BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK DAN LINGKUNGAN SEKTOR PUBLIK

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. mengatur dan mengevaluasi jalannya suatu kegiatan. Menurut M. Nafarin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Agus Widarsono, SE., M.Si, Ak Prodi Akuntansi Universitas Pendidikan Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Bastian (2006:191),

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),

Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik

Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di : Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bergesernya paradigma manajemen pemerintahan dalam dua dekade terakhir yaitu dari

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sector

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

BAB II LANDASAN TEORI. A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah sarana atau alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA PROGRAM STUDI AKUNTANSI. Bambang Kesit Tim Akuntansi Sektor Publik Prodi Akuntansi 2009

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Di era globalisasi ini, untuk menghadapi persaingan bisnis yang kompetitif,

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dan dipakai selama periode waktu tertentu. jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan

SILABUS KULIAH. 1 Pendahuluan, Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik, Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

PENGERTIAN ANGGARAN FUNGSI ANGGARAN. Anggaran berfungsi sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk.

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Akuntansi Sektor Publik

AKUNTANSI PEMERINTAHAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, M.AB

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

Perkembangan Sistem Anggaran Publik Anggaran Tradisional dan Anggaran New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan utama dari organisasi sektor publik adalah bagaimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PENGANGGARAN DAN JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK DISUSUN OLEH:

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sektor swasta. Keduanya menggunakan sumber daya yang sama dalam mencapai tujuannya dan memiliki kemiripan dalam proses pengendalian. Akan tetapi, untuk tugas tertentu keberadaan sektor publik tidak dapat digantikan oleh sektor swasta, misalnya fungsi birokrasi pemerintahan. Menurut Indra Bastian (2006:15) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai:... mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Sedangkan menurut Mardiasmo (2005:14) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut: Akuntansi Sektor Publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Sedangkan menurut Abdul Halim (2004) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut: Akuntansi Sektor Publik adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka penyediaan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dari entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan.

2.1.2 Tujuan Akuntansi Sektor Publik Tujuan akuntansi sektor publik menurut American Accounting Association dalam Glynn yang dikutip oleh Mardiasmo (2005:14) adalah untuk: 1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian manajemen (management control). 2. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas (accountability). Akuntansi Sektor Publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi yg efektif dan efisien, pengendalian manajemen yang baik, dan akuntabilitas. Dimana, bagi pemerintah, informasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan stratejik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja. 2.1.3 Sifat dan Karakteristik Akuntansi Sektor Publik Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purpose activity). Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil tertentu, dan hasil tersebut harus memiliki manfaat. Akuntansi digunakan baik pada sektor swasta maupun sektor publik untuk tujuan-tujuan yang berbeda. Dalam beberapa hal, akuntansi sektor publik berbeda dengan akuntansi pada sektor swasta. Perbedaan sifat dan karakteristik akuntansi tersebut disebabkan karena adanya perbedaan lingkungan yang mempengaruhi. Organisasi sektor publik bergerak dalam lingkungan yang sangat kompleks dan turbulance. Komponen lingkungan yang mempengaruhi organisasi sektor publik menurut Mardiasmo (2005:3) adalah:

1. Faktor ekonomi 2. Faktor politik 3. Faktor kultural Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor ekonomi Faktor ekonomi yang mempengaruhi organisasi sektor publik antara lain: Pertumbuhan ekonomi Tingkat inflasi Pertumbuhan pendapatan per kapita (GNP/GDP) Struktur produksi Tenaga kerja Arus modal dalam negeri Cadangan devisa Nilai tukar mata uang Utang dan bantuan luar negeri Infrastruktur Teknologi Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi Sektor informal 2. Faktor politik Faktor politik yang mempengaruhi sektor publik antara lain: Hubungan negara dan masyarakat Legitimasi pemerintah Tipe rezim yang berkuasa Ideologi negara Elit politik dan massa Jaringan internasional Kelembagaan 3. Faktor kultural Faktor kultural yang mempengaruhi sektor publik antara lain: Keragaman suku, ras, agama, bahasa, dan budaya Sistem nilai di masyarakat Historis Sosiologi masyarakat Karakteristik masyarakat Tingkat pendidikan

