BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1."

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo Rata-rata hasil pengukuran terhadap parameter fisik dan kimia perairan yang telah dilakukan setiap pengambilan sampel pada bulan Januari 2016 Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Nilai Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Intensitas Cahaya (Lux) Kekeruhan , , , ,6 (mg/l) Kedalaman 0,6-1,1 0,8 1,3-2,3 1,71 0,7-1,2 0,9 0,5-0,8 0,65 (meter) Suhu ( 0 C) 29,1-34,3 29,3-32,6 28,8-31,24 29,3-34,5 47,2 40,1 35,2 45,4 ph 7,6-10 8,48 7,3-8,5 7,94 6,5-9,3 7,92 6,2-8,5 7,32 DO (mg/l) 3,03-8, ,90-8,90 4,27 4,12-7,73 4,237 0,53-8,65 3,06 COD (mg/l) 94,62-380,16 235,913 93,18-380,16 BOD 9,59-13,01 2,34 - (mg/l) 19,06 41,13 Fosfat 0,012-0,2643 0,138 - (mg/l) 0,444 0,276 Nitrat 0,348-0,6923 0,437 - (mg/l) 0,967 0,987 Sulfat 20,009-55, ,316 - (mg/l) 85, ,212 Kalsium 8,00-11,147 10,30 - (mg/l) 15,84 12,00 Sumber: Analisis Data Primer 222,813 75,26-316,80 20,07 1,58-47,15 0,2023 0,127-0,689 0,7523 0,433-1,196 65, ,789-71,875 10,9 7,42-10,40 164,66 82,43-506,88 19,697 1,42-44,91 0,4417 0,076-1,012 0,822 0,426-1,728 29, , ,528 8,873 14,40-15,84 264,383 23,687 0,5313 1,173 65,145 15,147 Keterangan : Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV = bagian tepi telaga (tempat mencuci dan mandi) = bagian tengah telaga = bagian teduhan = bagian tanpa teduhan 47

2 Kualitas air merupakan subyek yang sangat kompleks dan dicerminkan dari jenis pengukuran dan indikator air yang digunakan. Pengukuran akan lebih akurat jika dilakukan di tempat karena air berada dalam kondisi yang ekuilibrium dengan lingkungannya. Pengukuran di tempat umumnya akan mendapatkan data mendasar seperti temperatur, ph, kekeruhan dan sebagainya. Untuk pengukuran yang lebih kompleks membutuhkan sampel air yang kemudian dijaga kondisinya, dipindahkan dan dianalisis di laboratorium. Pengukuran ini memiliki kendala seperti karakteristik air pada sampel mungkin tidak sama dengan sumbernya karena terjadi perubahan secara kimiawi dan biologis seiring waktu. Bahkan kualitas air dapat bervariasi antara siang dan malam akibat pengaruh organisme air. Air sampel akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yaitu botol atau kemasan yang digunakan untuk pengambilan sampel. Sehingga bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel harus bersifat inert atau memiliki tingkat reaktivitas yang minimum sehingga tidak mempengaruhi kualitas air yang diuji. Ruang udara yang berada di dalam kemasan sampel dapat mempengaruhi karena ada resiko udara larut dalam sampel air. Selain itu, cahaya matahari juga mempengaruhi organisme dalam sampel seperti fitoplankton untuk melakukan fotosintesis sehingga mengubah kondisi kimiawi sampel air. Menjaga kualitas sampel dapat dilakukan dengan mendinginkan sampel sehingga mengurangi laju reaksi kimia dan perubahan fase. 48

3 1. Intensitas Cahaya Dari hasil penelitian diketahui bahwa intensitas cahaya tertinggi terdapat di stasiun I (bagian tepi telaga) yaitu lux yang disebabkan karena sedikitnya vegetasi di sekitar tepi telaga dan pengukuran dilakukan pada siang hari meski dalam keadaan mendung atau hujan. Walaupun stasiun IV merupakan stasiun yang tidak memiliki naungan vegetasi, stasiun IV memiliki banyak vegetasi di sekitarnya dan pengukurannya dilakukan paling akhir sehingga cahaya matahari mulai berkurang. Nilai intensitas cahaya terendah terdapat di stasiun III yaitu lux karena adanya naungan vegetasi. Kisaran intensitas cahaya lux tergolong rendah sehingga fitoplankton tidak dapat berfotosintesis secara optimum. Hal ini didukung dengan pernyataan Susanti (2001) bahwa kisaran intensitas cahaya yang membuat fitoplankton berfotosintesis secara optimum berkisar antara lux. Rendahnya intensitas cahaya tersebut karena saat pengambilan sampel sedang mendung atau hujan. Intensitas cahaya dan kekeruhan merupakan parameter yang saling berkaitan, parameter-parameter ini merupakan indikator produktivitas perairan sehubungan dengan proses fotosintesis dan proses respirasi biota perairan terutama plankton. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga proses fotosintesis fitoplankton terhambat dan pertumbuhan fitoplankton tidak optimal. 49

4 2. Kekeruhan Nilai kekeruhan perairan di Telaga Bromo berkisar antara 54,6 158,6 mg/l (Tabel 1). Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun I diduga akibat banyaknya sampah di bagian tepi telaga terutama sampah plastik detergen. Selain itu, tingginya nilai kekeruhan tersebut disebabkan oleh air limpasan dari daratan. Sedangkan rendahnya nilai kekeruhan di stasiun IV disebabkan karena efek dari air limpasan tidak terlalu tinggi. Nilai kekeruhan yang masih dapat ditolerir oleh organisme perairan yaitu < 30 mg/l. Nilai kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga menghambat laju fotosintesis fitoplankton. Fotosintesis yang terhambat akan mengakibatkan pertumbuhan fitoplankton tidak optimal dan berkurangnya oksigen dalam air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Floder (2002: ). 3. Kedalaman Setelah dirata-rata dari kelima pengambilan, kedalaman Telaga Bromo berkisar antara 0,65-1,71 meter (Tabel 1). Dari pengambilan pertama sampai pengambilan ke empat, hanya stasiun II yang berkedalaman di atas 1 meter. Pada pengambilan terakhir, hanya stasiun IV yang berkedalaman di bawah 1 meter. Bertambahnya volume air telaga dikarenakan oleh air hujan yang turun selama bulan Januari-Maret Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka terdapat zona yang 50

