PEMODELAN INTERAKSI PROSES BISNIS PERENCANAAN PRODUKSI DAN PENGADAAN MATERIAL DI PT. XYZ MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIC MINER

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

ANALISIS KINERJA ALGORITMA PENGGALIAN PROSES UNTUK PEMODELAN PROSES BISNIS PERENCANAAN PRODUKSI DAN PENGADAAN MATERIAL DENGAN KRITERIA CONTROL-FLOW

PEMBUATAN MODEL PROSES INTERAKSI PERENCANAAN PRODUKSI DAN MANAJEMEN MATERIAL PADA ERP DENGAN PROCESS MINING

ANALISIS KINERJA ALGORITMA PENGGALIAN PROSES UNTUK PEMODELAN PROSES BISNIS PERENCANAAN PRODUKSI DAN PENGADAAN MATERIAL PADA PT

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ( X Print) 1

ANALISIS PERGERAKAN MATERIAL UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PROSES DI GUDANG MATERIAL PT.XYZ MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIC MINER

ANALISIS PERGERAKAN MATERIAL UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PROSES DI GUDANG MATERIAL PT.XYZ MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIC MINER

PEMANFAATAN PROCESS MINING PADA E-COMMERCE

Analisis Kesesuaian dan Variasi Pola Pengambilan Mata Kuliah Terhadap Kurikulum Dengan Teknik Penggalian Proses

Identifikasi Bottleneck pada Hasil Ekstraksi Proses Bisnis ERP dengan Membandingkan Algoritma Alpha++ dan Heuristics Miner

Suviani Ningrum Dosen Pembimbing I : Mahendrawathi Er. S.T., M.Sc., Ph.D.

ANALISIS DAMPAK KUALITAS MATERIAL TERHADAP PROSES BISNIS PENERIMAAN MATERIAL PRODUKSI MENGGUNAKAN ALGORITMA DUPLICATE GENETIC DI PT.

ANALISIS DAMPAK KUALITAS MATERIAL TERHADAP PROSES BISNIS PENERIMAAN MATERIAL PRODUKSI MENGGUNAKAN ALGORITMA DUPLICATE GENETIC DI PT.

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Evaluasi Proses Bisnis ERP dengan Menggunakan Process Mining (Studi Kasus : Goods Receipt (GR) Lotte Mart Bandung)

Evaluasi Proses Bisnis ERP dengan Menggunakan Process Mining (Studi Kasus : Goods Receipt (GR) Lotte Mart Bandung)

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-issn: X

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

Analisis Pola Pengambilan Mata Kuliah dan Kinerja Mahasiswa Tiap Angkatan dengan Menggunakan Teknik Process Mining

Heuristics Miner. A. Proses Bisnis Pada Pengadaan Barang dan Jasa 'Establish the goods and services that will be

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Proses Bisnis bagian Produksi di PT Gramasurya

BAB 4 HASIL KINERJA SISTEM ERP PADA MODUL MATERIAL MANAGEMENT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TEORI PENUNJANG

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, sumber daya manusia, piranti lunak (software), dan piranti keras. dengan memanfaatkan teknologi informasi (TI).

JSIKA Vol. 5, No. 11, Tahun 2016 ISSN X

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) A-100

e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.1 April 2015 Page 1517

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan bahan baku (Bhattacharyya, 2011). target penjualan (made to stock) dan pesanan pelanggan (made to order) untuk

ANALISA KELAYAKAN PENERAPAN ERP PADA PT. PWI DENGAN MENGGUNAKAN SWOT

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

Analisis dan Implementasi Process Mining Menggunakan Fuzzy Mining (Studi Kasus: Data BPI Challenge 2014)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Koordinasi kerja biasanya lebih sering digunakan dalam proses bisnis logistik.

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP

BAB II LANDASAN TEORI

Kostumisasi Rancangan Sistem Informasi Manufaktur pada Impelementasi PowerMax (Studi Kasus PT. ALSTOM Power ESI) Pratama.W.Budiarta /

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan finansial yang akurat, sesuai dengan kondisi bisnis, baik di dalam

SAP FUNDAMENTALS LOGISTICS PART 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dikelolah, maka tidak sedikit instansi maupun badan usaha yang ada

PROSES PERENCANAAN PRODUKSI #1

Sistem Informasi Akuntansi I. Modul ke: 13Feb. Pengantar ERP (Enterprise Resource Planning) Fakultas. Afrizon, SE, M.Si, Ak. Program Studi Akuntansi