2.1.4 Ruang Lingkup Akuntansi Sektor Publik Pemerintah yang dalam hal ini adalah organisasi yang memegang peran utama dalam pemberian jasa dan pelayanan kepada masyarakat mempunyai lingkungan yang berbeda dengan sektor swasta/perusahaan. Adapun yang membedakan antara sektor publik dengan sektor swasta menurut Mardiasmo (2005:8) adalah: Tabel 2.1 Perbedaan Sektor Publik dan Sektor Swasta Perbedaan Sektor publik Sektor swasta Tujuan organisasi Nonprofit motive Profit motive Sumber pendanaan Pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah, laba BUMN/BUMD, penjualan aset negara, dsb. Pembiayaan internal: modal sendiri, laba ditahan, penjualan aktiva. Pembiayaan eksternal: utang bank, obligasi, penerbitan saham. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban kepada masyarakat (publik) dan parlemen Pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan kreditor. (DPR/DPRD). Struktur organisasi Birokratis, kaku, dan hierarkis. Fleksibel, datar, piramid, lintas fungsional, dsb. Karakteristik anggaran Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik Sistem akuntansi Cash accounting Accrual accounting Sumber: Mardiasmo (2005:8) Dari tabel di atas perbedaan sifat dan karakteristik sektor publik dengan sektor swasta dapat dilihat dengan membandingkan beberapa hal, yaitu: tujuan organisasi sektor publik adalah nonprofit motive sedangkan sektor swasta bertujuan profit motive; sumber dana sektor publik dari pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah, laba BUMN/BUMD, penjualan aset negara, sedangkan dana

sektor swasta bersumber dari pembiayaan internal (modal sendiri, laba ditahan, penjualan aktiva) dan pembiayaan eksternal (utang bank, obligasi, penerbitan saham); sektor publik bertanggung jawab kepada masyarakat (publik) dan parlemen (DPR/DPRD), sedangkan sektor swasta bertanggung jawab kepada pemegang saham dan kreditor; struktur organisasi sektor publik bersifat birokratis, kaku, dan hierarkis, sedangkan struktur organisasi sektor swasta bersifat fleksibel; karakteristik anggaran sektor publik yaitu terbuka untuk publik, sedangkan sektor swasta tertutup untuk publik; sistem akuntansi yang digunakan oleh sektor publik adalah cash accounting, sedangkan sektor swasta menggunakan sistem akuntansi accrual accounting. 2.2 Anggaran Sektor Publik 2.2.1 Pengertian Anggaran Sektor Publik Pengertian anggaran terdapat beberapa yang dikemukakan oleh para ahli namun pada umumnya pengertian tersebut mempunyai tujuan yang sama, salah satunya adalah merupakan suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang untuk menunjukan perolehan dana dan penggunaan sumber-sumber suatu organisasi. Menurut National Committee on Governmental Accounting (NCGA) yang saat ini telah menjadi Government Accounting Standards Board (GASB) yang dikutip oleh Indra Bastian (2006:164), definisi Anggaran adalah: Rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Mardiasmo (2005:61) Anggaran Sektor Publik adalah sebagai berikut: Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.

Freeman (2003) yang dikutip oleh Deddi Noordiawan (2006:48): Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya kedalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas (the process of allocating resources to unlimited demands). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan penghubung antara sumber daya keuangan dengan perilaku manusia. Sehingga tujuan utamanya adalah mengalokasikan dan menggunakan sumber daya yang terbatas dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Anggaran menjadi penghubung antara sumber daya keuangan dengan perilaku manusia dalam rangka pencapaian tujuan keuangan sehingga tujuan utama anggaran kemudian adalah untuk mengalokasikan dan menggunakan sumber daya yang terbatas dalam mencapai tujuan baik di dalam organisasi sektor swasta maupun publik. Anggaran sektor publik yang mempunyai fungsi yang berbeda dengan anggaran sektor swasta, karena anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Anggaran sektor publik lebih banyak batasan daripada anggaran sektor swasta. 2.2.2 Fungsi Anggaran Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2005:63) Anggaran Sektor Publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: 1. Alat Perencanaan 2. Alat Pengendalian 3. Alat Kebijakan Fiskal 4. Alat Politik 5. Alat Koordinasi dan Komunikasi 6. Alat Penilaian Kinerja 7. Alat Motivasi 8. Alat menciptakan Ruang Publik