5 masing-masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Satino (2010: 13) yan g mengatakan bahwa perubahan faktor - faktor fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya. Fitoplankton banyak dijumpai pada kedalaman tidak lebih dari satu meter pada perairan umum (sungai, danau, telaga dan waduk) karena pada kedalaman satu meter merupakan daerah transparansi matahari yang merupakan daerah fitoplankton dapat menyerap cahaya tampak dari matahari secara optimal. 4. Suhu Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu perairan berkisar antara 31,24-34,5 0 C (Tabel 1), dengan suhu tertinggi pada stasiun IV dan terendah pada stasiun III. Tingginya suhu pada stasiun IV disebabkan karena tidak adanya naungan vegetasi sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Rendahnya suhu di stasiun III karena adanya naungan vegetasi sehingga penetrasi cahaya matahari ke perairan akan terhalang dan akibatnya suhu perairan tidak meningkat secara cepat. Variasi suhu yang terukur selama pengamatan sangat dipengaruhi oleh suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya matahari saat pengukuran. Suhu secara langsung berpengaruh dalam mengontrol laju berbagai proses metabolisme dalam sel mikroalga. Laju proses metabolisme akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. 51

6 Kisaran suhu antara 31,24-34,5 0 C tergolong dalam kisaran suhu yang masih dapat ditolerir plankton. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wibisono (2005) yang mengatakan bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme berkisar antara C, suhu yang sesuai dengan perkembangan fitoplankton berkisar antara C, suhu yang optimal untuk pertumbuhan zooplankton antara C. 5. Derajat Keasaman (ph) Berdasarkan pengukuran nilai ph di Telaga Bromo, diperoleh kisaran ph antara 7,32-8,48 (Tabel 1). Nilai ph terendah terdapat di stasiun IV sedangkan nilai ph tertinggi terdapat di stasiun I. Tinggi atau rendahnya ph perairan terkait dengan aktivitas organisme dekomposer dalam penguraian materi organik baik di dasar perairan maupun di kolom air. Tingginya nilai ph di stasiun I disebabkan oleh banyaknya materi organik yang diuraikan. Materi organik tersebut berasal dari air limpasan yang banyak mengandung sampah dan nutrisi yang terlihat dari nilai kekeruhan di stasiun I. Sedangkan stasiun IV memiliki nilai ph terendah karena materi organik dari air limpasan yang perlu diuraikan sedikit. Meskipun nilai ph di stasiun I merupakan nilai ph tertinggi, nilai tersebut masih dapat ditolerir oleh plankton. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari Effendi (2003) dalam Anjar Asmara (2005:38) yang mengatakan bahwa nilai ph yang ideal untuk kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7-8,5. 52

7 6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara 3,06-4,99 mg/l (Tabel 1). Tinggi rendahnya kadar oksigen terlarut berkaitan dengan kekeruhan air dan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik yang menggunakan oksigen terlarut. Seharusnya nilai DO terendah terdapat di stasiun I yang merupakan tempat mencuci dan mandi sehingga aktivitas organisme dekomposernya tinggi. Namun, nilai DO terendah justru terdapat di stasiun IV. Hal tersebut disebabkan oleh arah aliran air di telaga. Karena perbedaan kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga aktivitas organisme dekomposer banyak terjadi di stasiun IV. Kisaran DO yang diperoleh masih dapat ditolerir oleh organisme perairan yang ada di telaga. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suharsono (1990) dalam Lisanty (2000) ya ng mengatakan bahwa kadar oksigen terlarut minimum yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan organisme akuatik secara normal adalah 2 mg/l dengan catatan di dalam perairan tidak terdapat persenyawaan beracun dan kadar oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan organisme akuatik adalah 5 mg/l. 7. COD (Chemical Oxygen Demand) Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai COD (Chemical Oxygen Demand) tertinggi pada stasiun IV yaitu 264,383 mg/l dan terendah pada stasiun III yaitu 164,66 mg/l. Hanya pada stasiun III 53

8 yang memiliki nilai COD di bawah 200 mg/l (Tabel 1). Tingginya nilai COD menunjukkan bahwa perairan mengandung banyak senyawa organik dan anorganik yang harus diuraikan secara kimia karena tidak dapat diuraikan secara biologis saja. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui tingkat penguraian produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Kadar COD tertinggi seharusnya terdapat di stasiun I karena stasiun I merupakan tempat untuk mencuci dan mandi sehingga terdapat banyak buangan kimia dari sabun dan detergen. Namun, kadar COD tertinggi terdapat di stasiun IV. Hal tersebut disebabkan oleh arah aliran air di telaga. Karena perbedaan kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga limbah air sabun dan detergen banyak terdapat di stasiun IV. Nilai COD yang terlalu tinggi tidak baik untuk kehidupan plankton karena akan banyak oksigen yang digunakan dalam menguraikan bahan organik tersebut. Nilai COD yang terukur di tiap stasiun menunjukkan nilai yang cukup tinggi sehingga Telaga Bromo tergolong perairan tercemar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) dalam Anjar Asmara (2005:42) yang mengatakan bahwa n ilai COD di perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l sedangkan perairan tercemar lebih dari 200 mg/l. 54

9 8. BOD (Biological Oxygen Demand) Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai BOD (Biological Oxygen Demand) tertinggi terdapat di stasiun IV yaitu 23,687 mg/l dan terendah terdapat di stasiun I yaitu 13,01 mg/l. Tinggi atau rendahnya nilai BOD menunjukkan banyak tidaknya kandungan senyawa organik dan anorganik dalam badan perairan yang membutuhkan oksigen untuk menguraikannya. BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Bahanbahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahanbahan organik dan mungkin beberapa bahan anorganik. Polutan semacam ini berasal dari berbagai sumber seperti kotoran hewan maupun manusia, tanaman-tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan sebagainya. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau racun seperti detergen, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Seharusnya stasiun I memiliki nilai BOD tertinggi karena banyak terdapat air sabun dari mencuci maupun mandi. Namun, kadar BOD tertinggi terdapat di stasiun IV. Hal tersebut disebabkan oleh arah aliran air di telaga. Karena perbedaan 55

