BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas wilayah lautnya mencapai 5,8 juta km² dan garis pantainya 81.000 km. Dimasa mendatang ada kecendrungan bahwa era kelautan akan timbul kembali. Sebagai negara maritim, Indonesia kaya akan sumber daya lautnya seperti perikanan (Basri, 2007). Potensi perikanan merupakan potensi yang besar untuk pengembangan industri pengolahan hasil perikanan. Sektor kelautan merupakan sektor yang mengelola dan mengembangkan sumber daya kelautan dan kegiatan penunjangnya secara berkelanjutan (Budiharsono, 2005). Sektor informal adalah sektor kerja yang belum terorganisir dengan baik, sehingga segala peraturan dan perundangan ketenaga kerjaan belum dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu kesehatan dan keselamatan kerja belum dapat dipantau pada sektor ini. Pada sektor informal tidak menggunakan pola kegiatan yang diatur oleh sistem-sistem manajemen profesional, baik dalam arti jam kerja, permodalan, maupun penerimaannya. Umumnya mempekerjakan tenaga dari lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama (Depkes RI, 1994).
Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meningkatnya angkatan kerja disatu pihak, dan menyempitnya lapangan kerja dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup menampung angkatan kerja yang ada. Akibatnya golongan masyarakat ini secara naluri mencoba usaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka, guna memperoleh nafkah bagi dirinya sendiri atau bagi keluarganya (Yustika, 2000). Meluasnya fenomena sektor informal dan informalisasi tenaga kerja di Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini dipandang positif dalam kerangka perekonomian sebagai unsur dinamis yang patut dipelihara dan ditumbuhkembangkan. Struktur relasi buruh-majikan informal yang diwarnai oleh perjanjian lisan, kualitas sumber daya yang rendah, telah memunculkan karakter sektor ekonomi informal yang tidak menguntungkan bagi perlindungan sosialekonomi buruhnya (Safaria, 2003). Pekerja di sektor informal belum dapat dipantau untuk masalah keselamatan dan kesehatan kerjanya sehingga pekerja di sektor ini berisiko untuk mengalami gangguan kesehatan akibat kerja, salah satu gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada pekerja di sektor informal adalah dermatitis kontak akibat kerja (ICOHIS, 2006). Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit (Robin, 2005). Dermatitis kontak merupakan penyakit inflamasi akut atau kronik yang diakibatkan oleh agen yang berasal dari lingkungan kerja dan akibat kontak atau paparan dengan bahan kimia
atau bahan lainnya yang berlebihan (Suma mur, 2009). Iritasi kulit adalah kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak yang berkepanjangan dengan zat kimia atau faktor lainnya. Setelah beberapa waktu kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah (Widyastuti, 2006). Dermatitis kontak akibat pekerjaan (occupational contact dermatitis) secara medis dapat diartikan sebagai dermatitis kontak dimana pekerjaan merupakan penyebab utama atau salah satu diantara faktor-faktor yang menyebabkan dermatitis kontak tersebut (Fregert, 1986). Kecamatan Tanjung Tiram yang merupakan bagian wilayah administratif Kabupaten Batu Bara, terletak di Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Tanjung Tiram berada di daerah pinggiran pantai. Karena daerahnya terletak dipinggiran pantai, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dari hasil laut atau nelayan. Hal ini menyebabkan banyak berkembang pekerja sektor informal di daerah Kecamatan Tanjung Tiram (Profil Kecamatan Tanjung Tiram, 2012). Pekerja sektor informal di wilayah Kecamatan Tanjung Tiram selain berprofesi sebagai nelayan, juga membuat usaha perdagangan hasil laut dengan cara mengirimkannya ke kota atau keluar negeri. Hasil melaut dari nelayan setempat dijual pada pemborong yang akan dikirim ke kota. Para pemborong ini juga mempekerjakan pekerja yang akan memilah hasil laut yang telah dibeli dari nelayan. Setelah dipilah, dilakukan proses pengemasan hasil laut (ikan, udang atau cumi) sebelum dilakukan proses pengiriman untuk dipasarkan.