Fungsi anggaran sektor publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Alat Perencanaan, merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi, apa yang akan dilakukan, berapa biayanya dan berapa hasilnya. 2. Alat Pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program. 3. Alat Kebijakan Fiskal, melalui anggaran dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah dapat digunakan untuk menstabilkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 4. Alat Politik, anggaran sebagai bentuk kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Atas penggunaan dana publik. 5. Alat Koordinasi dan Komunikasi, yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan. 6. Alat Penilaian Kinerja, kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target dan efisiensi pelaksanaan anggaran. 7. Alat Motivasi, bagi pemerintah untuk bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi. 8. Alat menciptakan Ruang Publik, kelompok masyarakat bisa terlibat dalam proses penganggaran publik. Dalam menyusun anggaran terdapat dua pendekatan yaitu: 1. Pendekatan Tradisional 2. Pendekatan Era New Publik Management Anggaran tradisional memiliki ciri utama yaitu incrementalism dan line item, sedangkan pendekatan New Publik Management (NPM) menurut Mardiasmo (2005:83) terdiri dari: Anggaran Kinerja ( Performance Budget) Zero Based Budget (ZBB) Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS) Berdasarkan kutipan di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Anggaran Kinerja ( Performance Budget ) Anggaran ini disusun untuk penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran. Anggaran ini menekankan konsep value for money dan pengawasan terhadap kinerja output. Keunggulan Anggaran Kinerja: a. Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan. b. Merangsang partisipasi dan memotivasi unit kerja melalui proses pengumpulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual. c. Membantu fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan. d. Memungkinkan alokasi dana secara optimal dengan didasarkan efisiensi unit kerja. e. Menghindari Pemborosan. Kelemahan Anggaran Kinerja: a. Tidak semua kegiatan dapat distandarisasi. b. Tidak semua hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif. c. Tidak jelas mengenai siapa pengambil keputusan dan siapa yang menanggung beban atas keputusan. 2. Zero Based Budget (ZBB) ZBB adalah sistem anggaran yang berdasarkan pada perkiraan kegiatan, proses anggaran ini dimulai dari nol juga merupakan variasi dari performance budgeting yang menitik beratkan pada efisiensi anggaran. Keunggulan ZBB: a. Proses pembuatan paket keputusan dapat menjamin tersedianya informasi yang lebih bermanfaat bagi kepentingan manajemen. b. Dana dapat dialokasikan dengan efisien. c. Setiap program dan kegiatan selalu ditinjau ulang. d. Pengambilan keputusan dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan yang ada dalam kondisi kritis dan mendesak.

Kelemahan ZBB: a. Tidak mudah untuk diterapkan. b. Tidak semua kegiatan dapat disusun dengan ranking keputusan secara konsisten. c. Terlalu mahal dan memerlukan banyak waktu. d. Memerlukan keahlian khusus dalam penentuan prioritas. e. Memerlukan data lebih lengkap dan dukungan analisis yang cukup kuat. 3. Planning, Programming, Budgeting System (PPBS) PPBS merupakan teknik penganggaran yang berorientasi pada output dan tujuan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Keunggulan PPBS: a. Memudahkan dalam pendelegasian tanggungjawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah. b. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja. c. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya dalam perencanaan program. d. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerjasama antar departemen. Kelemahan PPBS: a. Merupakan proses multikomplek dan memerlukan banyak perhitungan dan analisis. b. Memerlukan pengelola yang ahli dan memiliki kualitas yang tinggi. c. Terlalu komplek, baik secara teknis maupun praktis. 2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD ) 2.3.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengurusan keuangan daerah juga diatur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan

pengurusan khusus. Dengan demikian pada Pemerintah Daerah terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam pengurusan umum nya dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus nya. Penyusunan APBD bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud dalam Undang-Undang 1945 akan tetapi dimaksudkan pula sebagai rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah APBD didefinisikan sebagai berikut: Rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, di mana di suatu pihak menggambarkan perkiraan setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaranpengeluaran dimaksud. Dalam melaksanakan pengurusan keuangan Negara ini Pemerintah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (17): Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan daerah tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (7): Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD adalah suatu Anggaran Daerah. Kedua definisi APBD diatas menunjukan bahwa suatu Anggaran Daerah, termasuk APBD, memiliki unsurunsur sebagai berikut: 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan

adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode Anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun. Rancangan APBD terbagi dalam tiga pos yaitu pos satu adalah Pendapatan dan pos dua adalah Belanja Daerah dan pos tiga Pembiayaan. Pendapatan Daerah diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah/instansi yang lebih tinggi yang sekarang dikenal dengan nama Dana Perimbangan, dan Dana Pinjaman Daerah. Pengeluaran dana atau Belanja dalam APBD ini secara garis besar dikelompokan ke dalam empat kelompok yaitu: Belanja Aparatur, Belanja Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Tersangka. 2.3.2 Karakteristik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Karakteristik APBD di era reformasi menurut Abdul Halim (2004:16) antara lain adalah: a. APBD disusun oleh DPRD bersama-sama Kepala Daerah (Pasal 30 Undang-undang Nomor 5/1975). b. Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan line-item atau pendekatan tradisional. Dalam pendekatan ini anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling tradisional (tertua) di antara berbagai pendekatan penyusunan anggaran. Pendekatan yang lebih maju misalnya adalah: 1. Program Budgeting Anggaran disusun berdasarkan pekerjaan atau tugas yang akan dijalankan. Pendekatan ini mengutamakan efektivitas. 2. Performance Budgeting Penekanan pendekatan ini ada pada pengukuran hasil pekerjaan (kinerja) sehingga output (keluaran) dapat dibandingkan dengan

pengeluaran dana yang telah dilakukan. Pendekatan ini memperhatikan efisiensi. 3. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS) Pendekatan ini merupakan variasi dari performance budgeting. PPBS menggabungkan 3 unsur, yaitu perencanaan hasil, pemrograman kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan penganggaran (alokasi dana) untuk mencapai hasil yang diinginkan. 4. Zero Base Budgeting Pendekatan penganggaran dasar nol juga merupakan variasi dari performance budgeting yang menitikberatkan kepada efisiensi anggaran. Oleh karenanya, menurut pendekatan ini, penyusunan anggaran dengan didasarkan pada anggaran tahun lalu mengandung resiko tersusunnya anggaran yang tidak efisien. Karena tidak dapat menggunakan anggaran tahun lalu sebagai dasar penyusunan anggaran tahun berjalan, maka pendekatan ini menuntut perencanaan yang baik. Hal ini dapat dicapai melalui pengkoordinasian bagian perencanaan dan penganggaran dalam satu wadah organisasi. c. Siklus APBD terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, dan penyusunan dan penetapan perhitungan APBD. Penyusunan dan penetapan perhitungan APBD merupakan pertanggungjawaban APBD. Pertanggungjawaban itu dilakukan dengan menyampaikan perhitungan APBD kepada Menteri Dalam Negeri untuk Pemerintah Daerah Tingkat I dan kepada Gubernur untuk Pemerintah Daerah Tingkat II. Jadi, pertanggungjawaban bersifat vertikal. d. Dalam tahap pengawasan dan pemeriksaan dan tahap penyusunan dan penetapan perhitungan APBD, pengendalian dan pemeriksaan/audit terhadap APBD bersifat keuangan. Hal ini tampak pada pengawasan APBD berdasarkan objek yang meliputi pengawasan pendapatan daerah dan pengawasan pengeluaran daerah. Pengawasan tersebut tidak memperhitungkan pertanggungjawaban dari aspek lain, misalnya dari aspek kinerja.

e. Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu unsur ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi, dan hasil program (untuk proyek-proyek daerah). f. Sistem akuntansi keuangan daerah menggunakan stelsel kameral (tata buku anggaran). Menurut stelsel (system pembukuan ) ini, penyusunan anggaran dan pembukuan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Dasar pemilihan stelsel kameral dan bukannya stelsel komersial (tata buku kembar/berpasangan) adalah tujuan pembukuan. Karena tujuan pembukuan keuangan daerah di era pra reformasi adalah pembukuan pendapatan, maka stelsel yang cocok digunakan adalah stelsel komersial. Pada stelsel kameral, diperolehnya pendapatan adalah pada saat penerimaan, sedangkan pembiayaan terjadi pada saat dilakukan pembayaran. Oleh karena itu stelsel kameral ini disebut juga tata buku kas. 2.3.3 Proses Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Proses penyusunan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000 yang disusun oleh Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada Bab III tentang penyusunan dan penetapan APBD pasal 21 dijelaskan proses penyusunan APBD sebagai berikut: (1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD. (2) Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD. (3) Berdasarkan strategi dan prioritas APBD sebagaiman dimaksud dalam ayat (2) dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan rancangan APBD.