10 kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga limbah air sabun dan detergen banyak terdapat di stasiun IV. Perairan di Telaga Bromo tergolong perairan yang tercemar berat berdasarkan kadar BOD yang terukur. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Brower (1990:52) yang menyatakan bahwa kadar BOD < 3,0 mg/l termasuk perairan tidak tercemar, kadar BOD 3,0-4,9 mg/l termasuk perairan tercemar ringan, kadar BOD 5,0-15 mg/l termasuk perairan tercemar sedang dan kadar BOD >15 mg/l termasuk perairan tercemar berat. 9. Fosfat Hasil pengukuran menunjukkan kadar fosfat berkisar antara 0,2023-0,5313 mg/l (Tabel 1). Kadar fosfat tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar fosfat terendah terletak di stasiun II. Tingginya kandungan fosfat pada stasiun IV dapat diakibatkan oleh pupuk organik yang terbawa oleh air limpasan karena stasiun IV dekat dengan area persawahan. Kadar fosfat yang terukur termasuk dalam kisaran yang cukup untuk mendukung kehidupan plankton. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar, Misran Hasudungan (2010: 52) yang mengatakan bahwa untuk pertumbuhan plankton yang optimal, diperlukan konsentrasi fosfat pada kisaran 0,27-5,51 mg/l dan akan menjadi faktor pembatas apabila kurang dari 0,02 mg/l. 56

11 10. Nitrat Hasil pengukuran menunjukkan kadar nitrat berkisar antara 0,6923-1,173 mg/l (Tabel 1). Kadar nitrat tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar nitrat terendah terletak di stasiun I. Rendahnya kandungan nitrat disebabkan karena limbah domestik dalam perairan lebih banyak mengandung senyawa anorganik dibanding senyawa organik. Banyaknya senyawa anorganik dapat dilihat dari nilai COD yang tinggi sedangkan nilai BOD rendah seperti yang terjadi pada stasiun I. Kandungan nitrat yang tinggi berpengaruh pada kepadatan fitoplankton dari divisi Cyanophyta yang memiliki kepadatan tertinggi di stasiun IV. Fitoplankton dari divisi Cyanophyta mampu memfiksasi nitrogen secara langsung tanpa bantuan dari organisme lainnya. Tingginya kandungan nitrat di stasiun IV dapat dikarenakan banyaknya masukan materi organik dari daerah pertanian di sekitar telaga berupa pupuk organik yang masuk ke dalam telaga sebagai dampak dari peristiwa air limpasan. Pada penelitian ini, rasio N:P < 16:1 sehingga unsur N yang membatasi pertumbuhan fitoplankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sakka, dkk (1999:149) yang mengatakan bahwa p ertumbuhan fitoplankton akan berlangsung optimal apabila rasio unsur N:P sebesar 16:1. Ketika rasio N:P < 16:1, maka unsur N merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan fitoplankton sedangkan ketika rasio N:P > 16:1 maka unsur P membatasi pertumbuhan fitoplankton. 57

12 11. Sulfat Hasil pengukuran menunjukkan kadar sulfat berkisar antara 29, ,145 mg/l (Tabel 1). Kadar sulfat tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar sulfat terendah terletak di stasiun III. Tingginya kadar sulfat disebabkan limbah detergen yang menggunakan sulfat sebagai bahan tambahan yang tidak memiliki kemampuan meningkatkan daya cuci sehingga menambah kuantitas penggunaan contohnya senyawa Na 2 SO 4 sehingga limbah detergen menghasilkan sulfat. Karena perbedaan kedalaman telaga maka perairan di stasiun I akan mengalir ke stasiun IV sehingga limbah detergen yang menghasilkan sulfat banyak terdapat di stasiun IV Kadar sulfat di Telaga Bromo masih tergolong normal sesuai dengan pendapat Effendi (2003) dalam Arniati Labanni (2013: 4) yang mengatakan bahwa kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter. 12. Kalsium Hasil pengukuran menunjukkan kadar kalsium berkisar antara 8,873-15,147 mg/l (Tabel 1). Kadar kalsium tertinggi terletak di stasiun IV sedangkan kadar kalsium terendah terletak di stasiun III. Dari keempat stasiun, hanya stasiun III yang memiliki kadar kalsium di bawah 10 ppm. Semakin tinggi kadar kalsium, maka jumlah jenis plankton akan semakin banyak. Kadar kalsium di Telaga Bromo menunjukkan bahwa perairan telaga tergolong baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tyas, Permata 58

13 (2009:14) yang menyatakan bahwa jumlah kalsium dalam air menunjukkan bagus atau tidaknya sumber air tersebut. Jika kalsium <10 ppm tergolong kurang baik, ppm tergolong baik dan bila > 25 ppm tergolong sangat baik. Kadar kalsium yang tinggi di perairan relatif tidak berbahaya. Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Banyaknya Microcystis di Telaga Bromo sesuai dengan pendapat Tyas, Permata (2009: 15) yang mengatakan bahwa Microcystis merupakan marga yang dapat hidup di perairan kaya kalsium. 2. Komposisi Jenis Plankton Komposisi jenis plankton yang ditemukan di Telaga Bromo adalah fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton dan zooplankton yang ditemukan jumlahnya beragam tergantung dari ketersediaan nutrisi dan suhu perairan. Selain itu keberadaannya juga tergantung dengan lingkungan sekitar apabila lingkungan tidak cocok maka akan terjadi penurunan jumlah jenis meskipun populasi untuk jenis tertentu masih meningkat karena berkurangnya kompetisi. Setelah plankton yang ditemukan teridentifikasi, berikut ini adalah tabel spesies fitoplankton yang ditemukan beserta jumlah totalnya: Tabel 2. Komposisi Jenis Fitoplankton yang Ditemukan No. Divisi Spesies Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Jumlah (ind/l) 1. Cyanophyta Microcystis sp Aphanocapsa sp. 2. Chlorophyta Scenedesmus ellipsoideus Scenedesmus dimorphus

