan lingkar dada di dataran rendah yakni 133,6±10,4 cm. Rataan panjang badan di dataran tinggi lebih tinggi yaitu 116,7±7,1 cm dibanding dengan rataan panjang badan di dataran rendah yakni 111,1±6,6 cm. Rataan tinggi badan di dataran tinggi lebih tinggi yaitu 114,0±3,8 cm dibanding dengan rataan tinggi badan di dataran rendah yakni 112,1±5,4 cm. Rataan bobot badan di dataran tinggi lebih tinggi yaitu 212,8±26,8 kg dibanding dengan rataan bobot badan di dataran rendah yakni 154,0±36,8 kg. bahwa suhu rektal di dataran tinggi lebih rendah yaitu 37,9±0,6 o C dibanding dengan rataan suhu rektal di dataran rendah yakni 38,0±0,5 o C. Rataan frekuensi pernapasan di dataran tinggi lebih rendah yaitu 28,7±2,8/menit dibanding dengan rataan frekuensi pernapasan di dataran rendah yakni 30,7±1,89/menit. Rataan HTC di dataran tinggi lebih rendah yaitu 2,2±0,1 dibanding dengan rataan HTC di dataran rendah yakni 2,3±0,1. Kata Kunci: HTC, sapi Madura betina, statistik vital. J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 64

CHARACTERISTICS OF MADURA COWS IN DIFFERENT ALTITUDES AT PAMEKASAN Pradana API¹, W Busono² and S Maylinda² ¹Student of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University ²Lecturer of Animal Husbandry Facultty, Brawijaya University ABSTRACT This research was conducted at Galis Sub-district as lowland (5 m above sea level) and Kadur sub-district as highland (264 m above sea level). The aim of the research was to find out the influence of the elevation on Madura cows based on the qualitative and quantitative characters. Methods used in this study were survey and directly measurement in the field. Qualitative characters were body color, horn, white color in the bottom of the feet, dark line on back, black color at ear, black color at the tail. Quantitative characters are body weight (BW), chest girth (CG), body length (BL), body height (BH), rectal temperature, and respiration rate. The result of this research showed that age factor of cows in the different altitude give influence in different average for body weight (BW), chest girth (CG), body length (BL), body height (BH). Age of cows in the different altitude gave the influence in different average for respiration rate, rectal temperatures of cows, but age factor of cows in different altitude did not give the influence in average for and HTC. The qualitative traits of Madura cows in different altitude have dominant color which their body is red brown, have horn, have white color on feet, have dark line on the back, also have black color in their ears and black at the tail. The qualitative traits of Madura heifer was the same in different age. The age difference and altitude affect the quantitative traits of Madura cows including body weight (BW), chest girth (CG), body length (BL), body height (BH). Meanwhile, rectal temperature, respiration rate, and HTC were influenced by age and elevation of the location. Keywords: HTC, Madura heifer, vital statistics. PENDAHULUAN Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi Zebu (Bos indicus) dan menjadi salah satu bangsa sapi lokal Indonesia. Sapi ini memiliki kemampuan daya adaptasi yang baik terhadap stres pada lingkungan tropis, keadaan pakan yang kurang baik, mampu hidup dan berkembang dengan baik. Sapi Madura menunjukkan respon yang cukup baik dengan perbaikan lingkungan. Beberapa keunggulan lain dari sapi Madura yaitu memiliki reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan sapi dari Bos taurus, lebih tahan terhadap panas dan penyakit caplak (Hartatik, Mahardika, Widi, dan Baliarti, 2009). Karakteristik sapi Madura sudah sangat seragam, yaitu bentuk J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 65