Menurut Bourke et.al (2001) di Amerika 120 per 100.000 penata rambut setiap tahunnya mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Pengamatan yang dilaksanakan pada berbagai jenis pekerjaan di berbagai Negara barat mendapatkan insiden terbanyak terdapat pada penata rambut 97,4%, pengolah roti 33,2% dan penata bunga 23,9% (Soebaryo, 2006). Menurut Riset Kesehatan Dasar (2007) prevalensi di Indonesia untuk dermatitis adalah 6,8%. ICOHIS (2006) menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan ada berbagai gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada sektor informal, misalnya dermatitis kontak pada perajin kulit (22%), perajin alas kaki ( 20,8%), nelayan ( 20,8%) dan batu bata (17,2%) (Depkes RI, 2008). Hasil penelitian Schmitz et.al (2005), bahwa dermatitis kontak terjadi pada telapak tangan pekerja (37,5%) dan mayoritas (59%) terjadi pada pelukis dan pekerja salon. Hasil penelitian Handayani (2007) menjelaskan bahwa dari 300 pedagang ikan segar di Pasar Raya Kota Padang didapat prevalensi dermatitis kontak pada pedagang tersebut sebesar 18%. Hasil penelitian Aswin (2010) menyatakan bahwa pada pekerja pengemasan ikan yang mengalami gangguan kesehatan akibat kerja di daerah Kecamatan Tanjung Tiram adalah sakit pada pinggang sebanyak 35 orang (85.4%), sakit dan tangan membengkak serta diselingi denga rasa gatal sebanyak 31 orang (75.6%), jari tangan mengkerut sebanyak 32 orang (78.1%), dan sakit karena tangan terluka sebanyak 36 orang (87.8%).
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan, di Kecamatan Tanjung Tiram terdapat 4 (empat) lokasi pengemasan ikan, masing-masing tempat memiliki jumlah pekerja yang berbeda-beda berdasarkan besarnya modal yang dimiliki oleh pemborong. Lokasi pengemasan I memiliki 5 orang pekerja, lokasi II memiliki 3 orang pekerja, lokasi III memiliki 11 orang pekerja, lokasi IV memiliki 13 pekerja dan, jadi jumlah pekerja pengemasan ikan yang terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram berjumlah 32 orang. Lokasi pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram ini memiliki lemari untuk penyimpanan es, perlengkapan untuk es seperti gergaji, pisau dan alat penggerek es serta mesin penggiling es, tetapi tidak semua tempat pengemasan ikan memiliki mesin penggilingan es, dari 4 (empat) lokasi pengemasan ikan, terdapat 2 (tiga) lokasi pengemasan ikan yang memiliki mesin penggilingan es. Para pekerja pengemasan ikan ini bekerja pada jam kerja yang tidak teratur, jika hasil melaut dari nelayan sedikit, maka hasil laut yang akan dikemas oleh pekerja pengemasan ikan juga sedikit, tetapi jika hasil melaut nelayan besar, maka hasil laut yang akan dikemas oleh pekerja juga banyak. Dalam keadaan normal atau jika hasil melaut nelayan sedikit, pekerja pengemasan bekerja dari pukul 08.00-22.00 WIB, tetapi jika hasil melaut nelayan besar, maka pekerja bekerja dari pukul 08.00-23.30 wib. Proses kerja pengemasan ikan ini rata-rata menghabiskan waktu sekitar ± 3-4 jam. Jika dihitung pada keadaan normal jam kerja dari pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram ini sekitar 14 jam dan bekerja selama 7 hari dalam seminggu tanpa hari libur.