14 Tabel 2. (Lanjutan) Schroederia setigera Kirchneriella obesa Coelastrum reticulatum Pediastrum sp Total (ind/l) Sumber: Analisis Data Primer Berdasarkan tabel tersebut maka dapat diketahui bahwa fitoplankton yang teridentifikasi terdiri dari 2 divisi yaitu Cyanophyta dan Chlorophyta dengan 8 spesies yang ditemukan. Jumlah fitoplankton yang paling banyak ditemukan berasal dari divisi Cyanophyta yaitu Microcystis sp. sebanyak ind/l. Hal tersebut dikarenakan Microcystis dapat hidup dalam kondisi perairan yang tercemar berat. Perbedaan rasio N/P dapat menyebabkan pertumbuhan Microcystis yang cenderung mendominasi perairan dengan kadar nitrat tinggi. Fosfat merupakan faktor pembatas bagi kehidupan Microcystis yang hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Catur Retnaningdyah dan Suharjono (2009) yang mengatakan bahwa kadar nitrat tinggi dan kadar fosfat rendah dapat mempengaruhi secara nyata terhadap kelimpahan maksimum Microcystis. Adapun tabel spesies zooplankton yang ditemukan di Telaga Bromo beserta jumlahnya adalah sebagai berikut: Tabel 3. Komposisi Jenis Zooplankton yang Ditemukan No. Filum Spesies Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Jumlah (ind/l) 1. Arthropoda Cyclops sp Diaphanosoma sp. Nauplius sp Rotifera Brachionus

15 Tabel 3. (Lanjutan) forficula Brachionus sp Brachionus angularis Notholca sp Protozoa Calonympha sp. Total (ind/l) Sumber: Analisis Data Primer Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa zooplankton yang ditemukan terdiri dari 3 filum yaitu Arthropoda, Rotifera dan Protozoa dengan 8 spesies. Zooplankton yang paling banyak ditemukan berasal dari filum Rotifera yaitu Brachionus forficula dengan jumlah ind/l. Jumlah fitoplankton yang ditemukan lebih banyak daripada jumlah zooplankton pada musim penghujan. Hal tersebut karena pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton bersifat dinamis merespon pada musim dan tersedianya hara. Nutrisi di perairan lebih banyak pada musim penghujan karena dampak positif air limpasan sehingga fitoplankton dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan pendapat I.C.Onyema (2008) yang mengatakan bahwa jumlah zooplankton akan lebih banyak ditemukan pada musim kemarau daripada musim hujan. 3. Kelimpahan Plankton 1. Kelimpahan Fitoplankton Berdasarkan hasil perhitungan, kelimpahan jumlah fitoplankton diketahui memiliki kelimpahan jenis berkisar antara , ind/l. Jumlah kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat di stasiun IV yang berasal dari divisi Cyanophyta dengan rata-rata jumlah ,82 ind/l sedangkan kelimpahan terendah terdapat di stasiun II yang berasal dari 61

16 divisi Chlorophyta dengan rata-rata jumlah 499,13 ind/l. Rendahnya kelimpahan divisi Chlorophyta dapat disebabkan oleh rendahnya intensitas cahaya akibat dari mulainya musim penghujan sehingga cahaya matahari yang sampai di permukaan lebih sedikit. Pada kelas Cyanophyceae memerlukan nitrogen dan fosfor sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhannya disamping dengan faktor lain. Sedangkan pada kelas Chlorophyceae, intensitas cahaya dan suhu merupakan faktor yang membatasi pertumbuhannya. Hal tersebut didukung oleh pendapat Hayati (2009: 17) yang mengungkapkan bahwa cahaya mempengaruhi ukuran sel, komposisi dan letak pigmen yang berdampak juga pada kondisi pertumbuhan spesies. Tipe substrat perairan dapat berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahan organisme plankton baik fitoplankton maupun zooplankton dalam suatu ekosistem perairan. Tingkat kesuburan berdasarkan kelimpahan fitoplankton di Telaga Bromo adalah eutrofik. Hal ini sesuai dengan Ladner (1976) dalam Verba Suryati (2011: 18) yang mengatakan tingkat kesuburan plankton berdasarkan kelimpahan fitoplankton terbagi atas oligotrofik ind/liter, mesotrofik ind/liter dan eutrofik > ind/liter. 62

17 Rata-rata Jumlah Kelimpahan Fitoplankton Densitas Fitoplankton x 10 5 (ind/l) Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Cyanophyta Chlorophyta Gambar 3. Diagram Batang Rata-rata Jumlah Kelimpahan Fitoplankton Berdasarkan diagram tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah Chlorophyta tertinggi terdapat di stasiun I. Kondisi tersebut diakibatkan oleh materi organik yang didominasi oleh limbah rumah tangga berupa limbah detergen yang mengakibatkan bertambahnya kandungan fosfor dan sulfat dalam perairan. Hal ini sesuai dengan penelitian Mohammad, Faiz Faza (2012:31) yang mengatakan bahwa tingginya Chlorophyta di suatu tempat dipengaruhi oleh tingginya kandungan fosfor dan rendahnya nilai kekeruhan yang terkait dengan penetrasi cahaya matahari sehingga memungkinkan divisi Chlorophyta melakukan fotosintesis secara optimal dengan ketersediaan cahaya matahari yang mencukupi. Berdasarkan pendapat tersebut, stasiun IV merupakan daerah yang memiliki kandungan fosfor tertinggi dan nilai kekeruhan terendah dibandingkan stasiun lain. Namun hasil pengamatan 63