Sedangkan Proses Penetapan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000 pada Bab III pasal 22, dijelaskan sebagai berikut: (1) Kepala Daerah menyampaikan rancangan APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. (2) Apabila rancangan APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah berkewajiban menyempurnakan rancangan APBD tersebut. (3) Penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus disampaikan kembali kepada DPRD. (4) Apabila rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak disetujui DPRD, pemerintah Daerah menggunakan APBD tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan Keuangan Daerah. 2.4 Anggaran Berbasis Kinerja Menurut Sony Yuwono (2005:34) mendefinisikan Anggaran Berbasis Kinerja sebagai berikut: Anggaran Berbasis Kinerja adalah Anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal. Anggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupakan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran. Dengan anggaran berbasis kinerja akan terlihat juga hubungan yang jelas antara input, output, dan outcome yang akan mendukung terciptanya sistem pemerintahan yang baik. Untuk dapat mengukur anggaran berbasis kinerja pemerintah daerah terlebih dahulu harus memiliki rencana strategi (Renstra). Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) mendefinisikan rencana stratejik sebagai berikut: Perencanaan stratejik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu tahun sampai dengan lima tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala.

Jadi Renstra merupakan kegiatan dalam mencari tahu dimana organisasi berada pada saat ini, arahan kemana organisasi harus menuju, dan bagaimana cara (strategi) untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, Renstra merupakan analisis dan pengambilan keputusan strategi untuk masa depan organisasi untuk menempatkan dirinya pada masa yang akan datang. Pada prinsipnya, terdapat beberapa langkah yang lazim dalam melakukan perencanaan stratejik yaitu, merumuskan visi dan misi, memutuskan tujuan dan sasaran, dan merumuskan stratejik-stratejik untuk mencapai tujuan dan sasaran. Menurut Sony Yuwono (2005:37) menjelaskan bahwa untuk dapat melaksanakan anggaran kinerja dengan baik di lembaga pemerintah daerah diperlukan syarat utama, yaitu: 1. Keterlibatan DPRD dalam perencanaan anggaran, DPRD sebagai wakil masyarakat yang berperan serta dalam penyusunan anggaran. 2. Adanya desentralisasi kewenangan hingga ke level unit kerja sebagai pusat pertanggungjawaban. 2.5 Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Menurut Deddi Noordiawan (2006:79), proses penyusunan anggaran berbasis kinerja terdiri dari: 1. Penetapan Strategi Organisasi ( Visi dan Misi ) Visi dan misi adalah sebuah cara pandang yang jauh ke depan yang memberi gambaran tentang suatu kondisi yang harus dicapai oleh sebuah organisasi. Dari sudut pandang lain, visi dan misi organisasi harus dapat: Mencerminkan apa yang ingin dicapai Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas Menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategis Memiliki orientasi masa depan 2. Pembuatan Tujuan Tujuan dalam hal ini adalah sesuatu yang akan dicapai dalam kurun waktu satu tahun atau yang sering diistilahkan dengan tujuan operasional. Karena tujuan operasional merupakan turunan dari visi dan misi organisasi, tujuan operasional seharusnya menjadi dasar untuk alokasi sumber daya yang dimiliki, mengelola aktivitas harian, serta pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).

Sebuah tujuan operasional yang baik harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Harus mempresentasikan hasil akhir (true/outcome) bukannya keluaran (output). 2. Harus dapat diukur untuk menentukan apakah hasil akhir (Outcome) yang diharapkan telah tercapai. 3. Harus dapat diukur dalam jangka pendek agar dapat dilakukan tindakan koreksi (corrective action). 4. Harus tepat, artinya tujuan tersebut memberikan peluang kecil untuk menimbulkan interpretasi individu. Namun ketepatan ini seharusnya tidak berada pada perincian yang bersalah. Pembuatan tujuan menjadi langkah sangat penting dan strategis karena tujuan menjadi dasar utama pembuatan target dan indikator kinerja yang akan melekat pada langkah penetapan aktivitas. 3. Penetapan Aktivitas Tujuan operasional akan menjadi dasar dalam penyusunan anggaran. Seperti dalam bab sebelumnya, kita menghadapi beberapa alternatif pendekatan dalam penyusunan anggaran. Ketika pendekatan kinerja dan PPBS yang digunakan maka langkah yang harus dilakukan dalam penyusunan anggaran adalah penetapan aktivitas. Aktivitas dipilih berdasarkan strategi organisasi dan tujuan operasional yang telah ditetapkan. Organisasi kemudian membuat sebuah unit/paket keputusan (decision package) yang berisi beberapa alternatif keputusan atas setiap aktivitas. Alternatif keputusan atas setiap aktivitas. Alternatif keputusan tersebut menjadi identitas dan penjelasan bagi aktivitas yang bersangkutan. Secara umum alternatif keputusan berisi komponen-komponen sebagai berikut: Tujuan aktivitas tersebut, dinyatakan dalam suatu cara yang membuat tujuan yang diharapkan menjadi jelas. Alternatif aktivitas/alat untuk mencapai tujuan yang sama dan alasan mengapa alternatif-alternatif tersebut ditolak. Konsekuensi dari tidak dilakukannya aktivitas tersebut. Input, kuantitas, atau unit pelayanan yang disediakan (output), dan hasil (outcome) pada berbagai tingkat pendanaan. Pembuatan alternatif keputusan pada setiap rencana aktivitas dapat menegaskan ciri pendekatan PPBS berbasis kinerja dalam dua hal. Pertama, penyertaan tujuan operasional secara eksplisit menjamin adanya keterkaitan ( Link ) yang kuat antara strategi organisasi, tujuan operasional, dan anggaran yang pada gilirannya akan memberikan jaminan bahwa aktivitas yang nanti dilaksanakan juga sesuai dengan strategi (berkinerja baik). Kedua, adanya pernyataan tentang input, output, dan outcome yang nantinya dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan. Khususnya, pernyataan tentang outcome yang penekanannya lebih

kualitatif sehingga pelaksanaan aktivitas organisasi tersebut tidak akan terjebak dalam target-target kuantitatif. 4. Evaluasi dan Pengambilan Keputusan Langkah selanjutnya setelah pengajuan anggaran disiapkan adalah proses evaluasi dan pengambilan keputusan (penelaahan dan penentuan peringkat). Proses ini dapat dilakukan dengan standar baku yang ditetapkan oleh organisasi ataupun dengan memberikan kebebasan pada masing-masing unit untuk membuat kriteria dalam menentukan peringkat. Teknisnya, alternatif keputusan dari semua aktivitas program yang direncanakan digabungkan dalam satu tabel dan diurutkan berdasarkan prioritasnya. Setiap level anggaran dianggap sebagai satuan yang berbeda. Dalam penyusunan anggaran program yang berbasis nol, asumsi yang digunakan adalah pengambil kebijakan dalam organisasi akan menerima apapun urutan prioritas yang telah ditetapkan. Dengan demikian, kewajiban mereka hanyalah menentukan besarnya anggaran, sehingga besarnya anggaran yang akan menentukan aktivitas mana saja yang dapat dilaksanakan. 2.6 Penilaian Kinerja Menurut Indra Bastian (2006:329) mendefinisikan Kinerja sebagai berikut: Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Sedangkan menurut Mardiasmo (2005:122) menjelaskan bahwa Penilaian Kinerja memiliki tujuan atau manfaat bagi manajemen untuk: a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen; b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan; c) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja; d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati; e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi;

f) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi; g) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah; dan h) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. Penilaian kinerja dilakukan dengan menganalisis varians antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Tetapi analisis varians belum cukup untuk mengukur kinerja karena masih adanya berbagai keterbatasan (constrain). Keterbatasan analisis varians di antaranya terkait dengan kesulitan menetapkan signifikasi besarnya varians. 2.7 Pengukuran Kinerja Pengukuran Kinerja Finansial dapat dilakukan dengan membandingkan antara tujuan finansial yang telah ditetapkan dengan realisasi finansial yang dicapai. Lebih jelasnya Mardiasmo (2005:123) menyebutkan bahwa: Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Menurut Mardiasmo (2005:121) pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu: Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membentuk memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Menurut Mardiasmo (2005:123) informasi yang digunakan dalam pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: 1. Informasi Finansial Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan ) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Analisis varians secara garis besar berfokus pada:

a. Varians pendapatan (revenue variance) b. Varians pengeluaran (expenditure variance) - Varians belanja rutin (recurrent expenditure) - Varians belanja investasi/modal (capital expenditure variance) 2. Informasi Nonfinansial Informasi nonfinansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif yang banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah Balanced Scorecard. Dengan Balanced Scorecard kinerja organisasi tidak hanya berdasarkan aspek finansialnya saja, akan tetapi juga aspek nonfinansial. Pengukuran dengan metode Balance Scorecard melibatkan empat aspek, yaitu : 1. Perspektif finansial (financial perspective), 2. Perspektif kepuasaan pelanggan (customer perspective), 3. Perspektif efisiensi proses internal (internal procces efficiency), dan 4. Perspektif pembelanjaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective). Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik. Masyarakat tentu tidak mau terus-menerus ditarik pungutan sementara pelayanan yang mereka terima tidak ada peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Masyarakat menghendaki pemerintah dapat memberikan banyak pelayanan dengan biaya yang murah (do more with less). Pengukuran kinerja, program, kegiatan dan kebijakan dapat berupa prosentase pencapaian rencana tingkat capaian yaitu dibagi rencana tingkat capaian (target) dikalikan 100%. Untuk mengukurnya dapat digunakan indikator kinerja sebagai berikut: Capaian Indikator Kinerja Realisasi X 100% Rencana Apabila semakin tinggi Realisasi menunjukan semakin rendah pencapaian rencana tingkat capaian, maka perhitungan persentase rencana tingkat capaian

dengan menggunakan rencana dikurangi realisasi dikurangi rencana dibagi rencana dikali 100% atau dengan menggunakan rumus berikut: Realisasi (Realisasi Rencana) Capaian indikator Kinerja x 100 % Rencana 2.7.1 Indikator Kinerja Untuk melakukan pengukuran kinerja diperlukan indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan elemen indikator yang terdiri dari: 1. Indikator Masukan (Inputs) Segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan, untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini juga dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijakan/peraturan perundangundangan dan sebagainya. 2. Indikator Keluaran (Outputs) Sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan atau nonfisik. 3. Indikator Hasil (Outcomes) Segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. 4. Indikator Manfaat (Benefits) Sesuatu yang terkait dengan tujuan terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. 5. Indikator Dampak (Impacts) Pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap indikator berdasarkan asumsi yang telah disepakati.

Sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, terlebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut Indra Bastian (2006:340) syarat-syarat indikator kinerja adalah: a. Spesifik dan jelas b. Dapat diukur secara Objektif c. Relevan d. Dapat dicapai e. Cukup fleksibel dan sensitif f. Efektif. Syarat-syarat indikator kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Spesifik dan jelas Tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi. b. Dapat diukur secara Objektif Dapat diukur baik yang kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih mengukur indikator kinerja yang berkesimpulan sama. c. Relevan Kesesuaian Informasi/data yang diukur. d. Dapat dicapai Masukan, proses keluaran, hasil, manfaat, serta dampak dapat menunjukkan keberhasilan atau tingkat pencapaian dan harus berguna. e. Harus fleksibel dan Sensitif Harus fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. f. Efektif Data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. 2.7.2 Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas dan tugas yang

dibebankan, dalam kaitan ini adalah kegagalan atau keberhasilan kepala daerahnya. Evaluasi kinerja adalah analisis dan interprestasi atas keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Dalam evaluasi kinerja ini tidak akan memberikan hasil yang optimal apabila dilakukan dengan cara atau metode yang tidak tepat. Dalam akuntabilitas kinerja yang sesuai dengan substansinya, maka perlu suatu akuntabilitas mencerminkan akuntabilitas, kebijakan, program, manajemen, proses dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup tingkat evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi: a. Evaluasi Kinerja Program Program merupakan kumpulan-kumpulan kegiatan-kegiatan yang sistematis dan terpadu guna tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi kinerja merupakan hasil kumulatif dari setiap nilai pencapaian kinerja kegiatan untuk kemudian diperoleh nilai capai program dengan menggunakan metode yang digunakan untuk mendapat nilai. b. Evaluasi Kinerja Kegiatan Evaluasi kinerja menunjukkan capaian kinerja suatu unit instansi pemerintah dalam evaluasi kinerja serta menunjukan penilaian atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi kinerja kegiatan mencakup penetapan indikator kinerja (masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak) dan persentase pencapaian rencana tingkat capaian. c. Evaluasi Kinerja Kebijakan Evaluasi suatu kegiatan awal dari upaya untuk meningkatkan proses pembuatan kebijakan berikut hasilnya dengan demikian analisa kebijakan merupakan pengkomunikasian atau penciptaan dan penilaian yang kritis, mengenai suatu kebijakan oleh karena itu kebijakan bermutu sangat baik untuk memperbaiki kebijakan dan hasilnya. Pengukuran kinerja program, kegiatan dan kebijakan berupa prosentase pencapaian rencana tingkat.

2.8 Efektivitas Pengertian efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Menurut Mardiasmo (2005:132) menyatakan pengertian efektivitas sebagai berikut: Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Hal yang terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi. Indikator efisiensi dan efektivitas harus digunakan secara bersama-sama. Karena di satu pihak, mungkin pelaksanaannya sudah dilakukan secara ekonomis dan efisien akan tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Sedang di pihak lain, sebuah program dapat dikatakan efektif dalam mencapai tujuan, tetapi mungkin dicapai dengan cara yang tidak ekonomis dan efisien. Jika suatu program efektif dan efisien maka program tersebut dapat dikatakan cost-effectiveness. 2.9 Belanja Operasional 2.9.1 Pengertian Belanja Operasional Anggaran Operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah Belanja Operasional/Rutin.

Menurut Mardiasmo (2005:66) menyatakan pengertian Belanja Operasional atau rutin sebagai berikut: Belanja Rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Belanja Operasional bersifat berulang-ulang setiap tahunnya. Secara umum, pengeluaran yang termasuk dalam kategori anggaran operasional antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan Pemeliharaan. Menurut Abdul Halim (2004:70) dinyatakan pengertian Belanja Adminsitrasi Umum sebagai berikut: Belanja Administrasi Umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik dan bersifat periodik. Belanja Administrasi Umum menurut Abdul Halim (2004:70) terdiri dari 4 jenis belanja, yaitu: 1. Belanja Pegawai/Personalia. 2. Belanja Barang dan Jasa. 3. Belanja Perjalanan Dinas. 4. Belanja Pemeliharaan. Sedangkan Belanja Operasi dan Pemeliharaan menurut Abdul Halim (2004:72) dinyatakan sebagai berikut: Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas pelayanan publik. 2.9.2 Efektivitas Belanja Operasional Efektivitas Belanja Operasional dapat dilihat dari laporan realisasi belanja operasional. Laporan realisasi biaya operasional merupakan alat evaluasi anggaran. Dengan Anggaran Biaya Operasional kita dapat mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai, yaitu dengan adanya efisiensi biaya operasional. Tujuan tersebut akan tecapai dengan digunakannya anggaran biaya

operasional sebagai standar untuk melaksanakan pengukuran biaya operasional, sebagai pengukuran prestasi pelaksanaan kerja yang telah ditetapkan, sebagai perbandingan biaya operasional yang sesungguhnya dengan biaya operasional yang telah ditetapkan, selanjutnya melakukan analisis penyimpangan anggaran untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan tersebut. Dengan adanya anggaran biaya operasional diharapkan biaya yang sesungguhnya tidak melebihi jumlah yang telah disetujui dalam anggaran. Jadi dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pengendalian biaya operasional akan efektif apabila tujuan pengendalian Belanja Operasional sudah diketahui dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu proses pengendalian biaya operasional sehingga efektivitas Belanja Operasional akan tercapai.