tubuhnya kecil, kaki pendek dan kuat, bulu berwarna merah bata agak kekuningan tetapi bagian perut dan paha sebelah dalam berwarna putih dengan peralihan yang kurang jelas, bertanduk khas dan jantannya bergumba. Pengembangan sapi Madura ini banyak dilakukan di Pulau Madura. Oleh karena itu, kemurnian dari sapi Madura ini sangat dijaga sehingga di wilayah Madura dilarang melakukan perkawinan silang. Pulau Madura merupakan wilayah yang memiliki kontribusi besar (sekitar 21%) terhadap populasi sapi potong di Jawa Timur (Siswijono, Nurgiartiningsih dan Hermanto, 2013). Berdasarkan data statistik Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur pada tahun 2015 populasi ternak sapi potong mengalami peningkatan sebesar 3,44% dari tahun 2014 sebesar 4.125.333 menjadi 4.267.325 di tahun 2015. Populasi sapi potong tahun 2015 di Kabupaten Sumenep sebanyak 353.124 ekor, Kabupaten Pamekasan sebanyak 155.086 ekor, Kabupaten Sampang sebanyak 211.176 ekor dan kabupaten Bangkalan sebanyak 197.675 ekor (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur, 2015). Peningkatan populasi sapi Madura harus selalu diimbangi oleh pemeliharaan ternak yang baik. Pemeliharaan sapi yang baik dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya pola pemeliharaan, kualitas dan kuantitas pakan serta faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan tersebut adalah ketinggian tempat. Ketinggian tempat yang berbeda menyebabkan perbedaan suhu udara, kelembaban, dan curah hujan. Pengaruh dari perbedaan tingkat ketinggian tersebut secara tidak langsung adalah ketersediaan pakan hijauan serta terjadinya cekaman atau ternak merasa tidak nyaman yang akan berdampak pada produksi ternak tersebut. Menurut Kadarsih (2004), faktor yang mempengaruhi daya adaptasi adalah faktor suhu dan kelembaban, pada kehidupan ternak sapi diperlukan suhu optimal 13-18 o C dan apabila suhu naik 1-10 o C dari optimal maka ternak akan mengalami depresi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh ketinggian tempat yang berbeda dengan karakteristik sapi Madura. Karateristik sapi Madura meliputi sifat kualitatif dan sifat kuantitaf. Sifat kualitatif sapi Madura meliputi meliputi warna dominan, tanduk, warna putih pada kaki, garis punggung, warna hitam dibawah telinga, warna ujung ekor dan indeks kepala, sedangkan sifat kuantitatif meliputi lingkar dada, panjang badan, tinggi badan dan bobot badan. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di dataran rendah Kecamatan Galis (5 m dpl) dan dataran tinggi Kecamatan Kadur (264 m dpl), Kabupaten Pamekasan mulai dari 6 April sampai dengan 6 Mei 2016. Materi yang digunakan dalam penelitian ini 40 ekor sapi Madura betina pada masing masing dataran. Umur sapi dibedakan atas pergantian gigi permanen PI0 dan PI2 (Permanent Incicivi). Penentuan umur sapi sesuai Standar Nasional Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan survei dengan pengumpulan data primer. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan peternak dan pengamatan langsung di lapang. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Suhu dan kelembaban lingkungan. 2. Bobot badan ternak diukur dengan menggunakan timbangan. 3. Lingkar dada (LD) diukur secara melingkar di belakang gumba atau di belakang os scapula dengan J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 66