18 menunjukkan bahwa stasiun IV memiliki rata-rata Chlorophyta terbesar kedua setelah stasiun I. Hal tersebut dapat diakibatkan karena nilai intensitas cahaya di stasiun I merupakan nilai tertinggi sehingga divisi Chlorophyta mendapatkan cahaya lebih banyak ( Tabel 1). Seperti pendapat dari Hayati (2009: 17) yang mengatakan bahwa cahaya mempengaruhi ukuran sel, komposisi dan letak pigmen yang berdampak juga pada kondisi pertumbuhan spesies. Schroederia, Coelastrum dan Kirchneriella ditemukan saat pengambilan pertama pada stasiun yang berbeda (Tabel 2). Schroederia ditemukan di stasiun I dan II, Kirchneriella ditemukan di stasiun I dan III sedangkan Coelastrum hanya ditemukan di stasiun III (Lampiran I). Pediastrum ditemukan saat pengambilan kelima pada stasiun IV. Kondisi fisik dan kimia yang berubah-ubah tiap pengambilan menjadi penyebab perbedaan munculnya beberapa marga tersebut. Pada pengambilan pertama, ph cenderung netral (6,2-7,9) sedangkan pada pengambilan kedua sampai keempat ph perairan menjadi cenderung basa (7,2-10). Selanjutnya pada pengambilan kelima ph kembali ke netral (7,3-7,6). Selain ph, intensitas cahaya juga mengalami perbedaan pada setiap pengambilan. Pengambilan pertama memiliki nilai intensitas cahaya tertinggi sedangkan pengambilan yang lain memiliki nilai intensitas cahaya lebih rendah karena cuaca mendung atau bahkan hujan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Siregar, Misran Hasudungan (2009: 45) yang mengatakan bahwa kelas Chlorophyceae umumnya mampu bertahan 64

19 hidup pada ph normal hingga basa (7,5-8,5) dan intensitas cahaya yang tinggi untuk melakukan fotosintesis secara optimal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Pediastrum hanya ditemukan pada stasiun IV karena stasiun IV memiliki kandungan nitrat dan fosfat tertinggi (Tabel 1). Hal tersebut didukung oleh pendapat Siregar, Misran Hasudungan (2009:30) yang mengatakan bahwa marga Pediastrum dipengaruhi kandungan nitrat dan fosfat yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,5-0,7 mg/l dan 0,3-0,6 mg/l. Dari gambar 2 terlihat bahwa divisi Cyanophyta memiliki kelimpahan sangat tinggi dibandingkan dengan divisi Chlorophyta. Pertumbuhan Chlorophyta dibatasi oleh suhu dan intensitas cahaya. Rendahnya kelimpahan Chlorophyta dapat disebabkan karena rendahnya intensitas cahaya akibat mulainya musim penghujan sehingga divisi Chlorophyta tidak dapat tumbuh secara optimal. Sedangkan Cyanophyta merupakan divisi plankton yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh kadar nitrat dan fosfat. Kondisi tersebut sesuai dengan pendapat Lee (2008:49) dalam Mohammad, Faiz Faza (2012:32) yang mengatakan bahwa kemampuan fitoplankton dari divisi Cyanophyta dalam memfiksasi nitrogen berpengaruh terhadap tingginya kepadatan fitoplankton dari divisi Cyanophyta. Rata-rata jumlah kelimpahan Cyanophyta terbesar terdapat di stasiun IV yang memiliki kandungan nitrat tertinggi (Tabel 1). Cyanophyta merupakan kelompok alga yang memiliki toleransi tinggi dibandingkan kelompok lainnya. 65

20 2. Kelimpahan Zooplankton Berdasarkan hasil perhitungan, kelimpahan jumlah zooplankton diketahui memiliki kelimpahan jenis berkisar antara , ,1 ind/l. Jumlah kelimpahan zooplankton tertinggi terdapat di stasiun III yang berasal dari filum Rotifera dengan rata-rata jumlah ,12 ind/l sedangkan kelimpahan terendah terdapat di stasiun I dan IV yang berasal dari filum Protozoa dengan rata-rata jumlah 0 ind/l karena Protozoa hanya ditemukan pada stasiun II dan stasiun III pengambilan ketiga (Lampiran I). Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh adanya perubahan fisik-kimia perairan. Faktor fisik dan kimia sangat mempengaruhi organisme yang ada di perairan. Organisme yang mampu bertoleransi tinggi akan ditemukan lebih banyak seperti contohnya filum Rotifera. Sedangkan protozoa memiliki kondisi lingkungan yang lebih spesifik sehingga tidak dapat tumbuh maksimal. Sesuai dengan pendapat Siregar, Misran Hasudungan (2009: 40) yang mengatakan bahwa filum Rotifera memiliki tingkat toleransi yang tinggi pada ph (5-10), suhu rendah (minimal 15 0 C) dan DO rendah (minimal 2 mg/l) sedangkan filum Protozoa mampu bertahan apabila kandungan DO tinggi (minimal 4 mg/l), kadar nitrat tinggi (0,4-0,7 mg/l) dan kadar fosfat rendah (0,2-0,4 mg/l). Apabila dibandingkan dengan jumlah fitoplankton yang ditemukan maka jumlah fitoplankton lebih besar dibandingkan dengan jumlah zooplankton karena adanya perbedaan kecepatan tumbuh. Zooplankton memiliki siklus reproduksi lebih lambat daripada fitoplankton. Hal 66

21 tersebut sesuai dengan pendapat dari Steeman dan Nielsen (1973) dalam Syahbudin Mahmud (2013:5) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan zooplankton tergantung pada fitoplankton tetapi karena pertumbuhannya lebih lambat daripada fitoplankton maka populasi maksimum zooplankton akan tercapai beberapa waktu setelah populasi maksimum fitoplankton. Tingginya kepadatan zooplankton dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kepadatan fitoplankton, arus dan adanya predator. Sebagai herbivora di ekosistem perairan, peranan zooplankton sangat penting karena dapat mengontrol kelimpahan fitoplankton. Apabila dalam suatu perairan populasi zooplankton mulai meningkat maka pemangsaan pada fitoplankton akan sampai pada laju tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Davis (1995) dalam Mohammad, Faiz Faza (2012: 8) yang mengatakan bahwa bila populasi zooplankton meningkat, pemangsaan fitoplankton akan sedimikian cepatnya sehingga fitoplankton tidak sempat membelah diri. Ketika populasi zooplankton mulai menurun, fitoplankton akan berkembang dengan cepat dan mengakibatkan peningkatan kelimpahan fitoplankton karena siklus reproduksi fitoplankton relatif singkat dibandingkan zooplankton, sehingga fitoplankton mampu meningkatkan jumlah individu secara cepat. Zooplankton biasanya banyak terdapat di perairan yang kaya akan bahan organik sebagai sumber nutrisinya. Tingkat kesuburan zooplankton di Telaga Bromo termasuk eutrofik seperti pendapat Ladner (1976) dalam Verba Suryati (2011: 18) yang mengatakan bahwa p embagian kesuburan 67

