BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. di danau dan lautan, air sungai yang bermuara di lautan akan mengalami

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB III METODE PENELITIAN

KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN WADUK KRENCENG, CILEGON, BANTEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

2.2. Struktur Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

PLANKTONOLOGI. Ir. I Wayan Restu, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MANAJEMEN KUALITAS AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Zooplankton yang ditemukan. Jumlah Individu/l St 1 St 2 St 3 St 4 St 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter fisik-kimia dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang, yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB III METODE PENELITIAN. data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung,

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

banyaknya zat anorganik di perairan. Kecepatan pertumbuhan populasi enceng gondok dan ganggang hijau ini dapat mengganggu biota perairan yang lain

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Keterkaitan Antara Kelimpahan Zooplankton dengan Fitoplankton dan Parameter Fisika-Kimia di Perairan Jailolo, Halmahera Barat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x. tertinggi didapatkan pada media air rendaman kangkung.

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

KAJIAN KEPADATAN JENIS PLANKTON PADA SAWAH TAMBAK DI DESA MARGOANYAR KECAMATAN GLAGAH KABUPATEN LAMONGAN. Endah Sih Prihatini dan Masbuhin

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

ROTIFERA PADA AREA BEKAS TAMBANG EMAS DI KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG ROTIFERA AT GOLD MINED AREAS IN KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

I. PENDAHULUAN. kejayaan pada tahun 1930an. Tidak heran bila Sawahlunto, yang hari jadinya

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI DANAU OPI JAKABARING PALEMBANG. Lusi Kusmeri 1) dan Dewi Rosanti 2)

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Zooplankton merupakan plankton yang bersifat hewani, berperan sebagai konsumen primer dalam ekosistem perairan. Menurut Barus (2002) dalam (Yuliana, 2014, h. 26) kelompok zooplankton yang banyak terdapat di ekosistem air adalah dari jenis Crustacea (Copepoda dan Cladosera) serta Rotifera. Zooplankton dapat ditemui mulai dari perairan pantai, perairan estuaria di muara sungai sampai di perairan samudra, dari perairan tropis hingga perairan kutub, dari permukaan hingga perairan dalam. Hampir semua hewan laut yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar laut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton (Nontji, 2008, h. 13). Zooplankton merupakan organisme laut yang memainkan peran yang sangat penting dalam menopang rantai makanan di laut. Walaupun daya geraknya terbatas dan distribusinya ditentukan oleh keberadaan makanannya, zooplankton berperan pada tingkat energi yang kedua yang menghubungkan produsen utama (fitoplankton) dengan konsumen dalam tingkat makanan yang lebih tinggi (golongan ikan dan udang). (Fitriya dan Lukman, 2013, h. 220). 59

60 2. Profil Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di estuari Cipatireman pantai sindangkerta Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Estuari Cipatireman biasanya digunakan masyarakat untuk menangkap ikan sebagai sumber makanan. Lokasi pencuplikan zooplankton dibagi menjadi 6 (enam) stasiun. Setiap stasiun dibagi menjadi 3 (tiga) kuadrat. Antar stasiun berjarak 10 m. lokasi pencuplikan dilakukan ditiga titik yaitu tepi kanan, tengah, dan tepi kiri. B. Hasil Penelitian 1. Jenis Zooplankton Di Estuari Cipatireman Zooplankton yang ditemukan di daerah estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta pada setiap stasiun dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 4.1: Tabel 4.1. Zooplankton yang ditemukan di estuari Pantai Sindangkerta Kelas Ordo Famili Genus Spesies Temoridae Eurytemora Eurytemora affinis Calanoida Calanidae Calanus Calanus sp Undinula Undinula sp Crustaceae Diaptomidae Nauplius (larva Copepoda) Cyclopoida Cyclopidae Megacyclops Megacyclops viridis Harpacticoida Aegisthidae Aegisthus Aegisthus mucronatus Rotifera Ploima Brachionidae Keratella Keratella cochlearis Brachionus Brachionus urceolaris Brachionus plicatilis Brachionus rotundiformis