Proses kerja dari pengemasan ikan ini menghabiskan waktu sekitar 3-4 jam dalam satu kali proses pengemasan ikan. Ikan yang datang dari nelayan diletakkan di atas meja, kemudian dilakukan proses pembersihan, setelah ikan selesai dibersihkan, ikan kemudian dipilah sesuai dengan jenis dan besarnya masing-masing dan diletakkan didalam keranjang. Ikan kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan ikan. Pada proses pengemasan ini ikan dimasukkan kedalam peti pelastik yang sudah diletakkan sebuah kantong plastik besar yang telah dilapisi oleh bongkahan-bongkahan es yang sudah dihaluskan dengan menggunakan mesin penggilingan es. Pekerja pegemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti disalah satu tempat pengemasan ikan diperoleh sebagian besar pekerja pengemasan ikan mengalami keluhan gatal-gatal, kulit keras dan mengkerut serta nyeri pada tangan dan jari serta tidak ada satupun pekerja pengemasan ikan yang menggunakan fasilitas kerja berupa alat pelindung diri sarung tangan dan hanya menggunakan sepatu boots serta tidak tersedia wastafel dan sabun mandi di tempat peneliti melakukan survei awal. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang pekerja pengemasan ikan mengenai pengetahuan tentang iritasi kulit diperoleh bahwa pengetahuan pekerja pengemasan ikan rendah didasarkan atas beberapa pertanyaan yaitu: iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan adalah iritasi yang disebabkan oleh proses pekerjaan pengemasan ikan, iritasi kulit adalah iritasi yang diperoleh dari pekerjaan karena faktor kontak langsung dengan air, ikan dan es yang berulang-ulang saat melakukan proses kerja
pengemasan ikan, dan kulit kemerahan, gatal-gatal, kasar, mengkerut dan pecahpecah adalah gejala iritasi kulit. Sebanyak 3 orang pekerja pengemasan ikan yang peneliti wawancara memberikan tanggapan negatif atau tidak mengetahui tentang iritasi kulit akibat dari pekerjaan pengemasan ikan. Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya), sedangkan sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi bersangkutan. Pengetahuan yang rendah secara tidak langsung akan diikuti oleh sikap yang rendah pula terhadap sesuatu objek yang dilihat atau diketahui, pengetahuan pekerja pengemasan ikan yang rendah dapat dipengaruhi oleh pendidkan dari pekerja pengemasan ikan yang mayoritas berpendidikan rendah (tidak tamat SD, SD dan SMP). Melihat keadaan dari kondisi di atas perlu dilakukan tindakan pencegahan agar pekerja khususnya pekerja pengemasan ikan tidak mengalami iritasi kulit karena pekerjaan mereka walaupun seperti yang kita ketahui bahwasanya data kesehatan tentang pekerja di sektor informal seperti pekerja pengemasan ikan khususnya di Kecamatan Tanjung Tiram ini tidak ada sama sekali karena jika pekerja pengemasan ikan mengalami gangguan kesehatan maka mereka berobat di balai pengobatan swasta setempat dan tidak ada pendataan langsung oleh puskesmas Kecamatan Tanjung Tiram, sehingga kondisi ini dapat menimbulkan tidak adanya perhatian dan
perlindungan para pemborong ikan terhadap kesehatan para pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram. Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Upaya Pencegahan Terhadap Kejadian Iritasi Kulit pada Pekerja Pengemasan Ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, dalam menjalankan pekerjaannya pekerja pengemasan ikan berisiko untuk mengalami terjadinya iritasi kulit. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan agar pekerja pengemasan ikan tidak mengalami iritasi kulit. Berdasarkan permasalahan di atas belum diketahuinya pengaruh pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
1.4. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan terhadap kejadian iritasi kulit pada pekerja pengemasan ikan di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi para pekerja pengemasan ikan untuk melakukan suatu tindakan pencegahan terjadinya iritasi kulit saat melakukan proses kerja pengemasan ikan. 2. Sebagai bahan masukan bagi para pemilik tempat pengemasan ikan untuk melakukan upaya perlindungan bagi pekerja pengemasan ikan. 3. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 4. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam upaya mengimplementasikan berbagai teori yang diperoleh di bangku kuliah selama proses belajar di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.