menggunakan pita ukur melingkar dinyatakan dalam cm. 4. Panjang badan (PB) diukur secara lurus dari Tuber humerus sampai benjolan tulang tapis (Tuber ischii) diukur dengan menggunakan alat berupa mistar dinyatakan dalam cm. 5. Tinggi badan (TB) diukur jarak tegak lurus dari punggung atau belakang gumba sampai ketanah atau lantai diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm. 6. Frekuensi pernafasan dan suhu tubuh sapi, yang merupakan variabel untuk perhitungan HTC dengan menggunakan rumus Benezra (Benezra, 1954). HTC= Tb Fr + Keterangan : 38,3 23 HTC : Heat Tolerance Coefficient Tb : Rataan harian suhu tubuh sapi ( C) Fr : Rataan harian frekuensi pernafasan sapi selama 1 menit 38,3 : Angka standart suhu tubuh sapi ( C) 23 : Angka standart frekuensi pernafasan sapi selama 1 menit HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di ketinggian tempat yang berbeda, di dataran rendah berlokasi di Desa Lembung, Kecamatan Galis. Kecamatan Galis memiliki luas wilayah 31.86 km² terletak pada 113 19-113 58 BT dan 6 51-7 31 LS. Desa Lembung berada di ketinggian 5 m dpl dengan suhu rata-rata 32 o C dengan kelembaban 80%. Dataran tinggi berlokasi di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan. Kecamatan Kadur memiliki luas wilayah 52,42 km 2 terletak pada 113 19-113 58 BT dan 6 51-7 31 LS. Desa Bangkes berada di ketinggian rata-rata dari permukaan air laut adalah 264 m dpl dengan temperatur rata-rata maksimal 30 C dan minimal 28 C, dan dengan kelembaban udara mencapai 80% (Badan Pusat Statitik Kabupaten Pamekasan, 2016). 2. Sifat Kualitatif Sapi Madura Betina Sapi Madura memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dengan sapi dari bangsa lain. Hasil pengamatan sifat kualititatif sapi Madura betina meliputi warna dominan, tanduk, warna putih pada kaki, garis punggung, warna hitam dibawah telinga, warna ujung ekor dan indeks kepala. Hasil perhitungan frekuensi sifat kualitatif dari sapi Madura betina dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil yang diperoleh warna dominan tubuh kuning kecoklatan pada PI0 38,10% -41,67% baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi sedangkan sedangkan untuk PI2 pada dataran rendah memperoleh 43%-47%. Warna dominan tubuh coklat tua diperoleh 58%-62% pada PI0 sedangkan pada PI2 memperoleh 53%- 57%. Warna dominan sapi Madura terdapat dua variasi warna yakni kuning kecoklatan dan warna merah tua atau bata. Pada sapi PI0 memiliki warna dominan tubuh cenderung lebih cerah ketimbang PI2. Menurut Aisiyah (2000), warna yang menonjol pada sapi Madura adalah coklat muda, namun beberapa sapi Madura juga berwarna kuning atau kehitaman. Berdasarkan hasil pengamatan sapi Madura betina yang memiliki tanduk sebesar 67%- 100% dan yang tidak memiliki tanduk J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 67

sebesar 24% - 33%. Sapi Madura betina memiliki tanduk kecil, pendek dan mengarah keluar. Tanduk tumbuh seiring dengan pertambahan umur sapi, semakin tua umur sapi tanduk akan tumbuh semakin panjang. Hasil pengamatan diperoleh persentase warna putih pada kaki bawah sebesar 71%-89% dan yang tidak memiliki warna putih pada kaki sebesar 11%-28%. Hasil pengamatan diperoleh persentase sapi Madura betina yang memiliki garis punggung sebesar 28%-50% sedangkan yang tidak memiliki garis punggung sebesar 50% - 71% Tabel 1. Sifat kualitatif sapi Madura betina berdasarkan ketinggian tempat Sifat Kualitatif Dataran Rendah (5 m dpl) Dataran Tinggi (264 m dpl) N PI 0 N PI 2 N PI 0 N PI 2 Kuning Kecoklatan 5 42 12 43 8 38 9 47 Warna Dominan Coklat Tua 7 58 16 57 13 62 10 53 Ada 8 67 28 100 16 76 19 100 Tanduk Tidak Ada 4 33 - - 5 24 - - Warna Putih Jelas 10 83 25 89 15 71 15 79 pada Kaki Tidak Jelas 2 17 3 11 6 28 4 21 Garis Jelas 6 50 8 28 9 43 8 42 Punggung Tidak 6 50 20 71 12 57 11 58 Tampak Warna Hitam Jelas 12 100 27 96 19 90 19 100 Di Bawah Tidak Jelas - - 1 3 2 9 - - Telinga Warna Ujung Hitam 12 100 28 100 21 100 19 100 Ekor Warna Lain - - - - - - - - Indeks Kepala 