22 perairan berdasarkan kelimpahan zooplankton yaitu oligotrofik 1 ind/l, mesotrofik ind/l dan eutrofik ind/ l. Densitas Zooplankton x 10 5 (ind/l) Rata-rata Jumlah Kelimpahan Zooplankton Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Arthropoda Rotifera Protozoa Gambar 4. Diagram Batang Rata-rata Jumlah Kelimpahan Zooplankton Nauplius banyak ditemukan di stasiun I karena memiliki nilai BOD terendah dan nilai DO tertinggi (Tabel 1). Selain itu, ph yang normal atau cenderung basa juga mempengaruhi banyaknya Nauplius di stasiun I. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan Nauplius menjadi fase dewasa karena Nauplius merupakan fase larva dari spesies lain. Hal tersebut seperti pernyataan Siregar, Misran Hasudungan (2009:28) yang mengatakan bahwa keberadaan marga Nauplius bergantung pada faktor kimia seperti ph yang normal, kelarutan oksigen yang tinggi, kadar nitrat yang cukup tinggi dan nilai BOD yang cukup rendah. 68

23 Marga Brachionus banyak ditemukan di stasiun II karena memiliki nilai COD yang cukup rendah dibandingkan stasiun I dan stasiun III. Selain itu, pada stasiun II kandungan fosfatnya lebih rendah daripada kandungan nitrat. Sedangkan marga Diaphanosoma banyak ditemukan di stasiun II karena suhu perairan yang cukup, ph masih dalam batas toleransi dan kadar DO yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Siregar, Misran Hasudungan (2009: 30) yang mengatakan bahwa keberadaan marga Brachionus dipengaruhi terutama oleh nilai COD perairan. Brachionus dapat tumbuh optimal di lingkungan yang memiliki nilai COD rendah dan kandungan nitrat yang lebih tinggi daripada fosfat. Marga Diaphanosoma mampu hidup pada kisaran suhu C, ph 7,3-8,7 dan kandungan oksigen terlarut sebesar 4,0-6,9 mg/l. Marga Cyclops memiliki kisaran toleransi terhadap kondisi faktor fisik kimia seperti kelarutan oksigen dan nilai COD lebih luas dari marga lainnya sehingga persebarannya cukup merata di setiap stasiun. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Isnansetyo dan Kurniastuty (1955: 55) dalam Siregar, Misran Hasudungan (2009: 30) yang menyatakan bahwa kelompok zooplankton dari kelas Crustaceae memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap kelarutan oksigen. Pada kandungan oksigen 1 mg/l kelompok hewan ini masih dapat bertahan, namun kandungan oksigen yang baik bagi pertumbuhan Crustaceae adalah lebih besar dari 3 mg/l. 69

24 3. Hubungan Curah Hujan dengan Jumlah Plankton Data intensitas curah hujan di kecamatan Paliyan kabupaten Gunungkidul yang didapatkan dari BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta selama bulan Januari-Maret 2016 sebagai berikut: Tabel 4. Data Curah Hujan Kecamatan Paliyan Bulan Hari Hujan Sifat Hujan Curah Hujan Januari 13 / 31 hari Bawah Normal 221 mm/ bulan Februari 18 / 29 hari Normal 295 mm/ bulan Maret 15 / 31 hari Normal 242 mm/bulan Sumber: BMKG, 2016 Saat pengambilan pertama dan kedua dilakukan dalam kondisi cuaca berawan sedangkan pada pengambilan ketiga sedang mendung. Pengambilan keempat dan kelima dilakukan dalam kondisi hujan. Pada pengambilan pertama dan kedua pada bulan Januari, kelimpahan plankton masih tergolong tinggi karena curah hujan tergolong di bawah normal. Kemudian pada pengambilan ketiga dan keempat yang dilakukan pada bulan Februari kelimpahan plankton berkurang cukup banyak karena curah hujan mencapai 295 mm/bulan. Pengambilan terakhir pada bulan Maret menunjukkan kelimpahan plankton kembali naik meskipun jumlahnya tidak sebanyak bulan Januari karena curah hujan tidak setinggi bulan Februari namun lebih tinggi daripada curah hujan bulan Januari. Volume perairan juga semakin banyak karena terakumulasi dari hujan bulan sebelumnya sehingga perairan semakin encer. 70

25 Januari Februari Maret Total Plankton Gambar 5. Diagram Batang Jumlah Plankton Bulan Januari-Maret Densitas yang rendah pada musim penghujan disebabkan karena pada musim penghujan proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat sehingga massa tinggal air di perairan lebih cepat sehingga unsurunsur hara tidak dapat dimanfaatkan secara optimum oleh plankton untuk tumbuh. Dampak negatif air limpasan berupa bertambahnya kekeruhan perairan menyebabkan penetrasi matahari yang masuk lebih sedikit yang berakibat pada terhambatnya proses fotosintesis sehingga menghambat pertumbuhan plankton. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Luthfiana dkk (2013: 1-3) yang mengatakan bahwa meski dampak positif dari air limpasan adalah bertambahnya nutrisi dari permukaan tanah, terdapat pula dampak negatifnya berupa bertambahnya kekeruhan perairan sehingga mempengaruhi proses fotosintesis fitoplankton. 71

26 4. Indeks Keanekaragaman Plankton 1. Indeks Keanekaragaman Fitoplankton Indeks keanekaragaman (H ) fitoplankton di stasiun I, stasiun II, stasiun III dan stasiun IV pada Telaga Bromo masing-masing sebesar 0,1062, 0,0161, 0,0221 dan 0,0194 ind/l (Gambar 6). Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di stasiun I sedangkan yang terendah terdapat di stasiun II. Tinggi atau rendahnya nilai indeks keanekaragaman terkait dengan kemerataan jumlah individu per spesies pada suatu habitat. Semakin banyak jumlah spesies dan jumlah individu per spesiesnya merata, semakin tinggi keanekaragaman. Selain terkait dengan kemerataan individu, indeks keanekaragaman juga dipengaruhi oleh kondisi perairan baik parameter fisik maupun kimia yang mendukung pertumbuhan fitoplankton seperti nilai kekeruhan yang rendah dan kandungan oksigen terlarut (DO) yang tinggi. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan, karena cahaya diperlukan fitoplankton dalam melakukan fotosintesis. Pada stasiun I, meski memiliki nilai kekeruhan yang tinggi tetapi kandungan oksigen terlarutnya juga tinggi sehingga lingkungannya mendukung banyak plankton untuk bertahan hidup. Apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu per spesies tidak merata, maka komunitas tersebut memiliki keanekaragaman yang rendah. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapakan Barus (2004: 121) yang mengatakan bahwa suatu komunitas 72