61 Pada tabel 4.1 Zooplankton yang ditemukan di estuari Pantai Sindangkerta terdiri dari 2 (dua) kelas yaitu kelas Crustaceae dan kelas Rotifera. Pada kelas Crustaceae terdapat 3 (tiga) ordo yaitu Calanoida, Cyclopoida, dan Harpacticoida. Famili pada kelas Crustaceae terdapat 5 (lima) famili yaitu Temoridae, Calanidae, Diaptomidae, Cyclopidae, dan Aegisthidae. Genus pada kelas Crustaceae terdapat 6 (enam) genus dan 6 (enam) spesies yang salah satunya termasuk larva Copepoda. Sedangkan pada kelas Rotifera terdapat 1 (satu) ordo yaitu Ploima dan 1 (satu) famili yaitu Brachionidae. Pada kelas Rotifera terdapat 2 (dua) genus dan 4 (empat) spesies. 2. Kondisi Parameter Fisika-Kimia Perairan di estuari Cipatireman Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan meliputi suhu, derajat keasaman (ph), salinitas, oksigen terlarut (DO), dan kandungan materi organik (KMO), di Perairan estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta selama pengamatan disajikan dalam Tabel 4.2 Tabel 4.2.Nilai Parameter Fisika-Kimia di Perairan estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta NO FAKTOR KLIMATIK stasiun I stasiun II stasiun III stasiun IV stasiun V stasiun VI 1 Suhu Air ( o C) 32 32 32 32 33 33 Derajat Keasaman 2 (ph) 8,5 8,6 8,6 8,6 8,5 8,6 3 Salinitas ( 0 /00) 2 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 Oksigen terlarut 4 (mg.l -1 ) 1,9 2,2 2,5 2,4 1,9 1,8 5 KMO AIR (mg/l) 12 12 12 12 12 12

62 Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan suhu air dari semua stasiun penelitian yaitu stasiun I sampai stasiun VI diperoleh nilai berkisar antara 32-33 o C. untuk derajat keasaman (ph) dari semua stasiun penelitian diperoleh nilai berkisar antara 8,5 8,6. Salinitas dari semua stasiun penelitian diperoleh nilai berkisar antara 1,7 2 0 /00. Oksigen terlarut dari semua stasiun penelitian diperoleh nilai berkisar antara 1,8 2,5 mg.l -1. Untuk KMO air dari semua stasiun penelitian diperoleh nilai sebesar 12 mg/l. 3. Komposisi dan Kelimpahan Jenis Zooplankton Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi zooplankton diperoleh bahwa komposisi zooplankton di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta terdiri dari 10 (sepuluh) zooplankton yang terdiri dari 2 (dua) kelas yaitu kelas Crustaceae (5 jenis) serta larva Copepoda dan Rotifera (4 jenis). Kelas Crustaceae dan Rotifera terdapat pada semua stasiun penelitian. Komposisi zooplankton yang ditemukan selama penelitian didominasi oleh Nauplius (larva Copepoda) (kelas Crustaceae), Brachionus urceolaris dan Brachionus rotundiformis (kelas Rotifera). Hasil pencacahan pada semua stasiun didapatkan bahwa Nauplius (larva Copepoda) (kelas Crustaceae), Brachionus urceolaris dan Brachionus rodundiformis (kelas Rotifera) terdapat pada semua stasiun penelitian. Jenis terbanyak dijumpai pada stasiun III. Nauplius (larva Copepoda) ditemukan dalam jumlah besar yaitu 66 %. Hasil perhitungan nilai persentase komposisi zooplankton pada setiap jenis disajikan pada Gambar 4.1:

63 Gambar 4.1. Diagram Persentase Komposisi Zooplankton Pada gambar 4.1 komposisi zooplankton berdasarkan gambar di atas menunjukkan Nauplius (larva Copepoda) memperoleh presentase yang tertinggi dengan nilai presentase sebesar 66%. Jenis ke dua yang memperoleh persentase tertinggi yaitu jenis Brachionus urceolaris dengan nilai presentase sebesar 29%. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari semua stasiun penelitian bahwa komposisi zooplankton di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta terdiri dari 10 (sepuluh) zooplankton yang terdiri dari 2 (dua) kelas yaitu

64 kelas Crustaceae (5 jenis) serta larva Copepoda dengan nilai presentase sebesar 68% dan Rotifera (4 jenis) dengan nilai presentase sebesar 32%. Gambar 4.2. Persentase Komposisi Setiap Kelas Zooplankton di daerah estuari Berdasarkan gambar 4.2 presentase komposisi setiap kelas zooplankton, Kelas Crustaceae dan Rotifera terdapat pada semua stasiun penelitian. Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan pada semua stasiun selama penelitian didominasi oleh Nauplius (larva Copepoda) (kelas Crustaceae) dengan nilai presentase sebesar 97%. Sedangkan pada kelas Rotifera didominasi oleh jenis

65 Brachionus urceolaris dengan nilai presentase sebesar 88%. Pada jenis Brachionus rotundiformis memperoleh nilai presentase sebesar 8%, pada jenis Brachionus plicatilis memperoleh nilai presentase sebesar 3%, dan pada jenis Karatela cochlearis memperoleh nilai presentase sebesar 1%. Perhitungan jumlah jenis zooplankton dilakukan dengan menggunakan alat yaitu Sedgewick-Rafter Cell. Jumlah total zooplankton per satu liter sampel air dapat dihitung dengan menggunakan rumus: n = (a x 1000) x c l dengan: n adalah jumlah plankton per liter air a adalah jumlah rata-rata plankton plankton dalam 1 ml subsampel c adalah ml plankton pekat l adalah volume sampel air semula dalam liter (Michael, 1994, h. 227) Kelimpahan zooplankton antar stasiun penelitian mempunyai nilai yang bervariasi. Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa jumlah zooplankton yang banyak tercuplik pada semua stasiun penelitian adalah Nauplius (larva Copepoda) dengan jumlah total kelimpahan 1.040.520 ind/l. Adapun jenis yang sedikit tercuplik adalah jenis Aegisthus mucronatus dengan jumlah total kelimpahan 1.220 ind/l. Hasil perhitungan nilai kelimpahan zooplankton pada setiap stasiun penelitian disajikan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3

66 Tabel 4.3. Kelimpahan Zooplankton Setiap Stasiun Penelitian di Perairan Estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta Kelimpahan Zooplankton (Individu/L) Stasiun Penelitian Total Kelimpahan per jenis (ind/l) Jenis 1 II III IV V VI Aegisthus mucronatus 0 0 0 0 0 1.220 1.220 Brachionus plicatilis 0 0 5.200 0 5.540 3.180 13.920 Brachionus rotundiformis 12.120 4.840 9.400 2.400 5.700 7.900 Brachionus urceolaris 36.240 42.540 35.380 55.860 116.420 167.000 Calanus sp 2.520 0 0 0 0 0 Eurytemora affinis 0 0 1.300 0 0 0 Karatella cochlearis 1.260 0 1.140 1.200 0 0 Megacyclops viridis 0 2.400 3.500 1.200 15.920 0 Nauplius (larva Copepoda) 109.880 143.340 189.560 138.000 345.440 114.300 Undinula sp 0 0 1.300 0 1.060 0 Rata-rata Kelimpahan 16.202 19.312 24.678 19.866 49.008 29.360 per stasiun 42.360 453.440 2.520 1.300 3.600 23.020 1.040.520 2.360 Pada tabel 4.3 berdasarkan rata-rata kelimpahan per stasiun, kelimpahan zooplankton tertinggi diperoleh pada stasiun V dengan nilai sebesar 49.008 ind/l. zooplankton yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi pada stasiun V adalah Nauplius (larva Copepoda) dengan nilai sebesar 345.440 ind/l. Kelimpahan zooplankton terendah diperoleh pada stasiun I dengan nilai sebesar 16.202 ind/l. Pada stasiun II diperoleh nilai kelimpahan sebesar 19.312 ind/l, pada stasiun III diperoleh nilai kelimpahan sebesar 24.678 ind/l, pada stasiun IV diperoleh nilai

67 kelimpahan sebesar 19.866 ind/l, dan pada stasiun VI diperoleh nilai kelimpahan sebesar 29.360 ind/l. Gambar 4.3. Diagram Kelimpahan Zooplankton Setiap Stasiun Penelitian Pada gambar 4.3 kelimpahan zooplankton di atas terlihat pada stasiun V diperoleh kelimpahan zooplankton tertinggi dengan nilai kelimpahan sebesar 49.008 ind/l. sedangkan pada satsiun I diperoleh kelimpahan zooplankton terendah dengan nilai kelimpahan sebesar 16.202 ind/l. Indeks Keanekaragaman Zooplankton Nilai indeks keanekaragaman (H ) zooplankton yang diperoleh dari semua stasiun penelitian yaitu stasiun I sampai stasiun VI di Perairan estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H ) sebesar 1. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H ) zooplankton pada setiap stasiun penelitian di Perairan estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasimalaya disajikan dalam Tabel 4.4 dan Gambar 4.4

68 Tabel 4.4. Indeks Keanekaragaman Zooplankton Setiap Stasiun Penelitian di Estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta Stasiun Indeks Keanekaragaman (H ) Keterangan I 1 Keanekaragaman Sedang II 1 Keanekaragaman Sedang III 1 Keanekaragaman Sedang IV 1 Keanekaragaman Sedang V 1 Keanekaragaman Sedang VI 1 Keanekaragaman Sedang Rata-rata 1 Keanekaragaman Sedang Pada tabel 4.4 menunjukkan selama penelitian yang diperoleh dari semua stasiun penelitian yaitu stasiun I sampai stasiun VI, indeks keanekaragaman (H ) zooplankton dari semua stasiun penelitian tidak memiliki nilai yang bervariasi. Pada semua stasiun penelitian diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H ) sebesar 1. Pada semua stasiun penelitian diperoleh nilai rata-rata indeks keanekaragaman (H ) zooplankton sebesar 1 dengan keterangan yang menunjukkan tingkat keanekaragaman yang sedang. Gambar 4.4. Diagram Indeks Keanekaragaman (H ) Zooplankton Setiap Stasiun Penelitian

69 Pada gambar 4.4 indeks keanekaragaman (H ) zooplankton di atas terlihat bahwa pada semua stasiun penelitian yaitu stasiun I sampai stasiun VI memiliki nilai indeks keanekaragaman (H ) yang sama pada setiap stasiun penelitian sehingga tidak diperoleh niali indeks keanekaragaman (H ) stasiun tertinggi dan stasiun terendah. Kelimpahan dan Keanekaragaman plankton dengan Kondisi Parameter Fisika-Kimia Perairan Data yang digunakan dalam analisis hubungan parameter fisika-kimia perairan terhadap kelimpahan dan keanekaragaman zooplankton adalah data ratarata kelimpahan dan keanekaragaman zooplankton dan data rata-rata parameter fisika-kimia perairan yang diperoleh pada semua stasiun penelitian. Parameter fisika- kimia yang digunakan sebagai variabel independen yaitu suhu (X1), ph (X2), salinitas (X3) kandungan oksigen terlarut (DO) (X4). Data kandungan materi organik (KMO) tidak digunakan dalam analisis ini karena tidak adanya variasi data. Sedangkan variabel dependennya adalah kelimpahan dan keanekaragaman zooplankton yang dilambangkan dengan simbol Y. B. Pembahasan 1. Komposisi dan Kelimpahan Zooplankton Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan komposisi zooplankton memiliki persentase yang berbeda-beda. komposisi setiap kelas zooplankton yang diperoleh dari semua stasiun penelitian di daerah estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya terdiri atas 2 kelas

70 yaitu Crustacea dengan persentase sebesar 68 % dan Rotifera dengan persentase sebesar 32%. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa 68% perairan estuari Cipatireman pantai Sindangkerta didominasi ole filum Arthropoda kelas Crustaceae, hal ini mendekati pernyataan Meadows & Campbell (1993) dalam (Rahayu, Setyawati & Turnip, 2013, h. 52) zooplankton yang mendiami ekosistem perairan sebagian besar didominasi oleh filum Arthropoda, yaitu sebanyak 70 90%. Dominasi komposisi jenis zooplankton oleh kelas Crustacea merupakan hal yang umum terjadi. Sesuai dengan Wickstead (1965) dalam (Andriyansyah, 2013, h. 58) yang menyatakan bahwa zooplankton dapat hidup dan berkembang biak dengan baik hanya pada lingkungan yang cocok. Menurut Barus (2002) dalam (Yuliana, 2014, h.26) kelompok zooplankton yang banyak terdapat di ekosistem air adalah dari jenis Crustacea (Copepoda dan Cladosera) serta Rotifera. Menurut Nybakken (1988) dalam (Handayani, 2009, h. 33) hal ini disebabkan karena peranan Crustaceae sebagai konsumen primer khususnya fitoplankton kelompok Chrysophyta karena Crustaceae memiliki kemampuan lebih dalam memecah komponen silikat pada Chrysophyta. Selain itu Crustaceae juga mempunyai adaptasi fisiologis yang baik untuk hidup di perairan estuari. Menurut Nybakken 1992, h. 307 di antara crustaceae tingkat tinggi, misalnya kepiting, pengaturan osmosisnya berkembang dengan baik. Kombinasi antara permeabilitas tubuh yang sangat terbatas karena adanya kerangka luar yang terbuat dari zat kitin atau kapur, dengan kemampuan yang menonjol untuk

71 mengatur konsentrasi ion cairan tubuhnya, mungkin merupakan alasan keberhasilannya hidup di estuari. Komposisi tertinggi setelah kelas Crustaceae adalah kelas Rotifera yang memiliki presentase sebesar 32%. Hal ini disebabkan karena Rotifera merupakan jenis zooplankton yang kurang memiliki toleransi terhadap kadar oksigen perairan yang rendah (Djuhanda, 1980) dalam (Handayani, 2009, h. 40) sehingga pada perairan pasang surut estuari Cipatireman dengan relatif perairan DO yang berkisar antara 1,8 2,5 mg/l menyebabkan komposisi Rotifera memiliki perbedaan nilai yang rendah dibandingkan dengan kelas Crustaceae. Sedangkan komposisi setiap jenis zooplankton yang tercuplik pada semua stasiun penelitian di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta terdiri dari, Aegisthus mucronatus dengan persentase sebesar 0%, Calanus sp dengan persentase sebesar 0 %, Eurytemora affinis dengan persentase sebesar 0%, Megacyclops viridis dengan persentase sebesar 1%, Nauplius (larva Copepoda) dengan persentase sebesar 66%, Undinula sp dengan persentase sebesar 0%, Brachionus plicatilis dengan presentase sebesar 1%, Brachionus rotundiformis dengan presentase sebesar 3%, Brachionus urceolaris dengan presentase sebesar 29%, dan Karatella cochlearis dengan presentase sebesar 0%. Komposisi setiap jenis zooplankton di estuari terendah terdapat pada Aegisthus mucronatus,calanus sp Eurytemora affinis, Undinula sp, Karatella cochlearis dengan presentase sebesar 0%, sedangkan komposisi setiap jenis zooplankton tertinggi terdapat pada Nauplius (larva Copepoda) dengan presentase sebesar 66%..

72 Kelimpahan jenis zooplankton merupakan perhitungan jumlah individu per satuan volume. Berdasarkan hasil perhitungan data kelimpahan zooplankton pada tabel 4.3, kelimpahan zooplankton berdasarkan nilai total kelimpahan per jenis tertinggi dengan nilai sebesar 1.040.520 ind/l adalah Nauplius (larva Copepoda), Berdasarkan rata-rata nilai kelimpahan per stasiun, nilai kelimpahan zooplankton tertinggi diperoleh pada stasiun V dengan nilai kelimpahan sebesar 49.008 ind/l dengan didominasi oleh Nauplius (larva Copepoda). Karena kondisi fisika-kimia pada stasiun ini merupakan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan Nauplius (larva Copepoda). Nauplius (larva Copepoda) termasuk zooplankton yang hidup di air tawar, mendiami kolam atau danau. Nauplius (larva Copepoda) dapat hidup di daerah tropis dan subtropis. Menurut Setiawabawa (1994) dalam (Handayani, 2009, h. 36) mengemukakan bahwa kisaran suhu optimal bagi zooplankton yaitu pada suhu 30-34 0 C. pada stasiun V memiliki nilai suhu sebesar 33 0 C sehingga kondisi suhu pada stasiun V memiliki suhu yang optimum bagi kehidupan zooplankton. Menurut Wiadnyana, 1997 dalam (Fitriya dan Lukman, 2013, h. 223) kelompok Copepoda memang sering mendominasi komunitas zooplankton pada berbagai perairan. Menurut Tham (1953) dalam (Fitriya dan Lukman, 2013, h. 223) menyatakan bahwa dalam kondisi normal, maka bergerombolnya biota perairan hampir selalu berkaitan erat dengan banyaknya pangan, berdasarkan kesimpulan dari beberapa penelitian bahwa di perairan tertentu yang banyak terdapat plankton (fitoplankton dan zooplankton) maka diharapkan ikan pemakan

73 plankton (fitoplankton dan zooplankton) akan banyak pula sehingga kehadiran Copepoda sebagai sumber pakan bagi semua anak ikan dan ikan pelagik dalam ekosistem perairan yang melimpah selalu dikaitkan dengan indikasi kesuburan suatu perairan. Dominansi Copepoda juga dapat mengindikasikan keadaan perairan yang cukup produktif (Fitriya dan Lukman, 2011, h. 223). Menurut Raymont (1963) dalam (Handayani, 2009, h. 20) apabila kelimpahan plankton di suatu perairan tinggi maka perairan tersebut cenderung memiliki produktifitas yang tinggi pula. Persamaan regresi linear berganda hasil analisis hubungan parameter fisikakimia perairan dengan kelimpahan zooplankton di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta adalah Y = 1084606.762 + 16986.714 X1-180752.857 X2-52730.952 X3 + 15727.143 X4. Dari persamaan regresi linear yang diperoleh menunjukkan suhu (X1) dan DO (X4) memperoleh hasil yang searah dengan konstanta. Sedangkan ph (X2) dan salinitas (X3) memperoleh hasil yang tidak searah dengan konstanta. Sementara itu hasil uji f pada taraf uji 5% menunjukkan bahwa f hitung (30.373) > f tabel (2,25), sedangkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) adalah 99,2%. Dari persamaan regresi linier berganda hubungan parameter fisika kimia perairan dengan kelimpahan zooplankton tersebut menunjukkan bahwa faktor klimatik yang memiliki hubungan positif terhadap kelimpahan zooplankton diantaranya suhu (X1) dan DO (X4) yang menunjukkan variabel independen tersebut memperoleh nilai yang searah dengan konstanta. Sedangkan faktor klimatik yang memiliki hubungan negatif yaitu, ph (X2), dan Salinitas (X3) yang

74 menunjukkan variabel independen tersebut memperoleh hasil yang tidak searah dengan konstanta. Hasil uji f pada analisis hubungan faktor fisika kimia perairan dengan kelimpahan zooplankton menunjukkan bahwa f hitung (30.373) > f tabel (2,25), artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara parameter fisika - kimia terhadap kelimpahan zooplankton. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda tersebut menunjukkan bahwa faktor fisika-kimia sebagai variabel independen yaitu (X1, X2, X3, dan X4,) berkontribusi sebesar 99,2% terhadap terhadap variabel devenden Y (kelimpahan zooplankton). 2. Indeks Keanekaragaman zooplankton Hasil penelitian yang telah dilakukan dari semua stasiun penelitian di perairan estuari Cipatireman pantai Sindangkerta menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H ) zooplankton memiliki nilai yang sama pada setiap stasiun penelitian. Hasil penelitian pada tabel 4.4 yang telah diidentifikasi dan dihitung berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon Wiener, keanekaragaman zooplankton di perairan estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya memiliki nilai sebesar H = 1 dengan rata-rata H = 1. Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman Shannon Wiener, maka menunjukkan keanekaragaman zooplankton di perairan estuari Cipatireman pantai Sindangkerta tergolong ke dalam keanekaragaman jenis sedang, karna dari

75 kemungkinan kondisi perairan di daerah estuari Cipatireman Pantai Sindangkerta masih jauh dari pencemaran sehingga sesuai untuk pertumbuhan zooplankton. Menurut (Odum, 1994) suatu perairan dengan Indeks Keanekaragamannya rendah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plankton disebabkan tidak cocoknya plankton di perairan tersebut, dan sebaliknya apabila Indeks Keanekaragaman tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plankton tersebut yang mana pertumbuhanya plankton cocok di perairan tersebut. Menurut (Nybakken, 1992, h. 294) estuari mempunyai variasi yang besar dalam banyak parameter, yang sering kali menciptakan suatu lingkungan yang sangat menekan bagi organisme. Persamaan regresi linear berganda hasil analisis hubungan parameter fisikakimia perairan dengan keanekaragaman zooplankton di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta adalah Y = -118.306 + 2.192 X1 + 3.321 X2 + 7.307 X3 + 3.321 X4. Dari persamaan regresi linear yang diperoleh menunjukkan suhu (X1), ph (X2), salinitas (X3), dan DO (X4) memperoleh hasil yang searah dengan konstanta. Sementara itu hasil uji f pada taraf uji 5% menunjukkan bahwa f hitung (2.667) > f tabel (2,25), sedangkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) adalah 91,4%. Dari persamaan regresi linier berganda hubungan parameter fisika kimia perairan dengan keanekaragaman zooplankton tersebut menunjukkan bahwa faktor klimatik yang memiliki hubungan positif terhadap keanekaragaman zooplankton diantaranya yaitu suhu (X1), ph (X2), salinitas (X3), dan DO (X4) yang menunjukkan variabel independen tersebut memperoleh nilai yang searah dengan konstanta.

76 Hasil uji f pada analisis hubungan faktor fisika kimia perairan dengan keanekaragaman zooplankton menunjukkan bahwa f hitung (2.667) > f tabel (2,25), artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara parameter fisika - kimia terhadap keanekaragaman zooplankton. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda tersebut menunjukkan bahwa faktor fisika-kimia sebagai variabel independen yaitu (X1, X2, X3, dan X4,) berkontribusi sebesar 91,4% terhadap terhadap variabel devenden Y (keanekaragaman zooplankton).