12 0,49 28 0,45 21 0,44 19 0,45 Garis punggung berwarna hitam merupakan salah satu karakter unik dari sapi Madura. Sapi Madura betina seharusnya tidak memiliki garis punggung berwarna hitam. Garis punggung yang muncul pada sapi Madura betina, dikarena sapi Madura merupakan hasil dari persilangan dari Bos sondaicus. Menurut Smith yang disitasi oleh Kosim (2007), sapi Madura merupakan hasil dari kawin silang antara banteng (Bos sondaicus) dengan Zebu (Bos indicus) yang sudah jinak. Karakteristik lain yang jadi parameter pengamatan adalah warna hitam di pinggir telinga serta warna pada ujung ekor. Hasil pengamatan memperoleh hanya sebesar 3%-9% sapi yang tidak memiliki warna hitam di pinggir telinga sedangkan sapi yang memiliki warna hitam di pinggir telinga sebesar 90%-100%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua sampel sapi Madura betina yang diamati memiliki warna hitam pada ujung ekor. Sapi Madura memiliki telinga yang J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 68

berwarna hitam pada pinggirnya serta memiliki ujung ekor yang berwarna hitam (SNI, 2013). Indeks kepala adalah besarnya perbandingan antara lebar dan panjang kepala ternak yang diukur membagi lebar dengan panjang kepala. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rataan dari indeks kepala sapi Madura betina untuk PI0 sebesar 0,44 0,49 sedangkan indeks kepala pada PI2 sebesar 0,45. 3. Sifat Kuantitatif Sapi Madura Betina Tabel 2. Sifat kuantitatif dan bobot badan sapi Madura betina berdasarkan ketinggian tempat Sifat Kuantitatif Dataran Rendah (5 m dpl) Dataran tinggi (264 m dpl) LD (cm) PI0 (12) 114,6±9,6 PI0 (21) 121,6±9,9 PI2 (28) 133,6±10,4 PI2 (19) 141,1±7,8 PB (cm) PI0 (12) 96,5±13,5 PI0 (21) 100,0±11,2 PI2 (28) 111,1±6,6 PI2 (19) 116,7±7,1 TB (cm) PI0 (12) 102,8±8,1 PI0 (21) 106,1±6,1 PI2 (28) 112,1±5,4 PI2 (19) 114,0±3,8 BB (kg) PI0 (12) 106,3±19,2 PI0 (21) 134,2±25,3 PI2 (28) 154,0±36,8 PI2 (19) 212,8±26,8 Hasil pengamatan sifat kuantitatif sapi Madura betina meliputi lingkar dada (LD), panjang badan (PB), tinggi badan (TB), dan bobot badan (BB). Rataan hasil pengamatan sifat kuantitatif dapat diamati pada Tabel 2. lingkar dada sapi semakin bertambah memiliki pengaruh terhadap lingkar dada sapi, pada dataran tinggi lingkar dada lebih besar dibanding dengan dataran rendah (P<0.01). Pengaruh lingkungan juga berdampak besar terhadap pertumbuhan ternak. Temperatur lingkungan dapat memepengaruhi tingkat konsumsi pakan ternak. Menurut Munthalib (2003), ternak yang berada pada tempat bersuhu tinggi akan lebih banyak mengkonsumsi air dibandingkan dengan makan untuk mengatur panas dalam tubuhnya. panjang badan sapi semakin bertambah memiliki pengaruh terhadap panjang badan sapi, panjang badan di dataran tinggi lebih besar dibanding dengan dataran rendah (P<0.05). Rataan terendah panjang badan sapi Madura betina pada penelitian ini adalah 96,5±13,4 cm dan rataan tertinggi 116,7±7,1 cm. tinggi badan sapi semakin bertambah tidak memiliki pengaruh terhadap tinggi badan sapi (P>0.05). Faktor umur memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya umur sapi maka tinggi badan akan mengalami peningkatan. bobot badan sapi semakin bertambah memiliki pengaruh terhadap bobot badan sapi, pada dataran tinggi bobot badan lebih J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 69