27 dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata Indeks Keanekaragaman Fitoplankton 0.00 Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Gambar 6. Diagram Batang Indeks Keanekaragaman Fitoplankton Stasiun I memiliki indeks keanekaragaman tertinggi karena di stasiun I ditemukan beberapa jenis fitoplankton yang tidak ditemukan di stasiun lain seperti marga Schroederia dan Kirchneriella. Hal tersebut tentu berkaitan dengan kondisi fisik dan kimia yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies seperti yang diungkapkan oleh Siregar, Misran Hasudungan (2009: 45) bahwa setiap jenis plankton memiliki batas toleransi yang berbeda untuk bertahan hidup di lingkungannya. Kisaran nilai indeks keanekaragaman fitoplankton di Telaga Bromo berada pada angka 0 < H < 1,5 sehingga termasuk dalam keanekaragaman rendah yang artinya kondisi perairan labil karena 73

28 perairan tersebut hanya cocok bagi jenis tertentu seperti pendapat yang dikemukakan oleh Odum (1993: 189). Sedangkan bila nilai indeks keanekaragaman dikaitkan dengan tingkat pencemaran, maka Telaga Bromo termasuk dalam kategori tercemar berat karena memiliki nilai indeks keanekaragaman 0 < H < 1. Hal ini seperti pendapat dari Wilhm & Dorris (1968: 780). 2. Indeks Keanekaragaman Zooplankton Indeks keanekaragaman zooplankton di stasiun I, stasiun II, stasiun III dan stasiun IV pada Telaga Bromo masing-masing sebesar 0,6207, 0,5521, 0,5195 dan 0,5428 ind/l (Gambar 7). Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di stasiun I sedangkan yang terendah terdapat di stasiun III. Tinggi atau rendahnya keanekaragaman zooplankton dipengaruhi oleh kemerataan jumlah individu per spesies. Di samping itu, kepadatan zooplankton dipengaruhi oleh kepadatan fitoplankton. Pada stasiun I, kepadatan fitoplanktonnya tergolong tinggi sehingga kepadatan zooplankton pada stasiun I juga tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Syahbudin, Mahmud (2013: 5) yang mengatakan bahwa keberadaan zooplankton sangat dipengaruhi oleh fitoplankton karena fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton sehingga keanekaragaman maupun kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan fitoplankton. Berdasarkan kisaran indeks keanekaragaman, zooplankton yang berada pada angka 0 < H < 1,5 termasuk dalam keanekaragaman rendah 74

29 yang artinya kondisi perairan labil karena perairan tersebut hanya cocok bagi jenis tertentu seperti yang diungkapkan oleh Odum (1993: 189). Selain itu, perairan Telaga Bromo tergolong dalam perairan yang tercemar berat karena nilai indeks keanekaragamannya lebih kecil 1 (H < 1) seperti pernyataan dari Wilhm & Dorris (1968: 780) Indeks Keanekaragaman Zooplankton Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Gambar 7. Diagram Batang Indeks Keanekaragaman Zooplankton Dari kedua gambar (Gambar 6 dan 7), dapat dilihat bahwa stasiun I memiliki indeks keanekaragaman paling tinggi dibandingkan stasiun lain. Hal tersebut dikarenakan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan plankton. Stasiun I memiliki intensitas cahaya paling tinggi dibandingkan yang lain sehingga membuat fitoplankton terutama divisi Chlorophyta banyak jenisnya. Kandungan terbesar DO juga di stasiun I yaitu 4,99 mg/l yang merupakan konsentrasi oksigen terlarut yang optimal untuk organisme akuatik seperti plankton. Kandungan fosfat, nitrat, sulfat dan kalsium di stasiun I sudah mencukupi kebutuhan plankton untuk hidup. 75

30 5. Indeks Kemerataan Plankton 1. Indeks Kemerataan Fitoplankton Indeks kemerataan (E) menunjukkan kelimpahan individu organisme merata atau tidak. Jika nilai indeks kemerataan tinggi maka keberadaan setiap jenis organisme di perairan mempunyai kelimpahan yang merata. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa indeks kemerataan fitoplankton di Telaga Bromo berkisar antara 0, ,05264 ind/l (Gambar 8). Nilai indeks kemerataan tertinggi terdapat di stasiun I sedangkan nilai indeks kemerataan terendah terdapat di stasiun II Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Gambar 8. Diagram Batang Indeks Keseragaman Fitoplankton Seluruh stasiun memiliki nilai indeks kemeratan pada kisaran 0,00 0,25 sehingga perairan di Telaga Bromo penyusun komunitasnya tidak merata atau tidak banyak ragamnya yang menunjukkan adanya dominansi spesies tertentu seperti pendapat dari Pielou (1977: 308) dalam Mohammad, Faiz Faza (2012: 22) yang mengatakan apabila in deks 76

31 kemerataan mendekati nol berarti kemerataan antar spesies tergolong rendah. 2. Indeks Kemerataan Zooplankton Indeks kemerataan zooplankton berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diketahui berkisar antara 0, ,29851 ind/l (Gambar 9). Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat di stasiun I sedangkan nilai indeks keseragaman terendah terdapat di stasiun III Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Gambar 9. Diagram Batang Indeks Keseragaman Zooplankton Menurut skala Pielou (1977: 308) dalam Mohammad, Faiz Faza (2012: 22), stasiun III tergolong tidak merata karena berada di kisaran 0,00 0,25 sedangkan stasiun I, II dan IV tergolong kurang merata karena berada di kisaran 0,26 0,50. Meskipun begitu, seluruh stasiun menunjukkan adanya dominansi spesies tertentu. Rendahnya nilai indeks kemerataan baik fitoplankton maupun zooplankton pada seluruh stasiun disebabkan karena kelimpahan plankton tidak merata sehingga ada spesies yang lebih mendominasi. 77