BAB IV GLOBAL PURCHASE ORDER

BAB 1 PENDAHULUAN. diperbaharui dalam perusahaan untuk dapat menjadi market leader didalam bisnis

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Kegiatan analisis sistem yang berjalan dilakukan dengan analisis yang

APLIKASI MANAJEMEN PERKANTORAN E*/**

BAB 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan kini telah menjadi sebuah tuntutan. Penerapan Teknologi

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN

Fungsi Bisnis dan Proses Bisnis

MANAJEMEN RESIKO PROYEK PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK MYBIZ 2 DI SOFTWARE HOUSE ABC

EVALUASI PENERAPAN MODUL MANAJEMEN MATERIAL (MM) SAP UNTUK PENGADAAN MATERIAL DI PT. PETROKIMIA GRESIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Process Mining pada Proses Pengadaan Buku dengan Algoritma Heuristic Miner (Studi Kasus : Perpustakaan Universitas Telkom)

Analisis dan Implementasi Process Mining Menggunakan Fuzzy Mining (Studi Kasus: Data BPI Challenge 2014)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI MANAJEMEN PERKANTORAN E */**

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

TUGAS AKHIR KS141501

EVALUASI MODEL NAVIGASI PADA ONLINE ASSESSMENT TEST MENGGUNAKAN PROCESS MINING STUDI KASUS : THE BRITISH ENGLISH COURSE

PEMODELAN DAN SIMULASI PROSES BISNIS PRODUKSI PADA INDUSTRI BAJA DENGAN COLOURED PETRI NETS

III. METODE KONVENS IONAL 11. REKAYASA SISTEM BERBASIS KOMPUTER

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) Chapter 10

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MAKALAH ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMODELAN PROSES BISNIS B2B DENGAN BPMN (STUDI KASUS PENGADAAN BARANG PADA DIVISI LOGISTIK)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Project Time Management adalah suatu kegiatan yang mencakup semua proses dan

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I-1

BAB 1 PENDAHULUAN. terintegrasi agar mampu memberikan informasi yang real time sehingga

Model-Model Perusahaan. Mahendrawathi ER, Ph.D Mudjahidin, M.T.

Penggunaan Algoritma Genetik dengan Pemodelan Dua Tingkat dalam Permasalahan Penjadwalan Perawat pada Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum XYZ Surabaya

2 digudang juga harus tetap terpantau terus menerus. Untuk itu diperlukan sebuah sistem yang dapat memanajemen atau merencanakan keluar masuknya baran

Lab. Teknik Industri Lanjut LEMBAGA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI. p j UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. hasil analisis ini digambarkan dan didokumentasiakan dengan metodologi

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN APLIKASI ORDER TRACKING UNTUK BAGIAN PURCHASING BERBASIS WEB PADA PT.ABC

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI SISTEM MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU DI PT. LISA CONCRETE INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang produksi kapal beserta

Analisis Proses Bisnis. III.1 Tinjauan terhadap Proses Bisnis Saat Ini

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Objek Pembelajaran. Objek Pembelajaran. Pertemuan 2 Klasifikasi Sistem Informasi

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

EVALUASI SISTEM ERP BERBASIS SUNFISH MODUL PRODUCTION PADA PT. GARUDA TWINJAYA

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK)

I. PENDAHULUAN. Di masa yang akan datang, siap ataupun tidak, sistem industri manufaktur

Transkripsi:

PEMODELAN INTERAKSI PROSES BISNIS PERENCANAAN PRODUKSI DAN PENGADAAN MATERIAL DI PT. XYZ MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIC MINER Noval Arsad 1 Mahendrawathi ER. 2 Renny P. Kusumawardani 3 Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : 1 arsad09@mhs.is.its.ac.id, 2 mahendra_w@its-sby.edu, 3 renny@is.its.ac.id Abstrak PT. XYZ Indonesia merupakan anak perusahaan dari sebuah perusahaan multinasional yang memiliki proses bisnis utama adalah memproduksi sepatu. Untuk menjalankan proses ini, perusahaan menjalankan serangkaian proses bisnis pendukung, yaitu proses pengadaan material dan perencanaan produksi. Setiap rencana produksi yang dilakukan mengacu pada input prognosis dari kantor pusat, sedangkan dalam pengadaan material akan selalu mengacu pada kebutuhan yang muncul pada rencana produksi. Di dalam rencana produksi, main planner perusahaan selalu menetapkan jadwal mulai produksi. Jadwal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat memenuhi permintaan kantor pusat tepat waktu. Pada kenyataannya, aktivitas proses produksi sering terjadi keterlambatan. Diduga, keterlambatan ini disebabkan oleh keterlambatan penerimaan dan rilis material di warehouse, serta seringnya rencana produksi mengalami perubahan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemodelan proses bisnis yang terkait dengan interaksi antara proses pengadaan material dan perencanaan produksi. Pemodelan proses bisnis bisa dilakukan dengan metode penggalian proses yang memanfaatkan data catatan kejadian pada sistem informasi perusahaan untuk membangun sebuah model. Algoritma yang digunakan adalah algoritma Heuristic miner. Pengerjaan tugas akhir ini bertujuan untuk memodelkan proses bisnis yang telah dijelaskan sebelumnya, ke dalam sebuah model proses yang berbentuk petri net. Kata Kunci: Proses bisnis, Perencanaan Sumber Daya Perusahaan, Penggalian Proses, Catatan Kejadian, Petri Net, Heuristic miner. 1. PENDAHULUAN Perusahaan yang sudah menggunakan aplikasi ERP biasanya mendefinisikan proses bisnis berdasarkan situasi ideal. Padahal dalam pelaksanaannya sangat mungkin terjadi perbedaaan antara proses bisnis yang telah didefinisikan dengan proses bisnis yang dilaksanakan sehari-hari (real processes). Misalnya ada aktivitas yang tidak dilalui oleh pengguna sistem pada proses bisnis tertentu. Hal ini bisa saja karena aktivitas yang dilewati tersebut tidak memiliki peran signifikan dalam proses yang sedang dilakukan. Untuk mendeteksi perbedaan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilakukan dengan membuat model proses bisnis dari aplikasi ERP. Tetapi, pembuatan model proses bisnis ini bukan hal yang mudah, mengingat banyaknya proses bisnis dan aktivitas yang terlibat didalamnya. Salah satu cara yang digunakan untuk membentuk model proses bisnis adalah dengan penggalian proses atau yang juga yang dikenal sebagai process mining. Teknik ini adalah salah satu teknik manajemen proses yang mengekstrak dan membentuk model dari sebuah proses bisnis dengan memanfaatkan informasi dari catatan kejadian sistem informasi perusahaan (Weber, 2009). Model yang terbentuk kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik tertentu, salah satunya adalah Petri Net, yaitu alat pemodelan matematik dan grafik yang menggambarkan sistem terdistribusi. Model yang dihasilkan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan efisiensi proses bisnis yang sedang dijalankan (Murata, 1989). PT. XYZ Indonesia merupakan perusahaan manufaktur yang membuat komponen upper shoe dan sepatu untuk PT. XYZ international. Untuk membantu operasional proses bisnisnya perusahaan menggunakan aplikasi SAP. Proses bisnis utama yang terdapat di perusahaan ini adalah proses perencanaan produksi yang dijalankan dengan modul production planning (PP) dan proses pengadaan material yang dijalankan dengan modul material management (MM). Untuk itu berdasarkan permasalahan yang dijabarkan, pada tugas akhir ini akan dilakukan pemodelan terhadap proses pengadaan material yang berhubungan dengan proses perencanaan produksi. Dari hasil pemodelan tersebut akan dilakukan analisis untuk melihat bagaimana sebenarnya proses pengadaan material itu berjalan. 2. TEORI PENUNJANG a. Pemodelan Proses Bisnis Pemodelan proses bisnis didefinisikan sebagai sebuah gambaran sederhana dari proses bisnis (Carnaghan, 2005). Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan sebuah representasi tertentu dari informasi proses bisnis. Ada dua tipe Pemodelan Proses Bisnis, yaitu; sebagai model dasar (baseline) untuk situasi terkini dan sebagai model yang dituju (to be) untuk situasi baru yang ingin dicapai. b. Penggalian Proses Penggalian proses adalah istilah yang dipakai untuk metode penyulingan deskripsi proses 1

terstruktur dari kumpulan eksekusi nyata (Aalst, Adriansyah, & Karla, 2009). Ada dua alasan penggalian proses sangat bermanfaat; pertama, dapat digunakan sebagai perangkat untuk mengetahui bagaimana orang atau sebuah prosedur bekerja. Kedua, penggalian proses dapat digunakan untuk melakukan analisis Delta, seperti membandingkan proses aktual dengan proses bisnis yang telah ditentukan sebelumnya. c. Catatan Kejadian (Event Log) Catatan kejadian merupakan kumpulan catatan aktivitas-aktivitas yang dilakukan seorang pengguna di dalam sebuah sistem atau aplikasi sistem informasi. Sebuah catatan kejadian memuat kejadian. Kejadian adalah terjadinya aktivitas di dalam suatu proses tertentu pada sebuah kasus. d. Algoritma Heuristic miner Heuristic miner adalah algoritma yang menggunakan pendekatan lokal untuk membangun model proses. Algoritma ini merupakan pengembangan lanjut dari algoritma alpha dengan mempertimbangkan frekuensi urutan relasi di dalam catatan kejadian (Weijters & Aalst, 2009). Karakteristik ini yang membuat heuristic miner mampu menangani gangguan yang terjadi, dan juga dapat menentukan perilaku utama sistem. Algoritma heuristic miner mempertimbangkan urutan aktivitas di dalam kasus, bukan urutan kejadian antar kasus. Dengan rumus dependensi relasi (1) sebagai berikut: 1. a > w b adalah jumlah kejadian a > w b pada W 2. a => w b = (1) e. Dimensi Evaluasi Pengukuran performa model yang dihasilkan dengan Algoritma Genetika dapat diukur dengan menggunakan 3 dimensi evaluasi yaitu fitness, presisi, dan struktural (Rozinat, Medeiros, Gunther, Weijters, & Aalst, 2007). 1. Fitness Fitness digunakan untuk mengukur kesesuaian antara log peristiwa dan model proses. Nilai fitness bisa diukur menggunakan rumus berikut(rozinat & Aalst, 2009): (2) Keterangan k = jumlah jejak yang berbeda dengan catatan yang ada. Untuk setiap catatan jejak i (1 i k) ni = jumlah instan proses dari jejak i mi = jumlah token yang hilang dari jejak i ri = jumlah token yang tersisa dari jejak i pi = jumlah token yang diproduksi dari jejak i. Ukuran fitness yang dihasilkan mempunyai range 2. Presisi Presisi digunakan untuk mengukur ketepatan model proses yang dihasilkan. Ketepatan ini dilihat dari berapa banyak trace yang mungkin terbentuk dan bukan berasal dari log. Pengukuran presisi bisa dihitung menggunakan rumus Advaced Behavioral Appropriateness berikut (Rozinat & Aalst, 2009): (3) = relasi Sometimes follows = relasi Sometimes precedes = relasi Sometimes follows = relasi Sometimes precedes Ukuran advance behavioral appropriatenessyang dihasilkan mempunyai range 3. Struktural Dimensi struktural yang menunjukkan kompleksitas dari bentuk model dalam menangani XOR dan AND. Pengukuran dimensi ini dapat dihitung dengan rumus Advanced Structural Appropriateness berikut (Rozinat & Aalst, 2009): (4) Keterangan: Jumlah semua aktivitas yang terdapat = dalam sebuah model, termasuk juga aktivitas bayangan Jumlah dari jumlah aktivitas ganda = dalam sebuah model Jumlah aktivitas bayangan di dalam = sebuah model Ukuran Structural appropriateness yang dihasilkan mempunyai range. 3. METODOLOGI Metode ini digunakan sebagai panduan agar tahapan pengerjaan penelitian ini berjalan terarah dan sistematis. Tahapan metode penelitian dalam penyusunan penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1. Pengerjaan penelitian ini disesuaikan dengan kerangka konseptual penggalian proses, yang terdiri dari tiga fase. Fase fase ini digabungkan dengan dua aktivitas pengerjaan penelitian lainnya, yaitu tahap studi literatur, dan pembuatan laporan penelitian. 4. PEMODELAN PROSES BISNIS a. (6) Studi Kasus Proses perencanaan produksi pada PT. XYZ Indonesia dilakukan oleh divisi main planning. Tidak hanya membuat perencanaan awal, main planning juga bertugas untuk terus memantau perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Tidak jarang sebuah perencanaan yang telah dibuat, harus dilakukan perubahan karena berbagai alasan, tetapi mayoritas perubahannya disebabkan karena ada perubahan pada prognosis dari PT. XYZ Internasional. 2

Gambar 1 Metodologi Penelitian Pada proses perencanaan produksi sendiri terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan oleh seorang main planner dalam kesehariannya. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah : 1. Run MRP (Materials Requirement Planning) merupakan aktivitas yang dilakukan pada perangkat lunak SAP untuk menghitung kebutuhan berdasarkan struktur produk. Pada PT. XYZ Indonesia, aktivitas ini dilakukan secara otomatis oleh sistem setiap seminggu sekali pada hari Rabu malam. 2. Planned Order merupakan rencana produksi yang dihasilkan dari aktivitas Run MRP. Sebuah planned order bisa dimaknai sebagai proposal dari sistem bahwa dibutuhkan sejumlah perencanaan untuk memenuhi kebutuhan produk atau material yang berada di tingkat lebih atas. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian studi kasus, bahwa pada proses rilis order akan ditentukan produk yang diproduksi, material apa yang digunakan, kapan produksi dimulai, kapan selesai, dan sebagainya. Semua informasi ini tersimpan di dalam sebuah plan order. Perubahan planned order yang dilakukan seorang main planner mencakup beberapa hal, yaitu: a. Merubah status material b. Mengubah rencana waktu mulai proses produksi c. Mengubah rencana waktu selesai proses produksi d. Mengubah rencana waktu penerimaan material e. Menghapus atau mengganti komponen material Dari kelima hal di atas, perubahan (a) merupakan hal yang wajar, dan dilakukan dalam selang waktu sekali dalam seminggu. Perubahan (b), dan (c) merupakan perubahan yang hanya dilakukan apabila terjadi perubahan prognosis dari PT. XYZ Internasional. Perubahan yang terjadi adalah penambahan jumlah produksi atau perubahan tenggat waktu pengiriman produk akhir ke warehouse PT. XYZ Internasional. Hal ini menyebabkan PT. XYZ Indonesia harus mengimbangi perubahan ini dengan memajukan atau memundurkan jadwal produksi. Konsekuensi dari hal ini adalah terjadi perubahan prioritas planned order. Cara penentuan prioritas sendiri dilihat berdasarkan kedekatan waktu produksi. Jika semakin dekat, maka prioritas akan semakin tinggi. Prioritas yang dimaksud yaitu prioritas untuk mendapatkan komponen material. Semakin tinggi prioritas sebuah planned order, maka semakin diutamakan untuk komponen materialnya bisa segera terpenuhi. Caranya adalah dengan mengambil alih alokasi komponen material dari planned order yang tidak menjadi prioritas. Pengalihan ini dimungkinkan terjadi karena sebuah komponen material tidak dikunci khusus pada satu planned order. Alasan tidak dikunci karena untuk menjaga perubahan-perubahan yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika dikunci, maka PT. XYZ Indonesia harus selalu memesan komponen material lagi setiap ada perubahan. Hal ini dihindari, karena akan menyebabkan penumpukan material dan juga menyebabkan pembengkakan biaya. 3. Status Material merupakan aktivitas penentuan status dari sebuah komponen material yang digunakan untuk satu produk tertentu. Kebutuhan komponen material akan dibandingkan dengan jumlah ketersediaan komponen material pada inventori PT. XYZ Indonesia. Berdasarkan hasil perbandingan itu, ada empat jenis status yang telah ditetapkan oleh PT. XYZ Indonesia, yaitu: a. Material Status A, apabila saat ini jumlah ketersediaan komponen material di inventori kurang dari kebutuhannya, dan bagian main planning telah mengajukan rekuisisi pembelian kepada departemen pembelian (purchasing) untuk membeli komponen material yang dimaksud. b. Material Status B, apabila saat ini jumlah ketersediaan komponen material di inventori kurang dari kebutuhannya, dan departemen pembelian telah mengirimkan perintah pemesanan (purchase order) kepada pemasok, tetapi belum mendapat konfirmasi kesanggupan atau kapan komponen material akan dikirim oleh pemasok. c. Material Status L, apabila saat ini jumlah ketersediaan komponen material di inventori kurang dari kebutuhannya, tetapi pemasok telah mengkonfirmasi kesanggupannya untuk menyediakan komponen material atau saat ini komponen material dalam proses pengiriman d. Material Status C, adalah status yang muncul jika jumlah ketersediaan komponen material di inventori bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan material. 4. Materials Issued merupakan aktivitas yang hanya bisa dilakukan apabila status sebuah material adalah C. Di dalam aktivitas ini pihak warehouse mulai mengeluarkan komponen material sesuai dengan kebutuhan yang diminta. Tetapi, tidak ada sebuah pengikat atau jaminan yang menunjukkan bahwa 3

sebuah komponen material akan dikunci khusus pada satu planned order saja. 5. Start Production merupakan aktivitas terakhir dalam rangkaian proses perencanaan produksi. Sebuah plan order sebelumnya harus dikonversi menjadi production order baru kemudian bisa dimulai proses produksinya. b. Data Pengambilan data terdiri atas 4 fase, yaitu: 1. Fase persiapan Fase ini dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas pada proses bisnis, memetakan aktivitasaktivitas tersebut dengan tabel basis data SAP, dan menentukan atribut-atribut yang relevan. Kegiatan ini ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Fase Persiapan Data Tabel Aktivitas Atribut SAP Planned Order Material Status Materials Issued Start Production PLAF PLAF AUFM AFKO Order Number Material Planned Order Qty Requirement Qty Order Finish Date Production Start Date Production Finish Date Date of Action (Creation) Availability Confirm Material Order Number Posting Date Order Number Actual Start Date Actual Finish Date Created On 2. Fase Ekstraksi Langkah ekstraksi data dilakukan dengan mengakses software SAP, dengan transaction code SE16. Kemudian untuk setiap tabel yang akan diekstrak datanya, ambil masing-masing atribut yang telah ditentukan. 3. Strukturisasi Data Data yang telah diekstrak kemudian disusun ke dalam format catatan kejadian (event log), yaitu sebagai berikut: a. Material+Size, berasal dari atribut material b. OrderNo, berasal dari atribut order number c. Nama Aktivitas d. Tanggal aktivitas, berasal dari date of creation 4. Konversi Data Data yang telah diambil kemudian harus dikonversi ke dalam format yang bisa dibaca oleh perangkat lunak ProM. Proses konversi dibantu oleh tool Disco. c. Penggalian Proses 1. Input Pada tahap ini, masukan yang digunakan adalah data catatan kejadian yang telah dikonversi ke dalam format.mxml. Selain itu, pada algoritma Heuristic miner, terdapat beberapa parameter yang perlu diatur. Parameter tersebut antara lain: a. Parameter relative-to-best threshold b. Parameter positive observations c. Parameter dependency threshold Penjelasan mengenai maksud dari ketiga parameter dan bagaimana nilai ambang atau nilai parameter berdasarkan tujuan pembuatan model proses telah dijelaskan di bab 2,yaitu berdasarkan tujuan model yang ingin diperoleh hasilnya. Pada tugas akhir ini, ada dua tujuan model yang ingin dilihat hasilnya, yaitu: a. Model proses ideal, artinya model yang mendekati dengan ketentuan perusahaan, tanpa mempertimbangkan kasus-kasus dengan frekuensi yang kecil. Hal ini agar bisa dilakukan perbandingan dengan ketetapan dari PT. XYZ Indonesia. b. Model proses non-ideal, artinya model yang mendeteksi semua jenis kasus yang terdapat pada data catatan kejadian, termasuk kasus dengan frekuensi kejadian kecil. Berbeda dengan model pertama, model kedua ini akan digunakan untuk melihat variasi kasus atau skenario-skenario yang muncul pada proses perencanaan di PT. XYZ Indonesia. 2. Proses Penggalian proses dilakukan dengan menggunakan tool ProM, dengan pilihan algoritma adalah heuristic miner. Kemudian untuk parameter yang digunakan, akan dibedakan berdasarkan kedua tujuan model yang telah disebutkan sebelumnya. Nilai untuk setiap parameter ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2 Input penggalian proses model Parameter (a) 0.9 0.1 Parameter (b) 10 10 Parameter (c) 0.05 0.05 3. Output Hasil penggalian proses terdiri dari petri net model proses dan skenario-skenario yang terdapat pada data catatan kejadian. Oleh karena parameter yang digunakan berbeda, maka petri net yang dihasilkan juga berbeda. Berikut ini penjelasan untuk setiap petri net dan skenario yang muncul. a. Model proses parameter ideal Nilai parameter yang berperan untuk menghasilkan model heuristic net seperti pada gambar 2 adalah parameter ambang batas dependensi, yang diberikan nilai sebesar 0,9. Hanya relasi antar dua aktivitas yang memiliki nilai dependensi mulai dari 0,9 ke atas yang dibolehkan masuk ke dalam model. Jika diamati pada gambar 2, semua relasi dependensi antar aktivitas adalah yang memiliki nilai probabilitas dependensi antara 0,991 hingga 0,999. Setelah mendapatkan model heuristic net, berikutnya adalah mengubahnya ke bentuk model petri net. Perubahan ini bisa dilakukan secara otomatis 4

menggunakan bantuan perangkat lunak ProM. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 3. Gambar 2 Heuristic net parameter model ideal Gambar 3 Petri net parameter model ideal b. Model proses parameter non-ideal Model yang dihasilkan dari masukan parameter model non-ideal ditunjukkan pada gambar 4. Pada gambar terlihat ada perbedaan dengan model proses dari parameter ideal, yaitu relasi dependensi antara aktivitas material status C dengan aktivitas Start Production ikut masuk ke dalam model heuristic net. Gambar 4 Heuristic net parameter model non-ideal Masuknya relasi dependensi yang disebutkan sebelumnya adalah sebagai akibat dari nilai ambang batas dependensi yang diturunkan dari 0,9 menjadi 0,1. Sehingga, relasi dependensi yang memiliki nilai probabilitas dependensi lebih dari 0,1 akan dianggap relasi normal atau wajar, dan dimasukkan pada model heuristic net dan model petri net. Setelah mendapatkan heuristic net, langkah selanjutnya adalah mengubah heuristic net menjadi petri net. Perubahan ini perlu dilakukan, karena petri net merupakan salah satu bentuk representasi pemodelan proses bisnis. Sedangkan heuristic net tidak termasuk ke sebagai alat representasi. Hasil perubahan dari kedua jenis heuristic net ditunjukkan melalui gambar 5. Gambar 5 petri net parameter model non-ideal c. Skenario Keluaran lain dari penggalian proses adalah skenario. Berikut adalah keterangan singkat mengenai kedelapan skenario tersebut. 1. Skenario 1 : Run MRP Plan Order Material Status C Run MRP Materials Issued Start Production. 2. Skenario 2 : Run MRP Plan Order Material Status L Run MRP Materials Issued Start production. 3. Skenario 3 : Run MRP Plan Order Material Status L Run MRP Material Status L Run MRP Material Status L Run MRP Material Status L Run MRP Materials Issued Start Production. 4. Skenario 4 : Run MRP Plan Order Material Status L Run MRP Material Status C Run MRP Materials Issued Start Production. 5. Skenario 5 : Run MRP Plan Order Material Status A Run MRP Material Status L Run MRP Material Status L Run MRP Materials Issued Start Production 6. Skenario 6 : Run MRP Plan Order Material Status C Run MRP Material Status C Run MRP Material Status C Run MRP Materials Issued Start Production. 7. Skenario 7 : Run MRP Plan Order Material Status L Run MRP Material Status B Run MRP Material Status B Run MRP Material Status L Run MRP Materials Issued Start Production. 8. Skenario 8 : Run MRP Plan Order Material Status L Run MRP - Material Status L Run MRP - Material Status B Run MRP - Materials Issued Start Production. 5. ANALISIS Analisis dilakukan dengan membandingkan kedua petri net yang dihasilkan dari bagian sebelumnya. Kemudian dilakukan evaluasi kedua model dengan membandingkan nilai dimensi fitness, presisi, dan struktur. a. Perbandingan Aktivitas pada Model Proses Urutan aktivitas pada model non-ideal terlihat lebih kompleks dibandingkan dengan proses bisnis ideal. Pada model petri net terlihat ada urutan aktivitas yang berjalan dalam mode perulangan. Pada petri net model proses non-ideal yang ditunjukkan pada gambar 5, terlihat bahwa ada 5

aktivitas lain yang muncul. Aktivitas ini ditunjukkan dengan kotak hitam pada model, atau aktivitas ini dikenal dengan nama aktivitas bayangan. Aktivitas ini merupakan aktivitas yang tidak terdapat pada data catatan kejadian, dan secara otomatis ditambahkan oleh perangkat lunak ProM untuk membantu keperluan rute pada model. Pada kenyataannya, aktivitas bayangan ini tidak ada. Dari segi urutan aktivitas, terlihat bahwa urutan perubahan aktivitas berjalan dalam mode perulangan. Ada juga urutan aktivitas yang berbeda dengan hasil wawancara dari main planner. b. Evaluasi Model Evaluasi kedua model dilakukan dengan mencari nilai untuk dimensi fitness, presisi, dan struktur. Cara perhitungan untuk ketiga dimensi ini telah dijabarkan pada teori penunjang. Sedangkan hasil penghitungan untuk kedua model ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3 Hasil evaluasi model berdasarkan 3 dimensi Model Fitness Presisi Struktur Model Proses Ideal 0,93 0,83 1 Model Proses Non-ideal 0,87 0,78 0,8 Dari hasil evaluasi yang ditunjukkan pada tabel 3, terlihat bahwa nilai ketiga dimensi untuk model proses ideal lebih tinggi dibandingkan dengan nilai untuk model proses non-ideal. Penyebab utama yang membuat nilai evaluasi model proses non-ideal cukup rendah adalah karena terdapat dua aktivitas bayangan yang sebenarnya tidak terdapat pada data catatan kejadian. Dengan adanya kedua aktivitas bayangan tersebut, dari model proses non-ideal akan sangat mungkin menghasilkan kasus baru yang tidak ada pada data catatan kejadian, hal ini menyebabkan nilai presisi menjadi rendah. Untuk dimensi struktur, yang dinilai adalah adanya aktivitas yang redundan atau aktivitas bayangan. Karena pada model proses non-ideal terdapat dua aktivitas bayangan, sehingga nilai dimensi struktur tidak bisa mencapai nilai optimal. Dimensi fitness memiliki nilai yang rendah, hal ini karena pada saat pengulangan skenario atau log replay, ada token yang selalu tersisa (remaining) pada akhir pengulangan. Posisi terjadinya hal ini adalah pada aktivitas bayangan. Semakin banyak token yang tersisa, membuat nilai fitness model semakin menurun. 6. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Berdasarkan penggalian proses dan analisis yang telah dilakukan, berikut adalah beberapa kesimpulan yang diperoleh: 1. Jumlah aktivitas pada model proses ideal adalah sebanyak 8 aktivitas, dan sesuai dengan aktivitas yang diidentifikasi saat pengambilan data. Sedangkan pada model proses non-ideal terdapat 10 aktivitas, yang mana 2 aktivitas lainnya merupakan aktivitas bayangan yang sebenarnya tidak ada pada pre-defined business process. 2. Urutan aktivitas pada model proses ideal dan non-ideal sama berjalan dalam mode perulangan. Hal yang membedakan adalah pada model nonideal, setelah aktivitas Material Status C ada kemungkinan untuk diikuti oleh aktivitas Start Production. Padahal dalam kenyataannya, urutan ini tidak didefinisikan. 3. Nilai parameter yang berperan penting adalah nilai dependency threshold. Nilai ini yang menentukan apakah relasi antara dua aktivitas bisa diikutkan di dalam sebuah model proses atau tidak. 4. Semakin rendah nilai dependency threshold dimasukan, maka semakin banyak pula urutan relasi aktivitas yang masuk ke dalam model. Sebaliknya, jika semakin tinggi, maka semakin sedikit urutan relasi aktivitas yang masuk ke dalam model b. Saran Beberapa saran yang bisa diberikan untuk pengembangan penelitian ini adalah: 1. Sebaiknya dilakukan identifikasi terlebih dahulu pada jenis data catatan kejadian yang diperoleh. Algoritma heuristic miner lebih cocok digunakan pada data catatan kejadian yang berada pada skala kecil, dan tidak terlalu banyak aktivitas di dalam proses. 2. Selain parameter dependency threshold, masih ada beberapa parameter lain, yang diduga bisa digunakan untuk memunculkan jenis model proses yang berbeda. 7. DAFTAR PUSTAKA [1] Aalst, W. v., Weijters, A., & Ma, L. (2009). Workflow Mining: Discovering process models from event logs. Department of Technology Management, Eindhoven University of Technology. [2] Carnaghan, C. (2005). Business Process Modeling Approaches in the Context of Process Level Audit Risk. School of Accountancy, University of Waterloo. [3] M.S., S., & R.J., R. S. (2010). A Role of HM Algorithm in the Business Process System. int. J. Comp. Tech. Appl. Vol. 2(2), 340-344. [4]Piessens, D. (2011). Event Log Extraction from SAP ECC 6.0. Eindhoven: Department of Mathematics and Computer Science, Eindhoven University of Technology. [4] Rozinat, A., & Aalst, W. v. (2009). Conformance Checking of Processes Based on Monitoring Real Behavior. [5] Weijters, A., Aalst, W. v., & A.K. (2009). Process Mining with the HeuristicsMiner Algorithm. Department of Technology Management, Eindhoven University of Technology. 6