besar dibanding dengan dataran rendah (P<0.01). Rataan bobot badan sapi Madura betina pada dataran rendah diperoleh 106,3±19,2 kg untuk PI0 dan untuk rataan bobot badan PI2 sebesar 154,0±36,8 kg. Rataan bobot badan pada dataran tinggi dengan umur yang sama diperoleh 134,2±25,3 kg dan 212,8±26,8 kg. Bobot badan merupakan salah satu tolak ukur produksi sapi potong. Bobot badan sapi dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan antara lain suhu udara serta umur sapi. Menurut Kadarsih (2004), faktor yang mempengaruhi adaptasi adalah faktor suhu dan kelembaban, pada kehidupan ternak sapi diperlukan suhu optimal 13-18 o C. 4. Suhu Rektal, Frekuensi Pernapasan dan HTC Sapi Madura Betina Suhu tubuh dan frekuensi pernafasan merupakan parameter dasar yang dipakai untuk menduga daya adaptasi ternak terhadap cekaman. Respon ternak terhadap suhu rektal sapi semakin rendah kondisi lingkungan berbeda-beda, salah tidak memiliki pengaruh terhadap satunya respon terhadap lingkungan tempat peningkatan atau penurunan suhu rektal ternak dipelihara. Heat Tolerance sapi (P>0.05). Berdasarkan hasil yang merupakan ketahanan ternak terhadap panas sekitarnya. Ketinggian pada suatu diperoleh rataan suhu rektal ternak pada umur PI0 dan PI2 pada dataran rendah tempat pemeliharaan ternak dapat sebesar 38,4±0,5 o C/menit dan memberikan pengaruh terhadap ternak. 38,0±0,5 o C/menit sedangkan pada dataran Selain panas yang berasal dari proses tinggi sebesar 38,4±0,3 o C/menit dan metabolisme pakan, suhu udara yang tinggi 37,9±0,6 o C/menit. Berdasarkan data yang dapat juga meningkatkan beban panas pada diperoleh bahwa sapi Madura memiliki ternak. Kondisi tersebut dapat daya adaptasi yang baik terhadap mengakibatkan ternak mengalami kesulitan lingkungan. Sapi Madura menunjukkan dalam pelepasan panas. Cekaman panas respon yang cukup baik dengan pada sapi ditandai dengan meningkatnya lingkungan. Menurut Wiliamson dan Payne pernafasan, suhu rektal (Broucek et al. (1993), kisaran suhu ternak normal adalah 2006). Rataan suhu rektal, frekuensi 37-39 o C. pernapasan dan HTC sapi Madura betina dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Suhu rektal, frekuensi pernapasan dan HTC sapi Madura betina Peubah Dataran Rendah (5 m dpl) Dataran tinggi (264 m dpl) Suhu Rektal PI0 (12) 38,4±0,5 PI0 (21) 38,4±0,3 PI2 (28) 38,0±0,5 PI2 (19) 37,9±0,6 Frekuensi pernapasan PI0 (12) 31,1±2,2 PI0 (21) 29,7±1,6 PI2 (28) 30,7±1,9 PI2 (19) 28,7±2,8 HTC PI0 (12) 2,4±0,1 PI0 (21) 2,3±0,1 PI2 (28) 2,3±0,1 PI2 (19) 2,2±0,1 J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 70

bahwa umur sapi tidak memiliki pengaruh terhadap rata-rata frekuensi pernapasan sapi (P>0,05). Perbedaan ketinggian tempat mempengaruhi peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan sapi, pada dataran tinggi frekuensi pernapasan lebih rendah dibanding dengan dataran rendah (P<0.01). Berdasarkan hasil yang diperoleh rataan frekuensi pernapasan ternak pada umur PI0 dan PI2 pada dataran rendah sebesar 31,1±2,2/menit dan 30,7±1,9/menit sedangkan pada dataran tinggi sebesar 29,7±1,6/menit dan 28,7±2,8/menit. Frekuensi pernapasan di dataran rendah lebih cepat dibanding dengan dataran tinggi. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh perbedaan suhu antara dataran rendah dan dataran tinggi serta adanya tekanan pada saat pengukuran frekuensi pernapasan. Menurut Rakhman (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fisiologi ternak adalah suhu, kelembaban, aktifitas otot, kebuntingan dan tingkat stres. bahwa umur sapi tidak memiliki pengaruh terhadap ratarata HTC sapi (P>0.05). Perbedaan ketinggian tempat mempengaruhi peningkatan atau penurunan HTC sapi, pada dataran tinggi HTC lebih rendah dibanding dengan dataran rendah (P<0.01). Nilai HTC pada ketinggian tempat yang berbeda menandakan ternak mengalami cekaman panas, karena iklim tropis seperti di Indonesia cenderung memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi. Menurut Monstma (1984), ternak dikatakan merasa nyaman, jika nilai HTC = 2 dan semakin tinggi nilai HTC yang diperoleh maka semakin rendah tingkat ketahanan ternak tersebut. Nilai HTC tertinggi pada data yang diperoleh adalah 2,4±0,1 dan rataan nilai terendah adalah 2,2±0,1. Berdasarkan hasil penelitian sapi Madura memiliki nilai HTC diatas 2, artinya sapi tersebut mengalami cekaman. Namun selisih nilai tersebut tidak terpaut jauh sehingga bisa dikatakan daya adaptasi sapi Madura cukup baik dengan lingkungan KESIMPULAN 1. Sapi Madura betina pada ketinggian tempat dan umur yang berbeda memiliki sifat kualitatif yang sama yaitu warna dominan tubuh coklat tua, memiliki tanduk, memiliki warna putih pada kaki, memiliki garis punggung, memiliki warna hitam pada bawah telinga, memiliki ujung ekor berwarna hitam. 2. Sapi Madura betina di dataran tinggi memiliki ukuran statistik vital seperti lingkar dada, panjang badan, tinggi badan dan bobot badan lebih besar dibanding dengan sapi Madura betina di dataran rendah kecuali tinggi badan, sedangkan umur terhadap statistik vital dan bobot badan tidak berpengaruh. 3. HTC sapi Madura betina di dataran tinggi memiliki lebih rendah dibanding dengan HTC sapi Madura di dataran rendah, sedangkan umur tidak berpengaruh. SARAN Berdasarkan hasil penelitian sapi Madura mempunyai performans yang lebih baik di dataran tinggi daripada di dataran rendah. Pengembangan sapi Madura lebih baik dilakukan di dataran tinggi. J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 71

DAFTAR PUSTAKA Aisiyah, N. 2000. Studi Ukuran Tubuh Sapi Madura di Desa Samaran Kecamatan Tambelangan Kabupaten Sampang Madura. Institut Pertanian Bogor. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pamekasan. 2013. Profil Kabupaten Pamekasan. Badan Standarisasi Nasional. 2013. Bibit Sapi Potong Bagian 2: Madura. Standar Nasional Indonesia 7651.2. Bahri, S. 2008. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ternak Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. Benezra, M. V. 1954. A New Index for Measure the Adaptabillity of Cattle to Tropical Condition. Proc. J. Anim. Sci. 13. 1015. Broucek, J., Mihina S., Ryba S., Tongel P., Kisac P., Uhrincat M. and Hanus A. 2006. Effects of High Air Temperatures on Milk Efficiency Dairy Cows. Anim Sci 3: 93 101. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur. 2015.http://disnak.jatimprov.go.id/ web/layananpublik/datastatistik/sta tistikpopulasiternak. Diakses Tanggal 27 Juni 2016. Kadarsih, S. 2004. Performans Sapi Bali Berdasarkan Ketinggian Tempat di Daerah Transmigrasi Bengkulu. Fakultas Peternakan Universitas Bengkulu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol.6 No. 1 Hal. 50-56. Bengkulu. Kosim, M. 2007. Kerapan Sapi; Pesta Rakyat Madura (Perspektif Historis Normatif). Karsa, Vol. XI No. 1. Monstma, G. 1984. Tropical Animal Production I (Climat and Housing). T20 D Lecture Notes E400-103. Munthalib, R. A. 2003. Karakteristik Karkas dan Daging Turunan F1 Empat Bangsa Pejantan dengan Sapi Bali Betina. J Indon Trop Anim Agric 28 : 7-10 Rakhman, A. 2008. Studi Pengaruh Unsur Cuaca terhadap Respon Fisiologi dan Produksi Susu Sapi Perah PFH di Desa Cibogo dan Lengansari, Lembang, Bandung Barat. Skirpsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor Siswijono, S.B., Nurgiartiningsih, V.M.A., dan Hermanto. 2013. Pengembangan Model Kelembagaan Konservasi Sapi Madura. Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan, Melalui DIPA Universitas Brawijaya Nomor: DIPA-023.04.2.414989/2013. Sk Rektor Universitas Brawijaya, Nomor: 295. Williamson, G. and W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi Ketiga.Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. J. Ternak Tropika Vol. 16, No.2: 64-72, 2015 72