32 6. Indeks Dominansi Plankton 1. Indeks Dominansi Fitoplankton Rendahnya indeks keanekaragaman disebabkan karena adanya dominansi dari suatu jenis. Indeks dominansi (D) digunakan untuk mengetahui adanya pendominasian jenis tertentu di perairan. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Nilai yang mendekati 0 menunjukkan bahwa tidak ada marga dominan dalam komunitas. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan adanya marga dominan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa indeks dominansi fitoplankton berkisar 0,9995-1,1615 ind/l (Gambar 10) Indeks Dominansi Fitoplankton 0.90 Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Gambar 10. Diagram Batang Indeks Dominansi Fitoplankton Nilai indeks dominansi tertinggi terletak di stasiun I sedangkan nilai indeks dominansi terendah terletak di stasiun IV. Hasil tersebut menunjukkan bahwa seluruh stasiun memiliki nilai indeks dominansi 78

33 mendekati 1 sehingga terdapat dominansi marga tertentu yaitu marga Microcystis. Hal ini disebabkan karena Microcystis dapat hidup di kondisi perairan yang tercemar berat. Cyanophyta umumnya hidup di perairan dengan ph netral atau cenderung basa. Kelompok Cyanophyta tidak ditemukan pada perairan dengan ph kurang dari 4. Cyanophyta memiliki suhu optimal untuk pertumbuhannya berkisar dari C. Pada umumnya anggota divisi Cyanophyta menghasilkan toksin yang disebut Cyanotoksin apabila mendominasi suatu perairan. Cyanotoksin dapat berupa neurotoksin, hepatotoksin dan sitotoksin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Chorus dan Batram (1999) yang men gatakan bahwa marga Microcystis tergolong Cyanophyta penghasil hepatotoksin yang dapat mengganggu kerja hati dan ginjal. Manusia yang melakukan kontak dengan perairan yang terjadi blooming Microcystis dapat terkena gastroenteritis, diare, iritasi, alergi dan penyakit hati. Perbandingan nitrat dan fosfat di perairan berpengaruh pada Microcystis yang cenderung menggunakan nitrat untuk tumbuh. Kadar nitrit dan ammonia perairan tidak berpengaruh pada Microcystis apabila konsentrasi nitrat berlebih karena Microcystis mengonsumsi nitrogen yang dibutuhkan dalam bentuk nitrat. Oleh karena itu, Microcystis merupakan bioindikator untuk perairan dengan kadar nitrat tinggi. Selain nitrat, Microcystis juga termasuk marga yang dapat hidup di kadar kalsium tinggi. 79

34 2. Indeks Dominansi Zooplankton Indeks dominansi zooplankton berkisar antara 0,9837-1,000 ind/l (Gambar 11). Pada stasiun II, stasiun III dan stasiun IV memiliki nilai indeks dominansi yang sama yaitu 1 ind/l sedangkan stasiun I memiliki nilai indeks dominansi terendah yaitu 0,9837 ind/l. Meskipun begitu, hasil tersebut menunjukkan bahwa seluruh stasiun memiliki nilai indeks dominansi mendekati 1 sehingga terdapat dominansi marga tertentu yaitu marga Brachionus. Brachionus merupakan marga dari filum Rotifera yang toleran terhadap kondisi asam ataupun basa yaitu berkisar antara Brachionus dapat bertahan pada suhu 15 0 C dan kandungan DO sekurangkurangnya 2 mg/l Indeks Dominansi Zooplankton 0.98 Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Gambar 11. Diagram Batang Indeks Dominansi Zooplankton. Apabila terdapat individu yang dominan menandakan bahwa individu tersebut memiliki kemampuan untuk bertahan hidup lebih baik dari jenis lainnya walaupun kondisi lingkungan berubah-ubah, yang berarti 80

35 pula bahwa tolerensi individu tersebut terhadap tekanan fisiologis dan kisaran kondisi fisik lingkungan sangat tinggi. 81

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA Struktur Komunitas Plankton (Annisa Kusumaningrum) 1 STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA PLANKTON COMMUNITY STRUCTURE IN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DATA JUMLAH PLANKTON

LAMPIRAN 1. DATA JUMLAH PLANKTON LAMPRAN. DATA JUMLAH PLANKTON Tabel. Jumlah Plankton yang Ditemukan pada Masing-masing Stasiun Tiap Pengambilan No. Plankton Pengambilan Stasiun Jumlah A.Fitoplankton Div. Cyanophyta. Microcytis sp.. Aphanocapsa

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter fisik-kimia dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang, yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter fisik-kimia dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang, yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter fisik-kimia dalam penelitian ini digunakan sebagai data penunjang, yang terdiri atas ph, DO (Dissolved Oxygen atau Oksigen Terlarut), kejernihan dan temperatur air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan analisis dari bab I dan bab IV guna menjawab permasalahan dalam penelitian yang dilakukan. Maka hasil penelitian yang menjadi titik tekan sehingga kesimpulan

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di

BAB I PENDAHULUAN. akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat. Berbagai aktivitas manusia seperti pembuangan limbah industri dan rumah tangga menyebabkan menurunnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn Didapatkan hasil sungai Wonorejo Surabaya mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara stasiun 1 dengan stasiun 2 yaitu 0.88. Perbandingan dari kedua stasiun ini memiliki indeks kesamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan, yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat bila dipandang dari sudut hidrologis.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin)

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin) II. TELAAH PUSTAKA Chrysophyta merupakan salah satu divisio fitoplankton. Fitoplankton dikelompokkan ke dalam lima divisio yaitu Chrysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Euglenophyta. Semua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai Kawasan pantai (coastal zone) merupakan zona transisi yang berhubungan langsung antara ekosistem laut dan darat (terrestrial). Kawasan pantai dan laut paparan menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air relatif bersih sangat didambakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen 22 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci